Materi Hukum Persaingan Usaha.docx

  • Uploaded by: YosuaSimanjuntak
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Materi Hukum Persaingan Usaha.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,237
  • Pages: 4
Pengertian Hukum Persaingan Usaha Hukum persaingan usaha merupakan hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan persaingan usaha. Menurut Arie Siswanto, hukum persaingan usaha (competition law) adalah instrumen hukum yang menentukan tentang bagaimana persaingan itu harus dilakukan. Menurut Hermansyah hukum persaingan usaha adalah seperangkat aturan hukum yang mengatur mengenai segala aspek yang berkaitan dengan persaingan usaha, yang mencakup halhal yang boleh dilakukan dan hal-hal yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha. Tujuan Hukum Persaingan Usaha Sebuah persaingan membutuhkan adanya aturan main, karena terkadang tidak selamanya mekanisme pasar dapat berkerja dengan baik (adanya informasi yang asimetris dan monopoli). Dalam pasar, biasanya ada usaha-usaha dari pelaku usaha untuk menghindari atau menghilangkan terjadinya persaingan di antara mereka. Berkurangnya atau hilangnya persaingan memungkinkan pelaku usaha memperoleh laba yang jauh lebih besar. Di Indonesia, pengaturan persaingan usaha baru terwujud pada tahun 1999 saat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat disahkan. Kelahiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut ditunjang pula dengan tuntutan masyarakat akan reformasi total dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk penghapusan kegiatan monopoli di segala sektor. Adapun beberapa tujuan diadakannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 antara lain: 1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat. 2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil. 3. Mencegah praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha. 4. Berusaha menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha. Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat Definisi dalam UU No. 5/1999 • Praktek Monopoli: Penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang atau atas penggunaan jasa tertentu oleh suatu pelaku atau suatu kelompok pelaku usaha. • Persaingan Usaha Tidak Sehat: Persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

1

Dalam pelanggaran yang ditetapkan pengaturan persaingan memiliki dua sifat yang pasti berkaitan (salah 1 atau ke 2 nya) dalam pengaturan undang-undang, yaitu larangan yang bersifat : 1. Rule of Reason Yaitu prinsip yang akan digunakan untuk menentukan perbuatan tertentu melanggar atau tidak. Didasarkan pada akibat yang muncul dari perbuatan yaitu menghambat persaingan atau melahirkan kerugian pada pelaku usaha lain. 2. Per Se Ilegal Yaitu prinsip yang menentukan larangan yang jelas dan tegas tanpa mensyaratkan adanya pembuktian mengenai akibat-akibatnya atau kemungkinan akibat adanya persaingan. Perjanjian, Kegiatan dan Posisi Dominan yang Dilarang Dalam Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia a. Oligopoli (Pasal 4): Yaitu perjanjian untuk menguasai produksi dan/atau pemasaran barang atau menguasai penggunaan jasa oleh 2 s.d. 3 pelaku atau kelompok usaha tertentu (menguasai >75% pangsa pasar satu jenis barang/jasa tertentu) b. Penetapan harga (Pasal 5): Yaitu perjanjian di antara pelaku usaha yang seharusnya bersaing, tetapi melakukan koordinasi (kolusi) untuk mengatur harga. c. Diskriminasi harga dan diskon (Pasal 6 sampai dengan Pasal 8). d.

Pembagian wilayah (Pasal 9).

Yaitu perjanjian di antara pelaku usaha yang seharusnya bersaing, tetapi justru berbagi wilayah untuk pemasaran masing-masing. Perjanjian di antara beberapa pelaku usaha untuk : 1. Menghalangi masuknya pelaku usaha baru (entry barrier) 2. Membatasi ruang gerak pelaku usaha lain untuk menjual atau membeli suatu produk f. Kartel (Pasal 11). Perjanjian di antara pelaku usaha yang seharusnya bersaing, sehingga terjadi koordinasi (kolusi) untuk mengatur kuota produksi, dan/atau alokasi pasar. Kartel juga bisa dilakukan untuk penetapan harga (menjadi price fixing). g. Trust (Pasal 12). Perjanjian kerja sama di antara pelaku usaha dengan cara menggabungkan diri menjadi perseroan lebih besar, tetapi eksistensi perusahaan masing-masing tetap ada. h. Oligopsoni (Pasal 13). Perjanjian untuk menguasai penerimaan pasokan barang/jasa dalam suatu pasar oleh 2 s.d. 3 pelaku atau kelompok usaha tertentu.

2

i. Integrasi vertikal (Pasal 14). Perjanjian di antara perusahaan-perusahaan yang berada dalam satu rangkaian jenjang produksi barang tertentu, namun semuanya berada dalam kontrol satu tangan (satu afiliasi), untuk secara bersama-sama memenangkan persaingan secara tidak sehat. j. Perjanjian tertutup (Pasal 15). Perjanjian di antara pemasok dan penjual produk untuk memastikan pelaku usaha lainnya tidak diberi akses memperoleh pasokan yang sama atau barang itu tidak dijual ke pihak tertentu. k. Perjanjian dengan luar negeri (Pasal 16). Semua bentuk perjanjian yang dilarang tidak hanya dilakukan antarsesama pelaku usaha dalam negeri, tetapi juga dengan pelaku usaha dari luar negeri karena dapat mengakibatkan praktek monopoli. Jenis-Jenis Kegiatan yang Dilarang a. Monopoli (Pasal 17). Kegiatan menguasai atas produksi dan/atau pemasaran barang atau menguasai penggunaan jasa oleh satu pelaku atau kelompok pelaku usaha tertentu. b. Monopsoni (Pasal 18). Kegiatan menguasai atas penerimaan pasokan barang/jasa dalam suatu pasar oleh satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha tertentu. c. Penguasaan pasar (Pasal 19). Ada beberapa kegiatan yang termasuk kategori kegiatan penguasaan pasar yang dilarang : 1. Menolak/menghalangi masuknya pelaku usaha baru (entry barrier) 2. Menghalangi konsumen berhubungan dengan pelaku usaha saingannya d. Dumping (Pasal 20). Praktik dagang yang dilakukan eksportir dengan menjual barang , jasa, atau barang dan jasa di pasar internasional dengan harga kurang dari nilai yang wajar atau lebih rendah daripada harga barang tersebut di negerinya sendiri atau daripada harga jual kepada negara lain. e. Manipulasi biaya produksi (Pasal 21). f. Persekongkolan (Pasal 22). Kegiatan (konspirasi) dalam rangka memenangkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat, dalam bentuk : 1. Persekongkolan untuk memenangkan tender 2. Persekongkolan mencuri rahasia perusahaan saingan

3

Posisi Dominan Pengertian posisi dominan dikemukakan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Namun, posisi dominan tidak serta merta merupakan pelanggaran. Yang penting, posisi dominan ini tidak disalahgunakan. Perilaku penyalahgunaan posisi dominan dinyatakan dalam Pasal 25 Ayat (1) yaitu jika pelaku usaha secara langsung atau tidak langsung : 1. Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas. 2. Membatasi pasar dan pengembangan teknologi. 3. Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar yang bersangkutan. Tugas KPPU Tugas Komisi Pengawas Persaingan Usaha telah diatur secara rinci dalam Pasal 35 UndangUndang Nomor 5 Tahun 1999, yang kemudian diulangi dalam Pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999. Komisi Pengawas Persaingan Usaha ditugaskan melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, seperti perjanjian-perjanjian oligopoli, penerapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal, perjanjian tertutup, dan perjanjian dengan pihak luar negeri; melakukan penilaian terhadap kegiataan usaha dan/atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, dan melakukan penilaian terhadap ada atau tidaknya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, yang disebabkan penguasaan pasar yang berlebihan, jabatan rangkap, pemilikan saham dan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan badan usaha atau saham. Wewenang KPPU Sesuai dengan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, secara lengkap kewenangan yang dimiliki Komisi Pengawas Persaingan Usaha meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a. menerima laporan dari masyarakat dan/atau pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat; b. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan/atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat

4

Related Documents


More Documents from ""