2.3.3 Kelebihan Tes Objektif
Waktu yang dibutuhkan relative lebih singkat
Panjang pendeknya suatu tes (banyak sedikitnya butir soal) bisa berpengaruh terhadap kadar reliabilitas
Proses pensekoran dapat dilakukan secara mudah karena kunci jawaban dapat dibuat secara pasti
Proses penilaian dapat dilakukan secara objektif karena kunci jawaban sudah dapat ditentukan secara pasti.
Faktor terka-menerka relatif lebih kecil
Dapat dipakai untuk mengukur berbagai tujuan kurikuler
Tidak mengandung jawaban yang dapat dimaknakan bermacam-macam
Siswa dapat memperoleh jawaban yang benar tanpa melakukan sesuai dengan yang diminta
Bagaimanapun fleksibelnya bentuk ini masih sukar untuk dapat mengungkapkan
kemampuan
membuktikan,
melukis,
kreativitas
kemampuan membaca, penemuan, pemecahan masalah.
Lebih representatif mewakili isi dan banyaknya materi/bahan
Lebih objektif dalam penilaian
Lebih mudah dan cepat memeriksanya
Waktu yang diperlukan untuk memeriksa jawaban siswa relatif singkat
Pemeriksaan hasil tes dapat dibantu oleh orang lain
Soal-soal lebih mungkin dapat dipakai ulang
2.3.4 Kelemahan Tes Objektif
Terdapat kemungkinan untuk dapat menebak jawaban dengan tepat. Tidak dapat mengetahui jalan pikiran testi dalam menjawab suatu pesoalan.
Membatasi kreativitas siswa dalam menyusun jawaban sendiri.
Bahan ajar yang diungkap dengan tes objektif, pada umumnya lebih terbatas pada hal-hal yang factual.
Dibutuhkan persiapan penyusunan tes yang relatif lebih sulit dibandingkan tes uraian
Proses berpikir anak tidak bisa diukur
Sifat kreatif siswa akan cenderung menumpul
Beberapa aspek kemampuan tidak bisa atau sukar diungkapkan
Banyak kesempatan untuk untung-untungan
Kerjasama siswa dalam menjawab tes lebih terbuka
2.3.5 Cara Penilaian Tes Obketif Analisis tes hasil belajar bentuk objektif dapat diketahui dari dua kriteria atau dua parameter, yaitu indeks kesukaran dan indeks daya diskriminasi. Menurut Fernandes (1984) analisis tes meliputi tingkat kesukaran tes, daya beda, dan efektifitas pengecoh. Analisis juga untuk menguji efektifitas distraktor pada setiap butir soal untuk menentukan apakah setiap distraktor yang dibuat sudah berfungsi dengan baik. Hasil analisis ini akan menghasilkan suatu keputusan apakah butir soal itu nantinya dapat dipakai, diperbaiki atau dibuang. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengetahui tingkat kesukaran, daya beda dan efektifitas distraktor pada soal bentuk objektif adalah dengan menggunakan analisis psikometrik klasik. Teori tes klasik mempunyai beberapa kelemahan, antara
lain
perhitungan
tingkat
kesukaran
dan
daya
pembeda
soal
sangat bergantung pada sampel yang digunakan dalam analisis. Kondisi sampel sangat mempengaruhi hasil analisis, bila sampel yang digunakan memiliki rentang dan sebaran kemampuan yang tinggi maka hasil analisisnya akan berbeda dengan rentang dan sebaran kemampuan siswa yang rendah. Sebagai contoh daya pembeda soal akan tinggi bila tingkat kemampuan siswa sangat bervariasi atau mempunyai rentang kemampuan yang besar. Sebaliknya daya pembeda soal akan kecil bila tingkat kemampuan siswa mempunyai rentang kemampuan yang kecil. Oleh karena itu kondisi sampel sangat mempengaruhi perhitungan statistik yang dihasilkannya. Guna mengatasi kelemahan dari teori tes klasik, maka langkah yang dapat ditempuh adalah berhati-hati dalam mengambil sampel. Dengan kata lain sampel yang digunakan harus benar-benar mewakili (representatif) dari
populasi. Bila sampel yang digunakan tidak representatif maka akibatnya hasil analisis tidak bisa digeneralisasikan pada populasi.
2.3.6 Tingkat Kesukaran Untuk menghitung tingkat kesukaran (p) cara yang paling mudah dan paling umum digunakan untuk menentukan tingkat kesukaran adalah jumlah peserta tes yang menjawab benar pada soal yang dianalisis dibandingkan dengan peserta tes seluruhannya.
2.3.7 Petunjuk Penyusunan Tes merupakan prosedur sistematis. Dalam Tes uraian Butir-butir tes disusun menurut cara dan aturan tertentu, prosedur administrasi dan pemberian angka (scoring) harus jelas dan spesifik, dan setiap orang yang mengambil tes harus mendapat butir-butir yang sama dan dalam kondisi yang sebanding. Kedua, tes berisi sampel perilaku. Populasi butir tes yang bisa dibuat dari suatu materi tidak terhingga jumlahnya. Keseluruhan butir itu mustahil dapat seluruhnya tercakup dalam tes. Kelayakan tes lebih tergantung kepada sejauh mana butirbutir di dalam tes mewakili secara representatif kawasan (domain) perilaku yang diukur. Ketiga, tes mengukur perilaku. Butir-butir tes menghendaki subjek agar menunjukkan apa yang diketahui atau apa yang dipelajari subjek dengan cara menjawab butir-butir atau mengerjakan tugas yang dikehendaki oleh tes. Respon subjek atas tes merupakan perilaku yang ingin diketahui dari penyelenggaraan tes.
2.3.8 Soal objektif Soal objektif adalah soal yang memiliki satu jawaban pasti. Objektif di sini berarti hasil penilaian terhadap suatu lembar jawaban akan sama walau diperiksa oleh orang yang berbeda asal memiliki latar belakang pendidikan sesuai dengan mata ujian.
Contoh: Perhatikan dialog berikut! Pak Jamari : “Apakah kamu tahu gambar ini ?” Hasan : “Tahu, Pak ! Itu gambar badak?” Pak Jamari : “Dan, gambar ini tentu kamu sudah mengenalnya.” Hasan : “Gambar komodo, Pak!” Anto : “Berasal dari manakah komodo itu, Pak ?” Pak Jamari : “Komodo berasal dari Nusa Tenggara Timur. Oleh karena itu,.... Percakapan di atas dapat dilengkapi dengan pernyataan .... a. pulau itu disebut juga hewan komodo b. pulau itu disebut juga asal komodo c. pulau itu dinamai juga pulau komodo d. pulau itu disebut juga pulau komodo Kunci : D