Panduan Menurunkan Risiko Infeksi.docx

  • Uploaded by: Novana Mansur
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Panduan Menurunkan Risiko Infeksi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,030
  • Pages: 28
PANDUAN MENURUNKAN RISIKO INFEKSI TAHUN 2014

Jl. Raya Kaligawe KM. 4 Semarang Telp. 024 – 6580019 Fax 024 – 6581928 Web : www.rsisultanagung.co.id Email : [email protected]

DAFTAR ISI

BAB I Pendahuluan BAB II Ruang Lingkup BAB III Tata Laksana Jenis Infeksi Nosokomial ( HAIs ) a.

Infeksi Luka Operasi ( ILO )

b.

Infeksi Pneumonia ( VAP )

c.

Infeksi Saluran Kemih ( ISK )

d.

Infeksi Aliran Darah Primer ( IADP )

BAB IV Penutup Daftar Pustaka

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu rumah sakit dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan. Masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan pengunjung di rumah sakit dihadapkan pada risiko terjadinya infeksi di rumah sakit atau infeksi nosokomial/HAIs (Health Care Associate Infection) yaitu infeksi yang diperoleh di rumah sakit, baik karena perawatan atau datang berkunjung ke rumah sakit. Kejadian infeksi nosokomial/HAIs ini akibat infeksi yang didapat atau timbul pada waktu pasien dirawat di rumah sakit. Bagi pasien di rumah sakit itu merupakan persoalan serius yang dapat menjadi penyebab langsung atau tidak langsung. Beberapa kejadian infeksi nosokomial /HAIs mungkin tidak menyebabkan kematian pasien akan tetapi menjadi penyebab pasien dirawat lebih lama di rumah sakit. Ini berarti pasien membayar lebih mahal dan dalam kondisi tidak produktif, disamping pihak rumah sakit juga akan mengeluarkan biaya lebih besar. Penyebabnya adalah kuman yang berada di lingkungan rumah sakit atau kuman yang sudah dibawa oleh pasien sendiri, yaitu kuman endogen. Dari batasan ini dapat disimpulkan bahwa kejadian infeksi nosokomial (HAIs) adalah infeksi yang secara potensial dapat dicegah atau sebaliknya juga merupakan infeksi yang tidak dapat dicegah. Angka infeksi nosokomial / HAIs terus meningkat (Al Varado, 2000) mencapai sekitar 9% (variasi 3-21%) atau lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia. Di RSJ Harkit Jakarta tahun 2013 di dapatkan angka infeksi HAIs untuk ILO (Infeksi Luka Operasi) 2-3%, ISK(Infeksi Saluran Kencing) 4-5%, IADP(Infeksi Aliran Darah Primer) 7-9%, Pneumonia 20-30%, Decubitus 3.8%. Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di Rumah Sakit perlu diterapkan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pendidikan dan pelatihan seta

monitoring dan evaluasi tindak lanjut. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit sangat penting karena menggambarkan mutu pelayanan rumah sakit. Apalagi akhir-akhir ini muncul berbagai penyakit infeksi baru (new emerging, emerging diseases dan re-emerging diseases)

BAB II RUANG LINGKUP

Panduan ini memberi petunjuk bagi petugas kesehatan (medis dan paramedis) di Rumah Sakit pelayanan kesehatan lainnya dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada pelayanan terhadap pasien dengan batasan-batasan : 1. Infeksi rumah sakit atau infeksi nosokomial/HAIs adalah infeksi yang terjadi atau didapat di rumah sakit. Suatu infeksi yang didapat di rumah sakit apabila : a. Pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda dan gejala atau tidak dalam masa inkubasi infeksi tersebut b. Infeksi terjadi 2X24 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit c. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang berbeda dari mikroorganisme pada saat masuk rumah sakit atau mikroorganisme penyebab sama tetapi lokasi infeksi berbeda. 2. Pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit adalah kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanan dan pengawasan serta pembinaan dalam upaya menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial/HAIs di rumah sakit. 3. Surveilans adalah kegiatan pengamatan sistematis aktif dan terus-menerus terhadap timbulnya dan penyebaran infeksi nosokomial pada suatu peristiwa. 4. Suatu kejadian di rumah sakit dapat disebut Kejadian Luar Biasa (KLB) bila proportional rate penderita baru dari suatu penyakit menular dalam waktu satu bulan, dibandingkan dengan proportional rate penderita baru dari penyakit menular yang sama selama periode waktu yang sama dari tahun yang lalu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih, atau terdapat satu kejadian pada keadaan dimana sebelumnya tidak pernah ada.

BAB III TATA LAKSANA

A. JENIS-JENIS INFEKSI NOSOKOMIAL/HAIs DAN KRITERIA 1. INFEKSI LUKA OPERASI (ILO) Untuk membahas infeksi luka operasi perlu diketahui klasifikasi luka operasi , yaitu sebagai berikut : 1) Klasifikasi operasi/jenis operasi  Operasi Bersih 

Operasi dilakukan pada daerah/kulit yang pada kondisi pra bedah tidak terdapat peradangan dan tidak membuka traktus respiratorius, traktus gastrointestinal, orofaring, traktus urinarius atau traktus bilier



Operasi berencana dengan penutupan kulit primer, dengan atau tanpa pemakaian drain tertutup

 Operasi Bersih Tercemar 

Operasi membuka traktus digestivus, traktus bilier, traktus urinarius, traktus respiratorius sampai dengan orofaring atau traktus reproduksi kecuali ovarium



Operasi tanpa pencemaran nyata (gross spillage), contohnya operasi pada traktus bilier, appendiks, vagina atau orofaring

 Operasi Tercemar 

Operasi yang dilakukan pada kulit terbuka, tetapi masih dalam waktu emas (Golden Periode)

 Operasi Kotor atau dengan Infeksi 

Perforasi traktus digestivus, traktus urogenitalis atau traktus respiratorius yang terinfeksi



Melewati daerah purulen (Inflamasi Bakterial)



Luka terbuka lebih dari 6 jam setelah kejadian, terdapat jaringan luas atau kotor



Dokter yang melakukan operasi menyatakan sebagai luka operasi kotor/terinfeksi

2) Kriteria Infeksi Luka Operasi  Kriteria Infeksi Insisional Superfisial Infeksi pada luka insisi (kulit dan subcutan), terjadi dalam 30 hari pasca bedah. Kriteria sebagai berikut : 

Keluar cairan purulen dari luka insisi



Kultur positif dari cairan yang keluar atau jaringan yang diambil secara aseptik



Ditemukan paling tidak satu tanda infeksi : nyeri, bengkak lokal, kemerahan, kecuali bila hasil kultur negatif



Dokter yang menangani menyatakan infeksi

 Kriteria Infeksi Insisional Dalam Infeksi pada luka insisi, terjadi dalam 30 hari pasca bedah atau sampai 1 tahun bila ada implant. Terdapat paling tidak satu keadaan di bawah ini : 

Keluar cairan purulen dari luka insisi, tapi bukan berasal dari rongga/organ



Secara spontan mengalami dehisens atau dengan sengaja dibuka oleh ahli bedah dan paling sedikit satu dari tanda berikut : demam (>38°C), nyeri lokal, kultur (+)



Dokter menyatakan luka infeksi

 Kriteria Infeksi Organ/Rongga Infeksi yang terjadi dalam 30 hari pasca bedah apabila tidak ada implant. Infeksi terjadi dalam 1 tahun pasca bedah apabila terdapat implant. Paling sedikit menunjukkan satu gejala berikut : 

Drainase purulen dari drain yang dipasang melalui luka insisi ke dalam organ/rongga



Ditemukan organisme organ/rongga

melalui

aseptik

kultur

dari



Dokter menyatakan infeksi pada organ tsb

CATATAN : -

Di dalam penggunaan antibiotik yang rasional jika ditemukan tanda peradangan maka dimasukkan ke dalam kemungkinan infeksi.

-

Abses jahitan yang sembuh 3 hari setelah jahitan diangkat bukan infeksi luka operasi.

3) Faktor resiko Infeksi Luka Operasi  Intrinsik : Usia, status gizi, Diabetes Melitus, perubahan respon imun, infeksi di tempat lain, lama rawat inap preoperatif, obesitas, merokok, kolonisasi mikroorganisme, penggunaan kortikosteroid  Ekstrinsik : Petugas/tim bedah, teknik pembedahan, lingkungan ruang operasi, peralatan, instrumen dan alat kesehatan 4) Pencegahan Infeksi Luka Operasi  Pra Operasi Persiapan pasien sebelum operasi -

Semua pemeriksaan dan pengobatan untuk persiapan operasi hendaknya dilakukan sebelum rawat inap agar waktu pra-bedah menjadi pendek (<1 hari)

-

Jika ditemukan adanya tanda-tanda infeksi sembuhkan terlebih dahulu infeksinya sebelum hari operasi, dan jika perlu tunda hari operasi sampai infeksi tersebut sembuh

-

Perbaikan keadaan yang memperbesar kemungkinan terjadinya ILO antara lain: Diabetes Melitus, malnutrisi, obesitas, infeksi, pemakaian kortikosteroid

-

Mandikan pasien dengan antiseptik sore/malam operasi

-

Jangan mencukur rambut, kecuali bila rambut terdapat pada sekitar daerah operasi dan atau akan mengganggu jalannya operasi, pencukuran dilakukan beberapa saat sebelum operasi bila perlu

hari sebelum

menggunakan pencukur listrik (elektrik clipper) bila tidak ada elektrik clipper gunakan silet baru -

Cuci dan bersihkan lokasi pembedahan dan sekitarnya untuk menghilangkan kontaminasi sebelum mengadakan persiapan kulit dengan antiseptik

-

Oleskan antiseptik pada kulit dengan gerakan melingkar mulai dari bagian tengah menuju ke arah luar. Daerah yang dipersiapkan haruslah cukup luas untuk memperbesar insisi, jika diperlukan membuat insisi baru untuk memasang drain bila diperlukan

-

Antibiotik profilaksis diberikan secara sistemik harus memenuhi syarat : tepat dosis, tepat indikasi (hanya untuk operasi bersih terkontaminasi, pemakaian implant dan protesis atau operasi dengan risiko tinggi seperti bedah vaskuler atau bedah jantung

-

Tepat cara pemberian (harus diberikan secara iv dua jam sebelum insisi dilakukan dan dilanjutkan tidak lebih dari 48 jam)

-

Tepat jenis (sesuai dengan mikroorganisme yang sering menjadi penyebab ILO)  Intra Operasi Persiapan Tim Pembedahan o Setiap orang yang masuk kamar operasi harus :

-

Memakai masker yang menutupi hidng dan mulut

-

Memakai penutup kepala yang menutupi semua rambut

-

Memakai sandal khusus kamar operasi

-

Memakai sarung tangan steril apabila sarung tangan tersebut kotor/sobek harus diganti yang baru. Petugas OK harus mengetahui teknik memakai dan melepas sarung tangan steril

-

Memakai gaun/baju steril o Jaga kuku selalu pendek, tidak memakai kutek/kuku palsu, tidak memakai perhiasan (cincin, gelang, jam tangan) o Lakukan cuci tangan bedah (surgical scrub) dengan antiseptik yang sesuai. Cuci tangan dan lengan sampai ke siku

o Antiseptik yang dianjurkan untuk cuci tangan adalah yang mengandung chlorhexidine 4 % o Setelah cuci tangan lengan harus tetap mengarah keatas dan dijauhkan dari tubuh supaya air mengalir dari ujung jari ke siku. Keringkan tangan dengan handuk steril dan kemudian pakailah gaun dan sarung tangan o Bersihkan sela-sela dibawah kuku setiap hari sebelum cuci tangan bedah yang pertama o Teknik operasi harus dilakukan dengan sempurna untuk menghindari kerusakan jaringan lunak yang berlebihan, mengurangi perdarahan dan menghindarkan tertinggalnya benda asing yang tidak diperlukan o Lama operasi harus sesingkat-singkatnya dalam batas yang aman  Pasca Operasi -

Lindungi luka yang sudah dijahit dengan perban steril selama 24 sampai 48 jam pasca bedah

-

Cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti perban/bersentuhan dengan luka operasi

-

Bila perban harus diganti gunakan teknik aseptik

-

Berikan pendidikan pada pasien dan keluarganya mengenai perawatan luka operasi yang benar, gejala-gejala ILO dan pentingnya melaporkan gejala tersebut

Catatan : -

Beberapa dokter membiarkan luka insisi operasi yang bersih terbuka tanpa kasa, ternyata dari sudut penyembuhannya hasilnya baik

-

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa luka insisi operasi yang bersih dapat pulih dengan baik walaupun tanpa kasa

-

Belum ada terbukti tertulis yang mengatakan bertambahnya tingkat kemungkinan terjadinya infeksi bila luka dibiarkan terbuka tanpa kasa

-

Namun demikian masih banyak dokter tetap menutup luka operasi dengan kasa steril sesuai dengan prosedur pembedahan dengan

tujuan : menutupi luka terhadap mikroorganisme yang dari tangan, menyerap cairan yang meleleh keluar agar luka cepat kering, memberikan tekanan pada luka supaya dapat menahan perdarahan superficial, melindungi ujung luka dari trauma lainnya  Pengendalian Lingkungan 1) Pertahankan tekanan lebih positif dalam kamar bedah dibandingkan dengan koridor dan ruangan disekitarnya 2) Ventilasi kamar operasi harus diperhatikan dalam hal : semua udara harus disaring baik udara segar maupun udara hasil resirkulasi, pertahankan minimum 15 kali pergantian udara per jam, dengan minimum 3 diantaranya adalah udara segar, suhu antara 19-24° C, kelembaban udara 40-60% 3) Jangan menggunakan fogging dan sinar ltra violet di kamar operasi untuk mencegah ILO 4) Pintu kamar operasi harus selalu tertutup kecuali bila dibutuhkan untuk leawatnya peralatan, petugas dan pasien 5) Batasi jumlah orang yang masuk dalam kamar operasi 6) Kamar operasi harus dibersihkan : -

Bila tampak kotoran/darah/cairan tubuh lainnya pada permukaan benda atau peralatan gunakan desinfektan untuk membersihkannya sebelum operasi dimulai

-

Antara dua operasi

-

Tiap minggu ( satu hari tanpa operasi untuk kebersihan menyeluruh) 7) Tidak perlu mengadakan pembersihan khusus /penutupan kamar operasi setelah selesai operasi kotor 8) Pel dan keringkan lantai kamar operasi dan desinfeksi seluruh permukaan lingkungan/peralatan dalam kamar operasi setelah selesai operasi terakhir setiap harinya dengan desinfekta 9) Menggunakan instrumen steril sesuai standar

2. NOSOKOMIAL PNEUMONIA/VAP ( Ventilator Assosiated Pneumonia) a. Batasan Pneumonia Pneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan bagian bawah (ISPB). VAP didefinisikan sebagai nosokomial pneumonia yang terjadi setelah 48 jam pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik baik melalui pipa endotrachea/tracheostomi. Seorang pasien dikatakan menderita pneumonia bila ditemukan satu diantara kriteria berikut : Untuk dewasa dan anak > 12 bulan 1) Pada pemeriksaan fisik terdapat ronchi basah atau pekak(dullnes) pada perkusi dan salah satu diantaranya keadaan berikut : 

Baru timbul sputum purulen/terjadinya perubahan sifat sputum



Isolasi kuman positif pada biakan darah



Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea/biopsi

2) Foto rontgen dada menunjukkan adanya infiltrat, konsolidasi, kavitasi, effusi pleura baru/progesif dan salah satu diantar keadaan berikut : 

Baru timbulnya sputum purulen/terjadinya perubahan sifat sputum



Isolasi kuman positif dan biakan darah



Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea, biopsi



Virus dapat diisolassi/terdapat antigen virus dalam sekresi saluran nafas



Titer IgM/IgG histopatologi

spesifik

meningkat

pada

pemeriksaan

Untuk pasien umur ≤ 12 bulan Didapatkan 2 diantara keadaan berikut : apnea, takipnea, bradikardi, mengi (wheezing), ronchi basah/batuk dan salah satu diantar sbb : 

Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat



Baru timbul sputum purulen/terjadi perubahan sifat sputum



Isolasi kuman positif pada biakan darah



Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea/biopsi



Virus dapat diisolasi/terdapat antigen virus dalam sekresi saluran nafas



Titer IgM/IgG spesifik meningkat 4 x lipat dalam dua pemeriksaan



Terdapat tanda-tanda histopatologi

pneumonia

pada

pemeriksaan

Atau gambaran radiologi thorak serial pada penderita umur < 12 bulan menunjukkan infiltrat baru/progresif, konsolidasi, kavitasi atau effusi pleura dan salah satu diantar keadaan berikut : 

Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat



Baru timbul sputum purulen/terjadi perubahan sifat sputum



Isolasi kuman positif pada biakan darah



Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea, biopsi



Virus dapat diisolasi/terdapat antigen dalam virus sekresi saluran nafas



Titer IgM/IgG spesifik meningkat 4 x lipat dalam dua pemeriksaan



Terdapat tanda-tanda histopatologi

pneumonia

pada

pemeriksaan

b. Faktor-faktor Resiko Infeksi Pneumonia 1) Instrumentasi sitem saluran nafas, misalnyaa pada pemasangan pipa endotrachealtube, ventilasi mekanik, trakheostomi 2) Tindakan operasi, terutama operasi thorak dan abdomen 3) Kondisi yang mudah menyebabkan aspirasi misalnya pemasangan pipa lambung, penurunan kesadaran dan disfagia 4) Usia tua 5) Obesitas

6) Penyakit obstruksi paru menahun 7) Riwayat merokok 8) Tes fungsi paru abnormal 9) Intubasi dalam waktu lama 10) Gangguan fungsi immunologi c. Mekanisme Terjadinya Pneumonia Nosokomial Tindakan pada saluran nafas seperti intubasi endotracheal, suction, dan ventilasi mekanik mempermudah memindahkan mikroorganisme dari alat (humidifier, nebulizer, ventilator, yang terkontaminasi) kepada pasien dan memindahkan mikroorganisme pada tangan petugas kesehatan dari pasien ke pasien yang lain. Pneumonia nosokomial paling sering terjadi karena aspirasi koloni bakteri dari orofaring atau saluran cerna bagian atas pasien. Intubasi dan ventilasi mekanik meningkatkan risiko terbesar terjadinya infeksi. d. Petunjuk Pengembangan Surveilans Pneumonia 1) Semua faktor risiko harus dicatat dengan lengkap pada catatan pasien oleh dokter, perawat, atau anggota tim kesehatan lain yang menangani pasien. 2) Pelaksana surveilans haus mnghitung rate menurut faktor resiko spesifik minimal jenis operasi torako dan abdomen dan ventilator serta melaporkannya kepada komite pengendalian infeksi rumah sakit minimal 6 bulan sekali dan sekaligus menyebarluaskannya melalui buletin Rumah Sakit 3) Pelaksana surveilans membuat laporan rate pneumonia kasar pada buletin Rumah Sakit minimal setiap 3 bulan sekali. e. Pencegahan Pneumonia Pencegahan pneumonia nosokomial dilakukan dengan cara berikut: Pencegahan Pneumonia Pasca Bedah 1) Pengelolaan pra dan pasca bedah ditujukan pada: 

Pasien yang akan mendapat pembiusan dan menjalani pembedahan torak dan abdomen



Disfungsi paru berat



Kelainan paru-paru

Pengelolaan para dan pasca bedah meliputi pengobatan dan instruksi medis dan perawatan 2) Pengelolaan pra bedah meliputi : 

Pengobatan dan resolusi infeksi paru



Mempermudah pengeluaran sekret (bronkodilator, drainase postural, perkusi)



Berhenti merokok

saluran

nafas

3) Instruksi pra bedah meliputi : 

Diskusi dengan pasien mengenai pentingnya sering batuk, nafas dalam, dan mobilitasi pasca bedah



Pasien memperagakan cara batuk dan nafas dalam pra dan pasca bedah

4) Pengobatan dan instruksi pasca bedah ditujukan untuk mendorong pasien sering batuk, nafas dalam dan ambulasi jika ada kontra indikasi secara medis 5) Bila cara konservatif diatas gagal untuk mengeluarkan sekret saluran nafas, dapat dikerjakan drainase postural dan perkusi 6) Nyeri akibat batuk dan nafas dalam dapat diatasi dengan analgetik dan menopang luka di daerah perut (misalnya dengan meletakkan bantal kecil dan ringan diatas perut) serta memberi obat penghambat syaraf lokal 7) Antibiotik sistemik tidak dianjurkan untuk dipakai rutin Kebersihan Tangan Kebersihan tangan dilakukan setiap kali kontak dengan sekret saluran nafas baik dengan atau tanpa sarung tangan. Kebersihan tangan juga dilakukan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien yang mendapat intubasi dan trakeostomi

Cairan dan Obat 

Nebulasi dan humidifikasi hanya boleh menggunakan cairan steril yang diberikan secara aseptik. Cairan tersebut tidak boleh digunakan pada alat yang terkontaminasi



Bila flakon multidose digunakan untuk terapi harus disimpan dalam lemari es atau suhu kamar sesuai aturan pakai dan tidak melewati tanggal kadaluarsa

Pemeliharaan Alat Terapi Pernafasan yang Sedang Dipakai 

Penampung cairan harus diisi segera sebelum dipakai. Bila cairan hendak ditambah maka sisa cairan harus dibuang terlebih dahulu. Air yang telah mengembun dalam pipa harus dibuang dan tidak boleh dialirkan balik ke dalam penampung



Alat nebulasi dinding dan penampungannya harus diganti secara rutin setiap 24 jam dengan yang steril atau sudah didesinfeksi



Alat penampung pelembab udara oksigen dinding yang dapat dipakai ulang harus dibersihkan, dicuci dan dikeringkan setiap hari



Setiap pipa dan masker yang digunakan untuk terapi oksigen harus diganti pada setiap pasien



Sirkuit alat bantu nafas (termasuk pipa dan katub inhalasi) harus secara rutin diganti dengan yang steril/sudah didesinfeksi setiap 24 jam



Bila mesin respirator digunakan untuk beberapa pasien maka setiap pergantian pasien semua sirkuit alat bantu nafas harus diganti dengan yang steril/sudah didesinfeksi

Peralatan Sekali Pakai Alat terapi pernafasan yang dirancang untuk sekali pakai tidak boleh dipakai ulang Penanganan Peralatan yang Dipakai Ulang 

Setiap peralatan yang akan disterilkan/didesinfeksi harus dibersihkan dengan seksama untuk menghilangkan darah, jaringan, makanan atau residu lainnya. Peralatan harus didekontaminasi sebelum/selama proses pembersihan, bila alat tersebut ditandai terkontaminasi dan berasal dari pasien dengan jenis isolasi tertentu



Alat terapi pernafasan yang menyentuh selaput lendir harus disterilkan sebelum dipakai pada pasien lain jika hal ini tidak memungkinkan alat tersebut didesinfeksi kuat (high level desinfection)



Sirkuit alat bantu nafas (termasuk pipa dan katub ekshalasi) dan semua alat yang berhubungan dengan terapi pernafasan harus disterilkan kuat



Ruang pendingin pada alat nebulasi ultrasonik sulit didesinfeksi secara adekuat karena itu harus disterilkan dengan gas (etilin oksida) atau desinfeksi kuat paling sedikit selama 30 menit



Bagian dalam mesin ventilator dan mesin pernafasan tidak perlu disterilkan/didesinfeksi secara rutin untuk setiap pemakaian kecuali setiap alat tersebut potensial terkontaminasi dengan mikroorganisme berbahaya



Respirometer dan alat lain yang digunakan untuk memantau beberapa pasien secara bergantian, tidak boleh langsung menyentuh bagian sirkuit alat bantunafas, kedua alat tersebut perlu penghubung dan alat penghubung ini harus diganti pada setiap pemakaian pada pasien lain. Jika tidak menggunakan penghubung dan alat pemantau langsung berhubungan dengan alat yang terkontaminasi, maka alat pemantau tersebut harus disterilkan/didesinfeksi kuat sebelum dipakai pasien lain



Kantong alat resusitasi manual harus disterilkan /didesinfeksi kuat habis dipakai

Pemantauan Mikroorganisme 

Jika tidak ada Kejadian Luar Biasa (KLB) / rate endemik infeksi paru nosokomial tidak tinggi maka proses desinfeksi alat terapi pernafasan tidak perlu dipantau dengan biakan sampel dari alat tersebut. Dengan kata lain sampel rutin tidak perlu dilakukan



Interpretasi hasil pemeriksaan mikrobiologi sulit dilakukan kaarena itu sampel mikrobiologik rutin alat bantu nafas yang sedang dipakai pasien tidak dianjurkan

Pasien Dengan Trakeostomi 

Tindakan trakeostomi harus dilakukan di kamr operasi, secara aseptik kecuali dalam keadaan darurat dapat dilakukan di ruang perawatan



Kecuali luka trakeostomi sudah mulai sembuh/membentuk jaringan granulasi sekitar pipa maka tidak boleh disentuh dengan tangan langsung, atau setiap manipulasi kedua tangan menggunakan sarung tangan steril



Bila diperlukan penggantian pipa trakeostomi, maka pipa pengganti harus steril atau di desinfeksi kuat



Sewaktu mengganti pipa harus digunakan teknik aseptik termasuk penggunaan sarung tangan dan penutup (duk) steril

Pengisapan Sekret Saluran Nafas 

Pengisapan sekret saluran pernafasan dilakukan hanya bila diperlukan, karena pengisapan yang terus-menerus akan meningkatkan risiko kontaminasi silang dan trauma



Pengisapan sekret saluran nafas tidak boleh dilakukan dengan tangan langsung melainkan menggunakan sarung tangan steril



Setiap kali mengisap sekret saluran nafas, gunakan kateter yang steril atau kalau pemakaian hanya dalam waktu singkat maka kateter dapat di[pakai ulang setelah dibilas dan dibersihkan



Bila terdapat sekret yang kental dan kateter penghisap memerlukan bilasan, maka untuk membilas gunakan cairan steril

Penggunaan pipa dan tabung pengisap adalah sbb : -

Pemakaian pipa pengisap sampai batas tabung harus diganti untuk setiap pasien

-

Tabung pengisap yang digunakan untuk satu pasien tidak perlu diganti/dikosongkan secara rutin

-

Tabung pengisap harus diganti setiap pasien kecuali pada unit perawatan jangka pendek (tidak > 24 jam)

-

Pada unit perawatan jangka pendek tabung perlu diganti setiap hari tetapi tidak perlu diganti untuk setiap pasien

-

Setiap kali tabung pengisap diganti harus disterilkan/didesinfeksi kuat



Untuk pengisap sekret saluran nafas portabel yang kemungkinan mengisap aerosol terkontaminasi maka gunakan filter bakteri yang baik antara tabung penampung dan pipa pengisap

Perlindungan Pasien dari Pasien Lain dan Personil 

Lakukan isolasi pada pasien yang mungkin menyebarkan infeksi saluran nafas isolasi sesuai dengan teknik mutakhir



Personil yang terkena infeksi saluran nafas tidak boleh memberi asuhan langsung pada pasien dengan risiko tinggi (misal neonatal, bayi, pasien dengan obstruksi paru kronis dan pasien dengan daya tahan tubuh menurun



Bila diperkirakan ada KLB influenza lakukan pencegahan untuk semua pasien dan petugas yang memberi asuhan langsung dengan menggunakan teknis isolasi pernafasan

3. INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) a. Batasan Infeksi Saluran Kemih Klasifikasi ISK meliputi : 1. Infeksi Saluran Kemih Simptomatis 2. Infeksi Saluran Kemih Asimptomatis 3. Infeksi Saluran Kemih lainnya ISK Simptomatis harus memenuhi paling sedikit satu kriteria sbb : 

Demam (>38°C)



Nikuria (anyang-anyangan)



Polakisuria



Disuri



Nyeri supra pubik



Hasil biakan urin aliran tengah (midstream) > 10⁵cfu kuman/ml dengan jumlah kuman tidak lebih dari 2 species



Kuman positif dari urin pungsi supra pubik tanpa melihat jumlah kuman

Pada pasien ≤ 1 th didapat paling sedikit satu gejala sbb, tanpa ada penyebab lainnya : 

Demam (>38°C)



Hipotermi (<37°C)



Bradikardi < 100/mnt



Letargi



Vomiting

Dan ditemukan salah satu dari hasil di bawah ini : -

Hasil urin kultur 10⁵cfu kuman/ml dengan jumlah kuman tidak lebih dari 2 species

-

Kultur urin 2x berturut-turut terdapat kuman flora normal yang sama mis. S. saprophyticus, S.epidermidis dengan jumlah kuman > 10⁵cfu kuman/ml

ISK Asimptomatis paling sedikit 1 kriteria : 

Riwayat menggunakan urin kateter < 7 hari yang lalu



Terdapat maksimal 2 species jenis kuman dalam biakan urin



Tidak terdapat gejala-gejala

Dan salah satu dari hasil di bawah ini : 

Hasil urin kultur 10⁵cfu kuman/ml dengan jumlah kuman tidak lebih dari 2 species



Kultur urin 2x berturut-turut terdapat kuman flora normal yang sama mis. S. saprophyticus, S.epidermidis dengan jumlah kuman > 10⁵cfu kuman/ml

ISK Lainnya harus memenuhi salah satu kriteria : 

Ditemukan kuman yang tumbuh dari cairan



Ada abses atau tanda infeksi lain yang dapat dilihat, pemeriksaan langsung selama pembedahan atau histopatologi



Ada 2 tanda berikut : demam (>38° C), nyeri lokal, nyeri tekan pada daerah yang dicurigai infeksi

b. Faktor Resiko Infeksi Saluran Kemih 1) Keteterisasi menetap : -

Cara pemasangan kateter

-

Lama pemasangan

-

Kualitas perawatan kateter

-

Status immunologi pasien : Pasien tua, Debilitas, pasca persalinan

c. Pencegahan Infeksi Saluran Kemih Untuk mencegah terjadinya infeksi saluran kemih nosokomial perlu diperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan pemasangan catéter urin. Tenaga Pelaksana 1. Pemasangan katéter hanya dilakukan oleh tenaga yang betulbetul memahami dan terampil dalam teknik pemasangan katéter secara aseptik dan perawatan katéter yang benar 2. Tenaga yang memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan catéter urin sudah mendapatkan pelatihan secara berkala dengan teknik yang benar mengenai prosedur pemasangan catéter urin dan pengetahuan tentang komplikasi potencial yang timbal Pemasangan Katéter 1. Pemasangan katéter urin dilakukan hanya bila perlu saja dan segera dilemas bila tidak diperlukan lagi. Alasan pemasangan catéter bukan karena untuk mempermudah tenaga pelaksana dalam memberikan asuhan pada pasien 2. Cara sainase urin yang lain seperti catéter kondom, katéter supra pubis, kateterisasi selang-seling (intermitten) dapat digunakan sebagai ganti kateterisasi menetap bila memungkinkan 3. Cuci tangan : sebelum dan sesudah pemasangan katéter

Teknik Pemasangan Catéter 1. Pemasangan katéter harus menggunakan teknik aseptik dan peralatan steril 2. Gunakan kateter sekecil mungkin dengan laju drainase yang konsisten untuk meminimalkan trauma uretra 3. Kateter menetap harus terpasang dengan baik dan menempel pada badan untuk m encegah pergerakan dan tegangan pada uretra Drainase Sistem Tertutup dan Steril 1. Sistem drainase yang tertutup dan steril harus dipertahankan 2. Kateter dan selang/tube drainase tidak boleh sambunganny kecuali bila kateter akan dilakukan irigasi

dilepas

3. Bila terjadi kesalahan pada teknik aseptik sambungan terlepas atau bocor, maka sistem penampungan harus diganti dengan teknik aseptik yang benar dan sebelumnya kateter harus didesinfeksi 4. Tidak ada kontak antara urin bag dengan lantai Cara Irigasi Kateter 1. Irigasi hanya dikerjakan apabila diperkirakan ada sumbatan aliran misalnya karena bekuan darah pada operasi prostat/kandung kemih. Untuk mencegah hal ini digunakan irigasi kontinyu secara tertutup untuk menghilangkan sumbatan akibat bekuan darah 2. Sambungan kateter harus didesinfeksi sebelum dilepas 3. Gunakan semprit besar steril untuk irigasi dan setelah irigasi 4. Jika kateter sering tersumbat dan harus sering diirigasi maka kateter harus diganti Laju Aliran Urin 1. Laju aliran urin yang tidak terhambat harus dipertahankan 2. Untuk memperoleh aliran lancar :



Jaga kateter dan pipa drainase dari lekukan



Kantung drainase harus dikosongkan secara teratur ke wadah penampung urin yang terpisah bagi tiap-tiap pasien. Saluran urin dari kantung penampung tidak boleh menyentuh wadah penampung



Kateter yang kurang lancar/tersumbat harus diirigasi/kalau perlu diganti



Kantung penampung diletakkan lebih rendah dari kantung kemih/bladder

Pengambilan Specimen Urin 1. Bahan pemeriksaan urin dalam jumlah kecil dapat diambil dari bagian distal kateter, atau jika lebih baik dari temapt pengambilan bahan yang tersedia dan sebelum urin diaspirasi dengan jarum dan semprit yang steril, tempat pengambilan bahan harus didesinfeksi 2. Bila diperlukan bahan dalam jumlah besar maka urin harus diambil dari kantung penampung secara aseptik Perawatan Meatus Bersihkan dua kali sehari dengan antiseptik dan setiap hari bersihkan dengan sabun dan air Penggantian Kateter Kateter urin menetap harus diganti dalam kurun waktu 7 hari (1 minggu) 3. INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) a. Batasan Infeksi Aliran Darah Primer Infeksi aliran darah primer adalh infeksi aliran darah yang timbul tanpa ada organ atau jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber infeksi. Kriteria infeksi aliran darah primer dapat ditetapkan secara klinis dan laboratoris dengan gejala/tanda berikut : Untuk dewasa dan anak > 12 bulan ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa penyebab lain :

-

Demam suhu > 38°C

-

Hipotensi

-

Tidak ada tanda-tanda infeksi di tempat lain Untuk bayi umur < 1 tahun ditemukan salah satu gejala/tanda berikut tanpa penyebab lain :

-

Demam suhu > 38°C

-

Hipotermi

-

Apnea

-

Bradikardi < 100 x/mnt

-

Tidak ada tanda-tanda infeksi di tempat lain

b. Faktor Resiko Infeksi Aliran Darah Primer 1. Pemasangan kateter intravena (i.v) yang berkaitan dengan : -

Jenis kanula

-

Teknik pemasangan

-

Lama pemasangan kanula 2. Kerentanan pasien terhadap infeksi

c. Petunjuk Pengembangan Surveilans Infeksi Aliran Darah Primer 1) Semua faktor risiko harus dicatat dengan lengkap pada catatan pasien oleh dokter, perawat, atau anggota tim kesehatan lain yang menangani pasien 2) Pelaksana surveilans menghitung rate menurut faktor risiko spesifik (kateter intravena) min setiap 6 bulan sekali dan melaporkannya pada tim pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit dan juga menyebarluaskannya melalui buletin rumah sakit 3) Pelaksana surveilans membuat laporan rate infeksi aliran darah primer kasar pada buletin rumah sakit min setiap 3 bulan sekali

d. Pencegahan Infeksi Aliran Darah Primer Pencegahan IADP terutama ditujukan pada pemasangan dan perawatan I.V 1) Pendidikan dan Pelatihan Petugas Medis Laksanakan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi petugas medis yang materinya menyangkut indikasi pemakaian alat intravaskuler, prosedur pemasangan kateter, pemeliharaan peralatan intravaskuler dan pencegahan 2) Surveilans Aktif IADP Laksanakan surveilans untuk mengetahui adanya kejadian infeksi. 3) Indikasi pemasangan I.V hanya dilakukan untuk tindakan pengobatan dan atau kepentingan diagnostik 4) Pemilihan kanula untuk infus perifer : -

Pilih alat yang resiko komplikasinya relatif rendah dan harganya paling murah dan dapat digunakan untuk terapi intravena dengan jenis dan jangka waktu yang sesuai, saat ini bahan vialon lebih baik dibandingkan teflon

-

Lepas semua jenis peralatan intravaskuler bila sudah tidak ada indikasi klinis

-

Periksa secara visual lokasi pemasangan kateter untuk mengetahui apakah ada pembengkakan, demam tanpa adanya penyebab yang jelas, atau gejala infeksi lokal/infeksi bakterimia

-

Pada pasien yang memakai perban tebal sehingga susah diraba/dilihat, lepas perban terlebih dahulu, periksa secara visual setiap hari dan pasang perban baru

-

Catat tanggal dan waktu pemasangan kateter di lokasi yang dapat dilihat dengan jelas 5) Kebersihan Tangan

-

Kebersihan tangan dilakukan sebelum dan sesudah palpasi, pemasangan alat intravaskuler, penggantian alat intravaskuler, atau memasang perban

-

Untuk pemasangan vena central melalui insisi prinsip aseptiknya harus digunakan 6) Intravena Kateter Pemasangan Kateter : jangan menyingkat prosedur pemasangan kateter yang sudah ditentukan Perawatan Luka Kateter : bersihkan kulit di lokasi dengan antiseptik yang sesuai, sebelum pemasangan kateter, biarkan antiseptik mengering pada lokasi sebelum memasang, jangan melakukan palpasi pada lokasi setelah kulit dibersihkan dengan antiseptik (lokasi dianggap daerah steril), gunakan kasa steril atau perban transparan untuk menutup lokasi pemasangan, bila dipakai iodine tincture untuk membersihkan kulit sebelum pemasangan kateter maka harus dibilas dengan alkohol, ganti perban bila tampak kotor dan basah, hindari sentuhan yang mengkontaminasi lokasi kateter saat mengganti perban 7) Pengganti Perlengkapan dan Cairan Intravena Set Perlengkapan 

Secara umum set perlengkapan intravaskuler terdiri atas seluruh bagian mulai dari ujung selang yang masuk ke kontainer cairan infus sampai ke hubungan alat



Ganti selang penghubung tersebut bila alat vaskuler diganti



Ganti selang IV termasuk selang piggybag dan stopcock dengan interval yang tidak kurang dari 72 Jam kecuali bila ada indikasi klinis



Ganti selang yang dipakai untuk memasukkan darah, komponen darah atau emulsi lemak dalam 24 jam dari diawalinya infus



Jika dari tempat tusukan keluar pus, bengkak, kemerahan pada tempat IV / diduga bakterimia yang berasal dari kanula maka semua sistem harus dicabut

BAB IV PENUTUP

Panduan Penurunan HAIs PPI RSI Sultan Agung merupakan petunjuk-petunjuk teknis bagi semua pihak yang berkepentingan dan pokok-pokok pemikiran dasar berbagai upaya pencegahan dan pengendalian terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit khususnya RSI Sultan Agung. Pada hakekatnya upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit baru akan terselenggara bila semua direksi dan staf rumah sakit yang terkait mempunyai motivasi dan itikad pengembangan serta penuh kesadaran dan tanggung jawab. Buku Panduan Penurunan HAIs PPI RSI Sultan Agung ini, diharapkan bermanfaat dan dapat digunakan untuk meningkatkan mutu pelayanan secara berdayaguna dan berhasil guna.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Kesiapan menghadapi Emerging Infectious Disease, Depkes RI kerjasama dengan PERDALIN, 2008 2. Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya, Dep Kes RI bekerjasama dengan PERDALIN, 2008 3. Petunjuk Praktis Surveilans Infeksi Rumah Sakit, Dep Kes RI, 2010

Related Documents


More Documents from "Olivia Angelina"