Pedoman Aha Untuk Cpr Tahun 2015

  • Uploaded by: Rebecca Bailey
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pedoman Aha Untuk Cpr Tahun 2015 as PDF for free.

More details

  • Words: 687
  • Pages: 20
PEDOMAN AHA untuk CPR tahun 2015 Disusun Oleh : Grisel Nandecya (2012730129) Pembimbing : dr. Hadi, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK STASE ANASTESI RSIJ CEMPAKA PUTIH FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2017

• Prinsip utama dalam resusitasi adalah memperkuat rantai kelangsungan hidup (chain of survival). • Keberhasilan resusitasi membutuhkan integrasi koordinasi rantai kelangsungan hidup. • Urutan rantai kelangsungan hidup pada pasien dengan henti jantung (cardiac arrest) dapat berubah tergantung lokasi kejadian: apakah cardiac arrest terjadi di dalam lingkungan rumah sakit (HCA) atau di luar lingkungan rumah sakit (OHCA).

Resusitasi jantung paru dini

• • •

Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawah sternum). Meminimalisir interupsi dalam sela kompresi Korban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui head tilt – chin lift. Namun jika korban dicurigai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust

Jika pasien mempunyai denyut nadi namun membutuhkan pernapasan bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar 10-12 nafas/menit dan memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit. Untuk satu siklus perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2

RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien bangun, atau petugas ahli datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas kesehatan sebaiknya tidak memakan lebih dari 10 detik, kecuali untuk pemasangan alat defirbilasi otomatis atau pemasangan advance airway.

Alat Defibrilasi Otomatis • AED digunakan sesegera mungkin setelah AED tersedia • Bila AED belum tiba, lakukan kompresi dada dan ventilasi dengan rasio 30 : 2 • Defibrilasi / shock diberikan bila ada indikasi / instruksi setelah pemasangan AED. • Pergunakan program/panduan yang telah ada, kenali apakah ritme tersebut dapat diterapi shock atau tidak, jika iya lakukan terapi shock sebanyak 1 kali dan lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa ritme kembali. • Namun jika ritme tidak dapat diterapi shock lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa kembali ritme. Lakukan terus langkah tersebut hingga petugas ACLS (Advanced Cardiac Life Support) datang, atau korban mulai bergerak.

BHL

• Bantuan hidup lanjut (BHL) yaitu bagian dari chain of survival yang dilaksanakan setelah bantuan hidup dasar (BHD) dikerjakan • Tujuan BHL yakni mengupayakan agar jantung berdenyut kembali dan mencapai curah jantung yang adekuat.

Komponen BHL;

• Pengamanan jalan napas menggunakan alat bantu, • Ventilasi yang adekuat, • Pembuatan akses jalur intravena (IV) atau jalur alternatif untuk induksi obat, • Menginterpretasikan hasil EKG, • Mengupayakan sirkulasi spontan dengan cara defibrilasi jantung dan penggunaan obat-obat emergensi yang sesuai indikasi.

Peralatan

• Oropharyngeal airway (OPA) atau nasopharyngeal airway (NPA) , • Resuscitation bag dan sungkup muka atau mesin ventilator • Endotracheal tube (ET) dengan laringoskopi, laryngeal mask airway, atau supraglotic airway device lainnya, • Defibrilator, baik otomatis maupun manual, yang memiliki monitor irama jantung (EKG), • Alat monitor standard (pulse oxymetry, pengukur tekanan darah, dan PETC02), • Medikamentosa emergensi dan cairan infus.

• Shockable: fibrilasi ventrikel (VF) dan takikardi ventrikel tanpa denyut nadi (pulseless VT) • Non-shockable: asistol dan pulseless electrical activity (PEA). Pastikan untuk mengecek sadapan jantung pada irama asistol untuk memastikan tidak ada yang terlepas • Penggunaan defibrilator bergantung pada jenis alat • Defibrilator monofasik: berikan 360 J sekali kejutan • Defibrilator bifasik: berikan 120-200 J sekali kejutan

Farmakologi : • Epinefrin/Adrenalin IV/IO dengan dosis 1 mg setiap 3-5 menit. • Amiodaron IV/IO. Dosis pertama: 300 mg bolus; dosis kedua: 150 mg

Alat Bantu Napas Lanjutan

• Gunakan alat bantu supraglotik atau lakukan intubasi. Pemasangan alat bantu napas harus selesai dalam jangka waktu 30 detik, jika tidak hentikan dan berikan napas buatan, lalu coba pasang lagi. • Apabila alat bantu napas lanjutan sudah terpasang, berikan ventilasi sebanyak 8-10 kali per menit dengan tetap melakukan RJP (resusitasi jantung paru).

Return of Spontaneous Circulation (ROSC). Kembalinya sirkulasi spontan ditandai: • Kembalinya denyut nadi dan tekanan darah; • Peningkatan PETC02 secara cepat, biasanya ≥4 mmHg. Setelah tercapai ROSC, hal-hal yang harus dilakukan: • Pemeriksaan EKG 12 sadapan, • Pastikan adekuatnya oksigenasi dan ventilasi, • Jaga temperatur tubuh, • Terapi perfusi/reperfusi.

• Sembari melakukan BHL, tim penolong harus mencoba mencari penyebab henti jantung agar dapat memberikan obat atau terapi spesifik yang tepat. • Penyebab tersering henti jantung yang harus dipertimbangkan dikenal dengan singkatan 5H5T

TERIMA KASIH 

Related Documents

Cpr
November 2019 51
Untuk Pedoman Bersama
April 2020 10
Cpr
May 2020 34

More Documents from "faizura"