Kelompok 1.docx

  • Uploaded by: Dewi Apriliani
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kelompok 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,002
  • Pages: 15
PAPER MANAJEMEN PASIEN DENGAN HIV-AIDS Dibuat guna memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah: Keperawatan HIV-AIDS Dosen Pengampu : Kasron, M.Kep

Disusun oleh : Kelompok 1 1.

Defindra Yudha Pramana

108116036

2.

Dewi Nur Oktaviani

108116039

3.

Dita Rizky Baerawati

108116043

4.

Myelinda Ariyanti

108116047

5.

Mirna

108116052

6.

Hendrawan

108116054

7.

Anggin Fitiyani

108116060

8.

Ni’matul Khoeriyah

108116066

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP PRGRAM STUDY SARJANA KEPERAWATAN 3B TAHUN 2018 / 2019

MANAJEMEN PERAWATAN PASIEN DENGAN HIV-AIDS A. MANAJEMEN

PERAWATAN

PASIEN

DI

PELAYANAN

KESEHATAN Seperti diketahui bahwa infeksi HIV merupakan penyakit kronis yang dapat dikendalikan dengan pemberian obat ARV seumur hidup. Oleh karena itu diperlukan layanan yang mudah dijangkau untuk mejaga ketersinambungan perawatan dan pengobatan pasien. Layanan ini pada awalnya hanya tersedia di rumah sakit rujukan ARV saja. Ketersediaan layanan perlu diperluas hingga ke tingkat puskesmas atau puskesmas pembantu, bahkan polindes/poskesdes terutama untuk daerah dengan beban HIV yang besar seperti Papua dan Papua Barat serta daerah dengan geografi sulit dan memiliki sumber daya terbatas (daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan/DTPK). Dalam upaya memperluas akses layanan bagi ODHA, Kementerian Kesehatan menerapkan sistim Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB). LKB merupakan suatu model layanan terpadu yang melibatkan semua unsur layanan baik dari sektor kesehatan primer, sekunder hingga tersier dan layanan dari sektor lain yang terkait dengan kebutuhan ODHA, termasuk keterlibatan dari komunitas. LKB bertujuan untuk mendekatkan dan memperkuat sistim layanan kesehatan hingga menjamin ketersediaan layanan komprehensif dan berkesinambungan. Adapun yang dimaksud dengan layanan komprehensif adalah layanan yang mencakup semua kebutuhan ODHA seperti tergambar pada Bagan 1 di bawah ini. Sedang layanan berkesinambungan adalah layanan yang terhubung dari satu titik layanan ke titik layanan lain dengan sistem rujukan yang efektif sepanjang hayat.

Bagan diatas menunjukkan kegiatan dan paket layanan yang perlu dilakukan oleh FASYANKES dan mitranya sesuai dengan status HIV seseorang. Mengingat infeksi HIV merupakan kondisi kronis dengan di antaranya terjadi kondisi akut maka pelayanannya membutuhkan perawatan akut, kronis dan paliatif yang meliputi fase seseorang belum terpapar hingga masuk fase terminal. Diperlukan paket pengobatan dan perawatan kronis secara komprehensif termasuk pengobatan ARV dan layanan untuk mengurangi penularan HIV, pencegahan penyakit dan meningkatkan kualitas hidup ODHA.

Bagan diatas menunjukkan tempat penemuan kasus baru HIV dan tindak lanjut yang perlu dilakukan. Penemuan kasus bisa dilakukan difasyankes rawat jalan maupun rawat inap. Semua ODHA yang memenuhi syarat pengobatan wajib diberi ARV. FKTP perlu mencari cara untuk mendekatkan akses pengobatan bagi pasien yang tidak terjangkau dengan menggunakan sistem jejaring yang tersedia seperti kader, lembaga gereja, pustu, posyandu dll. Evaluasi jumlah pasien yang terdiagnosis dan mendapatkan ARV perlu dilakukan secara teratur setidaknya tiap 2 minggu untuk menurunkan lolos follow up pra ART. Sesuai dengan LKB maka yang disebut sebagai FKTP di dalam buku ini sesuai dengan Fasyankes Primer dan Fasyankes Primer Rujukan.

B. MANAJEMEN OBAT PASIEN

Keterangan : Pernyataan “Pertimbangkan ARV untuk PPP” menunjukkan bahwa ARV untuk PPP merupakan pilihan tidak mutlak dan harus diputuskan secara individual tergantung dari orang yang terpajan dan keahlian dokternya. Namun, pertimbangkanlah pengobatan ARV untuk PPP bila ditemukan faktor risiko pada sumber pajanan, atau bila terjadi di daerah dengan risiko tinggi HIV. Bila diberikan PPP dan diterima, dan sumber pajanan kemudian diketahui HIV negatif, maka PPP harus dihentikan. Pada pajanan kulit, tindak lanjut hanya diperlukan bila ada tandatanda kulit yang tidak utuh (seperti, dermatitis, abrasi atau luka)

Tatalaksana Pajanan Setiap pajanan dicatat dan dilaporkan kepada yang berwenang yaitu atasan langsung dan Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)atau Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Laporan tersebut sangat penting untuk menentukan langkah berikutnya. Memulai PPP sebaiknya secepatnya (<4 jam) dan tidak lebih dari 72 jam. Setelah 72 jam tidak dianjurkan karena tidak efektif. Bahan yang memberikan risiko penularan infeksi adalah : 1. Darah 2. Cairan bercampur darah yang kasat mata 3. Cairan yang potensial terinfeksi, yaitu : semen, vagina, serebrospinal, 4. sinovia, pleura, peritoneal, perikardial, amnion 5. Virus yang terkonsentrasi Penilaian status infeksi sumber pajanan terhadap penyakit yang menular melalui darah yang dapat dicegah, dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium bila memungkinkan. Penyakit tersebut adalah: 1. HbsAg untuk Hepatitis B 2. Anti HCV untuk Hepatitis C 3. Anti HIV untuk HIV 4. Untuk sumber yang tidak diketahui, pertimbangkan adanya faktor risiko 5. yang tinggi atas ketiga infeksi di atas. Langkah dasar tatalaksana klinis PPP HIV pada kasus pemerkosaan : 1. Menenangkan dan memberikan bantuan psikologis pada korban 2. Melakukan pemeriksaan visum untuk laporan kepada kepolisian 3. Melakukan tes kehamilan 4. Pemeriksaan IMS termasuk sifilis jika memungkinkan 5. Memberikan obat IMS setidaknya untuk GO, klamidia dan sifilis 6. Memberikan obat pencegah kehamilan dengan obat after morning pill 7. Memberikan ARV untuk PPP HIV

Pemberian obat ARV untuk PPP Dosis pertama PPP harus selalu ditawarkan secepat mungkin setelah pajanan dalam waktu tidak lebih dari 3 kali 24 jam, dan jika perlu, tanpa menunggu konseling dan tes HIV atau hasil tes dari sumber pajanan. Strategi ini sering digunakan jika yang memberikan perawatan awal adalah bukan ahlinya, tetapi selanjutnya dirujuk kepada dokter ahli dalam waktu singkat. Langkah selanjutnya setelah dosis awal diberikan, adalah agar akses terhadap keseluruhan pasokan obat PPP selama 28 hari dipermudah.

Tindak lanjut Setiap tatalaksana pajanan berisiko harus selalu dilakukan tindak lanjut, terlebih pada yang mendapatkan PPP seperti halnya pemberian terapi ARV pada umumnya. Tindakan yang diperlukan meliputi : a. Evaluasi laboratorium, termasuk tes HIV pada saat terpajan dan 6 minggu, 3 bulan, dan 6 bulan setelahnya; tes HbsAg bagi yang terpajan dengan risiko Hepatitis B. b. Pencatatan. c. Follow-up dan dukungan, termasuk tindak lanjut klinis atas gejala infeksi HIV, Hepatitis B, efek samping obat PPP, konseling berkelanjutan untuk kepatuhan terapi ARV, dsb.

C. MANAJEMEN JENAZAH PASIEN Seseorang yang meninggal disebabkan oleh penyakit menular seperti HIV & AIDS adalah suatu kematian yang wajar, karena kematian merupakan bagian dari siklus kehidupan; yaitu lahir, hidup dan mati. Masyarakat dan keluarga terdekat tidak perlu khawatir dan takut akan terjangkit penyakit menular, termasuk HIV & AIDS. Namun kita tetap mempertimbangkan saran dari kalangan medis yaitu kewaspadaan universal. Prinsip Dalam Pemulasaraan Jenazah ODHA : 1. Selalu menerapkan Kewaspadaan Universal (memperlakukan setiap cairan tubuh, darah dan jaringan tubuh manusia sebagai bahan yang infeksius). 2. Pastikan jenazah sudah didiamkan selama kurang lebih 4(empat) jam sebelum dilakukan perawatan jenazah. Ini perlu dilakukan untuk memastikan kematian seluler (matinya seluruh sel dalam tubuh). 3. Tidak mengabaikan budaya dan agama yang dianut keluarga. 4. Tindakan petugas mampu mencegah penularan.

Ketentuan Umum Penanganan Jenazah : 1. Semua petugas/keluarga/masyarakat yang menangani jenazah sebaiknya telah mendapatkan vaksinasi Hepatitis-B sebelum melaksanakan pemulasaraan jenazah (catatan: efektivitas vaksinasi Hepatitis-B selama 5 tahun). 2. Hindari kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh lainnya. 3. Luka dan bekas suntikan pada jenazah diberikan desinfektan. 4. Semua lubang-lubang tubuh, ditutup dengan kasa absorben dan diplester kedap air. 5. Badan jenazah harus bersih dan kering. 6. Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh di buka lagi. 7. Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik untuk pengawetan atau autopsi, kecuali oleh petugas khusus. 8. Dalam hal tertentu autopsi hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pimpinan Rumah Sakit.

Kewaspadaan Universal Petugas/Keluarga/Masyarakat Kewaspadaan Universal (Universal Precaution adalah tindakan pengendalian infeksi

sederhana

yang

digunakan

oleh

seluruh

petugas

kesehatan/keluarga/masyarakat dalam rangka mengurangi resiko penyebaran infeksi. Secara umum, Kewaspadaan Universal meliputi : 1. Pengelolaan alat kesehatan habis pakai. 2. Cuci tangan dengan sabun guna mencegah infeksi silang. 3. Pemakaian alat pelindung diri, misalnya pemakaian sarung tangan untuk mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius yang lain. 4. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan. 5. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan. 6. Desinfeksi dan sterilisasi untuk alat yang digunakan ulang. 7. Pengelolaan linen.

Tujuan Kewaspadaan Universal Pemulasaraan Jenazah ODHA : 1. Agar prosedur pemulasaraan jenazah dengan HIV & AIDS berjalan dengan baik dan teratur. 2. Meminimalkan risiko penularan virus HIV dan penyakit menular lainnya dari jenazah ke petugas/keluarga/masyarakat yang menangani. 3. Memberikan rasa aman pada petugas/keluarga/masyarakat. 4. Memberikan rasa aman pada lingkungan tempat dirawatnya jenazah. Prosedur Kewaspadaan Universal Pemulasaraan Jenazah : 1. Periksa ada atau tidaknya luka terbuka pada tangan atau kaki petugas yang akan memandikan jenazah. Jika didapatkan luka terbuka atau borok pada tangan atau kaki, petugas tidak boleh memandikan jenazah. 2. Kenakan gaun pelindung. 3. Kenakan sepatu boot dari karet. 4. Kenakan celemek plastik. 5. Kenakan masker pelindung mulut dan hidung. 6. Kenakan kacamata pelindung. 7. Kenakan sarung tangan karet. 8. Setelah jenazah selesai dimandikan, siram meja tempat memandikan jenazah dengan larutan klorin 0,5%, lalu bilas dengan air mengalir. 9. Rendam tangan yang masih mengenakan sarung tangan karet dalam larutan klorin 0,5%, lalu bilas dengan sabun dan air mengalir. 10. Lepaskan kacamata pelindung, lalu rendam dalam larutan klorin 0,5%. 11. Lepaskan masker pelindung, buang ke tempat sampah medis. 12. Lepaskan celemek plastik, buang ke tempat sampah medis. 13. Lepaskan gaun pelindung, rendam pada larutan klorin 0,5%. 14. Celupkan bagian luar sepatu pada lautan klorin 0,5%, bilas dengan air bersih lalu lepaskan sepatu dan letakkan di tempat semula. 15. Terakhir lepaskan sarung tangan plastik, buang ke tempat sampah medis.

Perawatan Jenazah di Sarana Kesehatan Perawatan jenazah di sarana kesehatan meliputi : 1. Perawatan jenazah di ruang perawatan dan pemindahan jenazah ke kamar jenazah. 2. Perawatan/pengelolaan jenazah di kamar jenazah. 3. Persiapan pemakaman/ke rumah duka.

Perawatan Jenazah di Ruang Perawatan dan Pemindahan Jenazah ke Kamar Jenazah Persiapan:

Prosedur : Petugas/orang yang menangani jenazah harus : 1. Cuci tangan. 2. Memakai sarung tangan, gaun, masker. 3. Lepas selang infus dll, buang pada wadah infeksius. 4. Bekas luka diplester kedap air. 5. Lepaskan pakaian dan tampung pada wadah khusus lekatkan kasa pembalut pada perineum (bagian antara lubang dubur dan alat kelamin) dengan plester kedap air Letakkan jenazah pada posisi terlentang. 6. Letakkan handuk kecil di belakang kepala. 7. Tutup kelopak mata dengan kapas lembab, tutup telinga dan mulut dengan kapas/kasa. 8. Bersihkan jenazah. 9. Tutup jenazah dengan kain bersih disaksikan keluarga. 10. Pasang label sesuai kategori di pergelangan kaki/ibu jari kaki. 11. Beritahu petugas kamar mayat, bahwa pasien meninggal adalah penderita penyakit menular. 12. Masukkan jenazah ke dalam kantong jenazah. 13. Tempatkan jenazah ke dalam brankart tertutup dan dibawa ke kamar mayat. 14. Cuci tangan dan lepas gaun untuk direndam pada tempatnya, buang bahan yang sekali pakai pada tempat khusus.

Persiapan Pemulasaraan/ Perawatan Jenazah di Kamar Jenazah : 1. Alat pelindung petugas: sarung tangan karet sampai siku, sepatu boot dari karet, gaun, celemek plastik dan masker. 2. Tempat memandikan jenazah. 3. Washlap, handuk, waskom berisi air, desinfektan (larutan klorin 0,5%) dan sabun. 4. Plester kedap air, kapas pembalut, sisir, pewangi.

5. Kantong jenazah/plastik. 6. Brankart jenazah. 7. Kacamata pelindung.

Prosedur Pemulasaraan/Perawatan di Kamar Jenazah: 1. Siapkan larutan Klorin 0,5%. 2. Kenakan pakaian yang memenuhi standar kewaspadaan universal. 3. Pindahkan jenazah ke meja tempat memandikan jenazah, tidak diperbolehkan memandikan jenazah dengan dipangku. 4. Lepaskan semua baju yang dikenakan jenazah. 5. Siram seluruh tubuh jenazah dengan larutan klorin 0,5% secara merata keseluruh tubuh mulai dari selasela rambut, lubang telinga, lubang hidung, mulut, tubuh dan kaki; kemudian tunggu hingga 10 menit. 6. Mandikan jenazah dengan sabun dan air mengalir. 7. Bilas jenazah dengan air mengalir. 8. Keringkan jenazah dengan handuk. 9. Sumbat semua lubang tubuh jenazah yang mengeluarkan cairan dengan kapas. 10. Bungkus jenazah dengan kain kafan atau pembungkus lain sesuai dengan agama/kepercayaannya. 11. Selesai ritual keagamaan, jenazah dimasukkan ke dalam kantong plastik dengan ketebalan tertentu. 12. Pindahkan jenazah langsung ke peti jenazah disaksikan pihak keluarga, kemudian peti ditutup kembali (peti jenazah disesuaikan dengan kemampuan dan adat istiadat masyarakat atau agama yang dianut). 13. Jenazah diangkut ke dalam mobil jenazah untuk diantarkan ke rumah duka. 14. Siram meja tempat memandikan jenazah dengan larutan klorin 0,5% dan bilas dengan air mengalir. 15. Lepaskan perlengkapan kewaspadaan universal (sesuai protap pemakaian kewaspadaan universal).

Pemulasaraan Jenazah di Luar Sarana Kesehatan Tata cara perawatan jenazah dengan HIV & AIDS di luar sarana kesehatan sebaiknya tetap dilakukan oleh petugas kesehatan ataupun kelompok masyarakat yang sudah terlatih dengan tetap memperhatikan faktor-faktor penularan penyakit yang mungkin ditularkan oleh jenazah. Prinsip: Pada prinsipnya sama dengan prosedur pemulasaraan jenazah di sarana kesehatan.

Tujuan: 1. Mencegah risiko penularan penyakit menular dari jenazah, misalnya: HIV & AIDS, Hepatitis, Tuberculosis dan Kolera. 2. Memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat dimlingkungan tempat dirawatnya jenazah.

Sumber : 1. Komisi Penanggulangan Aids Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 2. Buku Pengendalian HIV

Related Documents

Kelompok
May 2020 52
Kelompok
May 2020 50
Kelompok
May 2020 61
Kelompok
June 2020 49
Kelompok 7 Kelompok 12
June 2020 53

More Documents from "Kevin Bran"