Makalh Tia.docx

  • Uploaded by: Tia
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalh Tia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,628
  • Pages: 21
MAKALAH MANAJEMEN KOPERASI & UKM “POTENSI INDUSTRI RUMAH TANGGA 2” dosen pembimbing : Fatari,SE,MM

DI SUSUN OLEH : 1. AGUNG HARYANTO

11011700590

2. ALVIN NADIAN DAMARA

11011700727

3. BENI PUTRA

11011700728

4. BAYU MURTHY 5. DINA HADIYANTI 6. SETIANINGSIH

11011700622

7. MULYATI

1101170O278

8. RAFFI SEPTIAN

Program studi Fakultas ekonomi dan bisnis MANAJEMEN 2018/2019

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa sebab atas segala rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, makalah mengenai “POTENSI INDUSTRI RUMAH TANGGA 2” ini dapat diselesaikan tepat waktu. Meskipun kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan didalamnya. Kami sangat berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat dan edukasi Selain itu makalah ini juga nantinya diharapkan dapat memberikan manfaatnya , Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kemudian makalah kami ini dapat kami perbaiki dan menjadi lebih baik lagi. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Kami juga yakin bahwa makalah kami jauh dari kata sempurna dan masih membutuhkan kritik serta saran dari pembaca, untuk menjadikan makalah ini lebih baik ke depannya.

SERANG 01 /10 /2018

DAFTAR ISI

RUMUSAN MASALAH

Kegiatan produksi ( output ) Pertumbuhan produksi di tentukan oleh kombinasi dari sejumlah factor yang sifatnya dinamis yang dapat di kategorikan ke dalm dua sisi / kelompok, yakni permintaan dan penawaran.Faktor-faktor sisi permintaan yang penting adalah tingkat pendapatan riil perkapita ( dan laju serta sifat pertumbuhan nya ), jumlah populasi (laju dan sifat pertumbuhan nya ), lokasi, dan pola atau derajat persaingan. Sedangkan factor-faktor sisi penawaran adalah termasuk modal, SDM, teknologi, bahan baku, energy, kewirausahaan, informasi dan infrastruktur. Kinerja dari masing-masing factor tersebut beda menurut sector atau subsector atau kelompok industri. Bahan di dalam satu kelompok industry, pengaruh dari factor-faktor tersebut terhadap masingmasing persahaan terhadap individu bia berbeda. Hal ini juga ditunjukan dalam table 7.14 dari hasil survey. Sebagian besar responden mengalami pertumbuhan produksi sejak usaha mereka berdiri hingga saat ini (saat dilakukan suvei). Namun, besarnya pertumbuhan berbeda antarresponden tersebut. Tentu, di antara periode-periode itu ada saat-saat dimana volume produksi mengalami penurunan . Namun, secara keseluruhan, usaha merka mengalami kemajuan sejak usaha meraka di dirikan. Demikian juga sumber pertumbuhan tersebut berbeda menurut mereka. Ada karena memang permintaan bertambah dalm arti jumlah pembeli atau jumlah pembelian rata-rata perkonsumen meningkat. Adak arena cangkupan pembeli atau lokasi pasar bertambah. Sedangkan dari pihak yg mengalami penuruna atau produksi relative tidak bertambah selama ini, sumber utamanya adalah factor-faktor dari sisi suplai, yakni waktu yang kurang untuk menjalankan usaha atau meningkatkan produksi karena pengusaha terkait adalah seorang ibu runah tangga ( RT ) atau mempunyai tugas utama sebagai keola kamoung, kurang tenaga kerja ( TK ) untuk menabah volume produksi, kurang modal untuk memperluas kapasitas produksi, dan sulitnya mendapatkan bahan baku. Salah satu pernyataan penting berikutnya dalam survey adalah menyangkut rencana responden ke depan. Apakah mereka mempunyai rencana untuk menambah produksi. Pertanyaan ini teritama penting untuk melihat sejauh mana tingkat kewirausaahn dari responden, dan secara tidak langsung untuk mengkaji prospek usaha mereka ke depan . Salah satu ciri dari wirausaha yang baik adalah selalu ingi berpartisipasi lebih baik dari sebelumnya. Tidak ada seorang pengusaha yang hebat yang tidak mempunyai keinginan atau

rencana untuk memperluas usahanya. Selain itu, pernyataan tersebut juga bias menghasilak indicator kualitatif tidak langsung mengenai iklim usaha di wilayah sekitar mereka. Teorinya adalah bahwa suatu lingkungan untuk usaha yang tidak kondusif akan membuat pengusaha cenderung lebih pesimis dari pada optimis dalam menjalankan usahanya di masa depan, sehingga membuatnya cenderung untuk tidak memiliki keinginan atau rencana untuk melakukan ekspansi bisnisnya. Tabel 7.15 memberikan suatu gambaran yang positif dari hasil survey yang menyangkut pertanyaan tersebut. Dari 40 responden, hanya satu orang yang mengatakan tidak mempunyai usaha untuk memperluas usahanya. Tetapi ini lebih di sebab kan oleh usaha si pengusaha yang sudah tua ( T6 ), bukan karena alas an-alasan bisnis umumnya. Sedangkan dari sisa 39 responde, alasan-akasan ingin menambah produksi bervariasi antar mereka. Ada yang melihat prospek pasar di dalam negeri yang cerah, namun ada juga responden yang ingin menambah volume produksinya karena adanya peluang besar di pasar ekspor. Ada juga sejumlah responden yang mempunyai rencana menambah produksi bukan sepenuhnya karena perluang pasar akan membaik akan tetapi karena doronga untuk menambah penghasilan (y6 ), dengan harpan tentu ada peluang pasar. Ada juga dua responden yang mengaku ingin menambah kegiatan produksinya di tahun-tahun mendatang karena adanya kebijakan-kebijakan pemerintah yang sangat mendukung selama ini. Misalnya, seorang pengusaha kecap ingin menambah produksinya karena, sesuai pengakuan nya, bimbingan pembuatan kemasan label halal yang di berikan oleh pemerintah selama ini sangat membantunya dalam meningkatkan produksi dan pemasaran kecapnya. Sedangkan seorang pengrajin selama ini

merasa sangat di bantu denga di ikut

sertakan oleh pemerintah di dalam berbagai pameran. Dari semua alas an yang die but, yang frekuensinya paling banyak adalah y1, yakni peluang pasar dalam negeri yang besar (gambar 7.2 ). Isu menganai biaya produksi, terutama rasio antara biaya TK dan biaya bahanbaku, juga menjadi sorotan survey ini, karena ini merupakan salah satu aspek penting dari produksi. Dalam proses survey.

GAMBAR 7.2 :

Setiap responden di minta memberikan perkiraannya mengenai persentase biaya dari dua factor produksi tersebut didalam total biaya total biaya produksi mereka. Rasio biaya tersebut tentu berbeda tidak menurut kelompok industry karena perbedaan dalam produksi, system dan pola produksi serta jenis jumlah minimum TL dan bahan baku yang di perlukan, tetapi jug abis berbeda antar pengusaha dalam kelompok industry yang sama karena adany perbedaan dlam cara melakukan produksi antar pengusaha ( ada yang melakukan secara efisien, ada yang tidak ). Hasil survei mengenai isu ini di perlihatkan dalam TABEL 7.16 dan gambar 7.3 dan gambar 7.4 yang dapat di lihat,

Industri Biaya tenaga kerja

Beberapa kelompok industry seperti kerajinan dan meubel, biaya bahan baku rata-rata per responden di atas 50%, dan biaya TK di bawah 50% dari jumlah biaya produksi. Sedangkan di kelompok-kelompok industry lainnya, rasio biaya tersebut kebalikannya. Tentu berdasarkan hasil survey ini, sulit menentukan apakah rasio-rasio tersebut sudah berdasarkan biaya minimum atau titik optimal di dalam skala produksi (efesiensi) atau ada ketidakefisiensian dalam proses produksinya, karena untuk itu perlu analisis lebih dlam untuk menidentifikasi bats produksi dari masing-masing industry yang di survey tersebut. Ini berarti bahwa para responden menggunakan terlalu banyak TK atau bahan baku dari sebenarnya yang di butuhkan untuk menghasilkan jumlah output yang sama.

MODAL Selain TK, modal merupakan input penting lainyna yang sering di sebut sebagai salah satu kendala IRT. Para responden diminta memberikan perkiraan dalam persentase besarnya modal menurut sumber di dalam literature mengenai IRT di indinesi, mauoun di dunia umumnya, IRT sangat mengandalkan sumber sendiri karena merka sulit mendapatkan akses ke bank atau lembaga keuangan formal lain nya. Hal ini juga di dukung oleh hasil survey seperti yang di tunjukan dalam Tabel 7.17

mayoritas responden mengakui bahwa mereka menggunakan modal sendiri unruk membiayai usahanua. Modal sendiri di dalam kasus IRT ini bukan seperti dalam kasus perusakaan modern yang modalnya di peroleh dari pemilik perusahan denga cara mengeluarkan saham. Persentase dari responden yang menggunakan modal sendiri ternyata lebih tinggi di kelompok industry agro ( gambar7.5 ). Hanya dua responden yang pernah mendapatkan dana pinjaman dari bank, namun demikian tidak sepenuhnya dari bank. Bahkan satu responden di kelompok industry meubel hanya menggunakan 50% dana perbankan, dan sisanya dari uang sendiri. Hanya dus responde yang menjalani bisnis tenun yang pernah mendapatkan dana bergulir dari pemerintah.

Sumber lainnya adalah dari pemasokan bahan baku, yang di alami oleh dua responden, satu di pengolahan ikan dan satu di industry tenun. Bentukya bukan uang, di industry pengolahan ikan, bentuknya adalah system pembayaran dalam membeli bahan baku, sipengusaha mengambil dulu ikan basah dari agen ikan, dan seelah terjual baru di bayar ke agen tersebut. Sedangkan di dalam kasus industry tenun,pemesan membawa sendiri bahan nya dan si pengusaha menenun nya sesuai pesanan. Jadi, dalam kasus tenun ini, si responden bias juga juga di artikan bukan sebagai pengusaha melainkan sebagai tenaga kerja upahan. Hal ini memang sering ditemukan di usaha-usaha rumah tangga di indonesia, yang sulit memang membedakan antara perusahaan atau pengusaha dan pekerja atau tukang jahit.

BAHAN BAKU Hal yang sama juga di tanyakan kepada responden menyangkut sumber utama dari bahan baku mereka. Survei ini hanya fokus pada bahan baku utama, walaupun setiap komoditi umumnya juga memakai bahan-bahan komplementer lainya, didasarkan pada pemikiran bahwa bahan baku utama jika tidak tersedia merupakan kendala utama dalam proses produksi. Misalnya, petani, mereka akan mengekuh jika tidak tersedia pupuk, namun produksi mereka tidak perlu gagal sepenuhnya jika mereka memiliki bibit yang baik. Tentu sumber atau lokasi pembelian bahan baku utama kan berbeda menurut kelompok industry. Seperti yang dapar terlihat dalam Tabel 7.18 dan gambar 7.6. Sumber terpenting bagi banyak responden adalah nasional, yang artinya bahan baku utama di beli dari luar propinsi Kalimantan barat (kalbar), terutama untuk kerajiana rotan yang kebanyakan bersala dari sumatera dan jawa ( sedangkan bahan baku lain nya seperti kayu biasanya didapat secara local atau dari kecamatan atau kabupaten masih di dalam provinsi kalbar ), kopi berasal dari luar kalbar, kecap sebagian besar kacang kedelainya bersala dari luar kalbar atau impor dari amerika serikat ( sedangkan bahan

baku lain nya seperti gula tebu dari kabupaten sambas,dan garam dari Pontianak ), dab sebagian pengusaha tenun yang benang nya dari luar lokasi, untuk pengusaha meubel, bahan utama kayu ada yang dari sumber local dan ada yang di beli dari luar. Sedangkan bahan baku lainnya seperti kaca biasanya dari luar kalbar.

Dalam memperoleh Bahan baku, sebagian besar responden mengatakan mereka membelinya sendiri ( TABEL 7.19 ). Ini merupakan juga salah satu karakteristik UMKM, khususnya UMI dan UK, di Indonesia atau NSB umumnya, terutama karena maslah dan yang terbatas. Karena membeli bahan baku melalui perantara biasanya harga belinya lebih mahal dari pada membeli sendiri. Terkecuali jika pasar/sumber bahan baku jauh sehingga memerlukan biaya transportasi yang besar, maka meraka tergantung pada pedagang/pemasok. Hasil survey menunjukan ada satu orsng pengusaha kecap yang membeli sendiri rata-rata 50% dari jumlah bahan baku yang di perlukan dan 50% nya lagi melalui sebuh perusahaan niaga. Tidak di jelasklan lebih lanjut kenapa ia menerapkan struktur pembalian bahan baku seperti itu. Dari dua responden pengrajin bambu yang masuk di dalam sampel survai, satu orang mengaku bahwa selama ini ia menanam sendiri bambunya yang cukup untuk mensuplai kebutuhan bahan bakunya, Dari lima reponden di kelompok industry pengolahan ikan, empat orang di antara nya mengaku membeli sendiri ikannya,dan satu orang mengatakan memiliki motor air sendiri, jadi dia menangkap sendiri ikan nya. Satu orang penenun mengtakan ia selalu mendapatkan bahan baku dari agen / pesanan selama ini. Ada satu pengusaha meubel dan satu pengrajin rotan membeli sendiri sebagian bahan bakunya dan sebagian lagi melalui pedagang keliling.

PEMASARAN Isu lain nya yang menjadi focus menjadi survey ini adalah orientasi pasarnya. Dalam kaitan ini, Tabel 7.20 dan GAMBAR 7.7 dan GAMBAR 7.8 , menunjukan bahwa di satu sisi hanya sedikit dari jumlah responden yang hanya melayani pasar local atau kecamatan. Namun, di sisi lain, juga hanya sedikit sekali dari mereka yang melakukan ekspor, langsung ( melakukan sendiri ) maupun tidak langsung ( melalui perantara , misalnya pedagang Malaysia ) . Hanya ada 4 pengusaha di industry anyaman rotan dan satu orang di industry meubel yang melakukan ekspor. Pengusaha meubel tersebut menjual setengah dari jumlah outputnya ke pasar provinsi dan sisanya untuk ekspor. Ada sejumlah penenun di dalam sempel yang mengatakan bahwa sebagian besar/semua outputnya diambil oleh pengumpul, dan mereka tidak tahu persis kemana saja produk mereka di jual oleh si pengumpul. Kemampuan seorang pengusaha melakukan ekspor ditentukan oleh

banyak faktor , termasuk wawasan nya mengenai pasar yang ingin di layani dan pengetahuan nya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan ekspor, mulai dari bagaimana menghubungi calon pembeli, melakukan sistem pembayaran internasional ,dan lain nya. Kemampuan ini tidak bisa di dilepaskan dari tingkat pendidikan formal pengusaha. Karena itu , tidak mengheran kankenapa hanya sedikit dari jumlah responden yang bisa melakuakn ekspor, karensa memang profil responden menunjukan bahwa sebagian besar dari meraka hanya berpendidikan formal sekunder. Ketergantunga pada pedagan untuk ekspor juga mebuat pengusaha hanya mendapatkan sedikit keuntungan dari ekspornya. Selanjutnya Tabel 7.21 dan GAMBAR 7.9 menunjukan adanya variasi dalam pola pemasaran tidak hanya antar kelompok industry yang di teliti, tetapi juga antar pengusaha yang di survey ke dalam kelompok industry yang sama. Setiap pengusaha mempunyai banyak pilihan untuk memasarkan produksinya, seperti misalnya melalui pengecer, melalui broker, melalui distributor/agen , melalui pedagang grosir, melalui surat langsung, melalui pedagang keliling ( dari pintu ke pintu ), penjualan pribadi, melalui telepon / telemarketing (OVERTON,2003 ). Dapat d lihat bahwa memasarkan sendiri dan melalui pedagang keliling atau pengumpul merupakan cara pemasaran yang populer di antara oengusaha IRT. Dikelompok industry tenun, di temukan dua responden yang memasarkan sendiri 50% dari produksinya dan, sisanya 50% dari pedagang keliling. Hal yang sama juga di jumpai di industry anyaman rotan, yakni satu responden yang menjual sendiri sebagian dari hasil produksinya ke pasar dan sebagian lagi melalui pengumpul. Seorang responden pengrajin mengaku bahwa dia selalu menjual hail kerajinan nya melalui perusahaan yang melakukan proses penyelesian akhir. Ini sebenarnya adalah kegiatan subkontrak. Jadi ini berarti dari survey ini hanya ada satu pengusaha yang melakukan keterkaitanan bisnis seperti itu. Memang, di indonesia sendiri kegiatan subkontrak antar sesame perusahaan, atau antara IRT dan usaha besar (UB). Masih sangat lemah.

KEMITRAAN Dalam hal kemitraan bisnis, para responde juga di Tanya apakah mereka menjalin kerja sama dengan sesama pengusaha atau pihak lain, baik yang sifat nya formal maupun tidak resmi. Hasil survey menunjukan bahwa hanya di kelompok industry kecap, kopi, dan kerajinan dimana semua

responden nya melakukan hal tersebut. Sedangkan di kelompok-kelompok industry yang di teliti lain nya misalnya, di industi meubel 4 di antara 6 responden tidak melakukan nya, di industry pengolahaan ikan hanya 3 dari 5 responden yang melakukan nya, di industry tenun sebagian besar (9 orang) tidak melakukan nya, di industry anyaman bambu satu orang dari dua responden yang melakukan kemitraan, dan satu responden di terasi tidak melakukannya.(GAMBAR 7.10). Berbagai alasan di berikan oleh para responden yang tidak mempunyai kemitraan, di antara nya seperti yang di akui oleh seorang responden di industry meubel adalah bahwa lebih enak dan aman jika tidak melakukan kerja sama, selama semuanya bisa di lakukan sendiri, atau lebih menguntungkan . Selanjutnya bagi responden yang mempunyai kerjasama diminta untuk menjelaskan dengan siapa mereka bekerja sama. Hanya satu, yakni dari industry tenun yang tidak member penjelasan untuk pertanyaan ini. Seperti yang dapat di lihat di Tabel 7.22 dan Tabel 7.23, sebaggian besar dari mereka yang mempunyai kemitraan, bekerjasama dengan pemasok bahan baku dan pedagang, karena memang kedua jenis agen tersebut sangat krusial bagi kegiatan bisnis khususnya IRT. Alasannya sederhana. Pertama, banyak pemilik IRT tidak mempunyai wawasan mengenai pasar, apalagi pengetahuan mengenai cara pemasaran yang tepat, atau strategi pemasaran, atau umum dikenal dengan sebutan marketing mix strategy (MMS ), yakni kombinasi empat strategi ,produk (menyangkut kualitas/fitur,pilihan/gaya, nama merek, kemasan/ukuran, jasa, dan garansi/pengembalian), harga ( daftar harga, potongan harga/diskon,tukar tambah,jangka waktu pembayaran), lokasi dan distribusi, (jalur distribusi, cakupan,lokasi, pesediaan,transportasi), dan promosin (iklan, penjualan pribadi, promosi penjualan, publikasi)(Overton,2003). Untuk memperluas jangkauan pasar dalam persaingan ketat, MMS sangat penting, dan dengan pendidikan nya formal yang rendah dan modal yang terbatas, sangatlah sulit diharapkan pengusaha niaga atau bahkan pedagang keliling dengan pengalaman yang panjang mengenai pemasaran menjadi andalan bagi banyak pemilik IRT. Kedua, dan ini merupakan alasan karena pengusaha IRT kurang sumber daya/modal untuk mencari sendiri bahan baku atau memasarkan sendiri produk mereka. Selain itu banyak IRT berlokasi saling berdekatan di kluster-kluster, seperti pembuiat tikar dari rotan di jagoi babang, bengkayang, pengolahan ikan di selakau, sambas, dan tenun di kota sambas. Di kluster-kluster seperti ini biasanya dikunjungi secara rutin oleh para pedang keliling dan para pemasok bahan baku. Jadi

para pengusaha IRT di kluster-kluster tidak perlu keluar lokasi untuk membeli bahan baku atau menjual barang meraka. Selain itu dorongan untuk melakukan kerjasama atau bahan keharusan untuk melakukan itu juga sangat tergantung pada jenis komoditi. Komoditi berbeda berarti juga pola ataub proses produksi (termasuk pengadaan bahan baku).

Related Documents

Makalh Kesling.docx
November 2019 22
Makalh Tia.docx
October 2019 45
Makalh Agama.docx
December 2019 26
Makalh Hidro.docx
June 2020 21
Makalh Ibu Hamil.docx
June 2020 22

More Documents from "Dwii Rahayu"

Edaran Stimulan.pdf
May 2020 28
4. Contoh Lhk.docx
December 2019 42
Bap 2017.docx
December 2019 31
Daftar Isi Pedoman Sik.docx
December 2019 43
Makalh Tia.docx
October 2019 45