Daftar Isi
Kata Pengantar Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “Pembagian Hadits Berdasarkan Kuantitas” Sholawat teriring salam semoga tercurah limpahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah hingga zaman yang terang-benderang. Tujuan dibuatnya makalah inidiharapkan agar dijadikan sebagai wawasan kita terhadap mata kuliah “Studi Hadits” sesuai dengan tema yang kami angkat. Penyusun telah berusaha demi keberhasilan dan kesempurnaan makalah ini. Namun, kami merasa masih terlalu banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon kritik dan saran yang membangun baik dari dosen pembimbing maupun dari rekan-rekan mahasiswa. Tidak lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, semoga dengan apa yang ada dalam makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Amiin ....
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar belakang. Hadits atau yang disebut dengan sunnah, adalah segala sesuatu yang bersumber atau disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan atau taqrirnya. Sebagai sumber ajaran Islam setelah AlQur'an, sejarah perjalanan Hadits tidak terpisahkan dari sejarah perjalanan Islam itu sendiri. Akan tetapi, dalam beberapa hal terdapat ciri-ciri tertentu yang spesifik, sehingga dalam mempelajarinya diperlukan pendekatan khusus. Hadis dapat disebut sumber hukum Islam ke-dua setelah Al-Qur’an karena, hadis diriwayatkan oleh para perawi dengan sangat hati-hati dan teliti, sebagaimana sabda Nabi s.a.w. :
من كذ ب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النا ر “Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka tempatnya dalam neraka disediakan”
Tidak seperti Al-Qur'an, dalam penerimaan Hadits dari Nabi Muhammad SAW banyak mengandalkan hafalan para sahabatnya, dan hanya sebagian saja yang ditulis oleh mereka. Penulisan itupun hanya bersifat dan untuk kepentingan pribadi. Dengan demikian, Hadits-hadits yang ada pada para sahabat, yang kemudian diterima oleh para tabi'in, memungkinkan ditemukan adanya redaksi yang berbeda-beda. Sebab ada yang meriwayatkannya sesuai atau sama benar dengan lafadz yang diterima dari Nabi SAW, dan ada yang hanya sesuai makna atau maksudnya saja, sedangkan redaksinya tidak sama. Atas dasar itulah, maka dalam menerima suatu Hadits, langkah yang harus dilakukan adalah dengan meneliti siapa pembawa Hadits itu (disandarkan kepada siapa Hadits itu), untuk mengetahui apakah Hadits itu patut kita ikuti atau kita tinggalkan. Oleh karena untuk memahami Hadits secara universal, diantara
beberapa jalan, salah satu diantaranya adalah dengan melihat Hadits dari segi kuantitas atau jumlah banyaknya pembawa Hadits (Sanad) itu. Berangkat dari hal tersebut di atas, maka untuk memahami Hadits ditinjau dari kuantitas sanad, maka dalam makalah ini akan kami bahas mengenai Hadits ditinjau dari kuantitas sanadnya.
1.2. Rumusan Masalah 1. Ada berapa kelompokkah Hadits itu bila ditinjau dari segi kuantitas sanadnya ? 2. Bagaimana ketentuan umum dari hadist ahad itu ? 3. Bagaimanakah kedudukan hadits mutawatir dan hadits ahad itu?
1.2. Tujuan 1. Mengetahui ada berapa kelompok hadist bila ditinjau dari segi kuantitas sanadnya 2. Mengetahui ketentuan umum dari hadist ahad 3. Mengetahui kedudukan hadits mutawatir dan hadits ahad.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pembagian Hadis Ditinjau dari Segi Kuantitas Sanad Ditinjau dari segi kuantitas sanad (mata rantai perawi), hadis di bagi menjadi dua bagian, yaitu hadis mutawatir dan hadis ahad Pembagian hadis kepada mutawatir dan ahad berasal dari fuqaha dan ulama Ushul, karena mereka berkepentiingan mengkaji dalil dari sisi hurufnya, untuk memastikan apakah qat’i al-wurud di mana akurasi informaisnya bersifat pasti, ataukah zanni al-wurud yang akurasi informasinya bersifat dugaan kuat materi yag dkaji dalam pembagian hadis kepada mutawattir dan ahad adalah jumlah personil yang terlibat dalam periwayatan hadis pada setiap tingkatan generasi (tabaqah) 2.1.1 Hadis Mutawatir Secara bahasa, kata mutawatir adalah isim fa’il dari bentuk dasar (masdar) tawatur yang berarti terus-menerus atau berksinambungan. Secara istilah hadis mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan melewati jalur periwayatan yang banyak yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka sepakat untuk berdusta.
فالحديث المتواتر هو الحديث الذى رواه جمع يمتنع تواطؤهم على الكذب [1]منتهاه
عن جمع مثلهم من أول السند إلى
Hadits Mutawatir adalah Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang tidak mungkin mereka bersepakat untuk berdusta dari awal sanad sampai akhir sanad. Yang dimaksud dengan jalur periwayatan yang berbeda adakh jumlah perawi pada etiap tingkatan atau tabaqah dari setiap tingkatan yang ada dakam sanad, dan tidak mungkin jumlah perawi yang sangat banyak itu sepakat untuk berdusta.
Sebuah hadis dapat disebut sebaai hadis mutawatir jika telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Diriwayatkan oleh banyak jalur perawi yang konssten jumlahnya pada setiap tabaqat. Jika salah satu dari tingkatan sanad tersebut ada yang tiak mencpai jumlah minimal yang ditetapkan, mska sanad tersebut tidak dikatagorikan mutawatir b. Perawinya harus mencapai batas ketentuan yang menurut adat mustahil akan terjadi kesepakatan untuk berdusta c. Periwayatan yang dilakukan harus berdasarkan panca indera. Dalam hal ini perawi mendengar atau melihat secara langsung periwayatan itu 8 pendapat perihal jumlah jalur periwayat dalam hadis mutawatir yang disandarkan pada ayat al-Qur’an yaitu a. Jumlah periwayatan dalam hadis mutawatir minimal 4 sanad, dasarnya qiyas pada saksi untuk tindak pidana zina sebagaimana terdapat pada alQur’an surat al-Nur [24]:13 b. Jumlah periwayat dalam hadis mutawatir minimal 5 sanad, dasarnya adalah qiyas pada jumlah kesaksian dalam masalah li’an, dimana kesaksian harus diutarakan lima kali sebgaimana terdapat pada surat alNur [24]:6-9 c. Jumlah periwayat alam hadis mutawatir minimal 10 sanad, pendapat ini didasarkan pada kaidah bahasa bahwa bilangan banyak (jama’ li al-kasrah) adalah sepuluh keatas d. Jumlah periwayat dalam hadis mutawatir minimal dua belas sanad, dasarnya adalah 12 pemimpin bani israil sebagaimana terdapat pada surat al-Maidah [05]:12 e. Jumlah periwayat dalam hadis mutawatir minimal 20 sanad, dasarnya adalah firman Allah dalam surat al-Anfal[08]:65
)65 : إن يكن منكم عشرون صابرون يغلبوا مائتين (األنفال
Jika ada dua puluh orang yang sabar diantara kamu niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus musuh (al-Anfal : 65)
f. Jumlah periayat dalam hadis mutawatir minimal empat puluh sanad dasarnya adalah jumlah umat islam generasi aal terutama islamnya umar ibnu al khattab. Sebagaimana firman Allah dalam surat an-Anfal[08]:64
)64 : يا أيها النبي حسبك هللا ومن اتبعك من المؤمنين (األنفال Wahai Nabi, cukuplah Allah dan orang-orang mukmin yang mengikutimu (menjadi penolongmu). g. Jumlah periwayat dalam hadis mutawatir minimal 70 sanad, dasarnya dalah firman Allah dalam surat al-A’raf [07]:155 h. Jumlah periwayat dalam hadis mutawatir minimal 330 sanad, dasarnya adalah pejuang islam pada saat perang badar.
Al-Baqillani, seorang ulama Syafi’iyyah menetapkan minimal 5 orang. Sedangkan mayoritas ulama menetapkan minimal 10 orang. Walaupun pendapat pendapat tersebut di atas didasarkan pada ayat-ayat al-Quran, namun tetap saja tidak bisa dijadikan dasar penetapan jumlah periwayat dalam hadis mutawatir, sebab dalildalil yang dimaksud tidak secara jelas mengarah kepadanya, dan tiap-tiap ayat yang dipakai sebagai landasan memiliki konteks tertentu yang tidak ada kaitannya dengan hadis mutawatir, sehingga hadis mutawatir dikembalikan pada pengertian semula. Yakni, riwayat sejumlah orang yang mustahil bermufakat dusta dalam setiap tingkatan generasi. Dalam hal ini yang dipertimbangkan adalah adanya keyakinan atas kebenaran berita. Mengingat begitu sulit terpenuhinya syarat kemutawatiran suatu hadis, maka tidak banyak periwayatan hadis mutawatir. Oleh karena begitu ketatnya persyaratan hadis mutawatir tersebut, maka hukum hadis mutawatir adalah maqbul (dapat diterima dan diamalkan) karena hadis mutawatir memberikan kebenaran informasi yang tidak terbantahkan (daruri) sehingga membawa kepada keyakinan pasti, tidak sekedar dugaan.
Hadis muatawatir dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: a. Mutawatir lafzi, adalah hadis mutawatir yang secara redaksional sama antara satu riwayat dengan riwayat lainnya atau berhimpunnya sejumlah hadis sahih dengan redaksi yang sama. Contoh hadis muatawair lafzi yang populer adalah sabda Nabi SAW:
قال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده )من النار (البخارى Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah ia menduduki tempat di neraka. (HR. Bukhori) “Rasulullah SAW. Bersabda, ‘Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah ia mempersiapkan tempat duduk di neraka.” Menurut Ibn Salah dan Abu Bakar as-Sayrafi dalam Syarah al-Risalah, menyebut hadis tersebut di atas diriwayatkan oleh 62 sahabat, Abu Bakar al-Bazzar menyebut 40 orang. Al-Nawawi menyatakan bahwa hadis itu diriwayatkan oleh 200 orang sahabat. Menurut penelitian al-Iraqi, yang pasti hadis dengan redaksi di atas di riwayat tidak kurang dari 77 orang sahabat Nabi SAW. b. Mutawatir ma’nawi, adalah hadis mutawatir yang secara redaksional berbeda antara satu riwayat dengan riwayat lainnya. tetapi ada kesamaan makna atau berhimpunnya sejumlah hadis sahih dengan redaksi yang berbeda-beda, namun subtansi isinya sama. Contoh hadis ini adalah:
عن أنس بن مالك قال كان النبي صلى هللا عليه و سلم لما يرفع يديه في شيء من دعائه إال ستسقاء و إنه يرفع حتى يرى بياض إبطيه “Dari Anas Ibn Malik, katanya: ‘Rasulullah SAW. Tidak mengangkat kedua tangan ketika dalam doanya selain dalam doa shalat istisqa’, dan beliau mengangkat tangannya sehingga tampak putih kedua ketiaknya”.
Hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, dan hadis yang semakna dengannya tidak kurang dari 30 buah dengan redaksi yang berbeda-beda. Dalam penelitian al-Suyuthi terdapat 100 periwayatan yang menjelaskan bahwa Nabi SAW. Mengangkat tangannya ketika berdoa dalam berbagai kesempatan yang berbeda-beda, seperti dalam shaat istisqa’, pada saat hujan dan angin ribut, dalam waktu pertempuran dan sebagainya. Hadis yang semakna dengan contoh di atas antara lain hadishadis yang ditakhrij oleh Imam Ahmad, al-Hakim, dan Abu Dawud, yaitu:
كان يرفع يده حدو منكبيه “Rasulullah SAW. Mengangkat tangan sejajar dengan kedua pundaknya”. c. Mutawatir amali, adalah praktik keagamaan yang dikerjakan Rasulullah, kemudian diikuti para sahabat, lalu para tabi’in dan seterusnya sampai pada generasi-generasi berikutnya. Contoh hadis ini adalah semua praktik keagamaan, seperti praktik shalat dan haji Nabi SAW., yang periwayatan verbalnya tidak mencapai mutawatir, namun hadis tersebut telah daiamalkan secara mutawatir dan telah menjadi ijma’al-Ummah.
Memang sebagian ulama ada yang membagi hadis mutawatir hanya menjadi dua. Mereka memasukkan hadis mutawatir amali ke dalam kategori mutawatir ma’nawi. Oleh karenanya menurut mereka hadis mutawatir hanya dibagi menjadi: muatawatir lafzi dan muatawtir ma’nawi.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Hadist di tinjau dari kuantitasnya adalah dilihat dari sanadnya yaitu ada dua yakni Hadits Mutawatir dan Hadist ahad
Hadits Mutawatir yang memberikan faedah qat'i (yakin), wajib diamalkan tanpa ragu-ragu, baik dalam masalah aqidah/keimanan maupun dalam bidang amaliyah, yakni baik mengenai ubudiyah maupun mu'amalah.
Hadits Ahad memberikan faedah dhanni wajib diamalkan, baik dalam bidang amaliah, masalah-masalah ubudiyah maupun masalah-masalah mu'amalah, tidak di dalam bidang aqidah/keimanan, karena keimanan atau keyakinan harus ditegakkan atas dasar atau dalil yang qat'i, sedangkan Hadits Ahad hanya memberikan faedah dhanni.
3.2 Saran Dalam penyusunan makalah ini maupun dalam penyajiannya kami selaku manusia biasa menyadari adanya beberapa kesalahan oleh karena itu kami mengharapkan kritik maupun saran bagi kami yang brsifat membantu agar kami tidak melakukan kesalahan yang sama dalam penyusunan mkalah yang akan datang.