Metodologi Bibel dalam Studi AlQur’an: Kajian Kritis .Adnin Armas, M.A
:)Peter the Venerable )1094-1156 “Kelihatannya aneh, dan mungkin memang aneh, aku, seorang manusia yang yang sangat berbeda tempat dari kamu, berbicara dengan bahasa yang berbeda, memiliki suasana kehidupan yang terpisah dari suasana kehidupanmu, asing dengan kebiasaanmu dan kehidupanmu, menulis dari jauh di Barat kepada manusia yang tinggal di tanah-tanah Timur dan Selatan. Dan dengan perkataanku itu, aku menyerang mereka yang aku tidak pernah melihat, orang yang mungkin aku tidak pernah lihat.
:)Peter the Venerable )1094-1156 Namun aku menyerangmu bukan sebagaimana sebagian dari kami [orang-orang Kristen] sering melakukan, dengan senjata, tetapi dengan katakata, bukan dengan kekuatan, namun dengan akal; bukan dengan kebencian, namun dengan cinta… aku sungguh mencintaimu, aku memang menulis kepadamu, aku mengajakmu kepada keselamatan.” (But I attack you not, as some of us [Christians] often do, by arms, but by words; not by force, but by reason; not in hatred, but in love… I love you; loving you, I write to you; writing to you, I invite you to salvation).
Surat Peter kepada Bernard dari :Clairvaux “Sekiranya apa yang kulakukan dianggap tidak berguna, karena pemikiran bukanlah senjata untuk mengalahkan musuh )Islam), kerja-kerja ilmiah seperti itu tetap akan ada manfaatnya. Jika orang-orang Islam yang sesat tidak bisa diubah, maka sarjana Kristen akan bisa menasehati orang-orang Kristen yang lemah imannya.” )Epistola Petri Cluniacensis ad Bernardum Caraevallis).
Tim Penerjemah Peter 1. Robert dari Ketton: • Liber Legis Saracenorum quem Alcoran Vocant (Kitab Hukum Islam yang disebut al-Qur’an) • Fabulae Saracenorum (Kisah-Kisah Islam) • Chronica Mendosa (Periwayatan yang Salah) • Praefatio translatoris (Pengantar Penerjemah)
2. Petrus dari Toledo )Petrus Toletanus): Epistola Saraceni et Rescriptum Christiani • (Surat Seorang Muslim dan Jawaban Seorang Kristen)
3. Petrus dari Poitiers )Petrus Pictaviensis): • Capitula ad domnum Petrum abbatem
4. Hermann dari Dalmatia: • De Doctrina Machumet )Mengenai Doktrin Muhammad) • De generatione Machumet )Mengenai Generasi Muhammad) Tim Penerjemah juga dibantu oleh seorang Muslim dari Spanyol yang dipanggil Muhammad
Pengaruh Peter 1. Nicholas dari Cusa )1401-1464): Cribratio Alcorani )Menyaring Al-Qur’an) 2. Dionysius Carthusianus )1402/3-1471): Contra Alchonarum et Sectam Machometicam libri quinque )Buku Lima yang Menentang Al-Qur’an dan Cara Hidup Islam). 3. Juan dari Torquemada )1338-1468): Contra principales errores perfidi Machometi )Menentang Kesalahan-Kesalahan Prinsip Kesesatan Islam)
4. Juan Luis Vives )1492-1540): Contra sectam Mahometi )Menentang Cara Hidup Islam). 5. Martin Luther )1483-1546): Confutatio Alcorani )Membantah Al-Qur’an) Vorrede zu Theodor Bibliandus Koranausgabe )Kata Pengantar untuk Al-Qur’an Edisi Theodor Bibliander)
6. Hugo Grotius )1583-1645): Adversus Muhammedanos )Melawan Islam) 7. Ludovico Marracci )1612-1700): Alcorani Textus Receptus )Teks Al-Qur’an yang Standart)
Studi Kritis Perjanjian Baru Teks standar Erasmus (m. 1536) • • • • • • • • • •
Richard Simon )m. 1712) )the father of biblical criticism) John Mill )m. 1707) Richard Bentley )m. 1742) Johann Bentley )m. 1742) Johan Albrecht Bengel )m. 1752) Johan Salomo Semler )m. 1791) Johann Jakob Griesbach )m. 1812) Friedrich Daniel Ernst Scheiermacher Karl Lachmann )m. 1851) Weiss )m. 1918) Tischendrof )m. 1974) Tregeles )m. 1875) Henry Alford )m. 1871) dll
Studi Kritis Perjanjian Baru • John Mill )m. 1707) menghimpun sekitar 30.000 varian bacaan. • Johann Salom Semler )1725-1791): • Kalam Ilahi dan Kitab Suci tidak identik. • Bagian-bagian dalam Bibel bukan inspirasi. • Bibel terbentuk berdasarkan kesepakatan dari wilayah-wilayah Gereja.
Studi Kritis Perjanjian Baru • Johann Gottfried Herder )1744-1803): • Bibel yang utama )Primal Gospel) adalah oral dibanding tulisan. • Friedrich Daniel Ernst Schleiermacher )17681834): Sekalipun wahyu, namun Bibel ditulis dalam bahasa manusia. • Karl Lachmann )1793-1851): menerbitkan PB dalam bahasa Yunani kuno pada tahun 1831.
Metode Kritis-Historis :)Edward Sell )1839-1932 Studi al-Qur’an perlu menerapkan kritik Bibel )Biblical criticism). Historical Development of the )Qur’an )1909 :)Alphonse Minggana )1881-1937 Sudah tiba masanya untuk melakukan kritik teks terhadap Al-Qur’an sebagaimana telah kita lakukan terhadap Bibel Yahudi yang berbahasa Ibrani-Aramaik dan kitab suci Kristen yang .berbahasa Yunani kuno
• • • •
Metode Kritis Historis
Orientalis Modern dalam Studi al-Qur’ān Gustav Weil (m. 1889)
Ignaz Goldziher (m. 1921)
Abraham Geiger (m. 1871)
Snouck Hurgronje (m. 1936)
Theodor Nöldeke (m. 1930)
Friedrich Schwally (m. 1919)
Joseph Schacht (m. 1969)
G. Bergstraesser (m. 1931)
Arthur Jeffrey (m. 1959)
Edward Sell (m. 1932)
Richard Bell (m. 1959)
Otto Pretzl (m. 1941)
John Wansbrough (m. 2002)
Harald Motzki
Andrew Rippin Herbert Berg Daniel A. Madigan
Regis Blachere (m. 1973)
Studi Kritis al-Qur’an Al-Qur’ān zaman Nabi Muhammad (saw) Abū Bakar Mushaf-mushaf Tandingan
‘Uthmān
Al-Hajjāj ibn Yūsuf al-Thaqafi
Ibn Mujāhid Al-Qur’ān Edisi Kritis
Hartwig Hirshfeld (m. 1934): “Ketika maut mendekatinya, Muhammad tidak berusaha untuk menghimpun materi wahyu ke dalam sebuah buku. Tidak dihimpunnya materi wahyu itu bukan disebabkan Muhammad sudah terlebih dahulu wafat, namun memang karena Muhammad tidak ingin menghimpunnya ke dalam sebuah mushaf. Selain itu, Muhammad tidak menghimpun al-Qur’an menjadi sebuah mushaf supaya Muhammad bebas untuk merubah ayatayat yang tidak sesuai lagi dengan keadaan. Muhammad lebih suka para muridnya untuk menghapal materi wahyu tersebut.”
Arthur Jeffery (m. 1959):
“Nevertheless there was certainly no Qur’an existing as a collected, arranged, edited book, when the Prophet died.”
:)Arthur Jeffery )1892-1959 “Komunitaslah yang menentukan masalah ini suci dan tidak. Komunitaslah yang memilih dan mengumpulkan bersama tulisan-tulisan tersebut untuk kegunaannya sendiri, yang mana komunitas merasa bahwa ia mendengar suara otoritas keagamaan yang otentik yang sah untuk pengalaman keagamaan yang khusus.”
Régis Blachère (m.1973): Tidak ada alasan formal untuk mempercayai Muhammad secara pribadi telah terus menetapkan mushaf dari wahyu. Sesungguhnya terdapat alasan yang serius untuk berfikir bahwa Ia tidak menjadikan tugas menghimpun buku sebagai sebuah visi )There is no formal reason to believe that Muhammad would have personally proceeded to constitute a corpus from the Revelation. Indeed there is a serious reason to think that he had not even envisioned this task).
Daniel A Madigan: Makna kitab di dalam al-Qur’an bukan merujuk kepada sebuah mushaf ataupun buku. Dalam pandangannya, kitab al-Qur’an bukanlah sebuah buku yang umumnya diterima dengan makna mushaf tertutup. Ia lebih merupakan simbol dari sebuah proses keterlibatan Tuhan dan manusia yang berterusan-keterlibatan yang kaya dan beragam, namun langsung dan spesifik di dalam ucapannya yang hal tersebut tidak akan dapat dipahami dalam sebuah kanon yang tetap atau terbatas kepada diantara dua sampul.
Daniel A. Madigan: “Istilah kitab menjadi berbahaya ketika dipahami sebagai sesuatu yang tetap dan statis sebagai sebuah buku. Bagi sebagian orang-orang yang beriman, klaim implisit kepada totalitas dan kesempurnaan di dalam kata ‘buku’ menjadi dasar kepada fundamentalisme yang mengedit (kata tersebut) untuk mengambang dari hikmah tradisi yang berkembang. Al-Qur’an tidak mengizinkan konsepsi petunjuk Ilahi yang terbatas seperti itu. Sebaliknya, bagi para pemerhati Islam, gagasan buku ini, teks yang terbatas ini, yang mengklaim sebagai totalitas dari kalam Ilahi kepada manusia hanya menampakkan kesombongan.”
:Mohammed Arkoun suci--yang telah diaplikasikan kepada Bibel Ibrani dan Perjanjian Baru, sekalipun tanpa menghasilkan konsekuensi negatif untuk ide wahyu terus ditolak oleh pendapat kesarjanaan Muslim. Karya-karya mazhab Jerman terus ditolak, dan kesarjanaan Muslim tidak berani menempuh penelitian seperti itu sekalipun penelitian tersebut akan menguatkan sejarah “.Mushaf dan teologi wahyu
(Mohammed Arkoun (l. 1929 WAHYU EDISI LANGIT
EDISI DUNIA • • •
Proses Pewahyuan Periode penetapan Mush af Periode Ortodoks pus
Nasr Hamid Abu Zayd )l.:)1943 “Kalam Ilahi wujud dalam bahasa manusia, jika tidak, maka Kalam Ilahi tidak akan dimengerti. Pemikiran Islam menjadi stagnan karena penekanan yang terlalu berlebihan kepada dimensi ilahi )divine dimension). Padahal alQur’an adalah kata Muhammad yang meriwayatkan apa yang beliau katakan adalah Kalam Ilahi.” (The word of Muhammad reporting what he asserts is the Word of God. This is the Qur’an).
Nasr Hamid Abu Zayd: “Bagaimanapun, Kalam Ilahi perlu mengadaptasi diri-dan menjadi manusiawi- karena Tuhan ingin berkomunikasi kepada manusia. Jika Tuhan berbicara dengan bahasa Tuhan, manusia sama sekali tidak akan mengerti.” (The Word of God needed to adapt itself—become human—because God wanted to communicate to human beings. If God spoke God-language, human beings would understand nothing). “Al-Qur’an adalah bahasa manusia” )the Qur’an is human language).
:Nasr Hamid Abu Zayd “Teks sejak awal diturunkan -ketika teks diwahyukan dan dibaca oleh Nabi-, ia berubah dari sebuah teks Ilahi menjadi sebuah konsep atau teks manusiawi, karena ia berubah dari tanzil menjadi takwil. Pemahaman Muhammad atas teks mempresentasikan tahap paling awal dalam interaksi teks dengan akal manusia.”
:Nasr Hamid Abu Zayd “Al-Qur’an adalah ‘produk budaya’ )muntāj thaqāfī). Disebabkan realitas dan budaya tidak bisa dipisahkan dari bahasa manusia, maka alQur’an adalah teks bahasa )nas lughawī). Realitas, budaya, dan bahasa, merupakan fenomena historis dan mempunyai konteks spesifikasinya sendiri. Oleh sebab itu, al-Quran adalah teks historis )a historical text). Historisitas teks, realitas dan budaya sekaligus bahasa, menunjukkan bahwa al-Qur’an adalah teks manusiawi (nas insānī).”
:Nasr Hamid Abu Zayd • “Teks-teks agama adalah teks-teks bahasa yang bentuknya sama dengan teks-teks yang lain di dalam budaya.” )anna al-nusūs al-dīniyyah nusūs lughawiyyah sha’nuhā sha’n ayyat nusūs ukhrā fī al-thaqāfah). • "Sesungguhnya, kepercayaan atas wujud metafisik teks )al-Qur'an) akan menghapuskan upaya pemahaman yang ilmiah bagi fenomena teks.” • “Saya mengkaji al-Qur’an sebagai sebuah teks berbahasa Arab agar dapat dikaji baik oleh kaum Muslim, Kristen maupun Ateis.”
Leone Caentani (m. 1935): Hadits yang menyatakan bahwa alQur’an pertama kali dihimpun pada zaman Abu Bakar adalah palsu. Hadits tersebut bertujuan untuk menjustifikasi tindakan ‘Utsman menghimpun al-Qur’an.
Friedrich Schwally (m. 1919): Hadits yang mengkaitkan al-Qur’an dihimpun dengan banyaknya para Qurra’ meninggal dalam perang Yamamah sebenarnya palsu karena dua faktor. Pertama, para Qurra’ yang meninggal pada perang tersebut sangat sedikit sekali. Kedua, keterkaitan antara dihimpunnya al-Qur’an dengan banyaknya para Qurra’ yang meninggal dalam perang Yamamah tidak logis. Alasannya, ketika Muhammad hidup, al-Qur’an telah ditulis secara bertahap. Oleh sebab itu, tidak tepat menjadikan kematian para Qurra’ sebagai alasan untuk menghimpun al-Qur’an
Friedrich Schwally (m. 1919):
Terdapat perbedaan riwayat al-Qur’an yang dihimpun pada zaman Abu Bakr dan pada zaman ‘Utsman.
Friedrich Schwally (m. 1919):
Mushaf Abu Bakr adalah mushaf pribadi
Musthafa Mandur : Motivasi yang mendorong Abu Bakr dan ‘Umar adalah perasaan rendah diri )murakkab naqs), dan karena ‘Umar memberikan mushaf tersebut kepada anaknya, maka mushaf tersebut adalah harta pribadi )maliyah shaksiyyah)
:Taufik Adnan Amal “Mushaf yang dihimpun pada zaman Abu Bakr dan ‘Umar bukanlah mushaf resmi. Selain itu, motivasi yang mendorong dihimpunnya mushaf tersebut bukanlah disebabkan banyaknya para Qurra’ yang meninggal dalam perang Yamamah.”
Arthur Jeffery: Mushaf Abdullah ibn Mas’ud mengeluarkan alfatihah, al-nas, al-falaq dari al-Qur’an
:Arthur Jeffery “Tentu saja terdapat kemungkinan alFatihah sebagai sebuah doa dikonstruksi oleh Nabi sendiri, tetapi penggunaannya dan posisinya di dalam al-Qur’an kita saat ini dikarenakan para penyusunnya, yang menempatkannya, mungkin di halaman awal Mushaf Standar.”
:Arthur Jeffery • Sebenarnya terdapat beragam Mushaf yang beredar di berbagai wilayah kekuasaan Islam. Mushaf-Mushaf tersebut berbeda dengan Mushaf ‘Utsman. Jadi, ketika Mushaf ‘Utsmani dijadikan satu teks standart yang resmi dan digunakan di seluruh wilayah kekuasaan Islam, maka kanonisasi tersebut tidak terlepas dari alasan-alasan politis )political reasons).
:Mus’ab bin Sa’d adrakat al-nas hina fa‘ala ‘Utsman ma fa‘ala, fama raitu ahadan ankara dhalika, ya‘ni min al-muhajirin wa al-ansar wa ahl al-‘ilm.
:.Ali ra • “Seandainya Ia belum melakukannya, maka aku yang membakarnya )law lam yasna’hu ‘Utsman lasana‘tuhu). • “Seandainya aku yang berkuasa, niscaya aku akan berbuat mengenai Mushaf sebagaimana yang ‘Utsman buat )law walitu, lafa‘altu fi al-Masahif alladhi fa‘ala ‘Utsman).
:Thabit bin ‘Imarah al-Hanafi • “Aku telah mendengar Ghanim bin Qis al-Mazni mengatakan: “Seandainya ‘Utsman belum menulis mushaf, maka manusia akan mulai membaca puisi.” )law lam yaktub ‘Utsman almushaf, latafiqa al-nas yaqra’una al-shi‘r). • Abu Majlaz mengatakan: “Seandainya ‘Utsman tidak menulis al-Qur’an, maka manusia akan terbiasa membaca puisi.”)law la anna ‘Utsman kataba al-Qur’an laulfiyat al-nas yaqra’una alshi‘r).
Theodor Nöldeke: Tulisan arab menjadi penyebab perbedaan qira’ah. Perbedaan qira’ah muncul karena Mushaf ‘Uthmani tidak memiliki titik dan tanda baca. Tidak ada titik yang membedakan konsonan, vokal serta tanda-tanda ortografis yang lain.
:Arthur Jeffery Keragaman qira’ah lambat laun mengalami pembatasan karena tekanan politis Sultan Ibnu Muqla )m. 940 M) dan Sultan Ibnu ‘Isa )m. 946 M) pada tahun 322 H. Para penguasa tersebut bertindak atas desakan dan rekayasa Ibnu Mujahid )m. 324/936 M). Padahal, pada periode awal Islam, keragaman qira’ah itu beragam dan tumbuh subur sebagaimana terungkap dalam berbagai Mushaf.
:Arthur Jeffery Al-Qur’an memiliki banyak kelemahan. Oleh sebab itu, perlu sebuah al-Qur’an dengan bentuk yang baru yang disebut dengan al-Qur’an edisi kritis )a critical edition of the Qur’an)
Arthur Jeffry: Jilid Pertama, mencetak teks hafs yang diklaim sebagai textus receptus dengan menyertakan apparatus criticus
Jilid Kedua, pengenalan )introduction) terhadap sejarah al-Quran sebagaimana Geschichte des Qorans edisi kedua
Jilid ketiga, menerangkan apparatus criticus
Jilid keempat, membuat kamus alQur’an yang akan memuat makna asal kosa kata al-Qur’an.
Jurnal Justisia Fakultas Syariah Institut Agama :)Islam Negeri Semarang, )Edisi 23 Th XI, 2003
“Dalam studi kritik Qur’an, pertama kali yang perlu dilakukan adalah kritik historisitas Qur’an. Bahwa Qur’an kini sudah berupa teks yang ketika hadir bukan bebas nilai dan tanpa konteks. Justru konteks Arab 14 abad silam telah mengkonstruk Qur’an…
Jurnal Justisia Fakultas Syariah IAIN Walisongo, :)Semarang, )Edisi 23 Th XI, 2003 Adalah Muhammad saw, seorang figur yang saleh dan berhasil mentransformasikan nalar kritisnya dalam berdialektika dengan realitas Arab. Namun, setelah Muhammad wafat, generasi pasca Muhammad terlihat tidak kreatif. Jangankan meniru kritisisme dan kreativitas Muhammad dalam memperjuangkan perubahan realitas zamannya, generasi pasca-Muhammad tampak kerdil dan hanya mem-bebek pada apa saja yang asalkan itu dikonstruk Muhammad…
Jurnal Justisia Fakultas Syariah IAIN Walisongo, :)Semarang, )Edisi 23 Th XI, 2003
Dari sekian banyak daftar ketidakkreatifan generasi pasca-Muhammad, yang paling mencelakakan adalah pembukuan Qur’an dengan dialek Quraisy, oleh Khalifah Usman Ibn Affan yang diikuti dengan klaim otoritas mushafnya sebagai musfah terabsah dan membakar )menghilangkan pengaruh) mushaf-mushaf milik sahabat lain…
Jurnal Justisia Fakultas Syariah IAIN Walisongo, :)Semarang, )Edisi 23 Th XI, 2003 Imbas dari sikap Usman yang tidak kreatif ini adalah terjadinya militerisme nalar Islam untuk tunduk/mensakralkan Qu’an produk Quraisy. Karenanya, wajar jika muncul asumsi bahwa pembukuan Qur’an hanya siasat bangsa Quraisy, melalui Usman, untuk mempertahankan hegemoninya atas masyarakat Arab [dan Islam]. Hegemoni itu tampak jelas terpusat pada ranah kekuasaan, agama dan budaya. Dan hanya orang yang mensakralkan Qur’anlah yang berhasil terperangkap siasat bangsa Quraisy tersebut.” )Pengantar Redaksi; Kritik Historisitas Qur’an: Pengantar menuju Desakralisasi)