Pemicu 3 Etika.pptx

  • Uploaded by: Sheren Regina
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pemicu 3 Etika.pptx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,513
  • Pages: 71
KONSEP KEMATIAN DAN PROSEDUR PENETAPAN KEMATIAN

Terhenti fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan (SSP, sistem KV, sistem pernafasan) Somatik Tdk ditemukan refleks, EEG datar, nadi tdk teraba, denyut jantung tdl terdengar, tdk ada gerak pernapasan, suara napas tdk terdengar Kematian Kematian organ atau jar. Tubuh bbrp saat stblh kematian somatis Seluler SSP: 4 menit Otot dpt dirangsang listrik smp 2 jam pasca mati -> mati seluler stlh 4 jam

TANDA KEMATIAN

TANDA KEMATIAN TIDAK PASTI PASTI Pernapasan bhenti (inspeksi, Lebam mayat (livor mortis) palpasi, auskultasi)  10 menit Thentinya sirkulasi (denyut jantung; Kaku mayat (rigor mortis) nadi karotis)  15 menit) Kulit pucat Tonus otot menghilang & relaksasi

P< suhu tubuh (algor mortis) Pembusukan (decomposition, putrefaction)

PD retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian

Adiposera atau lilin mayat  JARANG

Pengeringan kornea  kekeruhan Mummifikasi  JARANG dlm 10 menit yg msh bs dihilangkan dg meneteskan air

PERUBAHAN PASKA KEMATIAN

Perubahan Kulit Muka • Berhenti sirkulasi darah -> darah mengalir ke bagian lbh rendah -> warna raut muka lebih pucat • Kalau mati akibat kekurangan oksigen atau keracunan zat” tertentu -> warna semula dari raut muka akan bertahan lama

Relaksasi Otot • Relaksasi primer – – – – – –

Hilangnya tonus -> relaksasi Didapatkan 2-3 jam stlh kematian Sel” jaringan otot masih hidup Peristaltik usus positif Leukosit darah masih bergerak Pupil masih bereaksi

– Otot tdk memiliki rangsangan dari sistem saraf pusat – Rahang bawah -> mulut terbuka, dada kolaps, anggota jatuh ke bawah – Relaksasi otot polos -> iris dan sfingter ani dilatasi

• Relaksasi sekunder – Rigor mortis hilang scr bertahap sesuai urutan timbulnya – Lisis dari sel” otot akibat proses pembusukan

Penurunan Suhu Tubuh • Metabolisme terhenti -> algor mortis • Jam” pertama penurunan sgt lambat -> lebih cepat -> lebih lambat • Faktor mmpengaruhi – Faktor internal • Suhu tubuh saat mati – Mati dgn suhu tinggi -> penurunan suhu lebih cepat

• Keadaan tubuh mayat – Tubuh kurus -> penurunan lebih cepat

– Faktor eksternal

• Suhu medium – Makin besar selisih suhu antara medium dan mayat -> penurunan lbh cepat

• Keadaan udara di sekitarnya – Udara lbh lembap -> tingkat penurunan lbh besar

• Jenis medium – Air -> penurunan lebih cepat

• Pakaian mayat – Makin tipis -> penurunan makin cepat

Lebam Mayat • Kegagalan sirkulasi darah dlm mempertahankan tekanan hidrostatik yg menggerakan darah • Stganasi dlm p.d vena besar dipengaruhi dan mengalir ke bawah, ke tempat terendah • Eritrosit di daerah lbh rendah -> perubahan warna biru kemerahan • Tempat yg mndapat tekanan lokal -> tertekan p.d. -> kulit daerah tsb lbh pucat • Timbul ½ - 2 jam stlh kematian • Stlh terbentuk hypostasis yg menetap slm 10-12 jam -> lebam mayat pd sisi yg berlawanan stlh dilakukan reposisi tubuh dri pronasi ke supinasi (interpostmorchange)

• Bercak” keunguan dlm krg stgh jam sesudah kematian > intensitas meningkat -> bergabung menjadi satu dlm bbrp jam -> komplet dlm 8-12 jam • Perembesan darah ke dlm jar. Sekitar akibat rusaknya p.d. krn tertimbul sel darah dlm jumlah banyak, proses hemolisis el darah dan kekakuan otot” dinding p.d. • Penekanan pd daerah lebam stlh 8-12 jam tdk akan menghilang (klo ilang -> blm smpurna) • Perubahan lebam mudah terjadi pd 6 jam prtama kematian • Bila tlah terbentuk lebam primer -> perubahan posisi -> lebam sekunder pd posisi yg berlawanan

• Pada kematian wajar pun, drh -> permanent incoagulable – Fibrinolisin yg dilepas

• Akumulasi drh pd daerah yg tdk tertekan -> pengendapan darah pd p.d. kecil -> pecah -> petechiae (tardieu’s spot) dan purpura • 18-24 jam untuk terbentuk

Kaku Mayat • Kekakuan pd otot kadang” disertai sedikit pemendekan serabut otot setelah relaksasi primer • ATP menurun -> sifat lentur dan kemampuan utk berkonstraksi menghilang -> kaku • Mulai pada jar. Otot yg jumlah serabutnya sedikit • Kematian krn infeksi, konvulsi kelelahan fisik, suhu lingkungan tinggi -> mempercepat • Saat relaksasi primer, pH protoplasma sel otot alkalis • Glikogen -> asam sarkolaktik/fosfor -> pH asam -> kaku 2-6 jam kemudian • Kaku mayat pd otot rangka -> kekakuan mirip papan -> butuh cukup tenaga utk melawan • Mulai 2 -10/12 jam post-mortem, menetap slm 24 jam -> menghilang ssuai dgn urutan terjadinya

• Faktor yg mmpengaruhi – Usia • Orang tua dan anak”: lebih cepat dan tdk lama • Bayi prematur: tdk terjadi

– Keadaan lingkungan • Kering: lbh lambat • Air dingin: cepat dan lama • Suhu tinggi: cepat dan singkat, suhu rendah: lambat dan lama • Tidak terjadi pd <10 derjat

1. • • • •

Cadaveric spasm / instantaneous rigor Tjd pd saat kematian & menetap Kaku mayat yg timbul dg intensitas sgt kuat tnp didahului o/ relaksasi primer Krn kelelahan / emosi yg hebat sesaat sblm meninggal Menunjukkan sikap terakhir masa hidupnya  tangan yg m’genggam erat benda yg diraihnya pd kasus tenggelam, tangan yg m’genggam senjata pd kasus bunuh diri

2. Heat stiffening • Krn koagulasi protein otot o/ panas • Otot : warna merah muda, kaki, rapuh / mudah robek  pd korban mati terbakar • Serabut otot memendek  fleksi leher, siku, paha, lutut  bntk sikap petinju (pugilistic attitude) 3. Cold stiffening • Krn lingk dingin  pembekuan cairan tubuh tmsk cairan sendi, pemadatan jar lemak subkutan & otot  sendi ditekuk  terdengar bunyi pecahnya es dlm rongga sendi

Dekomposisi post mortem • Dekomposisi: autolisis sel oleh pemecaham kimiawi & autolisis jaringan, proses eksternal oleh bakteri dan fungi dari usus dan lingkungan luar. • Animal predator dapat membantu proses penghancuran • Tergantung keadaan dan iklim. Pada tubuh yang sama, kepala dan tangan dapat sketalized sedangkan kaki dan badan (mungkin tertutup pakaian) dapat berada dalam keadaan utuh

Putrefaction • Dimulai dalam 3 hari pd mayat yang tidak dimasukan dalam morgue • Sekuens perubahan – Diskolorasi dinding abdomen bawah, pd bagian fossa iliaca (cecum berisi banyak bakteri dan terletak agak superfisial) – Penyebaran langsung dari usus  dinding abdomen memecah hb  sulfahemoglobin – Diskolorasi menyebar ke seluruh abdomen, dan akhirnya abdomen mengembung karena gas – Wajah dan leher menjadi kemerahan dan membengkak – Bakteri yang berasal dari usus dan paru menyebar dan berkolonisasi pada sistem vena, melisiskan darah  ‘marbling’ appearance, awalnya berwarna merah, lalu kehijauan yang terlihat paling utama pada paha, sisi perut dan dada, dan bahu





• • •



Blister pada kulit muncul pada permukaan bawah badan dan paha, dimana edema hipostatik menyebabkan cairan masuk ke jaringan. Epidermis menajadi longgar  skin slippage Penis, skrotum membengkak hebat Wajah membengkak, tekanan dalam tubuh menyebabkan bola mata dan lidah tertekan keluar Purging urin dan feses karena ↑tekanan intraabdominal Darah dapat keluar dari orifisium, t.u mulut, lubang hidung, rektum dan vagina  tjd pd 2-3 mgg kematian







Pembentukan gas di abdomen  ↑tek dalam dada  cairan dekomposisi di trakea dan bronkus keluar dari mulut dan lubang hidung Setelah bbrp minggu, warna kulit merah kehijauan  hijau tua. Hampir hitam Infestasi larva (maggot) bisa terjadi, kecuali di musim dingin

Dekomposisi pada tubuh yang tenggelam • Air dapat memperlambat proses embusukan karena temperatur yang lebih rendah, dan proteksi thd hewan & serangga • Air dapat mempengaruhi proses decay pd epidermis  maserasi dan terlepas • Formasi gas menyebabkan badan mengapung (posisi head down karena kepala cenderung kerasm dan tdk mengalami pembentukan gas secepat abdomen dan thorax  hal ini menyebabkan pembusukan pada wajah lebih parah pd mayat yang tenggelam

Dekomposisi pada tubuh yang dikubur • Proses decay lebih lambat • Tergantung pada: • - apakah mayat segera dikuburkan sebelum terjadi pembusukan • Temperatur yang lbh rendah, (x) ada hewan dan serangga, kurangnya O2  memperlambat pembusukan • Peti mati dpt membantu menghambat masuknya air

Adiposera • •

Adeps: lemak, cera: lilin  substansi seperti lilin yang terbuat dari lemak tubuh Terjadi karena hidrolisis dan hidrogenasi dari jaringan adiposa – Jika masih baru: berminyak, seperti lilin – Stlh bbrpp tahun: rapuh dan seperti kapur

• •

Berbau seperti tanah, keju dan amonia Formasi adiposera tergantung kondisi lingkungan – Terekspose pada udara terbuka (diatas 5-8C)  moist putrefaction

• •

• •

Moisture berpengaruh thdp pembentukan adiposera Aktivitas Clostridium perfringens memproduksi lecithinase  membantu hidrolisis dan hidrogenasi Terbentuk dalam 3 bulan Area tersering: pipi, area orbital, dada, dinding abdomen, bokong

Mumifikasi • • •



Liquifying putrefaction  jaringan mengering Terejadi pada lingkungan yang kering, beku (krn inhibisi pertumbuhan bakteri) Jika jaringan steril (seperti pd bayi baru lahir), putrefaction dpt dihambat dan pengeringan jaringan berlangsung Kulit mengalami diskolorasi (berwarna coklat), namun kolonisasi jamur dpt menambahkan patch berwarna putih, hijau atau hitam

CARA, SEBAB, MEKANISME KEMATIAN

Cara Kematian • Wajar (natural death) = kematian korban oleh karena penyakit bukan karena kekerasan atau rudapaksa. • Tidak wajar (un-natural death) = kecelakaan, bunuh diri, pembunuh. • Tidak dapat ditentukan (un-determined) = pada keadaan mayat telah sedemikian rusak sehingga tidak dapat dinilai lagi.

Perkiraan Waktu Kematian • Perubahan mata – Kekeruhan kornea terjadi sejak 6 jam pasca mati, menjadi keruh pada 10-12 jam. – Perubahan pada retina menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca mati. – Tampak kekeruhan makula dan diskus optikus memucat hingga 30 menit pasca mati. – Makula lebih pucat dan tepi tidak tajam pada 1 jam pasca mati. – Retina pucat dan daerah sekitar diskus menjadi kuning pada 2 jam pertama pasca mati.

Perkiraan Waktu Kematian • Perubahan mata – Pola vaskuler koroid menjadi kabur 3 jam pasca mati, setelah 5 jam menjadi homogen dan lebih pucat. – 6 jam pasca mati : diskus kabur, hanya pembuluh besar mengalami segmentasi dengan latar belakang kuningkelabu. – 7-10 jam pasca mati : tepi retina dan batas diskus akan sangat kabur . – 12 jam pasca mati : diskus hanya dapat dikenali melalui konvergensi bebera pembuluh darah yang tersisa. – 15 jam pasca mati : tidak ditemukan gambaran pembuluh darah retina dan diskus, makula berwarna coklat gelap.

Perkiraan Waktu Kematian • Perubahan dalam lambung – Tidak dapat menunjukkan waktu pasti antara makan terakhir dengan saat kematian. – Dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa korban sebelum meninggal telah makan makanan tertentu.

• Perubahan rambut – Menggunakan kecepatan tumbuh rambut kumis dan jenggot (0,4 mm/hari). Hanya pada keadaan tertentu.

• Perubahan kuku – Menggunakan kecepatan tumbuh kuku (0,1 mm/hari). Hanya pada keadaan tertentu.

• Kadar kalium dalam cairan vitreus – Akurat dalam memperkirakan saat kematian antara 24-100 jam pasca mati.

Perkiraan Waktu Kematian • Perubahan dalam cairan serebrospinal – – – –

< 10 jam : kadar nitrogen asam amino < 14mg% < 24 jam : kadar nitrogen non-protein < 80mg% < 10 jam : kadar kreatin < 5mg% < 30 jam : kadar kreatin < 10mg%

• Reaksi supravital : reaksi jaringan tubuh pasca mati klinis yang masih sama seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup – Rangsang listrik : menyebabkan kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit pasca mati dan menyebabkan sekresi keringat hingga 60-90 menit pasca mati. – Trauma : timbul perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati.

KEMATIAN MENDADAK

Cardiac Disease • Ischaemic heart disease: most common in western – Coronary atherosclerosis – Hhd – Aortic valve disease – Anomalies of coronary circulation – Cardiomyopathic enlargement – Congenital heart disease

PEMERIKSAAN FORENSIK

Identifikasi Forensik • Upaya untuk membantu penyidik menentukan identitas seseorang. • Identifikasi personal  suatu masalah dalam kasus pidana / perdata. • Menentukan identitas personal dengan tepat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan.

Identifikasi Forensik • Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi: – – – – – – – – –

Pada jenazah tidak dikenal Jenazah yang rusak Membusuk Hangus terbakar Kecelakaan masal Bencana alam Huru hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal Potongan tubuh manusia atau kerangka Penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orangtua nya

• Identitas seseorang dipastikan bila paling sedikit 2 metode yang digunakan memberikan hasil + (tidak meragukan).

Pemeriksaan Sidik Jari • Metode ini membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari antemortem. • Merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi ketepatannya u/ menentukan identitas seseorang. • Penanganan yang sebaik-baiknya terhadap jari tangan jenazah untuk pemeriksaan sidik jari  pembungkusan kedua tangan jenazah dengan kantong plastik.

Metode Visual • Metode ini dilakukan dengan memperlihatkan jenazah pada orang yang merasa kehilangan anggota keluarga / temannya. • Hanya efektif pada jenazah yang belum membusuk, sehingga masih mungkin dikenali wajah dan bentuk tubuhnya oleh > dari 1 org. • Hal ini perlu diperhatikan karena kemungkinan ada faktor emosi yang turut berperan untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah tsb.

Pemeriksaan Dokumen • Dokumen  kartu identitas (KTP, SIM, Paspor) dan sejenisnya yang kebetulan ditemukan dalam dalam saku pakaian yang dikenakan akan sangat membantu mengenali jenazah tsb. • Perlu diingat pada kecelakaan masal, dokumen yang terdapat dalam tas / dompet yang berada dekat jenazah belum tentu milik jenazah yang bersangkutan.

Pemeriksaan Pakaian dan Perhiasan • Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah, dapat diketahui merek atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge yang semuanya dapat membantu proses identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah. • Khusus anggota ABRI, identifikasi dipermudah oleh adanya nama serta NRP yg tertera pada kalung logam yang dipakainya.

Identifikasi Medik • Metode ini menggunakan : – Data umum : TB, BB, rambut, mata, hidung, gigi – Data khusus : tatto, tahi lalat, jar parut, cacat kongenital, patah tulang

• Metode ini punya nilai tinggi karena dilakukan oleh seorang ahli dengan berbagai cara/modifikasi (termasuk pemeriksaan dengan sinar-X) sehingga ketepatannya cukup tinggi. • Pada tengkorak/kerangka masih dapat dilakukan metode ini. • Melalui metode ini diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, perkiraan umur dan TB, kelainan pada tulang.

Pemeriksaan Gigi • Meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan manual, sinar-X dan pencetakan gigi dan rahang. • Odontogram memuat data tentabg jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi dsb. • Setiap individu memiliki susunan gigi yang khas  dapat dilakukan indentifikasi dengan cara membandingkan data temuan dengan data pembanding antemortem.

Pemeriksaan Serologik • Untuk menentukan golongan darah jenazah. • Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dilakukan dengan memeriksa rambut, kuku dan tulang.

Metode Eksklusi • Digunakan pada kecelakaan masal yang melibatkan sejumlah orang yg dapat diketahui identitasnya. • Bila sebagian besar korban telah dapat dipastikan identitasnya dengan menggunakan metode indentifikasi yang lain, sedangkan identitas sisa korban tidak dapat ditentukan dengan metodemetode tersebut diatas, maka sisa korban diindentifikasi menurut daftar penumpang.

Identifikasi Potongan Tubuh Manusia (Kasus Mutilasi) • Untuk menentukan apakah potongan jaringan berasal dari manusia / hewan. • Menggunakan pemeriksaan pengamatan jaringan secara makroskopik, mikroskopik dan pemeriksaan serologik berupa reaksi Ag-Ab(reaksi presipitin), kemudian tentukan apakah potongan tersebut dari 1 tubuh. • Penentuan juga meliputi jenis kelamin, ras, umur, TB, cacat tubuh, penyakit yang pernah diderita, serta cara pemotongan tubuh yang mengalami mutilasi. • Penentuan jenis kelamin ditentukan dengan pemeriksaan makroskopik dan harus diperkuat dengan pem mikroskopik yang bertujuan menemukan kromatin seks wanita, seperti Drumstick pada leukosit dan badan Barr pada sel epitel serta jaringan otot.

Identifikasi Kerangka • Untuk membuktikan bahwa kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur dan TB, ciri khusus dan deformitas dan bila memungkinkan dilakukan rekonstruksi wajah. Juga dicari tanda kekerasan pada tulang dan memperkirakan sebab kematian. • Perkiraan saat kematian  memperhatikan kekeringan tulang. • Metode superimposisi  menumpukkan foto Rontgen tulang tengkorak diatas foto wajah orang tersebut yang dibuat berukuran sama dan diambil dari sudut pengambilan yang sama  dicari adanya titik-titik persamaan.

Identifikasi Kerangka • Pemeriksaan Anatomik u/ memastikan bahwa kerangka adalah kerangka manusia. – Kesalahan penafsiran dapat timbul jika hanya terdapat sepotong tulang saja, dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan serologik/ reaksi presipitin dan histologi (jumlah dan diameter kanal-kanal Havers).

• Penentuan ras  pemeriksaan antropologik pada tengkorak, gigi geligi, tulang panggul atau lainnya. – Arkus zigomatikus dan gigi insisivus atas pertama yang berbentuk seperti sekop memberi petunjuk ke arah ras Mongoloid.

• Jenis kelamin ditentukan berdasarkan pemeriksaan tulang panggul, tulang tengkorak, sternum, tulang panjang serta skapula dan metakarpal.

Identifikasi Kerangka • Tulang yang diukur dalam keadaan kering lebih pendek 2mm dari tulang yang segar, sehingga dalam menghitung TB perlu diperhatikan. • Rata-rata TB laki-laki > wanita. • Ukuran pada tengkorak, tulang dada, dan telapak kaki juga dapat digunakan u/ menilai TB. • Bila tidak ada individu yang dicurigai sebagai korban, maka dapat diupayakan rekonstruksi wajah pada tengkorak  menambal tulang tengkorak tersebut dengan menggunakan data ketebalan jaringan lunak pada berbagai titik di wajah, yang kemudian diberitakan kepada masyarakat u/ memperoleh masukan mengenai kemungkinan identitas kerangka tersebut.

Autopsi • Pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atau penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian. • Tujuan : – Menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera – Melakukan interpretasi atas penemuan-penemuan tersebut – Menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian

Jenis Autopsi Autopsi Klinik • Dilakukan terhadap mayat seseorang yang menderita penyakit, dirawat di RS tetapi kemudian meninggal • Tujuan : – Menentukan sebab kematian yang pasti – Menentukan apakah diagnosis klinik yang dibuat selama perawatan sesuai dengan diagnosis postmodern – Mengetahui korelasi proses penyakit yang ditemukan dengan diagnosis klinis dan gejala-gejala klinik – Menentukan efektivitas pengobatan – Mempelajari lazim suatu proses penyakit – Pendidikan para mmahasiswa kedokteran dan para dokter

Jenis Autopsi Autopsi Klinik • Mutlak diperlukan izin dari keluarga terdekat mayat yang bersangkutan • Autopsi klinik lengkap – Pembukaan rongga tengkorak, dada dan perut/ panggul, melakukan pemeriksaan terhadap seluruh alat-alat dalam/organ

• Autopsi klinik parsial – Terbatas pada satu/dua organ tertentu

• Needle necroscopy terhadap organ tubuh tertentu pemeriksaan histopatologik

Jenis Autopsi Autopsi forensik/ Autopsi medikolegal • Terhadap mayat seseorang berdasarkan peraturan UU • Tujuan : – Membantu penentuan identitas mayat – Menentukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara kematian serta memperkirakan saat kematian – Mengumpulkan serta mengenali benda-benda bukti untuk penentuan identitas benda penyebab serta identitas pelaku kejahatan – Membuat laporan tertulis yang objektif dan berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum – Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam penentuan identitas serta penuntutan terhadap orang yang bersalah • Perlu surat Permintaan/ Pembuatan visum et repertum dari pihak penyidik, izin keluarga tidak diperlukan • Mutlak perlu pemeriksaan lengkap

Autopsi Forensi / Autopsi Medikolegal • Persiapan yang dilakukan sebelum melakukan autopsi forensik/medikolegal adalah: – Melengkapi surat-surat yang berkaitan dengan otopsi yang akan dilakukan, termasuk surat izin keluarga, surat permintaan pemeriksaan/pembuatan visum et repertum. – Memastikan mayat yang akan diotopsi adalah mayat yang dimaksud dalam surat tersebut. – Mengumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap mungkin untuk membantu memberi petunjuk pemeriksaan dan jenis pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan. – Memastikan alat-alat yang akan dipergunakan telah tersedia. – Mempersiapkan format otopsi, hal ini penting untuk memudahkan dalam pembuatan laporan otopsi.

Teknik Autopsi • Teknik Virchow – Teknik tertua – Setelah pembukaan rongga tubuh, organ-organ dikeluarkan satu persatu dan langsung diperiksa – Kelainan masing-masing organ bisa segera dilihat, tapi hubungan anatomik antar beberapa organ yang tergolong dalam satu sistm hilang – Kurang baik digunakan dalam teknik autopsi forensik, terutama kasus penembakan dengan senjata api dan penusukkan dengan senjata tajam (perlu penentuan saluran luka, arah, serta dalamnya penetrasi yang terjadi)

Teknik Autopsi • Teknik Rokitansky – Setelah organ tubuh dibuka, dilihat dan diperiksa dengan melakukan beberapa irisan in situ – Setelah itu seluruh organ dikeluarkan dalam kumpulankumpulan organ (en bloc) – Jarang dipakai , tidak baik untuk autopsi forensik

• Teknik Letulle – Setelah dibuka, organ leher, dada, diafragma dan perut dikeluarkan sekaligus (en masse) – Hubungan antar organ tetap dipertahankan setelah seluruh organ dikeluarkan dari tubuh – Kerugian : sukar dilakukan tanpa pembantu, serta sukar dalam penanganannya karena “panjang”nya kumpulan organ-organ yang dikeluarkan sekaligus

Teknik Autopsi • Teknik Ghon – Setelah dibuka, organ leher dan dada, organ pencernaan bersama hati dan limpa, organ urogenital diangkat keluar sebagai 3 kumpulan organ (bloc)

UU No.36 tahun 2009 Bagian Kedelapan Belas Bedah Mayat • Pasal 117: Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi sistem jantung sirkulasi dan sistem pernafasan terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila kematian batang otak telah dapat dibuktikan. • Pasal 118 (1) Mayat yang tidak dikenal harus dilakukan upaya identifikasi. (2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas upaya identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya identifikasi mayat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

UU No.36 tahun 2009 Bagian Kedelapan Belas Bedah Mayat • Pasal 119 (1) Untuk kepentingan penelitian dan pengembangan pelayanan kesehatan dapat dilakukan bedah mayat klinis di rumah sakit. (2) Bedah mayat klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menegakkan diagnosis dan/atau menyimpulkan penyebab kematian. (3) Bedah mayat klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas persetujuan tertulis pasien semasa hidupnya atau persetujuan tertulis keluarga terdekat pasien. (4) Dalam hal pasien diduga meninggal akibat penyakit yang membahayakan masyarakat dan bedah mayat klinis mutlak diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan/atau penyebab kematiannya, tidak diperlukan persetujuan.

UU No.36 tahun 2009 Bagian Kedelapan Belas Bedah Mayat • Pasal 120 (1) Untuk kepentingan pendidikan di bidang ilmu kedokteran dan biomedik dapat dilakukan bedah mayat anatomis di rumah sakit pendidikan atau di institusi pendidikan kedokteran. (2) Bedah mayat anatomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap mayat yang tidak dikenal atau mayat yang tidak diurus oleh keluarganya, atas persetujuan tertulis orang tersebut semasa hidupnya atau persetujuan tertulis keluarganya. (3) Mayat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus telah diawetkan, dipublikasikan untuk dicarikan keluarganya, dan disimpan sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sejak kematiannya. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bedah mayat anatomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

UU No.36 tahun 2009 Bagian Kedelapan Belas Bedah Mayat • Pasal 121 (1) Bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis hanya dapat dilakukan oleh dokter sesuai dengan keahlian dan kewenangannya. (2) Dalam hal pada saat melakukan bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis ditemukan adanya dugaan tindak pidana, tenaga kesehatan wajib melaporkan kepada penyidik sesuai dengan peraturan perundangundangan. • Pasal 122 (1) Untuk kepentingan penegakan hukum dapat dilakukan bedah mayat forensik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Bedah mayat forensik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh dokter ahli forensik, atau oleh dokter lain apabila tidak ada dokter ahli forensik dan perujukan ke tempat yang ada dokter ahli forensiknya tidak dimungkinkan. (3) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas tersedianya pelayanan bedah mayat forensik di wilayahnya. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan bedah mayat forensik diatur dengan Peraturan Menteri.

UU No.36 tahun 2009 Bagian Kedelapan Belas Bedah Mayat • Pasal 123 (1) Pada tubuh yang telah terbukti mati batang otak dapat dilakukan tindakan pemanfaatan organ sebagai donor untuk kepentingan transplantasi organ. (2) Tindakan pemanfaatan organ donor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan kematian dan pemanfaatan organ donor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. • Pasal 124 Tindakan bedah mayat oleh tenaga kesehatan harus dilakukan sesuai dengan norma agama, norma kesusilaan, dan etika profesi. • Pasal 125 Biaya pemeriksaan kesehatan terhadap korban tindak pidana dan/atau pemeriksaan mayat untuk kepentingan hokum ditanggung oleh pemerintah melalui APBN dan APBD.

SURAT PELAPORAN & SURAT KETERANGAN KEMATIAN

Surat Keterangan Meninggal • Surat keterangan untuk keperluan penguburan, perlu dicantumkan identitas jenazah, tempat, dan waktu meninggalnya. • Hal yang perlu diisi: – Sebab kematian sesuai dengan pengetahuan dokter. – Lamanya menderita sakit hingga meninggal dunia. – Jika jenazah dibawa ke luar daerah atau luar negeri maka adanya kematian karena penyakit menular harus diperhatikan.

• Surat kematian tidak boleh dibuat pada orang yang mati diduga akibat peristiwa pidana tanpa pemeriksaan kedokteran forensik terlebih dahulu. • Kematian berkaitan dgn tindak pidana  harus sesuai prosedur hukum  mungkin perlu pembedahan jenazah.

TOKSIKOLOGIENSIK

The time of Sampling • The shorter the delay between death and removal of samples, the better • When autopsy can’t be performed quickly after death > mortuary refrigeration to slow putrefactive and autolytic processes • If delay is foreseen -> possible to obtain blood sample through body surface (puncturing femoral vein) -> kept in optimal condition (w/ preservatives / serum and plasma seperated from cells to avoid hemolysis) • Urine drawn off by catheter or suprapubic puncture

Information Supplied • Personal detailes: age, sex, occupation • Brief details of symptoms, if any, and length of illness • The post-mortem interval before samples are obtained, date and time of sampling • Name, address, number of pathologiest • A list of all samples provided • If there has been a delay in submitting the samples, where they have been stored • Any special risk assoc. (infective condition: HIV, hep. B, TB)

Blood • Never be obtained from body cavities after evisceration -> contaminated • Large hemothorax / haemopericardium present -> acceptable if a clean sample taken immediately • Obtain venous blood sample from dissecting the femoral vein before autopsy begins, and tie the vessels of proximally • Neck vein, internal jugular vein

Urine • Catheter of suprapubic puncture w/ syringe and long needle • Puncture the fundus

Bile

• Direct collection to a bottle

CSF • Needed for microbiological and virological studies • Body turned to its side, flexed • Lumbar puncture

Vitreous Humor • Useful, esp in bodies w/ post-mortem decomposition as fluid in eyes resist putrefaction longer • Used for estimating time since death • Puncture through sclera at outer cantus

Stomach Contents • Collected directly at lesat 250ml • Exterior of stomach shoud be washed clean of blood and other contamination

Intestinal contents • Not routinely required for analysis unless particular gi poison is suspected, ex. Heavy metals

Analysis for Volatile Substances • In solvent abuse and deathes of gaseous or volatile substance, the toxic material may be isolated from a whole lung • Thorax opened at autopsy -> lung immobilized and main bronchus tied off tightly • Hilum is divided -> lung placed to container and sealed

Body Tissue • Liver – concentrated many substances and their metabolite -> recoverable long after blood and urine levels declined – The whole organ is saved or if only a part is retained, take from the periphery, away from major vessels and duct – Total weight of organ should be recorded

• Brain and kidney – 50-100g aliquot

• Subcutaneous tissue or muscle – If a toxic substance have been injected -> excised – Removed circumferentially or ellipse

CO • Adequate history -> death in car w/ tube leading from the exhaust • Appearance: – – – –

Cherry-pink color of carboxyhaemoglobin if saturation of blood >30% Esp. in areas of post-mortem hypostasis Anemic -> faint color / absent Inner aspect of lip, nailbeds, tongue, palm and soles, inside eyelid

• Blood and muscle is pink • Tisssue placed in formol saline for preservation of histology -> don’t decolourize as quicky, remain pink • Add few drops of blood to 10% sodium hydroxide – Normal -> brownish-green – Co -> remain pink

• Pulmo edem usually present

CO Blood Analysis • Reduction in oxygen transport: percentage saturation of total available haemoglobin • Healthy adult <60 years: rarely die at saturation 50-60% unless the concentration of CO in the inspired air was so great • Old people may die at relatively low concentration • Any disease process can contribute to death at lower concentration

Related Documents

Pemicu 3 Kv.pdf
November 2019 18
Pemicu 3 Etika.pptx
June 2020 18
Pemicu Smt 3 1.docx
June 2020 10
Pemicu 2_imun
June 2020 12
Pemicu Pbl
October 2019 27

More Documents from "abcd"

Pemicu 3 Etika.pptx
June 2020 18
Pa1-w2-s3-r2.doc
April 2020 11
Ogd. 58(1).pdf
November 2019 51
Erna 1.xlsx
December 2019 52
Kuisoiner Monev.docx
April 2020 48
Proyecto
October 2019 52