Semangat Belajar.docx

  • Uploaded by: Abdus Salam
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Semangat Belajar.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,701
  • Pages: 22
Semangat belajar Ketika matahari terbit Membakar semangatku Untuk menuntut ilmu Demi masa depanku Demi kebahagiaanku Kau selalu ada Dalam pikiranku Kau selalu aku ingat Tak jemu aku mencarimu Hingga aku bisa Semakin banyak ku belajar Semakain banyak yang tak ku tahu Semakain aku bersemangat Tuk terus belajar Karena aku yakin Dengan belajar Ku kan menggapai cita-cita Pahlawan Tanpa Tanda Jasa Pahlawan tanpa tanda jasa Ialah Guru Yang mendidik ku Yang membekali ku ilmu Dengan tulus dan sabar Senyummu memberikan semangat untuk kami Menyongsong masa depan yang lebih baik Setitik peluhmu Menandakan sebuah perjuangan yang sangat besar Untuk murid-muridnya Terima kasih Guru Perjuanganmu sangat berarti bagiku Tanpamu ku tak akan tahu tentang dunia ini Akan selalu ku panjatkan doa untukmu Terimakasih Guruku Kenangan Indah Setiap masuk kelas Ia bawa hal baru Hingga murid slalu menunggu-nunggu Tak pernah datang terlambat Aturan waktunya sungguh akurat Pelajaranpun penuh dengan variasi Dengan beragam macam aksi Teriakan, tepuk tangan dan tawa Yel-yel dan nyanyian bergema Memberi semangat pada semua Memberi dorongan untuk mencoba Dengannya kelas jadi bernyawa Penuh kesungguhan namun tak hilangkan canda

Pahlawan Pendidikan Jika dunia kami yang dulu kosong tak pernah kau isi Mungkin hanya ada warna hampa, gelap tak bisa apa-apa, tak bisa kemana-mana Tapi kini dunia kami penuh warna Dengan goresan garis-garis, juga kata Yang dulu hanya jadi mimpi Kini mulai terlihat bukan lagi mimpi Itu karena kau yang mengajarkan Tentang mana warna yang indah Tentang garis yang harus dilukis Juga tentang kata yang harus dibaca Terimakasih guruku dari hatiku Untuk semua pejuang pendidikan Dengan pendidikanlah kita bisa memperbaiki bangsa Dengan pendidikanlah nasib kita bisa dirubah Apa yang tak mungkin kau jadikan mungkin Hanya ucapan terakhir dari mulutku Di hari pendidikan nasional ini Gempitakanlah selalu jiwamu wahai pejuang pendidikan Indonesia Guruku Pahlawanku Andai kata matahari tiada Dunia akan beku dan bisu pelangi tiada akan pernah terpancar kehidupan tiada akan pernah terlaksana Disaat titik kegalauan menghampiri Terlihat setitik cahaya yang kami cari Yang nampak dari sudut-sudut bibirmu Dan gerak-gerik tubuhmu Engkau sinari jalan-jalan kami yang buntu Yang hampir menjerumuskan masa sepan kami Engkau terangi kami dengan lentera ilmu mu Yang tiada akan pernah sirna di terpa angin usia Guru…….. Engkau pahlawan yang tak pernah mengharapkan balasan Disaat kami tak mendengarkan mu Engkau tak pernah mengeluh dan menyerah Untuk mendidik kami Darimu kami mengenal banyak hal Tentang mana warna yang indah Tentang garis yang harus di lukis Juga tentang kata yang harus dibaca Engkau membuat hidup kami berarti Guru…… Tiada kata yang pantas kami ucapkan Selain terimakasih atas semua jasa-jasa mu Maafkan kami bila telah membuatmu kecewa Jasa-jasa mu akan kami semat abadi sepanjang hidup kami Terimakasih guruku, engkau pahlawan ku

Teman Waktu berlalu, tak terasa begitu cepatnya Saat berada didekat kalian aku merasa riang Kalian yang membuat hari ini tak begitu basi Lelucon, canda, tawa menyatu dengan serasi Kadang ada cinta, kadang ada benci Begitulah adanya Kau temanku, matahariku Menerangi dan memberi semangat untuk hari ini Kau temanku, arahku Kau mengingatkan saat aku salah melangkah Bagaimanapun keadaannya kau adalah kau Kau adalah temanku Rate this item:Submit Rating link : http://www.puisipendek.net/teman.html

LIBURAN SEKOLAH Syaiful Bahri Akhir sekolah, buku-buku ditumpuk begitu saja di gudang di belakang rumah dan meja belajarku akan penuh buku-buku baru. Ibu, setahun ini aku telah belajar seni melipat kertas sebentuk angsa, perahu, boneka sampai kembang. Buku-buku di gudang itu, aku ingin menjadikannya kembang mekar atau pun kembang kuncup. Teman-temanku mengajak bermain kelereng dan petak umpet tunggu aku bilang, aku belum selesai melipat kembang kertas. Mereka bilang sekarang bukan waktu sekolah, tidak ada tugas tidak tahu bahwa ini memang bukan tugas, tapi aku hanya Ingin memberi hadiah padamu, padamu Ibu dan semua keindahannya cuma untukmu, hanya itu. Memang kembang ini tidak harum seperti melati tidak juga berwarna-warni seperti magnolia. Tapi terimalah kembang kertas ini, Ibu. Sebab kembang ini adalah ilmu pengetahuan yang tak akan pernah layu, jatuh lalu hilang. Pada akhir sekolah, buku-buku ditumpuk begitu saja di gudang di belakang rumah aku menjadikannya kembang mekar dan kembang kuncup. 2011

Liburan Sekolah Joko Pinurbo (1) Liburan sekolah sudah tiba. Sepeda merahku melonjak gembira. Sambil ngebut di jalan pulang ia meminta: “Besok ajak aku piknik ya bang. Aku jenuh tiap hari mengantarmu pergi pulang sekolah. Aku ingin jalan-jalan ke bukit dan lembah.” Kuremas gagang stangnya yang kusam, kuberi ia sepotong janji: “Tentu aku akan akan mengantarmu tamasya ke tempat yang seindah mimpi. Tapi kau tak boleh nakal. Tak boleh menabrak pantat orang. Tak boleh nyelonong ke jurang. Dan kalau belok harus pelan-pelan, jangan malah menambah kecepatan.” Ah sepeda merahku. Rodanya yang tak pernah baru kadang menggelinding juga ke halaman tidurku. Kutepati janji. Di sebuah sore yang hangat dan menggemaskan, di bawah matahari yang gondrong rambutnya, aku dan sepedaku pergi melancong ke hutan. Sepedaku dan aku menyusuri lembah dan bebukitan seperti dua petualang yang tak peduli pada tujuan. Memasuki senja, kami tersesat di sebuah lorong cahaya yang menuju ke cakrawala. Di ujung lorong cahaya muncul sebuah tangga cahaya. Di atas tangga cahaya tampak seorang lelaki tua sedang bermain sulap. Oh ia sedang menyulap segumpal awan menjadi selembar sapu tangan. Ia melambai dan memanggil: “Ayo lekaslah ke sini, nak.

Mari kusulap sepeda bututmu menjadi sepeda baru.” Aku mendekat. Ya ampun, wajah tukang sulap itu mirip wajah kakekku yang hanya pernah kulihat fotonya. Aku ingin sekali naik ke tangga itu, tapi sepedaku buru-buru mencegahku: “Ayo pulang, bang. Aku sudah capek dan kedinginan.” Sampai di rumah, kudapatkan nenek sedang menggigil di depan tungku, ditemani kucingnya yang montok dan lucu. Kuhampiri ia dan kuraba keningnya: “Nenek sedang demam ya?” Dengan lirih dan agak gemetar ia menimpal: “Aku rindu kakekmu.” (2) Rencanaku menjenguk teman yang lagi sakit tertunda lagi. Hujan mengamuk tak henti-henti, wabah flu menyebar ke seluruh penjuru kampung. Di mana-mana kutemukan orang berkerudung sarung, seakan-akan negara sedang berkabung. Sampah hujan menumpuk di sudut halaman, berangsur-angsur mengeras menjadi es batu. Aku membantu ayah memecah-mecah bongkahan es hujan. Ayah memasukkan beberapa bongkah ke dalam kulkas, katanya: “Es batu ini, nak, sangat bagus untuk bikin minuman. Bagus pula untuk obat. Nanti kubikinkan ya? Ayah jamin kamu tak akan mudah pusing, pilek dan demam bila kehujanan.” Malam itu kulihat ayah banyak minum es hujan. Setelah puas, ayah mengepalkan tangan dan mengacungkannya, serunya: “Tubuhku sehat, badanku kuat, walau nasibku semakin gawat.” Lalu ayah sempoyongan seperti orang mabuk. Sejurus kemudian ayah menggelosor dan tertidur di depan televisi. Dari dalam televisi penyiar mengucapkan salam: “Selamat tidur, penyair. Selamat mabuk es hujan.” (3) Malam-malam aku disuruh ibu membeli kerupuk di warung seberang. Kerupuk, kata ibu, bisa membuat meja makan yang dingin dan nestapa jadi cerah ceria. Ibu suka kerupuk yang renyah dan seru bunyinya. Di jalan remang-remang menuju warung aku berpapasan dengan seorang adik kelasku yang parasnya lebih dari lumayan. Kami beradu mata dan saling mengucapkan hai. Tatapannya telah mengobrak-abrik kesunyian mataku. Sejenak kami berbasa-basi. Lalu malam membimbing kami ke sebuah bangku di bawah pohon rambutan di dekat warung. Kami berbincang hangat tentang seluk-beluk sekolah. Tentang pelajaran matematika yang membosankan. Tentang awalan ber- yang membingungkan. Juga tentang bu guru yang selalu bilang astaga bila ada muridnya yang pecicilan. Aku pulang sambil bersiul sepanjang jalan. Tidak dengan kerupuk, tapi dengan beberapa biji buah rambutan yang dipetik adik kelasku itu dan diberikannya kepadaku, katanya untuk kenang-kenangan. Malam berikutnya aku pura-pura mau beli kerupuk lagi, siapa tahu bisa bertemu kembali dengannya. Ah, terlambat. Kulihat ia keluar dari warung bersama entah siapa. Mereka jalan bersama dengan mesra sambil ketawa-ketawa. Aku bengong, terpana. Ia menoleh ke aku, matanya melirik dengan cemerlang, tapi tatapannya tak sanggup lagi menembus mataku, bahkan seyum manisnya telah mengubah hatiku menjadi sebongkah bara. Lelaki sepantaran aku di sampingnya juga menoleh, tersenyum, menganggukkan kepala, tapi aku keburu balik kanan, pulang. Pulang dalam bimbang. Aku tak tahu apakah itu yang namanya cinta monyet. Sedikit cintanya, lebih banyak nyometnya, dan akhirnya mungkin hanya tinggal nyemotnya. Menjelang tiba di rumah, kutemukan sajak Chairil berceceran di pinggir jalan. Kupungut dan kemasukkan ke saku celana. Di atas meja belajarku ada gambar Chairil sedang merokok dengan mata disipit-sipitkan. Gayanya tampak agak dibuat-buat, tapi cukup keren juga. Aku segera mengambil kepingan-kepingan sajaknya dari saku celanaku, membersihkannya, kemudian merangkainya menjadi sebuah kalimat, bunyinya: Ah hatiku yang tak mau memberi, mampus kau dikoyak-koyak sepi. (4)

Bu guru memberiku tugas membuat laporan kegiatan seni. Sore itu kuminta ibu menemaniku melihat-lihat pameran lukisan di sebuah galeri di sudut alun-alun kota. Lukisan-lukisan besar berbaris di dinding dan dengan hormat menyambut kedatangan aku dan ibu. Aku dan ibu terpikat pada sebuah lukisan yang tak jelas siapa pelukisnya. Lukisan itu sepenuhnya berlatar hitam. Di tengah hitam hanya ada sebuah rumah tua berpintu merah dengan cahaya lampu redup remang. Lama aku terpesona sampai terlambat sadar bahwa aku telah kehilangan ibu. Ibu tak ada lagi di sampingku. Pastilah ibu sedang ke toilet sebab tadi beberapa kali ibu menanyakan di mana toilet. Tanpa ibu aku terus terpana memandangi lukisan itu. Aku terkesiap ketika cahaya lampu di rumah itu makin lama makin terang. Mungkin karena kupandangi terus, lambat laun meremang kembali. Tiba-tiba aku merinding dan merasa kesepian. Aku terhenyak ketika seseorang menepuk bahuku, katanya: “Sedang melamun ya?” Ah, ternyata ibu. “Ke toilet kok lama sekali sih, bu?” “Ibu tidak dari toilet, anakku. Ibu habis memasuki rumah tua dalam lukisan itu. Ternyata itu perpustakaan. Ibu sempat membuka-buka sekilas beberapa buku tua. Ibu senang bisa menemukan sebuah kitab puisi yang ibu cari-cari. Judulnya lucu, Celana.” “Celana, ibu? Bukankah itu buku yang baru akan saya tulis dua puluh tahun yang akan datang?” Ibu segera menggandeng tanganku dan mengajakku makan bakso. (5) Malam Minggu. Aku duduk-duduk saja di ruang tamu sambil menjahit baju seragamku yang koyak di bagian ketiak. Aku menjahitnya dengan benang hitam yang lembut dan liat. Tengah suntuk-suntuknya aku menjahit, adikku tersayang tiba-tiba nyelonong dari belakang: “Pantesan ibu merasa kepalanya berdenyit-denyit. Ternyata kamu menjahit dengan rambut ibu.” (6) Ini malam terakhir liburanku. Rasanya sekolah sudah merindukanku. Kusempatkan membongkar tas sekolahku yang penuh dengan ribuan kata-kata pemberian ibu dan bapak guru. Kupilih dan kupilah mana yang harus kupersembahkan kepada tempat sampah, mana yang mesti kuawetkan dalam ingatan. Di ruang tengah ibu lagi bersendiri bersama televisi. Aku mencoba melongok lewat celah pintu kamarku. Oh, ibu sedang minum es hujan. Ibu tersenyum riang sehabis meneguk es hujan. Teguk lagi, senyum lagi. Teguk lagi, senyum lagi. Tapi mengapa gelas ibu seperti tak berkurang isinya, malah terisi penuh kembali? Rupanya ada air mata tak kelihatan yang mengucur ke gelas ibu. Aku tahu ibu diam-diam sedang menangis terharu. Aku tak tahu apakah ibu terharu karena nilai ulanganku bagus semua atau karena belum bisa membelikanku sepatu baru. Kututup rapat pintu kamarku, kukemasi buku-buku pelajaranku. (7) Pagi-pagi, berbekal kecupan hangat ibu, aku bersama sepeda merahku berangkat berjuang kembali ke sekolah. Di perjalanan aku dicegat oleh adik kelasku yang satu itu. “Hai, ada titipan salam untukmu dari kakakku.” “Siapa kakakmu?” “Itu... yang ke warung bersamaku malam itu.” Aku terdiam dan ia lanjut jalan. Senyum hebatnya tak bisa lagi kulawan.

(2009/2010)

Puisi Libur Maria Kirana belajar..belajar...belajar! Akhirnya selesai juga

sebelum libur pembagian rapor Asyik,nilaiku tidak ada yang merah! libur tlah tiba enaknya kemana ya? ke rumah saudara atau..mmm terserah deh Libur tlah usai ayo,kembali sekolah bertemu guru dan kawan berbagi cerita dan ilmu 2011

Dikutip dari berbagai sumber Untukmu Ayah Untukmu Ibu Kasihmu… sayangmu… selalu kau berikan padaku… Kau banting tulangmu… kau peras keringatmu… Namun kau selalu berusaha tersenyum didepanku… Walau ku sering mendurhakaimu… kau tak pernah berhenti memberi semua itu… Kau pun tak pernah sedikitpun meminta balasan dariku… Karena ku tau… kau lakukan semua itu… Hanya untuk membuatku bahagia… Kau cahaya hidupku… kau pelita dalam setiap langkahku… Maafkan…bila aku belum bisa membalas semua kebaikan yang telah kau berikan untukku… Tetapi Aku berjanji… aku akan selalu berusaha dan berdo’a semampuku… untuk kebahagiaanmu di masa tua mu nanti… Agar kau selalu tersenyum… walaupun apa yang ku beri… tidak sebesar apa yang ku terima selama ini… Bunda ... engkau adalah rembulan yang menari dalam dadaku Ayah ... engkau adalah matahari yang menghangatkan hatiku Ayah.. Bunda.. kucintai kau berdua seperti aku mencintai surga Semoga Allah mencium ayah bunda dalam taman-Nya yang terindah nanti.

~ UNTUKMU IBU ~ IBU kupersembhkan puisi ini untukmu.. Ku tulis puisi ini special untkmu.. Namun tiada kalimat yg sanggup menandingi kalimat kash sayangmu.. Tiada kata" seindah seyummu.. Cintamu nan tulus membuat hdpku sangat berarti.. Ada engkau disisiku ibu.. Kau memberi kekuatan untkku.. Kau mengajari keikhlasan dalm hdpku.. Kini aku tau arti kesbrn dan keikhlasan itu ibu.. Seperti mana engkau telah membesarkan dan mendidikku penuh kesbrn dan keikhlasan.. Engkau bgtu sbr menunggu 9 bln untk melahrkanku ke dunia ini.. Walaupun engkau tau aku sngat nakal, sering menendang dan memukul perutmu ibu.. Namun engkau tak pernah marah.. Engkau malah tersenyum sembari mengelus dan berkata " Anakku jgn nakal, bntr lg km bs bermain bersama ibu " saat ku dgr kt" ibu aku pun trtidur dlm ruang kashmu ibu .. Terimaksh telah mempertaruhkan nyawamu untk melahrkan ku ibu.. Terimaksh telah merawatku penuh keikhlasan dan tak pernh meminta imblan dariku.. Terimaksh untk segalanya ibu.. Semoga allah slalu memberi kshtn dan panjang umur.. Amin.

I Love U IBU.. AYAH tak peduli sang mentari membakar tubuh mu tak peduli lumpur dan peluh membasahi tubuhmu letih sudah harap langkah mu____ .........ayah.. duh.....remuk hati ini melihat perjuangan mu duh....hancur raga ini melihat ,,,mendengar settiap helaan nafas mu ayah....... itu badan yang dulu gempal kini habis di makan derita itu kulit yang dulu nan mulus kini penuh dengan bintik-bintik lara ayah......... lumpur dan peluh tlah menjadi pakaiyanmu pegal dan linu telah menjadi santapan mu capek dan letih sudah menjadi makanan mu ayah................... ku salut dengan pengorbananmu ku kagum dengan jiwa juang mu semua tuk keluargamu..! by. Asep Saepulloh,. Cs Kumpulan Puisi Untuk Ayah Ku Gembira...! Walau Ku Kembara Sedunia.. Walau Ku Temu Ramai Insan … Nyata Aku Punya Ramai Teman… Teman2..Seikhlas Hati Ku Katakan Kalian Istimewa..Teristimewa… Walau Ku Kembara Sedunia Walau Ku Temu Ramai Insan …. Nyata Kamu Tetap Raja dan Ratu Dihati Ku… Seikhlas Hati Ku Kata Kan … I Love You Mam & Dad Kamu Istimewa..Teristimewa Walau Ku Kembara Sedunia Walau Ku Temu Ramai Jejaka Nyata Kau Tiada Tandingannya Kau Istimewa ..Teristimewa…! Ayah Sejatiku Ayah kau adalah pembelajaran Sekumpulan ilmu yang harus dipraktekkan Kau pukul aku dengan cambuk ingatan Agar lebih bermakana untuk kampung negara Kini sudah usang kulitmu Ayah Tapi setiap kerut kulitmu adalah pengalaman Kau didik aku lewat khas militer terbaikmu Beliyau berikan waktu yang tepat untuk tidur Dan tak ada kata keluar malam Waktu harus dikerjakan secara tepatnya Seketika aku salah beliyau lari untuk sopaniku Rahasia hitam putih adalah hobimu ayah. Dengan mentri dan pion jalankan lalu habiskan malam Tanpa bintang seterang matahari Aku disini selalu mendoakan kesehatanmu ayah sayang .

BAPAK INI TENTANG RINDUKU "ku tulis petuahmu dihatiku dengan cahaya tinta menyala agar hati dan jiwa ini terang dari gelap ketika fitnah dunia ingin melahap surbanmu lusuh oleh pengalaman namun tetap putih oleh ilmu keringatmu masih tercium tiap kali bibir ini memanggilmu Bapak, ingatku tanpa segan dulu naik ke bahumu, bahkan beranjak besar tanpa sadar membebani bahumu aku belum cukup berbakti setelah kini engkau mempunyai menantu.. sadar'ku sepi merangkulmu , sedang aku tetap belum tegap berdiri tanpa petuah dan bimbingan yang sesering dulu yang lelahku berakhir dipangkuanmu dan belaianmu segarkan semangat... aku masih belum cukup berbakti maka gelisahku diseberang jalan ini termenung rindu menatap awan berarak arahnya mengajakku pulang ku hanya tersenyum menitip salam " Bapak, doakan anakmu menjadi seperti harapan yang tiap sujud kau bisikkan..." aku masih masih belum cukup berbakti, maafkan anakmu...!

Puisi Air Mata Ibu Berselimut kelam dan malam… Hadirkan suara kaki saat mata mulai terpejam… Aku lihat jam dilingkar tangan… Tanda waktu larut malam… Suara sendu dan usang itu… Dikelip renta tulang belulang… Dijatuhkannya dosa itu… Dosa hamba dari anak tersayang… Basah sekujur tubuh… Tak ada sesuci air wudhu diwajah ibu… Tunduh tanpa penghiatan… Sejujur bibir yg selalu berdoa… Tangis wajah letih… Terbalut air dari mata air cintanya… Tulus tanpa terkira… Terasa lirih dan berkaca-kaca…

TANAH AIR KU Indah permai tanah air ku Berjuta suku bernaung pada mu Beragam budaya menghiasimu : Tanah air ku tercinta Susah payah engkau tecipta Beragam masalah telah melimpah Tapi ku tetap tegar di bangsa ini

BANGSA DAN NEGARA Indonesia …… Tumpah darah ku Negeri yang selalu ku puja Indonesia……. Penuh dengan kekayaan Penuh dengan keajaiban Bulan telah tertutupi awan hitam Langit putih telah terganti dengan malam Kita hanyalah sebagai orang awam Yaaa..Ilahi … berikan bangsa ini Bangsa yang selamat …

TEMPATKU Indonesia tercinta Begitu indah dirimu Bermacam-macam kau persembahkan Persawahan yang melimpah Lelautan luas pemberi berkah Pegunungan indah nan permai Itulah isimu….. Dengan kelebihan yang kau beri Meskipun hidup dengan kesederhanaan kami bersyukur

(Karya M.Sholeh Sundafa)

PAHLAWAN KU

Kimi hanya tinggal kenangan Sejarah mu telah ku kenang Adakah sekarang ini sepertimu Kau telah memberi segalahnya Susah payah telah kau lewati Kini kau tinggalkan senyuman Kedamaian kehidupan bangsa Tapiadakah syukur Sekarang ….. Bukan penjajah asing Tapi penjajah bangsa sendiri Orang yang tak mengenalmu Orang yangtak menyukuri jerih payah mu Kenapa ….. Kau tak lahir lagi Untuk membenarkan bangsa ini

PADI Ku tanam dengan sukarela Dalam sawah tanah air ku Ku taruh benih-benih indah Tumbuh,tumbulah cepat Berbungalah menguning Agar cepat memanennya Tersembunyi kekayaan alam Burung pipit begembira ria Biar sedikit taka apa Kami pun bersyukur Demi kemakmuran bangsa Para petani berpesta ria

TANAH AIR KU Indah permai tanah air ku Berjuta suku bernaung pada mu Beragam budaya menghiasimu Tanah air ku tercinta Susah payah engkau tecipta Beragam masalah telah melimpah Tapi ku tetap tegar di bangsa ini Untuk bangsa ku Semenjak ku di lahirkan Darah mengalir membasahi bumi Pertanda aku di ciptakan untuk pertiwi Semua tersenyum atas kehadiran ku Semenjak ku di besarkan Di atas bumi yang damai Bumi pertiwi,bangsa merdeka Indonesia raya namanya Karena jasa-jasa pahlawan Pahakawan yang perang di medan tempur Menegakkan Indonesia Raya Semenjak ku remaja hinggah dewasa Aku adalah tunas bangsa Yang di pupuk kebenaran Yang dituntun mencintai bangsa Meneruskan pengabdian pahlawan (Karya M.Sholeh Sundafa)

Bersama pahlawan Tumpah darah ku untuk bangsaku Darah yang mengalir deras Yamg mengisi volume tubuh Mengisi pori-pori jasadku Yang terkandung gen-gen pahlawan Yang di warisi semangatmu

Untuk meneruskan cita-cita mu Kau sangat berarti Berarti untuk bangsa ini Kini aku penerusmu Yang tak lain,membela bangsa ini Doa untuk mu pahlawan Doa untuk negeri tercinta Berjuang…….. Demi masa depan yang cerah Terimah kasih pahlawan (Karya M.Sholeh Sundafa)

Keberanian mu Peluh keringat kau cucurkan Darah yang mengalir tak kau hiraukan Kau berdiri tegak Turun di medan perang Penjajah satu-persatu kau kalahkan Disini keberanian mu Deni saudara-saudaramu Demi negeri tercinta Kau rela berkorban Dengan bekal keberanian Bamboo yang kau runcingkan Sebagai toggak kehidupan Api yang membara dalam hatimu Menerjang rintangan yang menhalang (Karya M.Sholeh Sundafa)

Tanya negeri Dimana kau di lahirkan Disini aku,di bumi pertiwi Dimana kau di besarkan Di nusantara yang makmur Siapa yang kan kau abdi

Disinilah aku mengabdi Diatas tanah sanubari Negeri pemberi kehidupan Tempat hidup dan mati ku Aku diciptakan Tuhan YME Untukmu…….. Wahai bangsaku .. Indonesia Raya (Karya M.Sholeh Sundafa)

Harapan untuk bangsa Ketika ku tak bersuara Aku hanya diam dan membisu Tak mengerti akan kehadiran ku Bahwa aku untukbangsa Ketika ku tak dapat melihat Bayangan hitam menghantui Tapi aku dapat mendengar Bisikan orang tu bergemuru Lantunan nada terus terdengar Nyayian Indonesia raya menghibur hati Semua orang memberi hormat Menjadi kesatuan yang utuh Harapanku…. Menjadikanmu..merdeka dari segalah penjuru Harapanku..adalah doa untuk mu.. Bangsa yang sehat,sejahtera,dan bahagia (Karya M.Sholeh Sundafa) INDAHNYA ALAM NEGERI INI Kicauan burung terdengar merdu Menandakan adanya hari baru Indahnya alam ini membuatku terpaku Seperti dunia hanya untuk diriku Kupejamkan mataku sejenak Kurentangkan tanganku sejenak Sejuk, tenang, senang kurasakan Membuatku seperti melayang kegirangan Wahai pencipta alam Kekagumanku sulit untuk kupendam

Dari siang hingga malam Pesonanya tak pernah padam Desiran angin yang berirama di pegunungan Tumbuhan yang menari-nari di pegunungan Begitu indah rasanya Bak indahnya taman di surga Keindahan alam terasa sempurna Membuat semua orang terpana Membuat semua orang terkesima Tetapi, kita harus menjaganya Agar keindahannya takkan pernah sirna Puisi Karya: Ronny Maharianto

PUISI PANTAI Kubiarkan ombak mengusap kedua kakiku seperti menari-nari dalam buaian keriaan kalbumu kupandang jauh Jauh di ufuk kebiruan berpadu yang menyatukan langit dan laut namun waktupun sekejap berlalu beranjak dari pesona Dengan hamparan pasir putihmu debur ombak yang berdebar dan keceriaan anak-anak tertawa tersenyum serta lesung pipimu bak guratan pasir jemari-jemari lentik yang sesekali gelombang menyapanya waktu yang tak pernah kembali berjalan bahkan berlari Ijinkanlah kutemui bukan sekedar untaian mimpi kan kubasuh kakiku di pantaimu Puisi Karya: Panca Empri LAUTAN YANG INDAH DAN TENANG Lautan yang indah dan tenang Terlihat ikan yang sedang bergurau riang Dibalik terumbu karang yang tampak kokoh Bersama tanaman laut yang bergerak indah Manusia yang melihat itu sangat terpesona Ikan ikan berenang dengan ceria Air laut tampak tenang dan tidak bergelombang Suasana lautan sangat nyaman dan tenang Puisi Karya: Rini Sita Untukmu Pahlawan Indonesiaku Demi negri… Engkau korbankan waktumu Demi bangsa… Rela kau taruhkan nyawamu Maut menghadang di depan Kau bilang itu hiburan Tampak raut wajahmu Tak segelintir rasa takut Semangat membara di jiwamu Taklukkan mereka penghalang negri

Hari-hari mu di warnai Pembunuhan dan pembantaian Dan dihiasi Bunga-bunga api Mengalir sungai darah di sekitarmu Bahkan tak jarang mata air darah itu Yang muncul dari tubuhmu Namun tak dapat… Runtuhkan tebing semangat juangmu Bambu runcing yang setia menemanimu Kaki telanjang yang tak beralas Pakaian dengan seribu wangian Basah di badan keringpun di badan Yang kini menghantarkan indonesia Kedalam istana kemerdekaan *** Puisi Kepahlawanan – Pupus Raga Hilang Nyawa Napak tilas para pahlawan bangsa Berkibar dalam syair sang saka Berkobar dalam puisi indonesia Untuk meraih Cita-cita merdeka Napak tilas anak bangsa Bersatu dalam semangat jiwa Bergema di jagat nusantara Untuk meraih prestasi dan karya Merdeka… Kata yang penuh dengan makna Bertahta dalam raga pejuang bangsa Bermandikan darah dan air mata Merdeka… Perjuangan tanpa pamrih untuk republik tercinta Menggelora di garis khatulistiwa Memberi kejayaan bangsa sepanjang masa Merdeka… Harta yang tak ternilai harganya Menjadi pemicu pemimpin bangsa Untuk tampil di Era dunia *** Puisi Pahlawan – Pengorbanan Mengucur deras keringat Membasahi tubuh yang terikat Membawa angan jauh entah kemana Bagaikan pungguk merindukan bulan Jiwa ini terpuruk dalam kesedihan Pagi yang menjadi malam Bulan yang menjadi tahun Sekian lama telah menanti Dirinya tak jua lepas Andai aku sang Ksatria Aku pasti menyelamatkanya Namun semua hanya mimpi

Dirinyalah yang harus berusaha Untuk membawa pergi dari kegelapan abadi (Puisi Karya Siti Halimah) *** Di Balik Seruan Pahlawan Kabut… Dalam kenangan pergolakan pertiwi Mendung… Bertandakah hujan deras Membanjiri rasa yang haus kemerdekaan Dia yang semua yang ada menunggu keputusan Sakral Serbu… Merdeka atau mati Allahu Akbar Titahmu terdengar kian merasuk dalam jiwa Dalam serbuan bambu runcing menyatu Engkau teruskan Menyebut Ayat-ayat suci Engkau teriakkan semangat juang demi negri Engkau relakan terkasih menahan tepaan belati Untuk ibu pertiwi Kini kau lihat… Merah hitam tanah kelahiranmu Pertumpahan darah para penjajah keji Gemelutmu tak kunjung sia Lindunganya selalu di hatimu Untuk kemerdekaan Indonesia Abadi (Puisi Karya Zshara Aurora) *** Untuk Pahlawan Negriku Untuk negriku… Hancur lebing tulang belulang Berlumur darah sekujur tubuh Bermandi keringat penyejuk hati Ku rela demi tanah airku Sangsaka merah berani Putih nan suci Melambai-lambai di tiup angin Air mata bercucuran sambil menganjungkan do’a Untuk pahlawan negri Berpijak berdebu pasir Berderai kasih hanya untuk pahlawan jagat raya Hanya jasamu yang bisa ku lihat Hanya jasamu yang bisa ku kenang Tubuhmu hancur lebur hilang entah kemana Demi darahmu… Demi tulangmu… Aku perjuangkan negriku Ini Indonesiaku *** Puisi – Pahlawanku

Pahlawanku… Bagaimana Ku bisa Membalas Jasa-jasamu Yang telah kau berikan untuk bumi pertiwi Haruskah aku turun ke medan perang Haruskah aku mandi berlumuran darah Haruskah aku tersusuk pisau belati penjajah Aku tak tahu cara untuk membalas Jasa-jasamu Engkau relakan nyawamu Demi suatu kemerdekaan yang mungkin Tak bisa kau raih dengan tanganmu sendiri Pahlawanku engkaulah bunga bangsa (Puisi Karya Rezha Hidayat) *** Puisi Perjuangan – Indonesiaku Kini Negaraku cinta indonesia Nasibmu kini menderita Rakyatmu kini sengsara Pemimpin yang tidak bijaksana Apakah pantas memimpin negara Yang aman sentosa Indonesiaku tumpah darahku Apakah belum bangun dan terjaga Pemimpin yang kita bangga Apakah rasa kepemimpinan itu, Masih tersimpan di nurani Dan tertinggal di lubuk hati Rakyat membutuhkanmu Seorang khalifatur Rasyidin Yang setia dalam memimpin Yang menyantuni fakir miskin Mengasihi anak yatim Kami mengharapkan pemimpin Yang sholeh dan solehah Menggantikan tugas Rasulullah Seorang pemimpin Ummah Yang bersifat Siddiq dan Fatanah Andai aku menemukan Seorang pemimpin dunia Seorang pemimpin negara dan agama Seorang pemimpin Indonesia ku tercinta Allah maha mengetahui dan yang mengetahuinya (Puisi Karya Awaliya Nur Ramadhana) *** Puisi Pahlawan – Bambu Runcing Mengapa engkau bawa padaku Moncong bayonet dan sangkur terhunus Padahal aku hanya ingin merdeka Dan membiarkan Nyiur-nyiur derita Musnah di tepian langit

Karena kau memaksaku Bertahan atau mati Dengan mengirim ratusan Bom Yang engkau ledakkan di kepalaku Aku terpaksa membela diri Pesawat militermu jatuh Di tusuk bambu runcingku Semangat perdukaanmu runtuh Kandas di Batu-batu cadas Kota Surabaya yang panas *** Puisi Perjuangan – Pemuda Untuk perubahan Indonesiaku menangis Bahkan Tercabik-cabik Dengan hebatnya pengusaanya sang korupsi Tak peduli rakyat menangis Kesejahteraan jadi Angan-angan Keadilan hanyalah Khayalan Kemerdekaan telah terjajah Yang tinggal hanya kebodohan Indonesiaku, Indonesia kita bersama Jangan hanya tinggal diam kawan Mari kita bersatu ambil peranan Sebagai pemuda untuk perubahan (Puisi Karya Ananda Rezky Wibowo)

KEKUASAAN TUHAN MAHA ESA Oleh: Anderline

Jika langit sedih Cakrawala nampak muram Angkasa tak membiru Lalu awan menghitam Berhias kilatan petir Hingga guntur menggelagar Maka; Pertanda hujan turun Manyapu debu-debu nista Mantra pawang hujan. Niscaya: Bila tak ingin basah :siapkan payung ;berteduhlah Kita meyaksikan rintik hujan Menyaksikan gelembung-gelembung debu Merasakan nikmat kebesaran Tuhan Penguasa alam segala isi-nya Bukan para pawang hujan Dengan mulut komat-Komit Entah apa yang di sebut.

Kesinilah kita menyaksikan hujan Menatap burung-burung beterbangan Tanda kekuasan Tuhan yang Maha Esa.

KEBUDAYAAN INDONESIA

Indonesiaku..... Negeri yang kaya akan budaya dan keanekaragamannya Beragam adat istiadat, bahasa dan suku bangsa Beraneka ragam flora dan fauna Indonesia, negeri yang melimpah akan rempah-rempahnya Menjadi ciri khas bangsa Negeri yang di penuhi dengan keberagaman keindahan budaya indonesia Sangat bangga rasanya dilahirkan disini Pulau jawa yang kaya akan keindahan batiknya Kalimantan yang kaya akan pohonnya Papua yang indah dengan raja ampatnya Oh negeriku, Sungguh beragam budaya ku ini Semoga kebudayaan indonesia tak akan pernah luntur Akan selalu ada disanubari kita Tak boleh ada satupun yang merampas kebudayaan indonesia Mari kita jaga kebudayaan kita agar tidak ada yang merampasnya

NUANSA BUDAYA INDONESIA Oleh Destriani Hamidah Indahnya negeri ini dalam buaian ibu pertiwi negri ini di penuhi dengan keberagaman nuansa keindahan budaya indonesia Bangsa ini kaya akan budaya penuh dengan symphoni yang indah mengapa tidak kita lestarikan ? mengapa tidak kita pertahankan ? Ini bangsa kita.. ini negri kita..

ini kebudayaan kita.. kita hidup, kita dewasa dalam negeri tercinta ini

BUDAYA DIJAJAH HABIS Nusantara Indonesia Beribu pulau yang ada Bepuluh-puluh provinsi pun juga Daur-baur globalisasi merajalela Tak lepas jua budayanya Bali punya kecak Betawi punya pencak semua bak meninggalkan bercak-bercak Benih rasa budaya luhur yang selalu siap memberontak Lihatlah awan mulai menipis Itulah.. nenek moyangmu sedang menangis Dilihatnya budaya luar yang masuk dengan beringis mencuci otak rakyat tradisional sampai habis Yang tertinggal hanyalah pusaka Yang tertera hanyalah nama Unik, apa itu Indonesia? Bukan lagi hingga kini dan nanti Menunggu generasi muda membangkitkan budaya yang telah mati

INILAH NEGERIKU Negeri yang berbendera merah dan putih Begitu pula kaya akan seni dan budaya Serta menjunjung tinggi akan semangat patriotisme Semangat kami hanya untuk bangsaku Indonesia Takkan ada lagi tumpah darah di negeriku Terbanglah setinggi tinggi nya sang garuda Berkobarlah bendera sang merah putih

Ini budaya ku Tak kan ada yang merampasnya Engkau merampasnya? Akan ada pertumpahan darah yang mengalir Demi bangsa ku, bangsa Indonesia Pulau jawa akan keindahan batiknya Kalimantan kaya akan pohon bangkirai Papua yang indah dengan wisata raja ampatnya Oh negeriku Sungguh ragam budaya ku ini

NUANSA BUDAYA INDONESIA Oleh Destriani Hamidah Indahnya negeri ini dalam buaian ibu pertiwi negri ini di penuhi dengan keberagaman nuansa keindahan budaya indonesia Bangsa ini kaya akan budaya penuh dengan symphoni yang indah mengapa tidak kita lestarikan ? mengapa tidak kita pertahankan ? Ini bangsa kita.. ini negri kita.. ini kebudayaan kita.. kita hidup, kita dewasa dalam negeri tercinta ini Kini saatnya untuk kita saling bersatu saling melestarikan budaya saling menjaga apa yang akan kita lestarikan dan mempertahankan nuansa budaya indonesia.

BUDAYA INDONESIA

terhampar ribuan pulau dimana banyak kehidupan tempat berbagi bahagia tempat kuterlahir yang akan selalu terngiang diingatanku selalu..... terdapat bermacam budaya yang menyatukan kita satu...Indonesia kultur budaya yang indah yang terhampar dari sabang hingga merauke kaulah kebanggaanku kaulah jati diriku kubangga hidup dibumi pertiwi ini sejuta kata tak dapat kugambarkan akan indah budaya yang kau miliki kucinta kau Indonesiaku

Related Documents

Semangat
May 2020 15
Semangat Belajar.docx
December 2019 36
Semangat Tektan.docx
April 2020 14
Semangat Membela Islam
June 2020 15

More Documents from "Prof. DR. H. Imam Suprayogo"