BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hukum Dagang adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hukum perikatan, karena hukum perikatan adalah hukum yang terdapat dalam masyarakat umum maupun dalam perdagangan. Hukum dagang merupakan hukum yang mengatur soal-soal perniagaan/perdagangan, ialah yang timbul karena tingkah laku manusia (person) dalam perdagangan/ perniagaan, Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Dalam mencapai tujuannya perusahaan menggabungkan beberapa faktor produksi untuk menghasilkan barang adapun ada empat bentuk perusahaan yaitu: perusahaan perseorangan, perseroan komanditer(CV), Firma, Perseroan Terbatas(PT). B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan Kesepakatan dan Perjanjian Secara Umum? 2. Bagaimana Bentuk-bentuk Perserikatan Perniagaan?
C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Kesepakatan dan Perjanjian Secara Umum 2. Untuk mengetahui Bagaimana Bentuk-bentuk Perserikatan Perniagaan
1
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesepakatan dan Perjanjian Secara Umum Kata sepakat dalam suatu perjanjian dapat diperoleh melalui suatu proses penawaran (offerte) dan penerimaan (acceptatie). Istilah penawaran (offerte) merupakan suatu pernyataan kehendak yang mengandung usul untuk mengadakan perjanjian, yang tentunya dalam penawaran tersebut telah terkandung unsur esensialia dari perjanjian yang akan dibuat. Penerimaan (acceptatie) sendiri merupakan pernyataan kehendak tanpa syarat untuk menerima penawaran tersebut. Kata sepakat dapat diberikan. Secara tegas dapat dilakukan dengan tertulis, lisan maupun dengan suatu tanda tertentu. Cara tertulis dapat dilakukan dengan akta otentik maupun dengan akta di bawah tangan. Mengenai kapan saat terjadinya kata sepakat, terdapat 4 (empat) teori yang menyoroti hal tersebut, yaitu : 1. Teori Ucapan (Uitings Theorie) Teori ini berpijak kepada salah satu prinsip hukum bahwa suatu kehendak baru memiliki arti apabila kehendak tersebut telah dinyatakan. Menurut teori ini, kata sepakat terjadi pada saat pihak yang menerima penawaran telah menulis surat jawaban yang menyatakan ia menerima surat pernyataan. Kelemahan teori ini yaitu tidak adanya kepastian hukum karena pihak yang memberikan tawaran tidak tahu persis kapan pihak yang menerima tawaran tersebut menyiapkan surat jawaban.
2
2. Teori Pengiriman (verzendings Theorie) Menurut teori ini, kesepakatan terjadi apabila pihak yang menerima penawaran telah mengirimkan surat jawaban atas penawaran yang diajukan terhadap dirinya. Dikirimkannya surat maka berarti si pengirim kehilangan kekuasaan atas surat, selain itu saat pengiriman dapat ditentukan dengan tepat. Kelemahan teori ini yaitu kadang terjadi perjanjian yang telah lahir di luar pengetahuan orang yang melakukan penawaran tersebut, selain itu akan muncul persoalan jika si penerima menunda-nunda untuk mengirimkan jawaban. 3. Teori Penerimaan (Ontvangs Theorie) Menurut teori ini, terjadi pada saat pihak yang menawarkan menerima langsung surat jawaban dari pihak yang menerima tawaran. 4. Teori Pengetahuan (Vernemings Theorie) Teori ini berpendapat bahwa kesepakatan terjadi pada saat pihak yang melakukan penawaran mengetahui bahwa penawarannya telah diketahui oleh pihak yang menerima penawaran tersebut. Kelemahan teori ini antara lain memungkinkan terlambat lahirnya perjanjian karena menunda-nunda untuk membuka surat penawaran dan sukar untuk mengetahui secara pasti kapan penerima tawaran mengetahui isi surat penawaran.1 Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian atau persetujuan (overeenkomst) yang dimaksud dalam Pasal 1313 KUHPerdata hanya terjadi atas izin atau kehendak (toestemming) dari semua
1
https://ngobrolinhukum.wordpress.com/2013/01/20/kesepakatan-dalam-perjanjian/ (diakses pada 10-Maret-2019, 18.53)
3
mereka yang terkait dengan persetujuan itu, yaitu mereka yang mengadakan persetujuan atau perjanjian yang bersangkutan.2 Menurut R. Wirjono Projodikoro, suatu perjanjian diartikan sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.5R. Wirjono Prodjodikoro, juga mendefinisikan perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”.3 Pengaturan hukum perikatan menganut sistem terbuka.Artinya setiap orang bebas melakukan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun belum diatur.Pasal 1338 KUHPerdata menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan tersebut memberikan kebebasan para pihak untuk: a. Membuat atau tidak membuat perjanjian b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya d. Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. Menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu: a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; b. Cakap untuk membuat suatu perikatan; c. Suatu hal tertentu; d. Suatu sebab yang halal. Dua syarat yang pertama dinamakan syarat subyektif karena syarat tersebut mengenai subyek perjanjian sedangkan dua syarat terakhir disebut syarat obyektif, karena mengenai obyek dari perjanjian.Perjanjian yang sah diakui dan diberi 2
Komar Andasasmita, Notaris II Contoh Akta Otentik Dan Penjelasannya, Cetakan 2, (Bandung: Ikatan Notaris Indonesia Daerah Jawa Barat, 1990), 430. 3 R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, (Bandung: Subur, 1991), 9
4
akibat hukum sedangkan perjanjian yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut tidak diakui oleh hukum.
Sehubungan dengan syarat kesepakatan mereka yang mengikatkan diri, dalam KUHPerdata dicantumkan beberapa hal yang merupakan faktor, yang dapat menimbulkan cacat pada kesepakatan tersebut, yaitu: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Adanya kata sepakat berarti terdapat suatu persesuaian kehendak diantara para pihak yang mengadakan perjanjian.Perjanjian sudah lahir pada saat tercapainya kata sepakat diantara para pihak, dikenal dengan asas konsensualisme
yang
merupakan
asas
pokok
dalam
hukum
perjanjian.Menurut Abdul Kadir Muhammad persetujuan kehendak adalah kesepakatan seia-sekata. Pihak-pihak mengenai pokok perjanjian, apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lainnya. Persetujuan itu sifatnya sudah mantap, tidak lagi dalam perundingan.4 Pernyataan kehendak atau persetujuan kehendak harus merupakan perwujudan kehendak yang bebas, artinya tidak ada paksaan dan tekanan (dwang) dari pihak manapun juga, harus betul-betul atas kemauan sukarela para pihak.Dalam pengertian kehendak atau sepakat itu termasuk juga tidak ada kekhilafan (dwaling) dan tidak ada penipuan (bedrog).Apabila ada kesepakatan terjadi karena kekhilafan, paksaan atau penipuan maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan atau dapat dimintakan pembatalan kepada hakim (vernietigbaar). Hal ini sesuai dengan Pasal 1321 KUHPerdata yang bunyinya: “tidak ada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”. Dikatakan tidak ada paksaan apabila orang yang melakukan kegiatan itu tidak berada di bawah ancaman, baik dengan kekerasan jasmani maupun dengan upaya menakut-takuti, sehingga dengan demikian orang itu tidak terpaksa menyetujui perjanjian (Pasal 1324 KUHPerdata).Dan dikatakan tidak ada 4
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia. (Bandung: Cipta Aditya Bhakti, 1990), 228229.
5
kekhilafan atau kekeliruan mengenai pokok perjanjian atau sifat-sifat penting obyek perjanjian atau mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian itu.Dikatakan tidak ada penipuan apabila tidak ada tindakan penipuan menurut arti Undang-undang (Pasal 1328 KUHPerdata).Penipuan menurut arti Undang-undang ialah dengan sengaja melakukan tipu muslihat dengan memberikan keterangan palsu dan tidak benar untuk membujuk pihak lawannya supaya menyetujui.5 2. Cakap untuk membuat suatu perikatan Pada dasarnya semua orang cakap membuat perjanjian, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Pasal 1329 KUHPerdata kecuali yang diatur dalam Pasal 1330 KUHPerdata. Pada umumnya orang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum termasuk pula membuat perjanjian ialah bila ia sudah dewasa yaitu berumur 21 tahun dan telah kawin. Ukuran orang dewasa 21 tahun atau sudah kawin, disimpulkan secara a contrario redaksi Pasal 330 KUHPerdata. Sedangkan mereka yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum, sebagaimana diatur Pasal 1330 KUHPerdata ialah: a. Orang-orang yang belum dewasa b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan c. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang telah ditetapkan oleh b. undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang c. undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. 3. Adanya suatu hal tertentu Yang dimaksud dengan suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian ialah objek perjanjian. Objek perjanjian adalah prestasi yang menjadi pokok perjanjian yang bersangkutan. Prestasi itu sendiri bisa berupa perbuatan untuk memberikan suatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Di dalam KUH Perdata Pasal 1333 angka 1 menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai suatu hal tertentu sebagai pokok perjanjian yaitu barang 5
Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perikatan dengan Penjelasannya, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1986), 123.
6
yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Mengenai jumlahnya tidak masalah asalkan dikemudian hari di tentukan.
4. Adanya suatu sebab/kausa yang halal Yang dimaksud dengan sebab/kausa di sini bukanlah sebab yang mendorong orang tersebut melakukan perjanjian. Sebab atau kausa suatu perjanjian adalah tujuan bersama yang hendak dicapai oleh para pihak, sedangkan adanya suatu sebab yang dimaksud tidak lain daripada isi perjanjian. Pada pasal 1337 KUH Perdata menentukan bahwa suatu sebab atau kausa yang halal adalah apabila tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Perjanjian yang tidak mempunyai sebab yang tidak halal akan berakibat perjanjian itu batal demi hukum. B. Bentuk-bentuk Perserikatan Perniagaan 1. Persekutuan Yang dinamakan “persekutuan” (bahasa Belanda :”maatschap” atau “vennootschap”) adalah suatu perjanjian antara dua orang atau lebih untuk berusaha bersama-sama mencari keuntungan yang akan dicapai dengan jalan masing-masing memasukkan sesuatu dalam suatu kekayaan bersama. Pasal 1618 B.W. mengatakan : “Persekutuan adalah suatu perjanjian dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam kekayaan bersama, dengan maksud untuk membagi keuntungan yang diperoleh karenanya.” Perkataan Belanda “Maat” dan “Vennoot” berarti kawan atau sekutu, sehingga makna dari perkataan “matschap” atau “vennootschap” adalah sama dengan makna dari perkataan Indonesia “Persekutuan”. Makna yang sama terkandung
didalam
perkataan
inggeris
“partnership”.
Perkataan
“persekutuan” kami pandang lebih tepat dari pada perkataan “perseroan” karena perkataan yang terakhir ini mungkin menimbulkan dugaan seolah-olah
7
dalam bentuk kerjasama yang kita bicarakan ini dikeluarkan “sero” atau saham, padahal pengeluaran sero atau saham ini tidak perlu. 6 Persekutuan (“maatschap”) ini merupakan bentuk kerja sama yang paling sederhana untuk bersama-sama mencari keuntungan. Perjanjian persekutuan tidak mempunyai pengaruh keluar (Terhadap orang-orang pihak ketiga) dan ia semata-mata mengatur bagaimana caranya kerjasama antara para sekutu dan bagaimana pembagian keuntungan yang diperoleh bersama itu. Lain halnya dengan bentuk-bentuk kerja sama lainnya yang lebih modern sepertinya : perseroan firma, perseroan terbatas (PT) dan lain-lain. Orang-orang pihak ketiga juga tidak mempunyai kepentingan bagaimana diaturnya kerja sama dalam persukutuan itu, karena para sekutu bertanggung jawab secara pribadi atau perseorangan tentang hutang-hutang yang mereka buat meskipun untuk persekutuan. Kalau si A yang bertindak keluar , maka dia sendirilah yang terikat oleh perjanjian perjanjian yang dibuatnya, sedangkan sekutu-sekutunya B dan C tidak terikat oleh perjanjian perjanjian itu. Lain halnya dengan suatu perseroan “Firma” dimana tiap-tiap persero (Firmant) menurut undang-undang mempunyai wewenang untuk mengikatkan kawan-kawannya pesero kepada pihak ketiga. Dalam perseroan firma ini masing-masing pesero (berdasarkan ketentuan undang-undang) memberikan “volmacht” (kuasa penuh) kepada kawan-kawan nya se-Firma untuk bertindak (Melakukan perbuatan-perbuatan hukum) atas nama nya. Tidaklah demikian halnya dalam persekutuan (maatschap).7
6
R.Subekti , Aneka Perjanjian, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1989), 75. Ibid, 76.
7
8
2. Firma V.O.F (Vennootschap Onder Firma) adalah salah satu bentuk perusahaan yang diatur bersama-sama dengan perseoranga n komanditer dalam bagian II dari Bab III Kitab KUHD dari Pasal 16 s.d Pasal 35. Seperti diketahui peraturan-peraturan mengenai perseroan (maatschap) yang diatur dalam KUH Per berlaku juga untuk V.O.F berdasarkan Pasal 1 KUHD. Oleh karena itu, Prof. Sukardono mengatakan bahwa V.O.F adalah suatu perserikatan perdata yang khusus. Kekhususan itu menurut Pasal 16 KUHD terletak pada keharusan 3 unsur mutlak, yaitu: a. Menjalankan perusahaan b. Dengan pemakaian firma (nama) bersama, dan c. Pertanggungjawaban tiap-tiap sekutu untuk seluruhnya mengenai perikatan dengan firma. Menurut perumusan Pasal 16 dan 18 KUHD, yang dimaksudkan dengan persero firma ialah tiap-tiap perseorangan (maatschap) yang didirikan untuk menjalankan sesuatu perusahaan di bawah satu nama besama di mana anggota-anggotanya langsung dan sendiri-sendiri
bertanggung jawab
sepenuhnya terhadap orang-orang pihak ketiga. Perkataan firma (Fa) sebenarnya berarti nama yang dipakai untuk berdagang bersam-sama. Nama suatu firma adakalanya diambil dari nama seseorang yang turut menjadi persero pada firma itu sendiri, tetapi dapat juga nama itu diambil dari nama orang yang bukan persero. Dengan nama bersama itu juga dipakai untuk menandatangani suratmenyurat perusahaan. Dibelakang nama bersam itu sering kali kita lihat perkataan Co dan Cie .Co adalah dingkatan dari compagnon yang berarti kawan, dan yang dimaksud ialah orang yang turut beerusaha. Cie adalah singkatan dari compagnie, yang sebetulnya berarti kelompok, yang dimaksud yaitu orang atau orang-orang yang bersama-sama mempunyai perusahaan dengan kita. Contoh: Fa. Abdullah & Co. Dalam suatu V.O.F. maka setiap persero berhak untuk melakukan pengumuman dan bertindak ke luar atas nama perseroan tersebut. Segala
9
perjanjian yang diadakan oleh seseorang anggota persero mengikat juga kawan-kawan persero lainnya. Begitu juga segala sesuatu yang diperoleh seorang anggota persero menjadi harta benda kepunyaan firma yang berarti pula kepunyaan semua persero. Tindakan seorang anggota persero yang mengikat semua anggota persero lainnya diatur dalam Pasal 17 KUHD yang menegaskan “Tiap-tiap persero tidak dikecualikan dari satu sama lain, berhak untuk bertindak, untuk mengeluarkandan menerima uang atas nama perseroan, pula untuk mengikat perseoran itu dengan pihak ketiga dengannya. Segala tindakan yang tidak bersangkut paut dengan perseroan itu, atau yang para persero tidak berhak melakukannya, tidak termasuk dalam ketentuan dalam ketentuan di atas.” Mengenai tanggung jawab masing-masing anggota firma dalam Pasal 18 KUHD ditegaskan, bahwa tiap-tiap anggota perseroan, secara tanggungmenanggung tangggung jawab untuk seluruhnya atas segala perikatan dari perseroan firma. Hal ini berarti bahwa tiap anggota V.O.F. langsung dan sendiri-sendiri bertanggung jawab sepenuhnya (yang disebut tanggung jawab solider) atas persetujuan-persetujuan yang diadakan V.O.F. terhadap pihak ketiga.8 3. Perseroan Komanditer (CV) Bentuk perseroan ini tidak diatur secara tersendiri dalam KUHP melainkan
digabungkan
bersama
dengan
peraturan-peraturan
mengenaiperseroan firma. Pasal 19 KUHD menyebutkan, bahwa perseroan komanditer atau CV (commanditaire vennotschap) adalah suatu perseroan untuk menjalankan suatu perusahaan yang dibentuk antara satu orang atau beberapa persero yang secara
tangggung-menaggung
bertanggung
jawb
untuk
seluruhnya
(tangggung jawab solider) pada satu pihak, dan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang (geldschieter) pada pihak yang lain.
8
C.S.T. Kansil, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002),76-78.
10
Adapun dasar pikiran dari pembentukan perseroan ini ialah sesorang atau lebih mempercayakan uang atau barang untuk digunakan di dalam perniagaan atau lain perusahaan kepada seseorang lainnya atau lebih yang menjalankan perusahan tersebut, dan karena itulah orang yang menjalankan perusahaan itu sajalah yang pada umumnya berhubungan dengan pihak-pihak ketiga. Karena itu pula si pengusaha bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pihak ketia, dan tidak semua anggotanya yang bertindak keluar. Dan memang demikian maksud KUHD bahwa perseroan komanditer itu adalah suatu perseroan yang tidak beertindak di muka umum. Dalam perseroan ini seorang atau lebih dari anggota-anggotanya (si pemeberi uang) tidak menjadi pimpinan perusahaan maupun bertindak terhadap pihak ketiga. Mereka ini hanyalah sekedar menyediakan sejumlah modal bagi anggota atau anggota-anggota lainnya menjalankan perseroan kmanditer tersebut. Para persero sebagai pemberi uang yang berdiri di belakang layar perseroan itu juga turut memperoleh bagian dalam keuntungan dan turut pula memikul kerugian yang diderita perseroan seperti para persero biasa, akan tetapi tanggung jawabnya terbatas dalam perseroan, mereka tidak akan memilkul kerugian yang melebihi modal yang disetorkan. Pesero di belakang layar itu disebut anggota pasif atau komanditaris, yang juga disebut sleeping partners (stille vennoot), sedangkan para anggota yang memimpin perseroan dan bertindak ke luar adalah anggota-anggota aktif yang disebut pesero pengurus atau pesero pemimpin atau juga disebut komplementaris. Pesero komanditer selama berjalannya perseroan tersebut hanya berhak atas penerimaan baginya dalam keuntungan yang diperoleh tetapi ia pun mungkin juga dibebani pula dengan membayarkan bagaimananya dalam kerugian yang diderita. Walaupun demikian komanditaris tanpa melepaskan kedudukannya dapat menuntut mengawasi tindakan-tindakan para anggota pengurus ataupun mereka ini tak boleh bertindak tanpa izinnya.
11
Pembagian untung/rugi diatur dalam peraturan komanditer. Mengingat resiko serta tanggung jawab yang dipikul para peserta aktif, maka tidaklah mengherankan apabila pembagian untung/rugi itu diatur sesuai serta sebanding
dengan
tanggung
jawab
tersebut.
Perseroan
komanditer
mempunyai kekayaan tersendiri yang pada pembagian untung/rugi dapat dipergunakan sebagai dasar perhitungan.9 4. Perseroan Terbatas (PT) Pada umumnya orang berpendapat bahwa PT adalah suatu bentuk perseroan yang didirikan untuk menjalannkan suatu perusahaan dengan modal perseroan tertentu yang terbagi atas saham-saham, dalam amana para pemegang saham (pesero) ikut serta denagn mengambil satu saham atau lebih dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum dibuat oleh nama bersama, dengan tidak bertanggung jawab sendiri untuk persetujuan-persetujuan perseroan itu (dengan tanggung jawab yang semata-mata terbatas pada modal yang mereka setorkan). Hanyalah PT itu sendiri sebagai suatu kesatuan yang mennaggung persetujuan-persetujuan terhadap pihak ketiga dengan siapa ia melakukan hubungan perdagangan. Tak seorang pun dari pemegang-pemegang saham yang bertanggung jawab terhadap para kreditor. Hal inilah yang merupakan ciri-ciri dalam PT, yaitu tanggung jawab terbatas dari pesero. Mereka itu tidak dapat menderita kerugian uang lebih besar daripada jumlah yang menjadi baginya dalm PT itu dan yang dengan tegas disebutkan dalam sahamnya.10
9
C.S.T. Kansil, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002),84-86. 10 ibid, 90-92.
12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa: Kata sepakat dalam suatu perjanjian dapat diperoleh melalui suatu proses penawaran (offerte) dan penerimaan (acceptatie). terdapat 4 (empat) teori yang menyoroti hal tersebut, yaitu Teori Ucapan (Uitings Theorie), Teori Pengiriman (verzendings Theorie), Teori Penerimaan (Ontvangs Theorie) dan Teori Pengetahuan (Vernemings Theorie) Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebihMenurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu: a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; b. Cakap untuk membuat suatu perikatan; c. Suatu hal tertentu; d. Suatu sebab yang halal. Bentuk-bentuk Perserikatan Perniagaan: 1. Persekutuan Yang dinamakan “persekutuan” (bahasa Belanda :”maatschap” atau “vennootschap”) adalah suatu perjanjian antara dua orang atau lebih untuk berusaha bersama-sama mencari keuntungan yang akan dicapai dengan jalan masing-masing memasukkan sesuatu dalam suatu kekayaan bersama. 2. Firma V.O.F (Vennootschap Onder Firma) adalah salah satu bentuk perusahaan yang diatur bersama-sama dengan perseoranga n komanditer dalam bagian II dari Bab III Kitab KUHD dari Pasal 16 s.d Pasal 35.
13
3. Perseroan Komanditer (CV) Pasal 19 KUHD menyebutkan, bahwa perseroan komanditer atau CV (commanditaire vennotschap) adalah suatu perseroan untuk menjalankan suatu perusahaan yang dibentuk antara satu orang atau beberapa persero yang secara
tangggung-menaggung
bertanggung
jawb
untuk
seluruhnya
(tangggung jawab solider) pada satu pihak, dan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang (geldschieter) pada pihak yang lain. 4. Perseroan Terbatas (PT) Pada umumnya orang berpendapat bahwa PT adalah suatu bentuk perseroan yang didirikan untuk menjalannkan suatu perusahaan dengan modal perseroan tertentu yang terbagi atas saham-saham, dalam amana para pemegang saham (pesero) ikut serta denagn mengambil satu saham atau lebih dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum dibuat oleh nama bersama, dengan tidak bertanggung jawab sendiri untuk persetujuan-persetujuan perseroan itu (dengan tanggung jawab yang semata-mata terbatas pada modal yang mereka setorkan). B. Saran Penulis menyadari dengan sangat bahwa makalah yang telah penulis buat sangat jauh dari kata sempurna dan bahkan masih jauh dari kata baik ataupun bagus. Masih banyak kekurangan-kekurangan dan kesalahan-kesalahan yang perlu penulis benahi dan perbaiki. Oleh karena itu penulis memohon dengan sangat kepada dosen dan teman-teman semua untuk memberi arahan dan membimbing penulis dalam pembuatan makalah-makalah selanjutnya.
14
DAFTAR PUSTAKA
Badrulzaman, Mariam Darus, 1963. Hukum Perikatan dengan Penjelasannya, Bandung: Citra Aditya Bhakti. Andasasmita, Komar. 1990. Notaris II Contoh Akta Otentik Dan Penjelasannya, Cetakan 2, Bandung: Ikatan Notaris Indonesia Daerah Jawa Barat. C.S.T. Kansil, 2002.
Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia,
Jakarta: Sinar Grafika R.Subekti , 1989. Aneka Perjanjian, Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Muhammad, Abdul Kadir, 1990. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Cipta Aditya Bhakti. https://ngobrolinhukum.wordpress.com/2013/01/20/kesepakatan-dalamperjanjian/
15