Bank Syariah, Bank Konvensional, Dewan Pengawas Syariah Dan Dewan Pengawas Syariah Nasional.docx

  • Uploaded by: Madha Fadilah
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bank Syariah, Bank Konvensional, Dewan Pengawas Syariah Dan Dewan Pengawas Syariah Nasional.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,143
  • Pages: 17
Bank Syariah, Bank Konvensional, Dewan Pengawas Syariah dan Dewan Pengawas Syariah Nasional Agama Islam IV

Rochmad Afandi, M.Pd.I

Madha Fadilah Sandi (16310730063)

| Universitas Islam Kadiri Teknik Elektro 2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya mampu menyelesaikan tugas makalah ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, guna memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam Islam. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran, guna pembuatan makalah yang lebih baik lagi ke depannya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Kediri, 21 Maret 2018

Penyusun (Madha Fadilah Sandi)

BAB I PENDAHULUAN I.

Latar Belakang Perbankan sebagai suatu lembaga keuangan kepercayaan masyarakat, sejak 1992 indonesia menganut dual bank system yaitu sistem perbankan syariah dan konvensional, perkembangan perbankan syariah di Indonesia agak terlambat di banding dengan negara-negara muslim lainnya.1 Belakangan ini Indonesia diharapkan menjadi atau berpeluang mengembangkan ekonomi syariah. Indonesia memiliki dua faktor utama penggerak ekonomi syariah. Pertama, mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, meskipun ekonomi syariah tidak di khususkan bagi umat muslim tetapi menjadi pasar utama bisnis dan keuangan syariah. Kedua, terkait bonus demografi pada 2025-2035, yang berpotensi menghasilkan masyarakat kelas menengah. Peningkatan kelompok ini di dominasi oleh umat muslim yang kreatif yang menjadikan bisnis dan keuangan syariah. Dan juga berkembangnya lembaga-lembaga keuangan syariah di tanah air akhir-akhir ini dan adanya Dewan Pengawas Syariah pada setiap lembaga keuangan, dipandang perlu didirikan Dewan Syariah Nasional yang akan menampung berbagai masalah/kasus yang memerlukan fatwa agar diperoleh kesamaan dalam penanganannya dari masing-masing Dewan Pengawas Syariah yang ada di lembaga keuangan syariah. Pembentukan Dewan Syariah Nasional merupakan langkah efisiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi/keuangan. Dewan Syariah Nasional diharapkan dapat berfungsi untuk mendorong penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi.

II.

Rumusan Masalah 1. Untuk mengetahui pengertian perbankan. 2. Untuk mengetahui perbedaan perbankan syariah dan konvensional. 3. Untuk mengetahui tentang dewan pengawas syariah dan dewan pengawas syariah nasional

1

Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016), 25.

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian perbankan Perbankan menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, di indonesia ada 2 macam bank yaitu : 1.

Bank Konvensional Bank Konvensional yaitu bank yang aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya, memberikan dan mengenakan imbalan berupa bunga atau sejumlah imbalan dalam persentase tertentu dari dana untuk suatu periode tertentu. Persentase tertentu ini biasanya ditetapkan per tahun.2

2.

Bank Syariah Dalam undang-undang no.21 tahun 2008 mengenai perbankan Syariah mengemukakan pengertian bank syariah, bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya dengan di dasarkan pada prinsip syariah dan menurut jenisnya bank syariah terdiri dari BUS (Bank Umum Syariah), UUS (Unit Usaha Syariah) dan BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat Syariah).3

Dari pengertian di atas dapat ditarik simpulan bahwa Bank Konvensional adalah lembaga keuangan yang menjalankan kegiatan usahanya dalam 2

Totok Budi santoso dan Sigit Triandru, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba Empat, 2006), 153. 3 www.pengertianpakar.com/2015/02/pengertian-fungsi-dan-sejarah-bank-syariah.html, di akses pada tanggal 10 Oktober 2016, jam 16:08.

menghimpun dan menyalurkan dana dengan menggunakan cara dan proses yang konvensional seperti pemberian dan pengenaan imbalan berupa bunga. Sedangkan Bank Syariah merupakan lembaga keuangan yang menjalankan unit usaha menghimpun dan menyalurkan dana dengan cara dan proses yang berdasarkan nilai islam (syariah). Dengan kata lain bank syariah merupakan suatu lembaga keuangan yang tidak mengandung bunga (riba), serta unsurunsur ketidakjelasan atau ketidakpastian dalam operasionalnya.

B. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, Proposal, Laporan keuangan, dan sebagainya. Akan tetapi, terdapat banyak perbedaan mendasar di antara keduanya. Perbedaan itu menyangkut falsafah, operasional, akad dan aspek Legalitas, struktur organisasi, lembaga penyelesaian sengketa, usaha yang dibiayai, lingkungan kerja, tujuan dan prinsip operasional. Secara khusus perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu : 1.

Akad dan Aspek Legalitas4

Akad yang dilakukan dalam Bank Syariah dilakukan berdasarkan hukum Islam. Dalam Bank Syariah terdapat beberapa asas dalam akad yang harus dilindungi dan dijamin dalam wadah undang-undang perbankan syariah, diantaranya : a. Asas Ridha’iyyah ( rela sama rela ) b. Asas manfaat c. Asas keadilan d. Asas saling menguntungkan

4

Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Peransuransian Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), 100.

Selain asas-asas tersebut terdapat beberapa hal lain yang perlu diperhatikan dalam suatu akad yaitu : a. Akad yang dilakukan pihak (nasabah dan bank) bersifat mengikat (Mulzim). b. Para pihak yang melakukan akad harus mempunyai itikad baik (husnuniyah). c. Memperhatikan ketentuan atau tradisi ekonomi yang berlaku dalam masyarakat selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip perekonomian yang telah diatur oleh Islam dan tidak berlawanan dengan Konsep Hukum Perikatan Islam. Para pihak memiliki kebebasan untuk menerapkan syarat-syarat yang ditetapkan dalam akad yang mereka lakukan, selama tidak bertentangan dengan Hukum Islam dan ketentuan umum yang berlaku.

2.

Lembaga Penyelesaian Sengketa

Berbeda dengan perbankan konvensional, jika pada perbankan syariah terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya, kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di peradilah negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum materi syariah. Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS). BASYARNAS adalah lembaga yang menengahi perselisihan antara LKS dan nasabahnya sesuai dengan tata cara hukum syariah. BASYARNAS didirikan bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan majelis Ulama Indonesia pada saat didirikan bernama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI).5 3.

Struktur Organisasi

Bank syariah dapat memiliki struktur yang sma dengan bank konvensional, mislanya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah 5

Andri Soemitra, Bank dan Lembaga keuangan Syariah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2009), 44.

keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operaional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu, biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.6 a.

Dewan Syariah Nasional (DSN)

Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1999 yang beranggotakan para ahli hukum Islam (fuqaha’, serta ahli dan praktisi ekonomi) DSN MUI mempunyai fungsi melakukan tugas-tugas MUI dalam memajukan ekonomi umat, mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah. Salah satu tugas pokok DSN adalah mengkaji, menggali dan merumuskan nilai dan prinsip-prinsip hukum Islam (Syariah) dalam bentuk fatwa untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di lembaga keuangan syariah.7 b.

Dewan Pengawas Syariah (DPS)

Sebagai wakil DSN pada lembaga keuangan syariah yang bersangkutan dibentuklah Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi kegiatan jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah yang di fatwakan oleh DSN. Sedangkan fungsi utamanya adalah sebagai penasihat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syariah dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah dan sebagai mediator antara LKS dan DSN dalam mengomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari LKS yang memerlukan fatwa dari DSN. DPS ini secara organisasi bertanggung jawab kepada DSN MUI pusat, kredibilitasnya kepada masyarakat, dan secara moral kepada Allah SWT.

6

Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001), 30-31. 7 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga keuangan Syariah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2009), 42-43.

4. Bisnis dan Usaha yang di biayai Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari saringan syariah. Karena itu, bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang di haramkan, dengan demikian, terdapat batasan-batasan yang membatasi proyek atau obyek pembiayaan yang dapat di danai melalui dana bank syariah. Selain itu pola hubungan antara bank dengan nasabah bersifat kemitraan. Jadi antara bank dengan nasabah hubungannya sejajar atau sama rata sama rasa. 5. Lingkungan dan Budaya kerja. Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Dalam hal ini menyangkut etika kerja yang mengikuti keteladanan Rasulullah SAW dalam berperilaku seperti Shiddiq, Amanah, al-hurriyah wal-masuliyah, dan Tabligh yang kemudian di aplikasikan dalam nilai-nilai syariah. Selain itu, cara berpakaian dan tingkah laku dari para karyawan merupakan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan yang membawa nama besar Islam. Sehingga tidak ada aurat yang terbuka dan tingkah laku yang kasar. Demikian pula dalam menghadapi nasabah, akhlak harus senantiasa terjaga. Nabi Muhammad SAW, mengatakan bahwa senyum adalah sedekah.8 6. Paradigma Penghimpunan Dana. Dalam penghimpunan dana dari masyarakat, Bank Umum Konvensional dan Bank Syariah memiliki perbedaan paradigma sangat mendasar, yaitu : a. Tujuan masyarakat menyerahkan dananya kepada Bank Umum Konvensional dimaksdukan untuk menabung dan mengamankan dananya dari kemungkinan hal-hal yang tidak di harapkan disamping menharapkan bunga dari dana yang disimpan tersebut. b. Tujuan masyarakat menyalurkan dananya pada bank syariah adalah untuk diinvestasikan dalam berbagai pembiayaan. Apabila memperoleh laba

8

Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001), 34.

akan dibagi sesuai nisbah bagi hasil, dan apabila menderita kerugian maka nasabah juga ikut menanggung kerugian. 7. Kegiatan Operasional dan Pengelolaan Resiko Para ahli hukum Islam sepakat bahwa transaksi yang perlu dijadikan dalam dasar dalam perbankan syariah adalah prinsip bagi hasil dan rugi (Profit and loss sharing principle). Syariah tidak menggunakan sistem bunga dan juga bertransaksi langsung pada sektor riil disamping sektor finansial. Sedangkan perbankan konvensional hanya dapat bertransaksi pada sektor finansial. 8. Karakteristik9 Dalam menjalankan aktivitasnya bank syariah menganut prinsip-prinsip sebagai berikut. a. Prinsip Keadilan Dengan sistem operasional yang berdasarkan “profit and loss sharing system”, bank syariah memiliki kekuatan tersendiri yang berbeda dari sistem konvensional. Bank konvensional dengan sistem bunga memandang dan memberlakukan bahwa kekayaan yang dimiliki peminjam menjadi jaminan atas pinjamannya. Apabila terjadi kerugian pada proyek yang didanai maka peminjam modal akan disita menjadi hak milik pemodal (bank). Sedangkan dalam bank syariah kelayakan usaha atau proyek yang akan didanai itu menjadi jaminannya apakah untung atau rugi, sehingga keuntungan dan kerugiannya menjadi tanggungan bersama. b. Prinsip Kesederajatan Bank syariah menempatkan nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana, maupun Bank pada kedudukan yang sama dan sederajat. Hal ini dapat dilihat dalam hak, kewajiban, risiko dan keuntungan yang berimbang antara nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana maupun Bank. c. Prinsip ketentraman

9

Muhammad, Bank Syariah Problem dan Prospek perkembangan di Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), 78.

Menurut falsafah al-Qur’an, semua aktifitas yang dilakukan oleh manusia patut dikerjakan untuk mendapatkan falah (ketentraman, kesejahteraan, dan kebahagiaan).

Perbandingan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional disajikan dalam tabel berikut. KETERANGAN Falsafah

BANK KONVENSIONAL

BANK SYARIAH Tidak berdasarkan:

Berdasarkan Bunga

1. 1. Bunga 2. 2. Spekulasi 3. 3 . Ketidakjelasan Operasional

Dana diakui sebagai : 1.

1. Titipan

Dana diakui sebagai :

2.

2. Investasi

Simpanan harus dibayar bunga

Penyaluran untuk usaha yang halal dan menguntungkan Akad dan Aspek legalitas Lembaga Penyelesaian Sengketa

penyaluran untuk sektor yang menguntungkan

Hukum Islam dan Hukum Positif

Hukum Positif

1.

1. Pengadilan

1.

1. Pengadilan

2.

2. BASYARNAS

2.

2. BANI

Struktur Organisasi

Dewan Komisaris, Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Dewan Pengawas Syariah (DPS)

Dewan Komisaris

Hubungan Nasabah

Kemitraan

Debitor dan kreditor

Tujuan

Profit dan Falah oriented Profit oriented

Prinsip Operasional

Bagi Hasil, Jual beli, Sewa

Perangkat Bunga

C. Dewan Syariah a. Pengertian Dewan Syariah Berdasarkan Surat Keputusan DSN No. 3 tahun 2000, dijelaskan bahwa Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah bagian dari Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang bersangkutan, dimana penempatannya atas persetujuan DSN.10 b. Fungsi Dewan Syariah 1) Melakukan pengawasan secara periodik pada LKS yang berada di bawah pengawasannya. 2) Berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan LKS kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN. 3) Melaporkan perkembangan produk dan operasional LKS yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran. 4) Merumuskan permasalahan-permasalahan pembahasan DSN.

yang

memerlukan

c. Struktur Dewan Syariah

10

Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), h. 543

1) Kedudukan DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas direksi. 2) Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada manajemen dalam kaitan dengan implementasi sistem dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah Islam. 3) Bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh karyawan berdasarkan sistem pembinaan ke-Islaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya. 4) Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam di lingkungan perusahaan tersebut.. 5) Bertanggung jawab atas seleksi syariah karyawan baru yang dilaksanakan oleh Biro Syariah11 d. Keanggotaan Dewan Syariah

1) Setiap LKS harus memiliki setidaknya tiga orang anggota DPS. 2) Salah satu dari jumlah tersebut ditetapkan sebagai ketua. 3) Masa tugas keanggotaan DPS adalah 4 (empat) tahun dan akan mengalami pergantian antar waktu apabila meninggal dunia, minta berhenti, diusulkan oleh LKS yang bersangkutan, atau telah merusak citra DSN. e. Mekanisme Kerja

1) DPS melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya. 2) DPS berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN. 3) DPS melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.

11

Ibid, h. 541-542

4) DPS merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan DSN.

D. Dewan Syariah Nasional a. Pengertian Dewan syariah Nasional DSN-MUI adalah lembaga yang dibentuk oleh MUI yang secara struktural berada dibawah MUI dan bertugas menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan ekonomi syariah, baik yang berhubungan langsung dengan lembaga keuangan syariah ataupun lainnya. Pada prinsipnya, pendirian DSN-MUI dimaksudkan sebagai usaha untuk efisiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi dan keuangan, selain itu DSN-MUI juga diharapkan dapat berperan sebagai pengawas, pengarah dan pendorong penerapan nilai-nilai prinsip ajaran islam dalam kehidupan ekonomi. b. Tugas dan Fungsi Dewan Syariah Nasioanal 1. Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi, dan reksa dana. 2. Mengeluarkan fatwa tentang ekonomi syariah untuk dijadikan pedoman bagi praktisi dan regulator. 3. Menerbitkan rekomendasi, sertifikasi, dan syariah approval bagi lembaga keuangan dan bisnis syariah. 4. Melakukan pengawasan aspek syariah atas produk/jasa di lembaga keuangan/bisnis syariah melalui Dewan Pengawas Syariah. c. Wewenang Dewan Syariah Nasioanal 1. Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS pada masing-masing lembaga

keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait. 2. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang seperti Departemen Keuangan dan BI. 3 . Memberikan rekomendasi dan atau mencabut rekomendasi namanama yang akan duduk sebagai DPS pada suatu lembaga keuangan syariah.

4 . Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam dan luar negeri. 5. Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN. 6 . Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan. e. 1.

Mekanisme Kerja Dewan Syariah Nasional a) DSN melakukan rapat pleno paling tidak satu kali dalam tiga bulan, atau bilamana diperlukan. b) Setiap tahunnya membuat suatu pernyataan yang dimuat dalam laporan tahunan (annual report) bahwa lembaga keuangan syariah yang bersangkutan telah/tidak memenuhi segenap ketentuan syariah sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.

2.

Badan Pelaksana Harian a) Badan Pelaksana Harian menerima usulan atau pertanyaan hukum mengenai suatu produk lembaga keuangan syariah. Usulan ataupun pertanyaan ditujukan kepada sekretariat Badan Pelaksana Harian. b) Sekretariat yang dipimpin oleh Sekretaris paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah menerima usulan /pertanyaan harus menyampaikan permasalahan kepada Ketua. c) Ketua Badan Pelaksana Harian bersama anggota dan staf ahli selambat-lambatnya 20 hari kerja harus membuat memorandum khusus yang berisi telaah dan pembahasan terhadap suatu pertanyaan/usulan. d) Ketua Badan Pelaksana Harian selanjutnya membawa hasil pembahasan ke dalam Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional untuk mendapat pengesahan. e) Fatwa atau memorandum Dewan Syariah Nasional ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Dewan Syariah Nasional.

3.

Dewan Pengawas Syariah

a) Dewan Pengawas Syariah melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya. b) Dewan Pengawas Syariah berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syraiah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada Dewan Syariah Nasional. c) Dewan Pengawas Syariah melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada Dewan Syariah Nasional sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran. d) Dewan Pengawas Syariah merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan Dewan Syariah Nasional. f.

Pembiayaan Dewan Syariah Nasional 1. Dewan Syariah Nasional memperoleh dana operasional dari bantuan Pemerintah (Depkeu), Bank Indonesia, dan sumbangan masyarakat. 2. Dewan Syariah Nasional menerima dana iuran bulanan dari setiap lembaga keuangan syariah yang ada. 3. Dewan Syariah Nasional mempertanggung jawabkan keuangan atau sumbangan tersebut kepada Majelis Ulama Indonesia.12

12

Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, diterjemahkan oleh Aditya Wisnu Pribadi, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 590-591

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Bank Konvensional adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Konvensional pun memiliki berbagai keunggulan dan kelemahan. Bank syariah adalah bank atau tempat penyimpanan dana yang sesuai dengan hukum-hukum dan landasan agama Islam. Bank ini banyak memberikan manfaat dan kemudahan bagi masyarakat, khususnya muslim. Dewan Syariah Nasional adalah lembaga yang dibentuk oleh MUI yang secara struktural berada dibawah MUI dan bertugas menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan ekonomi syariah, baik yang berhubungan langsung dengan lembaga keuangan syariah ataupun lainnya. Yang mekanisme kerjanya bekerjasama dengan Badan pengawas harian dan Dewan Pengawas Syariah yang masing-masing mempunyai tugas dan wewenang, pembiayan diperoleh dari bantuan pemerintah, bank Indonesia, masyarakat serta iuran dari lembaga keuangan syariah. B. Saran-saran Di Indonesia, mayoritas penduduk beragama Islam, sehingga seharusnya hukum keuangan yang diterapkan mengikuti hukum perekonomian Islam, yaitu bank syariah.

DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016), 25. Andri Soemitra, Bank dan Lembaga keuangan Syariah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2009), 44. Andri Soemitra, Bank dan Lembaga keuangan Syariah, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2009), 42-43. Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Peransuransian Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), 100. Ibid, h. 541-542 Muhammad, Bank Syariah Problemdan Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), 78.

Prospek

perkembangan

di

Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001), 30-31. Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001), 34. Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), h. 543 Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, diterjemahkan oleh Aditya Wisnu Pribadi, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 590-591 Totok Budi santoso dan Sigit Triandru, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba Empat, 2006), 153. www.pengertianpakar.com/2015/02/pengertian-fungsi-dan-sejarah-banksyariah.html, di akses pada tanggal 10 Oktober 2016, jam 16:08

Related Documents


More Documents from "Edy Ramdan"