Pemicu 2_imun

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pemicu 2_imun as PDF for free.

More details

  • Words: 2,410
  • Pages: 66
Pemicu 1 Bangsal Kecemasan

Istilah Asing •



Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi-bunyi di dalam tubuh, terutama untuk menentukan kondisi paru, jantung, pleura, abdomen, dan organ-organ lain, dan untuk mendeteksi kehamilan. Wheeze 1. Bunyi kontinu yang termasuk suara bersiul dengan nada tinggi, dianggap akibat udara yang mengalir melalui jalan napas yang sempit. 2. Bernapas sedemikian rupa seperti bunyi dengan nada tinggi.

Sumber: Kamus Kedokteran Dorland Ed. 29

Pembagian Sistem Imun SISTEM IMUN

NONSPESIFIK

FISIK -kulit

LARUT Biokimia

SPESIFIK

SELULAR Fagosit

HUMORAL Sel B

SELULAR Sel T

-selaput lendir

- Lizosim

-mononuklear

-Ig M

- Th 1

-silia

-sekr sebaseus

-PMN

-Ig G

- Th 2

-batuk

-as lambung

Sel NK

-Ig A

- Ts/Tr/Th 3

-bersin

-laktoferin

Sel mast

- Ig D

- Tdth

-as.neuraminik

Basofil

- Ig E

- CTL/Tc

Humoral -komplemen -Interferon -CRP

Perbedaan Sifat Sistem Imun Nonspesifik dan Spesifik Nonspesifik

Spesifik

Resistensi

Tidak berubah oleh infeksi

Membaik oleh infeksi berulang (=memori)

Spesifitas

Umumnya efektif terhadap semua Spesifik untuk mikroba yang mikroba sudah mensensitisasi sebelumnya

Sel yang penting

•Fagosit •Sel NK •Sel mast •Eosinofil

Molekul yang penting

Lisozim, komplemen, protein fase Antibodi, sitokin, mediator, akut, interferon, CRP, kolektin, molekul adhesi molekul adhesi

•Th, Tdth, Tc, Ts •Sel B

Sistem Imun Nonspesifik A. Pertahanan fisik/ mekanik antara lain: kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk dan bersin B. Pertahanan biokimia Lisozim

Perlindungan terhadap kuman Gram-positif o.k. menghancurkan lapisan peptidoglikan dinding bakteri Perlindungan terhadap kuman Gram-negtif dengan bantuan komplemen.

Laktooksidase

Antibakterial terhadap E. coli dan Staphylococccus.

As. neuraminik

Antibakterial terhadap E. coli dan Staphylococccus.

As. Lambung, enzim proteolitik, antibodi empedu dlm usus halus

Menciptakan lingkungan yang dapat mencegah infeksi mikroba.

pH rendah vagina, spermin dlm semen

Mencegah tumbuhnya bakteri Gram-positif

Laktoferin dan tansferin dlm serum

Mengikat besi yang merupakan metabolit esensial untuk hidup bbrp jenis mikroba spt pseudomonas

Sistem Imun Nonspesifik

Sistem Imun Nonspesifik C. Pertahanan humoral 1. Komplemen •Diproduksi oleh hepatosit dan monosit

C8-9

C5-6-7

C3b, C4b

Sistem Imun Nonspesifik 2. Interferon • Adalah suatu glikoprotein yang dihasilkan berbagai sel manusia yang mengandung nukleus dan dilepas sebagai respons terhadap infeksi virus. • Produksi IFN diinduksi oleh infeksi virus dan suntikan polinukleotida sintetik. • IFN dibagi menjadi 2 tipe, yaitu: Tipe I:  IFN α  disekresi oleh makrofag dan leukosit lain  IFN β  disekresi oleh fibroblas

Tipe II:  IFN γ / IFN imun  disekresi sel T setelah dirangsang oleh antigen spesifik???

• IFN meningkatkan aktivitas sel T, makrofag, ekspresi Major Histocompatibility Complex (MHC), dan efek sitotoksik sel NK.

Sistem Imun Nonspesifik 2. Interferon

Sistem Imun Nonspesifik 3. C-Reactive Protein (CRP) • Dibentuk tubuh pada infeksi. • Termasuk protein fase akut, meningkat pada saat infeksi akut. • Peranannya sebagai opsonin dengan bantuan Ca 2+ dan dapat mengaktifkan komplemen. • Peningkatan sintesis CRPakan meningkatkan viskositas plasma sehingga Laju Endap Darah juga akan meningkat. 4. Kolektin • Adalah protein yang berfungsi sebagai opsonin yang mengikat hidrat arang pada permukaan kuman. • Dapat mengaktifkan komplemen.

Sistem Imun Nonspesifik D. Pertahanan Selular 1. Fagosit antara lain:  Sel mononuklear (monosit dan makrofag)  Sel polimorfonuklear/ granulosit

Sistem Imun Nonspesifik

2. Natural Killer cell (sel NK) • Sinonim: sel non B non T; limfosit ketiga; null cell; Large Granular Lymphocyte (LGL). • Dapat menghancurkan sel yang mengandung virus/ sel neoplasma. • Ciri-ciri:  Banyak sekali sitoplasma  Granul sitoplasma azurofilik  Pseudopodia  Nukleus eksentrik

3. Sel mast • Berperan dalam:  Reaksi alergi  Imunitas terhadap parasit dalam usus  Imunitas terhadap invasi bakteri

• Menurun pada sindrom imunodefisiensi • Latihan jasmani, tekanan, trauma, panas, dan dingin dapat pula mengaktifkan dan menimbulkan degranulasi sel mast

Sistem Imun Spesifik 1. Sistem imun spesifik humoral • Yang berperan dalah limfosit B/ sel B. • Berasal dari sel multipoten dalam sumsum tulang. • Pada manusia diferensisasi terjadi dalam sumsum tulang. • Sel B dirangsang oleh benda asingsel B berproliferasi, berdiferensiasi, berkembangsel plasmamembentuk antibodi (ada dalam serum). • Fungsi utama Ab:  Pertahanan terhadap infeksi ekstraselular, virus, bakteri  Menetralisasikan toksin (dari benda asing tersebut).

Sistem Imun Spesifik 2. Sistem imun spesifik selular • Yang berperan adalah limfosit T/ sel T. • Berasal dari sel multipoten dalam sumsum tulang (sama dengan sel B). • Berproliferasi dan berdiferensiasi di kelenjar timus atas pengaruh berbagai faktor asal timus, timosin, yang bisa ditemukan dalam peredaran darah. • Fungsi umumnya:  membantu sel B dalam memproduksi Ab  mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus  mengaktifkan makrofag dalam fagositosis  mengontrol ambang dan kualitas sistem imun

• Fungsi utamanya ialah pertahan terhadap mikroorganisme yang hidup intraselular seperti virus, jamur, parasit, dan keganasan.

Sistem Imun Spesifik Perkembangan Sel B dan Sel T

Sistem Imun Spesifik Peran Sel T

Sistem Imun Spesifik Subtipe

Simbol Permukaan

Ag

Restriksi MHC

Sel sasaran

Fungsi

Sitotoksik

Tc

CD8

Kelas I

Tumor terinfeksi virus/ sel dgn permukaan baru

Membunuh sel

Helper

Th

CD4

Kelas II

Sel B Sel T

Sekresi IL

Inducer

Th

CD4

Kelas II

Prekursor sel B, T, Sekresi IL makrofag

Supresor

Ts

CD8

Kelas I

B, Th, Tc

Menekan tumbuh sel

DTH

Tdth

CD4

Kelas II Makrofag Sel Tc

Sel Langerhans

Melepas MAF, MIF, dan limfokin lain

Memori

Tm

CD8 CD4

Kelas I-II

Sel B, sel T

Anamnesis

Sistem Imun Spesifik 2. Sistem imun spesifik selular • terdiri dari beberapa sel subset, antara lain:  Sel T naif (virgin) adalah sel limfosit matang, belum berdiferensiasi, belum pernah terpajan dengan antigen dan menunjukkan molekul permukaan CD45RA. Sel ini ditemukan di organ limfoid perifer.

Sistem Imun Spesifik  Sel T CD4+ (Th1 dan Th2)  Sel T CD8+ (Cytotoxic T Lymphocyte/ CTL/ Tcytotoxic/ Tcytolytic/ Tc) CTL akan mengenal antigen yang dipresentasikan bersama molekul MHC-I yang ditemukan pada semua sel tubuh bernukleus. Fungsi: menhancurkan sel yang terinfeksi virus, bakteri intraselular, sel ganas, dan sel histoinkompatibel yang menimbulkan penolakan pada transplantasi.  Sel Ts (T supresor) atau sel Tr (T regulator) atau Th3 Berperan menekan aktivitas sel efektor T yang lain dan sel B. Namun mekanismenya belum jelas. Menurut fungsinya, sel Ts dapat dibagi menjadi sel Ts spesifik unutk antigen tertentu dan sel Ts nonspesifik.

Definisi Hipersensitivitas 



Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya. “Hipersensitivitas” atau alergi” menunjukkan suatu keadaan dimana respons imun mengakibatkan reaksi yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan pada jaringan tubuh hospes.

HIPERSENSITIVITAS

Menurut waktu timbulnya reaksi

Reaksi Cepat  Reaksi Intermediet  Reaksi Lambat 

Menurut GELL dan COOMBS

Reaksi hipersensitivitas Tipe I  Reaksi hipersensitivitas Tipe II  Reaksi hipersensitivitas Tipe III  Reaksi hipersensitivitas Tipe IV 

REAKSI HIPERSENTIVITAS MENURUT WAKTU 

Reaksi cepat – Terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan silang antara alergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi pelepasan mediator vasoaktif. – Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaxis sistemik atau anafilaxis lokal seperti asma, pilek-bersin, urtikaria dan eksim.

*

Reaksi intermediat – Terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam. Reaksi ini melibatkan pembentukan kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan melalui aktivasi komplemen. – Manifestasinya dapat berupa : –

1. Reaksi transfusi darah, eritroblastosis foetalis dan anemia hemolitik autoimun.



2. Reaksi Arthus lokal dan reaksi sistemik yaitu serum sickness, vaskulitis nekrotis, glomerulonefritis, artritis rematoid dan LES (lupus eritematosis sistemik)



Reaksi lambat Reaksi lambat terlihat sampai sekitar 48 jam setelah pajanan dengan antigen yang terjadi oleh aktivasi sel Th. Pada DTH yang berperan adalah sitokin yang dilepas sel T yang mengaktifkan sel efektor makrofag dan menimbulkan kerusakan jaringan. Contoh : dermatitis kontak, reaksi Mycobacterium tuberculosis dan reaksi penolakan graft.

PEMBAGIAN REAKSI HIPERSENSITIVITAS MENURUT MEKANISME Reaksi hipersensitivitas oleh Robert Coombs dan Philip Gell (1963) dibagi dalam 4 tipe reaksi berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi yaitu tipe I, II, III dan IV. Tipe I : Hipersensitivitas cepat (Anafilaktik) Tipe II : Hipersensitivitas sitotoksik Tipe III : Hipersensitivias kompleks imun Tipe IV : Hipersensitivitas lambat (berperantara sel) Catatan : Tipe I, II, III berperantara antibodi

Tipe I : Hipersensitivitas cepat (anafilaktik) •



Hipersensitivitas cepat timbul sebagai reaksi jaringan yang terjadi dalam beberapa menit setelah antigen (alergen) bergabung dengan antibodi yang sesuai. Pada reaksi tipe I alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan respons imun berupa produksi IgE dan penyakit alergi seperti rinitis alergi,asma dan dermatitis atopi.

Urutan kejadian reaksi tipe I 





Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukkan IgE sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan basofil. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast/basofil yang melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi. Fase efektor yaitu waktu terjadinya respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediatormediator yang dilepas sel mast/basofil dengan aktivitas farmakologik.

Manifestasi klinis hipersensitivitas tipe I •

Reaksi lokal : – Reaksi hipersensitivitas Tipe I lokal terbatas pada jaringan atau organ spesifik yang biasanya melibatkan permukaan epitel tempat alergen masuk. • Contoh : rinitis alergi,asma, dan dermatitis atopi.



Reaksi sistemik-Anafilaksis : – Reaksi hipersensitivitas tipe I yang fatal dan dapat terjadi dalam beberapa menit saja.



Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid : – Merupakan reaksi sistemik umum yang melibatkan penglepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui IgE. Secara klinis reaksi ini menyerupai reaksi tipe I seperti syok,urtikaria,bronkospasme,anafilaksis,pruritus.



Etiologi : −

− − − − − −

Antibiotik : penisilin dan derivatnya, basitrasin, neomisin, terasiklin, streptomisin, sulfonamid, dan lain-lain. Ekstrak alergen : rumput-rumputan atau jamu bisa (venom) : bisa ular, semut, dan sengatan lebah. Makanan : susu sapi, kerang, kacang-kacangan, ikan, telur dan udang. Enzim anestetikum lokal: prokain atau lidokain Produk darah : gamaglobulin dan kriopresipitat

Tipe II: Hipersensitivitas sitotoksik Terjadi karena dibentuk antibodi IgG atau IgM, antibodi tersebut akan mengaktifkan sel Nk dan menyebabkan kerusakan melalui antibody dependent cell mediated cytotoxiticy (ADCC).





Beberapa obat, misalnya penisilin, fenasetin dan kuinidin,dapat melekat pada protein permukaan di sel darah merah dan memicu pembentukan antibodi. Antibodi autoimun semacam itu (IgG) kemudian dapat bergabung dengan permukaan sel, dan mengakibakan hemolisis. Infeksi tertentu (misalnya Mycoplasma pneumoniae) dapat menginduksi antibodi yang bereaksi silang dengan antigen sel darah merah, mengakibatkan anemia hemolitik.





Pada demam rematik, antibodi terhadap streptokok kelompok A bereaksi silang dengan jaringan jantung. Pada sindroma Goodpasture, antibodi terhadap membran dasar ginjal dan paru-paru mengakibatkan kerusakan berat ter-hadap selaput melalui aktivitas lekosit yang ditarik oleh komplemen.

Tipe III : Hipersensitivitas kompleks imun Bila antibodi bergabung dengan antigen khususnya, terbentuklah kompleks imun. Biasanya, kompleks imun ini dengan cepat dibuang oleh RES, tetapi kadang-kadang kompleks ini tetap bertahan dan diendapkan dalam jaringan, sehingga mengakibatkan beberapa penyakit.  Pada infeksi bakteri atau virus yang kronis, kompleks imun dapat diendapkan pada organ tubuh (misalnya ginjal), sehingga fungsinya terganggu. • Komplek antigen-antibodi mengaktifkan komplemen. (IgG dan IgM) 

• Mekanismenya : – Komplek imun mengaktifkan trombosit, makrofag dan komplemen –

Komplemen melepaskan C3a dan C5a yang merangsang sel mast dan basofil mengeluarkan mediator, sehingga terjadi anafilatoksin



Anafilaktosin bersama trombosit menyebabkan vasodilatasi



Anafilaktoksin juga dapat menarik nuetrofil, nuetrofil akan merusak jaringan



Komplemen juga dapat langsung merusak jaringan



Makrofag melepaskan

• Bentuk – Reaksi arthus – Serum sickness

• Penyakit – – – – – – – –

Lupus eritematous sistemik Poliarteritis nodosa Glomerulonefritis pasca streptokokus Serum sickness Atritis reumatoid Malaria Lepra Infeksi virus



Reaksi Arthus (bentuk lokal) Arthus menyuntikkan serum kuda ke dalam kelinci intradermal berulangkali dan menemukan reaksi yang makin hebat di tempat suntikan. Mula-mula hanya terjadi eritema ringan dan edema dalam 2-4 jam sesudah suntikan. Reaksi tersebut menghilang esok hari. Suntikan kemudian menimbulkan edema yang lebih besar dan suntikan yang ke 5-6 menimbulkan perdarahan dan nekrosis yang sulit menyembuh. Hal ini disebut fenomena Arthus yang merupakan bentuk reaksi dari kompleks imun. Reaksi Arthus dapat terjadi di dinding bronkus atau alveol dan menimbulkan reaksi asma lambat yang terjadi 7-8 jam setelah inhalasi antigen pada asma akibat kerja. Reaksi Arthus di dalam klinik dapat berupa vaskulitis.



1.Suntikan obat

memacu pembentukan kompleks imun. •

2.kompleks imun mengaktifkan komplemen jalur klasik.



3.Komplemen diikat sel mast.



4.dan menimbulkan degranulasi dan oleh neutrofil yg memacu kemotaksis.



5.dan melepas enzim litik.



Penyakit serum (serum sickness) Antigen dalam jumlah besar yang masuk ke dlm sirkulasi darah dapat membentuk kompleks imun. Bila antigen jauh berlebihan dibandingkan antibodi, kompleks yang dibentuk adalah lebih kecil yang tidak mudah untuk dibersihkan fagosit sehingga dapat menimbulkan kerusakan jaringan di berbagai tempat. Dahulu reaksi ini lebih sering terlihat pada pemberian antitoksin yang mengandung serum asing seperti antitetanus atau antidifteri asal kuda. Anti bodi yang berperan IgM atau IgG. Kompeks imun lebih sering mengendap pada kapiler glomerulus, ginjal.

Beberapa hari – 2 minggu setelah injeksi serum asing,penyakit serum secara khas mengakibatkan demam, urtikaria, artralgia, limfadenopati, dan splenomegali. Gejala meningkat sementara antigen dibuang lewat sistem imun, dan gejala mereda bila semua antigen telah habis. Pada masa kini, penyakit serum lebih jarang muncul setelah injeksi serum asing dibandingkan setelah pemberian obat (misal penisilin). Meskipun simptom baru tampak setelah beberapa hari, penyakit serum digolongkan sebagai reaksi segera, karena gejala-gejalanya muncul dengan cepat setelah terbentuk kompleks imun.

Tipe IV : Hipersensitivitas lambat (berperantara sel) 





Hipersensitivitas berperantara sel merupakan fungsi limfosit T, bukan fungsi antibodi. Hipersensitivitas ini dapat dipindahkan oleh sel T yang terlibat secara imunologik tetapi tidak oleh serum. Respons ini lambat – artinya, dimulai beberapa jam (atau hari) setelah kontak dengan antigen dan sering berlangsung selama beberapa hari.

Tipe IV • Dibagi menjadi – Delayed type hypersensitivity – T cell mediated cytolysis

Delayed type hypersensitivity – Sel CD4+ mengaktifkan makrofag – Makrofag ini yang akan merusak jaringan – Makrofag menghasilakn produk2 seperti enzim hrolitik, oksigen reaktif intermediet, oksida nitrat, dan sitokin proinflamasi – Pengerahan makrofag yang berkelanjutan akan membetntuk sel epiteloid yang bersatu berupa sel datia dalam granuloma – Granuloma akan mendesak jaringan sekitar dan menyebabkan nekrosis – Muncul fisiologik pada infeksi tuberkulosa

T cell mediated cytolysis • Sel CD8+CTL langsung membunuh sel sasaran • Panyakit hipersensitivitas seluler disebakan karena autoimun • Panyakit hipersensitivitas seluler tidak sistemik • Penyakit – – – – – – –

Diabetes insulin dependen Atritis reumatoid Sklerosis multipel Ensefalomielitis multipel eksperimental Neutritis perifer Miokarditis ekperimental autoimun Infeksi

Manifestasi Klinis reaksi Tipe IV •

Dermatitis kontak –



Hipersensitivitas tuberkulin –



Penyakit CD4+ yang dapat terjadi akibat kontak dengan bahan formaldehid, nikel, terpenting dan berbgai bahan aktif dalam cat rambut yang menimbulkan dermatitis kontak terjadi melalui sel Th1. bentuk alergi bakterial spesifik terhadap produk filtrat biakan M.tuberkulosis yang bila disuntikkan ke kulit akan menimbulkan reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV. Yang berperan dalm reaksi ini adalah sel limfosit CD4+ T.

Reaksi Jones Mote –

reaksi hipersensitivitas tipe IV terhadap antigen protein yang berhubungan dengan infiltrasi basofil mencolok di kulit di bawah dermis.

Related Documents

Pemicu 2_imun
June 2020 12
Pemicu Pbl
October 2019 27
Pemicu 3 Kv.pdf
November 2019 18
Pemicu 3 Etika.pptx
June 2020 18
Laporan Pemicu 1 Biomol.docx
November 2019 26