Panduan Asesmen Risiko Pra Kontruksi.docx

  • Uploaded by: sept
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Panduan Asesmen Risiko Pra Kontruksi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,651
  • Pages: 21
PANDUAN ASESMEN RISIKO PRA KONTRUKSI (PCRA) RS PERMATA DEPOK

TAHUN 2018

KEPUTUSAN KEPALA RS PERMATA DEPOK Nomor Kep………………………… Tentang PANDUAN ASESMEN RISIKO PRA KONTRUKSI (PCRA) RS PERMATA DEPOK Menimbang :

Mengingat

:

Menetapkan :

Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Permata Depok , maka diperlukan penyelenggaraan Asesmen Risiko Pra Kontruksi (PCRA) yang bermutu, untuk itu perlu dibuat Panduan Asesmen Risiko Pra Kontruksi (PCRA) 1. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja 2. Undang-Undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan 3. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit 4. Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang praktik Kedokteran 5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 34 tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit yang merupakan pedoman bagi rumah sakit dalam melaksanakan Akreditasinya sebagai upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien 6. Keputusan Kelapa RS Permata Depok Nomor………….tanggal……… tentang penyempurnaan Struktur Organisasi dan Uraian Tugas di RS Permata Depok MEMUTUSKAN 1. Panduan Asesmen Risiko Pra Kontruksi (PCRA) di Rumah Sakit Permata Depok , sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini 2. Panduan Asesmen Risiko Pra Kontruksi (PCRA) ini merupakan acuan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada pasien di Rs Permata Depok 3. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan Dengan catatan : Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, maka diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Depok……………………..2018 Direktur Rs Permata Depok

Dr Heldi Nazir MARS

PANDUAN ASESMEN RISIKO PRA KONSTRUKSI (PCRA) RS PERMATA DEPOK

BAB 1 PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG Rumah sakit sebagai instansi pelayanan kesehatan yang berhubungan langsung dengan pasien harus mengutamakan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit (undang-undang tentang kesehatan dan Rumah Sakit pasal 29 b UU No. 44 tahun 2009). Pasien sebagai pengguna pelayanan kesehatan berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit. Mutu pelayanan sebagai hasil dari sebuah sistem dalam organisasi pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh komponen struktur dan proses Organisasi (struktur dan budaya), manajemen, sumber daya manusia, teknologi, peralatan, financial adalah komponen dari struktur. Proses pelayanan, prosedur tindakan, sistem informasi, sistem administrasi, sistem pengendalian, pedoman merupakan komponen proses. Keselamatan pasien merupakan hasil interaksi anatara komponen struktur dan proses. Mutu pelayanan rumah sakit dapat dilihat dari segi aspek-aspek sebagai berikut : aspek klinis (pelayanan dokter,keselamatan pasien dan

2. PENGERTIAN Asesmen Risiko Pra Konstruksi secara komprehensif dan proaktif digunakan untuk mengevaluasi risiko dan kemudian mengembangkan rencana agar dapat meminimalkan dampak kontruksi, renovasi atau penghancuran/demolis sehingga pelayanan pasien tetap terjaga kualitas dan keamanannya.

BAB II RUANG LINGKUP

3. RUANG LINGKUP Panduan Assesmen Risiko Pra Kontruksi (PCRA) ini disusun dengan tata urut sebagai berikut : a b c d e

Bab I Bab II Bab III Bab IV Bab V

Pendahuluan Ruang Lingkup Kebijakan Tata Laksana Dokumentasi

4. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN Rumah Sakit menentukan regulasi tentang asesmen Risiko Pra Kontruksi (PCRA) oleh Tim K3RS dan PPI, lainnya untuk evaluasi tentang asesmen Risiko Pra Kontruksi (PCRA) meliputi : a

Seluruh bangunan dan fasilitas yang digunakan untuk pelayanan kesehatan, ruanganruangan perawatan, poliklinik, dan semua yang berhubungan dengan pelayanan terhadap pasien. b Setiap pelaksanaan renovasi ruangan/bangunan akan direncanakan dan dilaksanakan oleh bagian Umum c Pada pelaksanaan renovasi harus diperhatikan dampak dari pekerjaan renovasi bangunan tersebut yang mungkin terjadi meliputi polusi udara, infeksi, kebisingan, getaran dan jika terjadi kejadian yang bersifat emergency d Setiap pelaksanaan renovasi ruangan/bangunan yang akan dilaksanakan, bagian Harmat sebagai Bagian Pelaksana membuat Nota dinas ke Tim MFK untuk dilaksanakan PCRA bangunan

BAB III KEBIJAKAN

5. KEBIJAKAN UMUM Kontruksi/pembangunan baru du sebuah RS akan berdampak pada setiap orang di RS dan Pasien dengan kerentanan tubuhnya dapat menderita dampak terbesar. Kebisingan dan getaran yang terkait dengan kontruksi dapat mempengaruhi tingkat kenyamanan pasien dan istirahat/tidur pasien dapat pula terganggu. Debu kontruksi dan bau dapat mengubah kualitas udara yang dapat menimbulkan ancaman khususnya bagi pasien dengan gangguan pernafasan. Karena itu, rumah sakit perlu melakukan assasment risiko

setiap ada kegiatan kontruksi, renovasi maupun demolisi/pembongkaran bangunan. Assasment risiko harus sudah dilakukan pada waktu perencanaan atau sebelum pekerjaan kontruksi, renovasi, demolisi dilakukan, sehingga pada waktu pelaksanaan, sudah ada upaya pengurangan risiko terhadap dampak dari kontruksi, renovasi,demolisi tersebut. Dalam rangka melakukan assessment risiko yang terkait dengan proyek konstruksi baru, rumah sakit perlu melibatkan semua unit/instalasi yang terkena dampak dari kontruksi tersebut, konsultan perencana atau manajer desain proyek, komite kesehatan dan keselamatan kerja RS (K3RS), komite pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI), bagian rumah tangga/bagian umum, bagian teknologi informasi, bagian sarana prasarana/IPSRS dan unit atau bagian lainnya yang diperlukan. Risiko terhadap pasien, keluarga, staf, pengunjung, vendor, pekerja kontrak, dan unit diluar pelayanan akan bervariasi tergantung pada sejauh mana kegiatan kontruksi dan dampaknya terhadap infrastruktur dan utilitas, sebagai tambahan, kedekatan pembangunan ke area pelayanan pasien akan berdampak pada meningkatnya tingkat risiko. Misalnya, jika konstruksi melibatkan gedung baru yang terletak terpisah dari bangunan yang menyediakan pelayanan saat ini, maka resiko untuk pasien dan pengunjung cenderung akan menjadi minimal. Risiko dievaluasi dengan melakukan assasment risiko prak-kontruksi. Juga dikenal sebagai PCRA (pra-contruction risk assessment) asesmen risiko pra kontruksi secara komprehensif dan proaktif digunakan untuk mengevaluasi risiko dan kemudia mengembangkan rencana agar dapat meminimalkan dampak kontruksi, renovasi atau penghancuran/demolish sehingga pelayanan pasien tetap terjaga kualitas dan keamannya. Tahap prakontruksi pada tahap prakontruksi kegiatan yang diperlukan menimbulkan dampak sebagai berikut : survey lapangan, pengadaan lahan, mobilisasi tenaga kerja untuk kontribusi, mobilisasi alat, pengadaan material dan pematangan lahan. Kontruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana, dalam sebuah bidang arsitektur atau teknik sipil, sebuah kontruksi juga dikenal sebuah bangunan atau satuan infrastruktur pada sebuah area atau pada beberapa area secara ringkas kontruksi di definisikan sebagai objek keseluruhan bangunan yang terdiri dari bagianbagian struktur. Misalnya, kontruksi struktur bangunan adalah bentuk bangunan secara keseluruhan dari struktur bangunan. Demolisi/renovasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperbarui, memperbaiki atau mengganti sebagai bngunan rumah sakit untuk mencapai kondisi yang lebih baik. Sebenernya, ada kegiatan lain yang juga sering dimasukkan ke dalam definisi renovasi, yaitu pengembangan jika masing-masing istilah ini dipisahkan, perbedaannya adalah dalam luasan bangunan fisik rumah sakit. Renovasi tidak mengubah luasan bangunan rumah sakit, sementara pengembangan menambah luasan bangunan/fasilitas rumah sakit. Dalam renovasi, bangunan hanya diperbaiki dan diperbaharui dengan material yang baru. 6. KEBIJAKAN KHUSUS a

Setiap pelaksanaan renovasi ruangan/bangunan akan direncanakan dan dilaksanakan oleh bagian Umum

b Pada pelaksanaan renovasi harus diperhatikan dampak dari pekerjaan renovasi bangunan tersebut yang mungkin terjadi meliputi polusi udara, infeksi, kebisingan, getaran dan jika terjadi kejadian yang bersifat emergency c Setiap pelaksanaan renovasi ruangan/ bangunan yang akan dilaksanakan, bagian Taud sebagai Bagian Pelaksana membuat Nota Dinas ke Tim MFK untuk dilaksanakan PCRS bangunan. d Dalam pelaksanaan demolisi/renovasi, bangunan atau fasilitas harus dalam keadaan kosong atau tidak digunakan untuk melaksanakan pelayanan. Namun dalam kondisi pelayanan di fasilitas atau disekitarnya tetap harus melaksanakan pelayanan, maka harus dilaksanakan kegiatan atau tindakan agar dampak dari demolisi tersebut dapat dikurangi atau bahkan ditiadakan. e Asesmen Risiko Pra Kontruksi (PCRA) 1) Pada waktu melaksanakan/merencanakan pembangunan kontruksi, pembongkaran atau renovasi RS permata depokmelakukan asesmen risikopra kontruksi meliputi : a) Kualitas udara b) Pengendalian infeksi (ICRA) c) Utilitas d) Kebisingan e) Getaran f) Bahan berbahaya g) Layanan darurat, seperti respon terhadap kode h) Bahaya lain yang mempengaruhi perawatan,pengobatan, dan layanan Selain itu, rumah sakit bersama dengan manajemen kontruksi (MK) memastikan bahwa kepatuhan kontraktor dipantau, ditegakan dan didokumentasikan. Sebagai bagian dari penilaian risiko, risiko pasien infeksi dari kontruksi dievaluasi melalui infeksi penilaian risiko control juga dikenal sebagai ICRA. (juga lihat PPI 7.5) dalam menyusun PCRA, individu atau organisasi yang ditunjuk untuk melakukan pengawasan dan penerapan manajemen risiko fasilitas yang ada di MFK.3 agar melakukan koordinasi dengan organisasi PPI karena antara PCRA dan ICRA merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. 2) PCRA merupakan pengkajian nilai kualitatif dan kuantitatif risiko cedera atau infeksi terkait aktifitas di fasilitas pelayanan kesehatan serta mengenali ancaman bahaya aktifitas tersebut. 3) Kontruksi, renovasi dan demolisi akan menimbulkan debu yang mengandung flamen-flamen jamur, seperti Aspergillus dan juga potensial pathogen 4) Cara mengidentifikasi risiko infeksi, identifikasi jenis aktifitas dengan mempertimbangkan pasien, petugas kesehatan dan resiko terhadap pengunjung. 5) Analisis risiko, di identifikasi kemungkinan konsekuensi dari program untuk pasien, petugas, pengunjung dan lingkungan a) Pre Renovasi  Sebelum renovasi ada rapat koordinasi antara bagian teknik, Tim MFK, PPIRS,K3RS, unit sanitasi, dan vendor



b)

c)

Tim MFK, PPIRS melakukan pengkajian risiko dan membuat izin renovasi/demolisi  Sebelum pelaksanaan pembangunan dan renovasi bangunan Tim PPIRS,K3RS dan Unit Sanitasi Lingkungan memberikan edukasi kepada pihak perencana dan pelaksana proyek tentang pencegahan terjadinya penularan penyakit akibat renovasi.  Selama proses pembangunan pelaksanaan proyek wajib menggunaan APD sesuai K3  Setelah pembangunan selesai Tim MFK melakukan Evaluasi kembali melalui cek list renovasi bangunan. Selama Renovasi, selama dalam proses pembangunan, tim pengawas proyek (Taud, Tim MFK, PPI, K3 dan Kesling) melakukan monitoring terhadap pelaksanaan pekerjaan sesuai Surat Kesepakatan. Aktifitas kontruksi berdasarkan tipe : 1) Tipe Aktifitas ditentukan dengan :  Banyaknya debu yang ditimbulkan  Potensi terhadap aerosol air  Lama pekerjaan kontruksi  Jumlah system pendingin ruangan dan ventilasi yang terpadu. 2) Ada 4 tipe:tipe A,B,C dan D  Tipe A  Inspeksi dan aktivitas non invasive  Jenis pekerjaan : mengangkat papan plavon untuk inspeksi visual terbatas pada 1 papan per square feet  Pengecetan dll.  Tipe B  Skala kecil, durasi aktivitas pendek yang dapat menghasilkan debu minimal  Jenis pekerjaan : instalasi telepon dan kabel computer, akses untuk ke ruangan, memotong dinding atau langit-langit dimana migrasi debu dapat dikontrol  Tipe C  Aktifitas yang menghasilkan debu dari tingkat moderat sampai tinggi atau membutuhkan penghanncuran atau pemusnahan komponen kerangka gedung  Jenis pekerjaan : melakukan plesteran dinding untuk di cat atau pelapisan dinding, mengangkat penutup lantai, papan plavon, dan papan penghalang, kontruksi dinding baru, membuat akses kerja minor, atau pekerjaan listrik di atas

plavon, aktifitas kabel mayor, pekerjaan yang tidak bias diselesaikan dalam satu shift 

d)

e)

Tipe D  Penghancuran mayor dan proyek bangunan  Jenis pekerjaan : aktifitas yang membutuhkan kerja shift yang berkelanjutan, membutuhkan penghancuran besar, pengangkatan system kabel yang lengkap, kontruksi baru. Berdasarkan Kelompok Risiko 1) Risiko rendah : pada area kantor, non patient area 2) Risiko sedang :  Selasar atau halaman ruang rawat inap  Radiologi  Pendaftaran/Rekam medic  Dapur 3) Risiko Tinggi  Poliklinik  IGD  Unit hemodialisa  Ct Scan  Laboraturium  Farmasi  Vk  Unit Teknik 4) Risiko sangat tinggi  R. Isolasi tiap ruangan rawat inap  ICU/ICCU  Kamar Bedah Level PCRA. Berdasarkan tabel antara Tipe Pekerjaan Kontruksi dan Kelompok Risiko Bangunan. 1) Level I  Lakukan pekerjaan dengan metode yang dapat meminimalisir debu dari aktifitas kontruksi  Mengganti/menggeser papan langit-langit yang salah posisi 2) Level II  Melakukan metode yang aktif untuk mencegah debu berterbangan dari tempatnya ke udara  Semprotan air ke permukaan kerja untuk mengontrol debu pada saat memotong  Tutup pintu yang tidak dipakai dengan selotip  Memblok dan menutup ventilasi udara  Letakan keset di pintu masuk dan keluar dari area kontruksi



Lepaskan atau lakukan isolasi system HVAC di area kerja 3) Level III  Jaga tekanan negative udara dalam area kerja menggunapak HEPA yang dilengkapai dengan unit filtrasi udara  Pengiriman atau kereta, tutup rapat dengan selotip kecuali sudah ada penutupnya. 4) Level IV  Jaga tekanan negative udara dalam area kerja menggunakan HEPA yang dilengkapi dengan unit filtrasi udara  Tutup lubangm pipa-pipa, sambungan-sambungam dan bolongan-bolongan dengan benar  Setiap petugas yang memasuki area kerja harus memakai pelindung diri lengkap  Jangan melepaskan penghalang dari area kerja sampai proyek selesai.

BAB IV TATA LAKSANA

Tata laksana tahap prakontruksi pada tahap prakontruksi kegiatan yang diperlukan menimbulkan dampak sebagai berikut : survey lapangan, pengadaan lahan, mobilisasi tenaga kerja untuk kontruksi, mobilisasi alat, pengadaan material dan pematangan lahan. Tata laksana konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana. Dalam sebuah bidang arsitektur atau teknik sipil, sebuah kontruksi juga dikenal sebuah bangunan atau satuan inprastruktur pada sebuah area atau pada beberapa area secara singkat kontruksi di definisikan sebagai objek keseluruhan bangunan yang terdiri dari bagianbagian struktur. Misalnya, kontruksi struktur bangunan adalah bentuk bangunan secara keseluruhan dari struktur bangunan. Tata laksana demolisi/renovasi dalam pelaksanaan demolisi/renovasi bangunan atau failitas harus dalam keadaan kosong atau tidak digunakan untuk melaksanakan pelayanan. Namun dalam kondisi pelayanan di fasilitas atau sekitarnya tetap harus melaksanakan pelayanan, maka harus dilaksanakan kegiatan atau tindakan agar dampak dari demolisi tersebut dapat dikurangi atau bahkan ditiadakan. 1. Asesmen Risiko Pra Kontruksi (PCRA) 1) PCRA merupakan pengkajian kontruksi secara keseluruhan salah satunya adalah nilai kualitatif dan kuantitatif risiko cedera atau infeksi terkait aktifitas di fasilitas pelayanan kesehatan serta mengenali ancaman bahaya aktivitas tersebut.

2) Kontruksi, renovasi dan demolisi akan menimbulkan debu yang mengandung flamenflamen jamur, seperti aspergillus dan juga potensi pathogen lain. 3) Cara mengidentifikasi risiko infeksi, identifikasi jenis aktifitas dengan mempertimbangkan pasien, petugas kesehatan dan resiko terhadap pengunjung. 4) Analisis Risiko di identifikasi kemungkinan konsekuensi dari program untuk pasien, petugas, pengunjung dan lingkungan A Pre Renovasi  Sebelum renovasi ada rapat koordinasi antara bagian teknik, Tim MFK, PPIRS,K3RS, Unit sanitasi dan vendor  Tim MFK dan PPIRS melakukan pengkajian risiko dan membuat ijin renovasi/demolisi  Sebelum pelaksanaan pembangunan dan renovasi bangunan Tim MFK,PPIPRS,K3RS dan Unit Sanitasi Lingkungan memberikan edukasi kepada pihak perencana dan pelakana proyek tentang pencegahan terjadinya penularan penyakit akibat renovasi  Selama proses pembangunan pelakanaan proyek wajib menggunakan APD sesuai K3  Setelah pembangunan pengembangan selesai Tim MFK dan PPI melakukan evaluasi kembali melalui cek list renovasi bangunan B Selama Renovasi, selama dalam proses pembangunan. Tim pengawas proyek (bagian harmat, Tim MFK, PPI, K3 dan kesling) melakukan mpnitoring terhadap pelaksanaan pekerjaan sesuai Surat Kesepakatan. C Aktifitas kontruksi berdasarkan Tipe : a) Tipe aktifitas ditentukan dengan :  Banyaknya debu yang timbul  Potensi terhadap aerosol air  Lama pekerjaan kontruksi  Jumlah system pendingin ruangan dan ventilasi yang terpadu b) Ada 4 tipe :Tipe A,B,C dan D 1) Tipe A  Inspeksi dan aktivitas non invasive  Jenis pekerjaan : mengangkat papan plavon untuk inspeksi visual terbatas pada 1 papan per square feet  Pengecatan dll 2) Tipe B  Skala kecil, durasi aktivitas pendek yang dapat menghasilkan debu minimal  Jenis pekerjaan : instalasi telepon dan kabel computer, akses untuk ke ruangan, memotong dinding atau langitlangit dimana migrasi debu dapat dikontrol 3) Tipe C  Aktivitas yang menghasilkan debu dari tingkat moderat sampai tinggi atau membutuhkan penghancuran atau pemusnahan komponen kerangka gedung



c)

d)

Jenis pekerjaan : melakukan plesteran dinding untuk di cat atau pelapisan dinding, mengangkat penutup lantai,papan plavon, dan papan penghalang, kontruksi dinding baru, membuat akses kerja minor, atau pekerjaan listrik di atas plavon, aktivitas kabel mayor, pekerjaan yang tidak bisa diselesaikan dalam satu shift

4) Tipe D  Penghancuran mayor dan proyek bangunan  Jenis pekerjaan : aktivitas yang membutuhkan kerja shift yang berkelanjutan, membutuhkan penghancuran besar, pengangkatan system kabel yang lengkap, kontruksi baru. Berdasarkan kelompok resiko 1) Resiko rendah : pada area kantor, non patient area 2) Resiko sedang  Selasar atau halaman ruang rawat inap  Radiologi  Pendaftaran/rekam medic  Dapur 3) Resiko Tinggi  Poliklinik  IGD  Unit Hemodialisa  Vk  Laboraturium  Farmasi 4) Resiko Sangat Tinggi  R. Isolasi tiap ruangan rawat inap  ICU/ICCU  R. strelisasi  Kamar Bedan Level PCRA. Berdasarkan tabel antara tipe pekerjaan kontruksi dan kelompok resiko bangunan 1) Level I  Lakukan pekerjaan dengan metode yang dapat meminimalisir debu dari aktivitas kontruksi  Mengganti /menggeser papan langit-langit yang salah posisi 2) Level II  Melakukan metode yang aktif untuk mencegah debu berterbangan dari tempatnya ke udara  Semprotan air ke permukaan kerja untuk mengontrol debu pada saat memotong

  

Tutup pintu yang tidak dipakai dengan solatip Memblok dan menutup ventilasi udara Letakkan keset di pintu masuk dan keluar dari area kontruksi  Lepaskan atau lakukan isolasi system HVAC di area kerja 3) Level III  Jaga tekanan negative udara dalam area kerja menggunakan HEPA yang dilengkapi dengan unit filtrasi udara  Pengiriman atau kereta, tutup rapat dengan selotip, kecuali sudah ada penutupnya. 4) Level IV  Jaga tekanan negative udara dalam area kerja menggunakan HEPA yang dilengkapi dengan unit filtrasi udara.  Tutup lubang, pipa-pipa, sambungan-sambungan dan bolongan-bolongan dengan benar  Setiap petugas yang memasuki area kerja harus memakai alat pelindung diri  Jangan melepaskan penghalang dari area kerja sampai proyek selesai. Kualitas udara Untuk mengatasi polusi udara yang diakibatkan kegiatan renovasi yang berupa pembongkaran tembok, kupas plesteran, pengamplasan, maka harus dilakukan penyekatan,area pekerjaan dengan menggunakan triplek. Terpal, seng, atau bahan-bahan lain yang dapat mencegah debu keluar dari area demolisi/renovasi, atau dengan cara membasahi material yang akan dibongkar dengan air untuk mencegah debu berterbangan. Selain untuk menanggulangi dampak yang berupa polisi udara, hal ini juga dapat mencegah timbulnya infeksi yang disebabkan oleh debu. Adapun kandungan debu maksimal didalam udara ruangan dalam pengukuran debu rata-rata 8jam adalah 0,15mg/m3. INDEKS KUALITAS UDARA NO RUANGAN ATAU UNIT

1

MAKSIMUM KUALITAS UDARA (waktu pemaparan 8 jam, satuan %)

Ruangan CT-Scan

Kebutuhan Utilitasi a

Kebutuhan air bersih. Kebutuhan air bersih dapat dipenuhi dengan memanfaatkan saluran air rumah sakit yang sudah ada di area renovasi, yang menggunakan system tangki atap dan tangki tekan.

b Pembuangan air kotor. Pembuangan air kotor/limbah dapat dilakukan menggunakan saluran air kotor terdekat yang sudah ada di area rumah sakit. c Pembuangan sampah. Pembuangan sampah bongkaran material harus dilakukan dengan rapi sehingga tidak menganggu kegiatan pelayanan di unit pelayanan sekitarnya dan tidak mengganggu keindahan lingkungan. d Instalasi listrik. Sumber daya listrik dapat diambil dari instalasi terdekat yang ada dirumah sakit dengan memperhatikan segi keamanan dan kerapihan. Menggunakan material/bahan-bahan standard an pengaturan kabel tidak berserakan. INDEKS KEBUTUHAN UTILISASI NO RUANGAN ATAU UNIT

1

MAKSIMUM KEBUTUHAN UTILISASI (waktu pemaparan 8 jam, satuan %)

Ruangan CT-Scan

Kebisingan Dengan melakukan penyekatan area demosil/renovasi dengan bahan yang dapat mengurangi kebisingan yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut. Bahan yang digunakan adalah partikel hardboard dilapisi lembaran sterofoam. INDEKS GETARAN NO

1

RUANGAN ATAU UNIT

MAKSIMUM KEBUTUHAN UTILISASI (waktu pemaparan 8 jam, satuan %)

Ruangan CT-Scan -

Getaran Apabila kegiatan demosili/renovasi akan menimbulkan dampak getaran yang sangat kuat, sehingga mengganggu kenyamanan pengguna sekitarnya, maka kegiatan pelayanan harus dipindahkan atau dihentikan sementara selama getaran tersebut timbul. INDEKS GETARAN NO

1

RUANGAN ATAU UNIT

Ruangan CT-Scan

MAKSIMUM KEBUTUHAN UTILISASI (waktu pemaparan 8 jam, satuan %)

Bahan Berbahaya Bahan berbahaya atau beracun kerap disingkat B3 adalah zat atau bahan-bahan lain yang dapat membahayakan kesehatan atau kelangsungan hidup manusia, makhluk lain, dan atau lingkungan hidup pada umumnya. INDEKS BAHAN BERBAHAYA No

Ruangan atau Unit

1

Ruangan CT-Scan

MAKSIMUM BAHAN BERBAHAYA (waktu pemaparan 8 jam, satuan %)

Kejadian yang bersifat Emergency, dilakukan sesuai dengan SPO Gawat Darurat INDEKS KEJADIAN EMERGENCY No

Ruangan atau Unit

1

Ruangan CT-Scan

MAKSIMUM BAHAN BERBAHAYA (waktu pemaparan 8 jam, satuan %)

BAB V DOKUMENTASI

Kelengkapan Dokumen, selama pelaksanaan kegiatan, dilakukan pencatatan dan pelaporan tentang kegiatan dan administrasi yang telah dilakukan, dokumen yang harus dilengkapi adalah : a

Bukti berupa foto-foto pelaksanaan pembangunan di RS Permata Depok yang sudah melaksanakan pencegahan dari dampak polusi udara, kebisingan, getaran, infeksi dan kejadian yang bersifat infeksi. b Bukti Laporan Asesmen Risiko Pra Kontruksi (PCRA)

Direktur Rs Permata Depok

dr Heldi Nazir MARS

KEPUTUSAN DIREKTUR RS PERMATA DEPOK Nomor ……………………… Tentang KEBIJAKAN ASESMEN RISIKO PRA KONTRUKSI (PCRA) RS PERMATA DEPOK DIREKTUR RUMAH SAKIT PERMATA DEPOK Menimbang

:

Mengingat

:

Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan RS Permata Depok, maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan yang bermutu. 1 Undang-Undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan 2 Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit 3 Undang-Undang RI Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran 4 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit yang merupkan pedoman bagi rumah sakit dalam melaksanakan akreditasinya sebagai upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien. 5 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 tentang Standar Minimal Pelayanan Rumah Sakit 6 Peraturan direktur nomor …………………… tanggal………… tentang pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Rs Permata Depok

1 Menetapkan : 2

3

MEMUTUSKAN Kebijakan kerangka Waktu Penyelesaian Asesmen Risiko Pra Kontruksi (PCRA) di RS Permata Depok, sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini. Kebijakan kerangka Waktu Penyelesaian Asesmen risiko Pra Kontruksi (PCRA) ini merupakan acuan bagi seluruh petugas dalam menyelenggarakan pelayanan di lingkungan RS Permata Depok Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan Dengan catatan : Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di Depok Pada tanggal ……………………… Direktur Rs Permata Depok

dr Heldi Nazir MARS

KEBIJAKAN ASESMEN RISIKO PRA KONTRUKSI (PCRA) RUMAH SAKIT PERMATA DEPOK

1. Kebijakan Umum Kontruksi/pembangunan baru di sebuah RS akan berdampak pada setiap orang di RS dan pasien dengan kerentanan tubuhnya dapat menderita dampak terbesar. Kebisingan dan getaran yang terkait dengan kontruksi dapat mempengaruhi tingkat kenyamanan pasien dan istirahat/tidur pasien dapat pula terganggu. Debu kontruksi dan bau dapat mengubah kualitas udara yang dapat menimbulkan ancaman khususnya bagi psien dengan gangguan pernapasan, karena itu, rumah sakit perlu melakukan asesmen risiko setiap ada kegiatan kontruksi, renovasi maupun demolisi/pembongkaran bangunan. Asesmen risiko harus sudah dilakukan pada waktu perencana atau sebelum pekerjaan kontruksi, renovasi, demolisi tersebut, dalam rangka melakukan asesmen risiko yang terkait dengan proyek kontruksi baru, rumah sakit perlu melibatkan semua unit/instalasi yang klinis yang terkena dampak dari kontruksi baru tersebut, konsultan perencana atau manajer desain proyek, komite kesehatan dan keselamatan kerja RS (K3RS), komite pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI), bagian rumah tangga/bagian umum, bagian terkonolgi informasi, bagian sarana prasarana/IPSRS dan unit atau bagian lainnya yang diperlakukan, risiko terhadap pasien, keluarga, staf, pengunjung, vendor, pekerja kontrak, dan unit diluar pelayanan akan bervariasi tergantung pada sejauh mana kegiatan kontruksi dan dampaknya terhadap infrastruktur dan utilitas. Sebagai tambahan, kedekatan pembangunan ke area pelayanan pasien akan berdampak pada meningkatnya ringkat risiko. Misalnya, jika konstruksi melibatkan gedung baru yang terletak terpisah dari bangunan yang menyediakan pelayanan saat ini, maka risiko dievaluasi dengan melakukan asesmen risiko pra-kontruksi. Juga dikenal sebagai PCRA (pra-contruction risk assessment) Asesmen Risiko Pra Kontruksi secara komprehensif dan proaktif digunakan untuk mengevaluasi risiko dan kemudian mengembangkan rencana agar dapat meminimalkan dampak kontruksi, renovasi atau penghancuran/demolis sehingga pelayanan pasien tetap terjaga kualitas dan keamanan. Tahap prakontruksi pada tahap prakontruksi kegiatan yang diperlukan menimbulkan dampak sebagai berikut :survey lapangan, pengadaan lahan, mobilitas tenaga kerja untuk kontruksi, mobilisasi alat, pengadaan material dan pematangan lahan. Kontruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana, dalam sebuah bidang arsitektur atau teknis sipil, sebuah kontruksi juga dikenal sebuah bangunan atau satuan inprastruktur pada sebuah area atau pada beberapa area secara ringkas kontruksi didefinisikan sebagai objek keseluruhan bangunan yang terdiri dari bagian-bagian struktur. Misalnya kontruksi struktur bangunan adalah bentuk bangunan secara keseluruhan dari struktur bangunan.

Demolisi/ renovasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperbaharui, pemperbaiki atau mengganti sebagian bangunan rumah sakit untuk mencapai kondisi yang lebih baik. Sebenarnya, ada kegiatan lain yang juga sering dimasukan ke dalam difinisi renovasi, yaitu pengembangan, jika masing-masing istilah ini dipisahkan, perbedaannya adalah dalam luasan bangunan fisik rumah sakit. Renovasi tidak mengubah luasan bangunan rumah sakit, sementara pengembangan menambah luasan bangunan/ fasilitas rumah sakit. Dalam renovasi bangunan hanya diperbaiki dan diperbaharui dengan material yang baru. 2. Kebijakan Khusus A Setiap pelaksanaan renovasi ruangan/bangunan akan direncanakan dan dilaksanakan oleh bagian umum B Pada pelaksanaan renovasi harus diperhatikan dampak dari pekerjaan renovasi bangunan tersebut yang mungkin terjadi meliputi polusi udara, infeksi, kebisingan, getaran dan jika terjadi kejadian yang bersifat emergency C Setiap pelaksanaan renovasi ruangan /bangunan yang akan dilaksanakan bagian umum sebagai bagian pelaksana membuat Nota Dinas Ke Tim MFK untuk dilaksanakan PCRA bangunan D Dalam pelaksanaan demolisi/renovasi, bangunan atau fasilitas harus dalam keadaan kosong atau tidak digunakan untuk melaksanakan pelayanan. Namun dalam kondisi pelayanan di fasilitas atau disekitarnya tetap harus melaksanakan pelayanan, maka harus dilaksanakan kegiatan atau tindakan agar dampak dari demolisi tersebut dapat dikurangi atau bahkan ditiadakan. E Asesmen Risiko Pra Kontruksi (PCRA) 1) Pada waktu melaksanakan / merencanakan pembangunan kontruksi, pembongkaran atau renovasi RS Permata Depok melakukan Asesmen Risiko Pra Kontruksi meliputi : a Kualitas udara b Pengendalian infeksi (ICRA) c Utilitas d Kebisingan e Getaran f Bahan berbahaya g Layanan darurat, seperti respon terhadap kode h Bahaya lain yang mempengaruhi perawatan, pengobatan dan layanan Selain itu, rumah sakit bersama dengan manajemen kontruksi (MK) memastikan bahwa kepatuhan kontraktor dipantau, ditegakan dan didokumentasikan. Sebagai bagian dari penilaian risiko, risiko pasien infeksi dari kontruksi dievaluasi melalui infeksi penilaian risiko control juga dikenal sebagai ICRA, (juga lihat PPI.7.5) dalam menyusun PCRA, individu atau organisasi yang ditunjuk untuk melakukan pengawasan dan penerapan manajemen risiko fasilitas yang ada di MFK.3 agar melakukan koordinasi dengan organisasi PPI karena antara PCRA dan ICRA merupakan kesatuan yang tidak bisa dipindahkan.

2)

3) 4)

5)

PCRA merupakan pengkajian nilai kualitatif dan kuantitatif resiko cedera atau infeksi terkait aktifitas di fasilitas pelayanan kesehatan serta mengenali ancaman bahaya aktivitas tersebut. Kontruksi, renovasi dan demolisi akan menimbulkan debu yang mengandung flamen-flamen jamur, seperti Aspergillus dan juga potensial pathogen lain. Cara mengidentifikasi resiko infeksi, identifikasi jenis aktifitas dengan mempertimbangkan pasien, petugas kesehatan dan resiko terhadap pengunjung. Analisis Resiko, di identifikasi kemungkinan konsekuensi dari program unutuk pasien, petugas, pengunjung dan lingkungan. a) Pre Renovasi  Sebelum renovasi ada rapat koordinasi antara bagian teknik, Tim MFK, PPIRS,K3RS,unit Sanitasi dan vendor  Tim MFK, PPIRS melakukan pengkajian risiko dan membuat ijin renovasi/demolisi  Sebelum pelaksanaan pembangunan dan renovasi bangunan Tim PPIRS, K3RS dan Unit Sanitasi Lingkungan memberikan edukasi kepada pihak perencana dan pelaksana proyek tentang pencegahan terjadinya penularan penyakit akibat renovasi.  Selama proses pembangunan pelaksanaan proyek wajib menggunakan APD sesuai K3.  Setelah pembangunan selesai Tim MFK melakukan evaluasi m b) Selama Renovasi, selama dalam proses pembangunan, tim pengawas proyek (umum, Tim MFK, PPI, K3 dan Kesling) melakukan monitoring terhadap pelaksanaan pekerjaan sesuai Surat Kesepakatan. c) Aktifitas Kontruksi berdasarkan Tipe : 1 Tipe Aktifitas ditentukan dengan :  Banyaknya debu yang ditimbulkan.  Potensi terhadap aerosol air.  Lama pekerjaan kontruksi.  Jumlah system pendingin ruangan dan verifikasi yang terpadu. 2 Ada 4 tipe : Tipe A, B, C, dan D.  Tipe A  Inspeksi dan Aktifitas non invasive.  Jenis pekerjaan : mengangkat papan plavon untuk inspeksi visual terbatas pada 1 papan per square feet.  Pengecatan dll.  Tipe B  Skala kecil,durasi aktifitas pendek yang dapat menghasilkan debu minimal.  Jenis pekerjaan : instalasi telepon dan kabel computers akses untuk ke ruangan, memotong

d)

dinding atau langit-langit dimana migrasi debu dapat dikontrol.  Tipe C  Aktifitas yang menghasilkan debu dari tingkat moderat sampai tinggi atau membutuhkan penghancuran atau pemusnahan komponen kerangka gedung.  Jenis pekerjaan : melakukan plesteran dinding untuk di cat atau pelapisan dinding, mengangkat penutup lantai, papan plavon, dan papan penghalang, kontruksi dinding baru, membuat akses kerja minor, atau pekerjaan listrik di atas plavon, aktifitas kabel mayor, pekerjaan yang tidak bisa diselesaikan dalam satu shift.  Tipe D  Penghancuran mayor dan proyek bangunan.  Jenis pekerjaan : aktifitas yang membutuhkan kerja shift yang berkelanjutan, membutuhkan penghancuran besar, pengangkatan system kabel yang lengkap, kontruksi baru. Berdasarkan Kelompok Risiko 1 Risiko Rendah : pada area kantor, non patien area 2 Risiko sedang:  Selasar atau halaman ruang rawat inap  Radiologi  Pendaftaran/ Rekam Medik  Dapur 3 Risiko Tinggi.  Poliklinik  IGD  Unit Hemodialisa  VK  Laboraturium  Farmasi 4 Resiko Sangat Tinggi  Ruang Isolasi  ICU/ICCU  CSSD  Kamar Bedah

e)

Level PCRA. Berdasarkan tabel antara Tipe Pekerjaan Kontruksi dan Kelompok Resiko Bangunan 1 Level I  Lakukan pekerjaan dengan metode yang dapat meminimalisir debu dari aktivitas kontruksi  Mengganti/menggeser papan langit-langit yang salah posisi 2 Level II  Melakukan metode yang aktif untuk mencegah debu bertebrangan dari tempatnya ke udara  Semprotan air ke permukaan kerja untuk mengontrol debu pada saat memotong  Tutup pintu yang tidak dipakai dengan solatip  Memblok dan menutup ventilasi udara  Letakkan keset di pintu masuk dan keluar dari area kontruksi  Lepaskan atau lakukan isolasi system HVAC di area kerja 3 Level III  Jaga tekanan negative udara dalam area dalam area kerja menggunakan HEPA yang dilengkapi dengan unit filtrasi udara  Pengiriman atau kereta, tutup rapat dengan selotif, kecuali sudah ada penutupnya. 4 Level IV  Jaga tekanan negative udara dalam area kerja menggunakan HEPA yang dilengkapi dengan unit filtrasi udara.  Tutup lubang, pipa-pipa, sambungan-sambungan dan bolongan-bolongan dengan benar  Setiap petugas yang memasuki area kerja harus memakai pelindung diri lengkap  Jangan melepaskan penghalang dari area kerja sampai proyek selesai.

Direktur RS Permata Depok

dr Heldi Nazir MARS

Related Documents


More Documents from "Akreditasi RSKGM FKG UI"

Chemical
August 2019 80
Bap Fire Alarm
August 2019 49
Berita Acara
August 2019 76
Daftar List Undang.docx
April 2020 37
Tugas Mata Kuliah Spab
August 2019 56