MAKALAH STUDI ISLAM ASPEK PEMBINAAN AKHLAK DALAM ISLAM
Disusun oleh : Kelompok 9 Intan Ero Pratiwi Radistya
11181040000056
Nadzira Bushra Kamila
11181040000066
Annisa Putri Kinanti
11181040000076
Nurul Ulfa Damayanti
11181040000086
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA DESEMBER / 2018
1
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan ridhonya kepada kami untuk menyusun dan menulis makalah tentang Aspek Pembinaan Akhlak dalam Islam. Semoga makalah Studi Islam tentang Aspek Pembinaan Akhlak dalam Islam yang kami tulis ini dapat bermanfaat sebagai bacaan dan hasil belajar kami. Dan dapat di terapkan atau dijadikan contoh untuk para mahasiswa baik di dalam maupun di luar lingkup UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kami menyadari bahwa kelompok penulis kami sebagai seorang mahasiswa pasti tidak lepas dari kekurangan dan kelalaian, baik pada tulisan maupun katakata. Terimakasih pula kepada dosen Studi Islam kami, Ibu Syahidah Rena M. Ed dan sumber sumber khususnya dari media cetak/buku dan internet yang kami cantumkan daftar pustakanya. Semoga kami dapat memberi informasi dan ilmu yang bermanfaat. Dan semoga kita dapat meneruskan dan mengembangkan kebiasaan menulis dan membaca untuk membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia.
Ciputat, 10 Desember 2018
Tim Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata pengantar
2
Daftar Isi
3
BAB I
`
Pendahuluan
4
A. Latar Belakang
4
B. Rumusan Masalah
4
C. Tujuan
4
BAB II Pembahasan
5
BAB III
Kesimpulan
14
Penutup
14
DAFTAR PUSTAKA
15
3
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang
Akhlak merupakan hal yang sangat vital dalam kehidupan. Kejayaan suatu umat sangat ditentukan oleh akhlaknya. Jika berakhlak bagus, jayalah umat tersebut. Sebaliknya, kalau rusak akhlaknya, rusak juga tatanan kehidupan umat itu. Pembinaan akhlak merupakan suatu usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan melalui usaha sendiri dalam rangka mengembangkan akhlak para anak didik agar mereka mempunyai akhlak yang mulia, dan memiliki kebiasaan yang terpuji atau dengan kata lain anak didik diharapkan bisa menjadi pribadi yang berakhalakul karimah. Ajaran akhlak atau budi pekerti mengacu pada perbuatan baik manusia sebagai hamba Allah Swt dan manusia sebagai makhluk social. Baik dan buruknya hakekat kemanusiaan bukan semata-mata dilihat dari apa yang dimiliki dan apa yang disandangnya, akan tetapi baik buruk dalam Islam dipandang dari perbuatannya. B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka perumusan masalah pada makalah ini : 1. Apa pandangan Islam terhadap pembinaan akhlak mulia berdasarkan Al-Qur’an dan AlSunnah serta pendapat para ulama? 2. Apa hubungan antara akhak dengan moral, etika, budi pekerti, dan adat istiadat? 3. Apa saja strategi pembinaan Akhlak mulia yang dapat dilakukan? C.
TUJUAN
1. Menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah Studi Islam tentang aspek pembinaan akhlak dalam Islam 2. Mengetahui perhatian Islam terhadap pembinaan akhlak mulia berdasarkan Al-Qur’an, Al-Sunnah serta pendapat para ulama 3. Mengetahui hubungan akhlak dengan moral, etika, budi pekerti, adat istiadat, serta strategi pembinaan akhlak mulia.
4
BAB II PEMBAHASAN
A.
PERHATIAN ISLAM TERHADAP PEBINAAN AKHLAK MULIA
Dalam Agama Islam, bidang moral menempati posisi yang penting sekali. Akhlak merupakan pokok esensi ajaran Islam, disamping aqidah dan syariah, sehingga dengan akhlak akan terbina mental dan jiwa manusia untuk memiliki hakekat kemanusiaan yang tinggi. Dengan akhlak akan dilihat corak dan hakekat kemanusiaan yang tinggi. Dengan akhlak akan dilihat corak dan hakekat manusia yang sebenarnya. انما بعثت ألتمم مكارم األخالق Artinya: “Aku diutus di muka bumi untuk menyempurnakan akhlak”. (H.R. Ahmad) Hadits di atas mengisyaratkan bahwa akhlak merupakan ajaran yang diterima Rasulullah dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi umat yang pada saat itu dalam kejahiliaan. Dimana manusia mengagungkan hawa nafsu, dan sekaligus menjadi hamba hawa nafsu. Inilah yang menjadi alasan kenapa akhlak menjadi syarat penyempurna keimanan seorang karena keimanan yang sempurna yaitu mampu menjad power kebaikan dalam diri sseorang baik secara vertical maupun horizontal. Menurut Abuddin Nata artinya, keimanan yang mampu menggerakkan seseorang untuk senantiasa berbuat baik kepada sesama manusia. Dalam proses tersebut tersimpul indikator bahwa pembinaan akhlak merupakan penuntun bagi umat manusia untuk memiliki sikap mental dan kepribadian sebaik yang ditunjukkan oleh al-Qur’an dan Hadits. Pembinaan, pendidikan dan penanaman nilai-nilai akhlak yang baik sangat tepat bagi anak remaja agar tidak mengalami penyimpangan. Dengan demikian pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk anak, dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguhsungguh. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia dibina secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat. Akhlak merupakan salah satu faktor yang menentukan derajat keislaman dan keimanan seseorang. Akhlak yang baik adalah cerminan dan baiknya aqidah dan syariah seseorang, sedangkan akhlak yang buruk merupakan cerminan dar buruknya pemahaman seseorang terhadap akidah dan syariah. Semakin baik akhlak seseorang, maka semakin sempuma pula keislaman dan keimanannya kepada Allah swt. (Husin, 2015)
1. Pengertian akhlak Akhlak secara bahasa berasal dari bahasa arab yaitu isim masdar dari kata akhlaqo, yuhliqu, ikhlaqon yang berarti as-sajiyyah (perangai), at tabi’ah (kelakuaan, tabiat, watak), al adat (kebiasaan) al muru’ah (peradapan yang baik) dan ad din (agama).
5
“akhlak” berasal dari bahasa arab yang merupakan tafsir dari khuluk yang berarti tingkah laku,budi pekerti,dan kebiasaan. Sedangkan menurut para ahli akhlak definisi akhlak adalah: 1. Al-Qurtubi mengatakan: Akhlak adalah perbuatan yang bersumber dari diri manusia yang selalu dilakukan, maka itulah disebut akhlak karena perbuatan tersebut bersumber dari kejadiaan. (tafsir al Qurtubi, juz VIII) 2. Imam Al-Ghozali medefinisikan akhlak: Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang melahirkan tindakantindakan mudah dan gampang tanpa memperluhkan pemikiran ataupun pertimbangan. (ihya’ ulum al din, juz III) 3. Ibn Miskawaih mengatakan: Khuluq adalah keadaan jiwa yang mendorong kearah melakukan perbuatan-perbuatan dengan tanpa pemikiran dan pertimbangan. (tahdzib al akhlak fii al tarbiyah,h 25) (Habibah, 2015) 2. Tujuan Pendidikan Akhlak Proses Pendidikan akhlak walaupun mempunyai tujuan yang berkaitan dengan frame tujuan pendidikan Islam, dalam kajian khusus Pendidikan akhlak mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Al-Zantany menyebutkan beberapa tujuan pendidikan akhlak: a. Menciptakan hubungan yang baik antara individu dengan Tuhannya baik yang sirri (sembunyi-sembunyi) dan a’lany (terang-terangan), membuat individu istiqamah mendekatkan diri pada Allah seolah-olah dia melihat-Nya, merasakan kehadiran-Nya, juga ikhlas dalam beribadah. b. Menanamkan akhlak dengan akrakter-karakter yang mendalam dalam diri individu, mengorientasikan pada perilaku dan aktivitasnya, mampu mengintropeksi kesalahan dan dosanya, dan mampu mewujudkan hal-hal yang baik secara berkesinambungan dan istiqamah. c. Menguatkan kehendak individu dan rasa tanggung jawab terhadap dirinya dalam mengarahkan insting, mampu menentukan apa yang akan dilakukan, juga mampu memenuhi rasa tanggung jawab dengan jalan yang seimbang baik pada aspek agama, akhlak, dan sosial. d. Memperbaiki perilaku individu juga menjadikan individu sebagai bagian orang yang terikat oleh nilai prinsip contoh-contoh keagamaan dan akhlak yang luhur. e. Mengobati individu dan menguatkan harga dirinya, juga memelihara mereka dari mengumbar syahwat dan kesenangan-kesenangan sesaat.
6
f. Menanamkan akhlak yang baik, sifat terpuji, etika yang utama dan menancapkannya dalam diri individu sejak pertama berkembang, mendorong mereka untuk bergaul dengan baik bersama yang lain dan mengarahkan individu pada keadaan yang positif sesuai dengan orientasi agama akhlak. g. Mengembangkan responsibility social, memelihara ikatan dan sistem etika. Juga menjaga mereka agar tidak terjerumus pada kerusakan seperti fitnah, fasik, berbuat dosa, dan sebagainya. h. Membentuk kelompok masyarakat yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar, saling menyayangi laksana satu badan. Apabila salah satu anggotanya mengadu pada yang lain, maka anggota yang lain langsung memperhatikan, karena mereka laksana bangunan yang kokoh, yang satu menguatkan yang lainnya. (Suryadi, 2015)
3. Pembagiaan akhlak: 1. Akhlak yang baik(khulqu al hasan) Menurut imam Ghozali yang dikutip dari perkataan Ali bin Abi Tholib ra. hakikat dari akhlak yang baik dan mulia itu ada 3 perkara yaitu:menjauhi larangan Allah,mencari yang halal dan berlapang dada kepada sesama manusia.yang dimaksud dengan akhlak baik adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang baik (terpuji). Akhlak terpuji ini merupakan buah dari sifat mahmudah yang terpendam dalam jiwa manusia. Adapun akhlak terpuji sebagai berikut: a. Taubat, yaitu suatu tindakaan menyesali perbuatan buruk yang telah dilakukannya dan berusaha berprilaku lebih baik dan meninggalkan perbuatan buruk yang telah dilakukannya tersebut. Hal ini sesuai dengan surat Al Nur ayat 31. b. Amar ma’ruf nahi mungkar,yaitu perbuatan yang dilakukan kepada manusia untuk menjalankan kebaikan dan meninggalkan kemaksiatan dan kemungkaran . hal ini sesuai dengan perintah Allah Surat Al Imran ayat 104. c. syukur,yaitu berterima kasih kepada Allah atas segala sesuatu yang diberikannya dan menerimannya secara ikhlas.hal ini sesuai dengan surat Al Baqarah ayat 152. d. Tawakkal,yaitu menyerahkan segala persoalan kepada Allah setelah berusaha.dan apabila kita telah berrusaha namun hasil tidak sesuai dengan yang diharapkan maka bersabarlah.seperti firman Allah Surat Al Baqarah ayat 153. e. Sabar,yaitu suatu sikap manahan diri dari kesulitan yang tengah dihadapinnya namun sabar ini dilakukan setelah adannya usaha. Surat Al Baqaroh ayat 153. f. Qona’ah,yaitu menerima dengan rela apa yang ada pada dirinya dan telah diberikan Allah.
7
g. Tawaddlu’,yaitu sikap merendahkan diri terhadap ketentuan Allah.sesuai dengan surat Al Hijr ayat 88.
2. Akhlak yang buruk(khulqu al sayyi’) Akhlak yang buruk merupakan kebalikan akhlak yang baik yaitu kegiatan mendekati atau melanggar larangan Allah,mencari atau memakan yang haram dan tidak belapang dada terhadap sesama manusia.menurut Imam Ghozali akhlak buruk yaitu segala tingkah laku manusia yang dapat membawanya kepada kebinasaan dan kehancuran diri yang tentu saja bertentangan dengan fitrahnya untuk selalu mengarah kepada kebaikan. Hal yang mendorong manusia melakukan akhlak tercela diantaranya: a. Dunia dan isinya,yaitu berbagai hal yang berkaitan dengan materi, kedududkan, jabatan, dan hal hal yang lain yang sangat menggoda bagi manusia. b. Manusia, selain mendatangkan kebaikan manusia terkadang pula mendatangkan keburukan karna terkadang seseorang mencintai manusia,menganggungkan manusia,memuliakan manusia lebih tinggi dibanding kepada Tuhannya sendiri. c. Setan(iblis),mereka adalah musuh manusia yang paling nyata mereka menggoda manusia melalui batinnya agar manusia terus berbuat jahat dan meninggalkan Tuhannya. d. Nafsu,nafsu adakalnya baik (mutmainnah) dan adakalanyaburuk (amarah),dan nafsu amarah ini yang sangat berbahaya bagi manusia yang dapat membuat manusia terlena. (Habibah, 2015) 4. Ruang Lingkup Akhlak Mulia dalam Islam Secara umum akhlak Islam dibagi menjadi dua, yaitu akhlak mulia (al-akhlaq almahmudah/al-karimah) dan akhlak tercela (al-akhlaq al-madzmumah/al-qabihah). Dilihat dari ruang lingkupnya, akhlak Islam dibagi menjadi dua bagian, yaitu akhlak terhadap Khaliq (Allah Swt.) dan akhlak terhadap makhluq (ciptaan Allah). Akhlak terhadap makhluk masih dirinci lagi menjadi beberapa macam, seperti akhlak terhadap sesama manusia, akhlak terhadap makhluk hidup selain manusia (seperti tumbuhan dan binatang), serta akhlak terhadap benda mati. Orang Islam berkewajiban untuk berakhlak baik kepada Allah Swt. dengan cara menjaga kemauan dengan meluruskan ubudiyah dengan dasar tauhid (QS. al-Ikhlash (112): 1–4; QS. al-Dzariyat (51): 56), menaati perintah Allah atau bertakwa (QS. Ali ‘Imran (3): 132), ikhlas dalam semua amal (QS. al-Bayyinah (98): 5), cinta kepada Allah (QS. alBaqarah (2): 165), takut kepada Allah (QS. Fathir (35): 28), berdoa dan penuh harapan (raja’) kepada Allah Swt. (QS. al-Zumar (39): 53), berdzikir (QS. al-Ra’d (13): 28), bertawakal setelah memiliki kemauan dan ketetapan hati (QS. Ali ‘Imran (3): 159, QS. Hud (11): 123), bersyukur (QS. al-Baqarah (2): 152 dan QS. Ibrahim (14): 7), bertaubat serta istighfar bila berbuat kesalahan (QS. al-Nur (24): 31 dan QS. al-Tahrim (66): 8), rido atas semua ketetapan 8
Allah (QS. al-Bayyinah (98): 8), dan berbaik sangka pada setiap ketentuan Allah (QS. Ali ‘Imran (3): 154). Akhlak terhadap sesama manusia harus dimulai dari akhlak terhadap Rasulullah Saw., sebab Rasullah yang paling berhak dicintai, baru dirinya sendiri. Di antara bentuk akhlak kepada Rasulullah adalah cinta kepada Rasul dan memuliakannya (QS. al-Taubah (9): 24), taat kepadanya (QS. al-Nisa’ (4): 59), serta mengucapkan shalawat dan salam kepadanya (QS. al-Ahzab (33): 56). Selanjutnya seorang Muslim harus berakhlak mulia terhadap sesama manusia, baik terhadap dirinya sendiri, terhadap keluarganya, dan terhadap orang lain di tengah-tengah masyarakat. 5. Pembinaan Akhlak Mulia dalam Ber-hablun Minannas Hablun minannas adalah berhubungan antar sesama manusia. Sebagai umat beragama, setiap orang harus menjalin hubungan baik antar sesamanya setelah menjalin hubungan baik dengan Tuhannya. Pada prinsipnya ada tiga bahasan pokok terkait dengan pembinaan akhlak mulia dalam berhubungan antar sesama manusia. Bahasan pertama terkait dengan akhlak manusia terhadap diri sendiri. Akhlak ini bertujuan untuk membekali manusia dalam bereksistensi diri di hadapan orang lain dan terutama di hadapan Allah Swt. Bahasan kedua terkait dengan akhlak manusia dalam kehidupan keluarganya. Akhlak ini bertujuan membekali manusia dalam hidup di tengahtengah keluarga dalam posisinya masing-masing. Dan bahasan ketiga terkait dengan akhlak manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Akhlak ini membekali manusia bagaiman bisa berkiprah di tengah-tengah masyarakatnya dengan baik dan tetap berpegang pada nilai-nilai akhlak yang sudah digariskan oleh ajaran Islam. a. Akhlak terhadap diri sendiri Orang yang dapat memelihara dirinya dengan baik akan selalu berupaya untuk berpenampilan sebaik-baiknya di hadapan Allah, khususnya, dan di hadapan manusia pada umumnya dengan memperhatikan bagaimana tingkah lakunya, bagaimana penampilan fisiknya, dan bagaimana pakaian yang dipakainya. Pemeliharaan kesucian diri seseorang tidak hanya terbatas pada hal yang bersifat fisik (lahir) tetapi juga pemeliharaan yang bersifat nonfisik (batin). Yang pertama harus diperhatikan dalam hal pemeliharaan nonfisik adalah membekali akal dengan berbagai ilmu yang mendukungnya untuk dapat melakukan berbagai aktivitas dalam hidup dan kehidupan sehari-hari. b. Akhlak dalam lingkungan keluarga Menjalin hubungan dengan orang tua atau guru memiliki kedudukan yang sangat istimewa dalam pembinaan akhlak mulia di lingkungan keluarga. Islam menetapkan bahwa berbuat baik kepada kedua orang tua (birr al-walidain) adalah wajib dan merupakan amalan utama (QS. al-Isra’ (17): 23-24 dan HR. al-Bukhari dan Muslim). Berakhlak mulia dengan kepada orang tua bisa dilakukan di antaranya dengan mengikuti keinginan dan saran kedua orang tua dalam berbagai aspek kehidupan; menghormati dan 9
memuliakan kedua orang tua dengan penuh rasa terima kasih dan kasih sayang atas jasa-jasa keduanya; membantu kedua orang tua secara fisik dan material; mendoakan kedua orang tua agar selalu mendapatkan ampunan, rahmat, dan karunia dari Allah. Untuk menjalin hubungan dengan orang-orang yang lebih tua, yang kita lakukan tidak jauh berbeda dengan apa yang kita lakukan terhadap kedua orang tua dan guru, selama orang yang lebih tua itu patut untuk diperlakukan seperti itu. Jika mereka adalah saudara kita, maka kita harus memberikan penghormatan yang sebaik-baiknya, apalagi jika mereka adalah saudara dari bapak atau ibu kita. c. Akhlak di tengah-tengah masyarakat Salah satu sikap penting yang harus ditanamkan dalam diri setiap Muslim adalah sikap menghormati dan menghargai orang lain. Terhadap orang lain yang seiman (sesama Muslim), kita harus membina tali silaturrahim dan memenuhi hak-haknya seperti yang dijelaskan dalam hadits Nabi Saw. Dalam salah satu haditsnya, Nabi Saw. menyebutkan adanya lima hak seorang Muslim terhadap Muslim lainnya, yaitu 1) apabila bertemu, berilah salam kepadanya, 2) mengunjunginya, apabila ia (Muslim lain) sedang sakit, 3) mengantarkan jenazahnya, apabila ia meninggal dunia, 4) memenuhi undangannya, apabila ia mengundang, dan 5) mendoakannya, apabila ia bersin (HR. al-Bukhari dan Muslim). Terhadap suami atau isteri dan anak-anak kita, kita harus saling menjalin hubungan kasih sayang demi ketenteraman keluarga kita. Terhadap tetangga, kita harus selalu berbuat baik. Jangan sampai kita menyakiti tetangga kita (HR. al-Bukhari). Terhadap tamu, kita harus memuliakan dan menghormatinya. Terhadap orang alim (ulama) dan cendekiawan, kita harus menghormati keluasan ilmunya dan berusaha untuk selalu bergaul dan mendekatinya. Terhadap para pemimpin, kita harus menaati mereka selama tidak menyimpang dari aturan agama. Menaati pemimpin yang benar berarti menaati Allah Swt. (HR. al-Bukhari dan Muslim). (Marzuki, dkk, 2016)
B. Metode Pembinaan akhlak 1. Meluaskan lingkungan pikiran. Herbert Spencer mengatakan bahwa pikiran yang sempit benar-benar merupakan sumber beberapa keburukan akhlak yang tinggi. 2. Berkawan dengan orang yang terpilih. Manusia memiliki sifat suka mencontoh atau meniru. Dengan memilih kawan yang baik, mereka pun akan mencontoh akhlak orang yang terpilih tersebut. 3. Membaca dan menyelidiki perjalanan para pahlawan dan yang berpikiran luar biasa. Dengan cara ini, banyak orang yang terdorong mengerjakan perbuatan yang besar setelah membaca hikayat atau kejadian yang diceritakan. 4. Memberi dorongan untuk melakukan perbuatan yang baik sehingga orang mewajibkan dirinya untuk melakukan perbuatan yang baik pada umum, yang selalu diperhatikan olehnya dan dijadikan tujuan yang harus dikejarnya hingga berhasil. 10
5. Membiasakan jiwa agar taat dan memelihara kekuatan penolak sehingga diterima ajakan baik dan ditolak ajakan buruk. (Mucharomah, 2016)
C. Hubungan Akhlak Dengan Moral dan Etika Kata moral berasal dari bahasa latin Mores, kata jamak dari mos, yang berarti adat kebiasaan. Dalam bahasa indonesia, moral diterjemahkan dengan arti tata susila. Moral adalah perbuatan baik dan buruk yang didasarkan pada kesepakatan masyarakat. Moral merupakan istilah tentang perilaku atau akhlak yang diterapkan kepada manusia sebagai individu maupun sebagai sosial. (Saebani & Hamid, 2010)
Etika berasal dari bahasa yunani ethos, artinya adat istiadat (kebiasaan). Etika merupakan istilah lain dari akhlak atau moral, tetapi memiliki perbedaan yang subtansial karena konsep akhlak berasal dari pandangan agama terhadap tigkah laku manusia, konsep etika pandangan tentang tingkah laku manusia dalam perspektif filsafat. Etika adalah ilmu tentang tingkah laku manusia, prinsip-prinsip yang disistematisasi dari hasil pola pikir manusia. Hubungan antara akhlak dengan etika, moral, budi pekerti dapat dilihat dari fungsi dan peranannya yang sama-sama menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia dari aspek baik dan buruknya, benar dan salah, yang sama-sama bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang damai, tentram, sejahtera secar lahir dan batin. Kesemuanya mempunyai sumber dan titik mula yang beragam yaitu wahyu, akal, dan adat istiadat atau kebiasaan. (Sari, 2017)
D. Hubungan Akhlak dengan Budi Pekerti dan Adat Istiadat Pendidikan akhlak pastinya sudah diterapkan sejak dini, tak lupa dengan budi pekerti dan adat istiadat yang selalu menempel didalamnya. Maka itu, akhlak pasti mempunyai hubungan dengan budi pekerti dan adat istiadat. Dua hal ini menjadi penting layaknya pondasi dalam pendidikan akhlak yang diterapkan. Tanpa dua hal ini, pendidikan akhlak tidak akan tersampaikan dengan lengkap. Menurut Sarinah (2017), pendidikan akhlak merupakan salah satu cara untuk membentuk mental manusia agar memiliki pribadi yang bermoral, berbudi pekerti yang luhur dan bersusila. Budi pekerti dan akhlak merupakan dua istilah yang memiliki kesamaan esensi, 11
walaupun akhlak memiliki cakupan yang lebih luas. Di dalam akhlak terkandung nilai-nilai budi pekerti. Budi pekerti mencakup pengertian watak, sikap, sifat, moral yang tercermin dalam tingkah laku baik dan buruk yang terukur oleh norma-norma sopan santun, tata krama, dan adat istiadat. Jadi, pembinaan akhlak merupakan penuntun bagi umat manusia untuk memiliki sikap mental dan kepribadian sebaik yang ditunjukkan oleh Al-Quran dan hadist Nabi Muhammad SAW. Menurut Fanani (2009), akhlak adalah warisan umum dari semua agama, dan telah dibangun dari waktu ke waktu semenjak Nabi Nuh hingga Nabi Muhammad, melewati Nabi Musa dan Nabi Isa. Bila akhlak memiliki sifat universal maka adat istiadat bersifat lokal. Selain itu, bila akhlak tidak menjadi sumber hukum, maka adat-istiadat dijadikan sumber hukum selagi tidak bertentangan dengan hudud Allah. Bila akhlak sudah tidak mengalami proses evolusi historis karena berhenti di tangan Nabi Muhammad maka adat-istiadat masih terus berkembang mengikuti perkembangan sejarah. Jadi, adat istiadat berhubungan dengan akhlak sebagai pendukung dan pengganti apabila akhlak tidak mengalami proses perkembangan. Sedangkan menurut Dalimunthe (2016), adat istiadat berarti baik menurut akal untuk dilakukan dan tidak bertentangan dengan akal sehat. Adat istiadat bias berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, satu negara dengan negara lain, dan suatu waktu dengan waktu yang lain. Bagi orang-orang mukmin yang tidak bertentangan dengan semua akal sehat itu, cukup diukur dengan tidak bertentangan dengan nas al-quran.
E. Strategi Pembinaan Akhlak Menurut Arif (2008), esensi pendidikan Islam adalah pendidikan akhlak, yaitu pendidikan yang berorientasi pada keluhuran moral-etik, dan tujuan terpenting dalam pendidikan islam adalah pembentukan dan pembinaan akhlak. Maka itu, dibutuhkan sebuah strategi dalam pembinaan akhlak demi terciptanya kelancaran dalam menyampaikan sebuah pembinaan akhlak untuk pembentukan akhlak. Sedangkan menurut Suryadi (2018), dalam proses Pendidikan diperlukan suatu perhitungan tentang kondisi dan situasi di mana proses tersebut berlangsung dalam jangka panjang. Dengan perhitungan tersebut, maka proses pembinaan akhlak akan lebih terarah kepada tujuan yang hendak dicapai, karena segala sesuatunya telah direncanakan secara matang. Itulah sebabnya pendidikan memerlukan strategi yang menyangkut pada masalah bagaimana melaksanakan proses Pendidikan terhadap sasaran Pendidikan dengan melihat situasi dan kondisi yang ada, dan juga bagaimana agar dalam proses tersebut tidak terdapat hambatan serta gangguan baik internal maupun eksternal yang menyangkut kelembagaan atau lingkungan sekitarnya. Strategi yang baik adalah apabila dalam aplikasinya dapat melahirka metode yang baik pula, seba metode merupakan suatu cara pelaksanaan strategi. Strategi pembinaan akhlak 12
harus mencakup ruang lingkup pembinaan keimanan, ilmu pengetahuan tentang kehidupan duniawi dan ukhrawi yang didasari dengan nilai-nilai ajaran agama yang amaliah di dalam setiap bidang kehidupan manusia. Sistem pengelolaan yang baik, efektif dan efisien adalah merupakan persyaratan mutlak yang perlu diwujudkan. Suatu kebenaran yang hak sebagai yang terkandung di dalam misi agama Islam tidak akan cukup terjamin oleh kebenarannya itu sendiri, tanpa adanya pengelolaan yang baik. Dalam membina pribadi menuju akhlak mulia tentulah bukan suatu pekerjaan yang mudah, perlu metode dan strategi yang tepat. Pembinaan akhlak mulia sangat berkaitan dengan pengisian hati dan fungsi kalbu. Upaya membantu individu dalam membina akhlak mulia diarahkan pada pemungsian kalbu wahdaniah yang terpancar dari nur ilahiah (cahaya ilahiah). Cahaya ilahiah itu akan mewujudkan pribadi mantap, istiqamah, halus budi, akhlak mulia, mengikuti petunjuk ilahi serta mengembangkan fitrah manusia. Menurut Susanto (2018), membina akhlak mulia melalui bimbingan konseling islami berarti bahwa penyembuhan atau terapi dilakukan untuk mengembalikan fungsi kalbu sebagai nurani, kata hati dan sanubari. Untuk mengembalikan fungsi kalbu seyogianya manusia senantiasa mengawasi segala gerak dan diamnya, bicara dan tutur katanya, duduk dan berdirinya hingga ia mampu melihat kembali segala yang ada dengan mata hatinya.
13
BAB III PENUTUPAN A. KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bawa akhlak adalah pokok esensi ajaran Islam, disamping aqidah dan syariah, sehingga dengan akhlak akan terbina mental dan jiwa manusia untuk memiliki hakekat kemanusiaan yang tinggi. Dengan akhlak akan dilihat corak dan hakekat kemanusiaan yang tinggi juga corak dan hakekat manusia yang sebenarnya. Akhlak mempunyai hubungan dengan etika, moral, adat istiadat, juga budi pekerti. Hal ini sangat berkesinambungan karena etika, moral, adat istiadat, dan budi pekerti merupakan pondasi dari akhlak. Oleh karenanya kita sebagai manusia harus terus memperbaiki diri agar mempunyai akhlak yang baik seperti junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
B. PENUTUP Sekian dari kami sebagai tim penulis dan penyusun makalah ini, semoga makalah ini dapat menjadi bahan pembelajaran tak hanya untuk kami sebagai tim penulis namun kepada masyarakat, terutama mahasiswa secara luas, bermanfaat dengan sebaik baiknya dan dapat dipergunakan dengan baik. Mohon maaf bila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini, karena kami pun masih dalam tahap belajar, jika ada kata kata yang salah atau kurang berkenan dalam penulisan makalah ini kami meminta maaf yag sebesar besarnya, karena kami sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Kami juga mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun, Terimakasih.
14
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mahmud. 2008. Pendidikan Islam Transformatif. Yogyakarta: LKiS.
Dalimunthe, Sehat Sultoni. 2009. Filsafat Pendidikan Akhlak. Yogyakarta: Deepublish.
Fanani, Muhyar. 2009. Fiqh Madani: Konstruksi Hukum Islam di Dunia Modern. Yogyakarta: LKiS.
Habibah, Syarifah. 2015. Akhlak dan Etika Dalam Islam. Vol.1 no.4. [ONLINE] uinsyah.ac.id (Diakses pada tanggal 1 Desember 2018, Pukul 14.00 WIB)
Husin, Nixon. 2015. Hadis-hadis Pembinaan Akhlak. An-Nur, Vol. 4 No. 1, 2015
Marzuki,dkk . 2016. Dinul Islam Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum. [ONLINE] http://eprints.uny.ac.id. (Diakses pada tanggal 1 Desember 2018, Pukul 19.00 WIB)
Mucharomah, Miftah. 2016. Kisah sebagai Metode Pembentukan dan Pembinaan Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an. [ONLINE] e-journal.iainpekalongan.ac.id. (Diakses pada tanggal 1 Desember 2018, Pukul 22.00 WIB) Sari, Hesti Ratna. 2017. Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam Al-Qur'an kajian tafsir surat AlA'raf ayat 199-202 menurut para mufassir. [ONLINE] http://digilib.uinsby.ac.id. (Diakses pada tanggal 1 Desember 2018, Pukul 16.15 WIB) Sarinah. 2017. Pendidikan Agama Islam. Yogyakarta: Deepublish
Saebani, Beni Ahmad & Hamid, Abdul. 2010. Ilmu Akhlak. Bandung: Pustaka Setia
Suryadi, Rudi Ahmad. 2015. Dimensi-Dimensi Manusia: Perspektif Pendidikan Islam. Yogyakarta: Deepublish
15
Suryadi, Rudi Ahmad. 2018. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Deepublish.
Susanto, Ahmad. 2018. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Kencana.
16