BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit akut dengan manifestasi klinis seperti perdarahan yang dapat mengakibatkan syok yang berujung kematian (Prasetyani, 2015). DBD disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Virus dengue ditularkan ke manusia tertutama melalui nyamuk Aedes aegypti yang telah terifeksi virus (Candra, 2010; Kesetyaningsih, Alislam, & Eka, 2012). Setiap tahunnya 50-100 juta penderita demam dengue dan 500.000 penderita DBD dilaporkan oleh World Health Organization (WHO) di seluruh dunia, dengan jumlah kematian sekitar 22.000 jiwa, terutama pada penderita anak-anak (Soedarto, 2012). Jumlah kasus DBD di Asia Tenggara dan Pasifik Barat pada tahun 2008 dilaporkan ada lebih dari 1,2 juta jiwa dan meningkat sebesar 3 juta jiwa pada tahun 2013 (Mulyati, Majid, & Ibrahim, 2013). Indonesia merupakan negara Asia Tenggara yang paling banyak melaporkan penderita DBD paling tinggi khususnya pada anak-anak (Soedarto, 2012). Di Kota Tangerang, jumlah penderita penyakit DBD yang dilaporkan selama tahun 2015 sebanyak 518 penderita (IR = 28,28 per 100.000 penduduk). Jumlahnya menurun jika dibandingkan dengan tahun 2014 sebanyak 552 penderita (IR = 27,85 per 100.000 penduduk). Masih Tingginya angka kesakitan DBD ini disebabkan karena keadaan iklim yang tidak stabil dan curah hujan yang cukup tinggi pada musim penghujan, sehingga banyak sarana perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti yang cukup potensial. Angka Kesakitan (Incidence Rate/IR) DBD meningkat pada tahun 2015 jika dibandingkan dengan tahun 2014, namun masih dibawah target Kementerian Kesehatan untuk angka kesakitan DBD yaitu 100 per 100.000 penduduk. Jumlah kematian akibat DBD pada tahun 2015 sebanyak 4 orang yang tecatat. Wilayah Kecamatan Larangan 1 orang, Kecamatan Tangerang 1 orang, Kecamatan Cibodas 1 orang dan Kecamatan Priuk 1 orang. CFR DBD tahun 2015 di Kota Tangerang sebesar 0,77%. Rendahnya CFR DBD di Kota Tangerang menggambarkan kesadaran masyarakat terhadap kewaspadaan bahaya DBD sudah mulai meningkat sehingga tidak terjadi keterlambatan untuk penanganan medis dari tenaga kesehatan setempat. Angka Bebas Jentik (ABJ) di kota Tangerang tahun 2015 yaitu 95%, dalam hal ini ABJ Kota Tangerang Tahun 2014 sama dengan target ABJ Nasional yaitu ≥ 95%. Tinggi rendahnya
Angka Bebas Jentik (ABJ) tergantung pada peran serta masyarakat dalam pelaksanaan PSN karena dengan ABJ diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi. Pemberantasan sarang nyamuk dengan metode 3M Plus merupakan upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh masyarakat seperti menguras kamar mandi, mengubur barang-bekas terutama yang dapat menampung air serta menutup tempat-tempat yang memungkinkan nyamuk
berkembangbiak.
Selain
itu,
ditambahkan
kegiatan
pencegahan
meliputi
menggunakan obat nyamuk/antinyamuk sesuai dosis dan petunjuk pemakaian pada kemasan, menggunakan kelambu saat tidur siang dan malam hari, menanam tanaman pengusir nyamuk seperti lavender, zodia; memelihara ikan yang dapat memakan jentik nyamuk pada kolam atau bak mandi, menghindari daerah gelap di dalam rumah agar tidak ditempati nyamuk dengan mengatur ventilasi dan pencahayaan, serta memberi bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan. Untuk meningkatkan upaya pemberantasan penyakit DBD diperlukan adanya kader Juru pemantau jentik (Jumantik) dalam melakukan pemeriksaan jentik secara berkala dan terus menerus serta menggerakkan masyarakat dalam melaksanakan PSN DBD (Depkes RI, 2007). Kader merupakan seorang tenaga sukarela yang direkrut dari, oleh dan untuk masyarakat yang bertugas membantu kelancaran pelayanan kesehatan. Kader jumantik mempunyai tugas membantu petugas puskesmas melakukan pendataan dan pemeriksaan jentik nyamuk di rumah-rumah penduduk sekitar wilayah kerja puskesmas (Sudayasa, 2010). Selain itu kader jumantik juga dapat memberikan sosialisasi mengenai pemberantasan sarang nyamuk dengan metode 3M Plus. Partisipasi aktif dari kader jumantik diharapkan mampu meningkatkan ABJ dan menekan jumlah kasus DBD. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan kinerja juru pemantau jentik (jumantik) dengan perilaku keluarga dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN) penyebab DBD.