Menghidupkan Semangat Tarbiyah As Syahid Hasan Al Banna pernah mengingatkan para muharik (penggerak) da'wah bahwa jalan da'wah bukanlah jalan yang ditaburi bunga-bunga kenikmatan. Justru kepada para muharik da'wah itu ditawarkan cobaan-cobaan, kesulitan-kesulitan, serta godaan-godaan yang akan melanda tak kenal waktu. Tarbiyah (pengajian) sebagai bagian yang tidak dapat terpisahkan dari da'wah juga memiliki karakter yang sama, penuh cobaan, kesulitan, dan halangan untuk dapat tetap beristiqomah dalam menjalaninya. Mungkin masih segar dalam ingatan kita mengenai masa-masa indah ketika pertama kali kita bergabung dalam kelompok pengajian. Kita saling ta'aruf (berkenalan) dengan wajah-wajah yang sebelumnya tidak kita kenal untuk kemudian secara berkelanjutan kita menghadiri pengajian itu di setiap waktunya. Sampai kenangan indah itu terusik ketika kita mendapati beberapa teman kita (atau bahkan kita sendiri) mulai sering terlambat hingga pada akhirnya tidak lagi hadir di forum yang mulia itu. Jadilah pengajian yang sudah dirintis dengan susah payah, hanya tinggal dihuni oleh dua atau tiga orang, dan bahkan bubar...... Penyebab dari "lenyapnya" satu demi satu anggota suatu pengajian boleh jadi berbeda-beda. Mulai dari yang terkena penyakit malas sampai karena "dipaksa" oleh keadaan seperti kerja misalnya. Dan bila kita coba menarik garis lurus ke atas dari berbagai penyebab tersebut, maka kita akan mendapati bahwa kesemuanya berinduk pada satu penyebab yaitu hilangnya ruhul tarbiyah (semangat tarbiyah) di kalangan aktivis da'wah. Sirnanya semangat untuk mengaji di kalangan para aktivis tidak boleh kita pandang sebelah mata. Justru ini merupakan permasalahan besar di dalam dunia da'wah. Karena tarbiyah adalah fondasi dari bangunan da'wah. Da'wah tidak akan pernah membuahkan hasil dan bahkan akan hancur bersamaan dengan hilangnya kesadaran dari para penggeraknya untuk bertarbiyah. Selain itu tarbiyah adalah syarat utama bagi seorang aktivis untuk menda'wahkan Islam. Kita tentu ingat perintah Rasulullah saw agar kita selalu memulai segala sesuatu dari diri kita (ibda' binafsika), termasuk ketika kita menyerukan Islam kepada orang lain. Bahkan mengingat pentingnya pengajian dalam sebuah aktivitas da'wah, para sahabat ra tidak pernah melepaskan diri dari proses tarbiyah yang diberikan langsung oleh Rasulullah Muhammad saw. Kita tentu tahu bagaimana sejarah menceritakan bahwa dalam kondisi sesulit apapun (ketika itu Rasulullah dan para sahabat mendapatkan perlawanan dari kafir Quraisy) tarbiyah tetap berjalan di masa Rasulullah saw di rumah Arqom Bin Abil Arqom. Maka mengaca pada sejarah yang ada, seharusnya kita introspeksi diri untuk kemudian merasa malu bahwa cobaan dan godaan yang kita alami amat sangat tidak sebanding dengan cobaan dan ujian yang di alami Rasulullah Muhammad saw bersama para sahabatnya di masa-masa awal Islam. Kita seharusnya malu, ketika kita meninggalkan pengajian hanya dikarenakan kesibukkan kantor. Kita seharusnya malu, ketika kita tidak lagi bertarbiyah hanya lantaran kesibukkan kuliah. Dan rasa malu tersebut tidak ada gunanya tanpa kemudian dibarengi dengan kesadaran hati nurani bahwa di balik pentingnya aktivis da'wah untuk bertarbiyah terdapat kebutuhan yang telah menjadi fitrah bagi manusia. Sehingga dengan hadirnya kesadaran aktivis untuk bertarbiyah, tidak ada lagi alasan bagi kita untuk meninggalkannya. Wallahu 'alam bishowab (BW)