Antropologi Kesehatan : Masyarakat Rumah Sakit dan Kebudayaan diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikososial dan Kebudayaan dengan dosen pengampu Hayinah Rahayu
disusun oleh Anindya Maula S
(302017007)
Asep Agung Gumelar (302017014) Shofia Nailah
(032016031)
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Alloh SWT, yang telah membimbing manusia dan mengeluarkannya dari kegelapan menuju cahaya ilmu, yang telah memberi kekuatan atas diri yang lemah, yang telah menghantarkan kita pada pendewasaan sikap, dan atas berkat rahmat-Nya kita masih diberikan kesempatan untuk menjalankan tugas hidup kita sebagai manusia dan khususnya Penyusun sebagai mahasiswa. Tak lupa sholawat dan salam tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. Makalah yang berjudul “Antropologi Kesehatan: Masyarakat Rumah Sakit dan Kebudayaan” di susun untuk memenuhi salah satu Tugas Mata kuliah Bahasa Indonesia dari Dosen Hayinah Rahayu
Bandung, 15 Maret 2019
Penulis
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kebudayaan sangat erat kaitannya dengan masyarakat. Menurut Isniati (2013) kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai social, norma social, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur social, religius, dan lain-lain. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam , sehat merupakan suatu keadaan sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan social seseorang. Sedangkan menurut Isniati (2013) sehat adalah dinamis, statusnya berubah-ubah yang mempengaruhi seseorang daldam tingkat fisiologis, psikologis, dan dimensi kultur social. Pandangan tentang kesehatan biasanya berisi salah satu atau lebih dari perspektif biologis dan klinis, psikologis, sosiologis dan adaptif. Dalam dunia kesehatan metode pengobatan terus berkembang. Namun, khususnya di Indonesia dalam masalah kesehatan masih diikuti oleh kebudayaan masyarakat local. Yang disisi lain berbenturan atau berbanding terbalik dengan hasil-hasil penelitian di dunia kesehatan. Misalnya, ibu hamil yang tidak boleh mengkonsumsi ikan. Padahal gizi yang terkandung dalam ikan sangat bermanfaat bagi ibu hamil dan janin yang terkandung didalamnya. Peran tenaga kesehatan khususnya perawat, kita harus memberikan suatu penyuluhan kesehatan atau pengetahuan tentang mengkonsumsi ikan bagi ibu hamil sangat dibutuhkan. Namun, untuk mewujudkan penyuluhan tersebut tidak lepas kerjasama tim tenaga kesehatan itu sendiri dan jangan membeda-bedan pasien dari sudut pandang keagamaan, budaya, suku dan penyakit yang diderita oleh pasien tersebut.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, kelompok merumuskan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peran Peran tenaga kesehatan khususnya di rumah sakit:
perawat, dokter dan tenaga kesehatan lain?
2. Bagaimana interaksi social antar komponen tenaga kesehatan? 3. Bagaimana pengaruh social budaya terhadap kesehatan masyarakat? 4. Masalah kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan aspek budaya? 5. Bagaimana Al-Quran dan hadits dalam berbicara kesehatan?
BAB II PEMBAHASAN
A. Peran Tenaga Kesehatan Di Rumah Sakit Menurut Purnomo (2013) kehidupan suatu bangsa sangat bergantung pada kemampuan hidup bersama berdamping dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Kemampuan hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain, suatu bangsa harus sehat, cerdas, beradab, berbudaya, dan memiliki keunggulan. 1. Sistem pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat a. Membangun masyarakat bangsa yang sehat (individu,keluarga,komunitas). b. Terdiri atas beberapa jenis pelayanan profesional dalam bidang kesehatan yang bersifat terintegrasi sepenuhnya. c. Merupakan pelayanan kepada masyarakat yang bersifat menyeluruh dan paripurna: memberdayakan masyarakat. 2. Sifat berbagai sistem pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat a.
Sesuai batas dan lingkup wewenang dan tanggung jawab profesi.
b.
Saling mengisi, melengkapi, menyepurnakan pelayanan kesehatan kepada masyakat.
c.
Saling menghormati batas dan lingkup wewenang dan tanggung jawab masing-masing profesi.
3. Saling melengkapi antar sistem pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat a.
Sistem pemberian pelayanan asuhan kesehatan masyarakat
b.
Sistem pemberian pelayanan asuhan kefarmasian
c.
Sistem pemberian pelayanan asuhan keperawatan
d.
Sistem pemberian pelayanan asuhan kedokteran
4. Peran dan fungsi perawat a.
Komunikator 1) Komunikasi terintegrasi dalam semua pesan keperawatan.
2) Perawat berkomunikasi dengan klien,pendukung klien,tenaga kesehatan lain dan keluarga 3) Perawat mengidentifikasi masalah klien dan mengkomunikasikan secara verbal atau tertulis kepada tim kesehatan lain 4) Perawat harus kompeten untuk mengkomunikasikan secara jelas dan tepat agar kebutuhan kesehatan klien dapat terpenuhi b.
Pendidik 1) membantu klien belajar tentang kesehatan dan cara memulihkan atau memelihara kesehatan mereka. 2) mengkaji kebutuhan pembelajaram dan kesiapan klien untuk belajar, menetapkan tujuan belajar yang spesifik, menerapkan strategi penyuluhan dan mengukurnya.
c.
Pembela 1) Bertindak melindungi klien 2) Memberikan informasi yang diperlukan klien atau memfasilitasi agar tenaga kesehatan lain memberikan informasi yang diperlukan klien 3) Menjelaskan kepada klien tentang hak mereka dan membantu mereka untuk berbiacara.
d.
Konselor 1) proses membantu klien untuk mengetahui dan mengatasi masalah psikologi atau sosial, meningkatkan hubungan interpersonal, dan meningkatkan pertumbuhan personal. 2) memberikan dukungan emosianal, intelektual dan psikologik 3) membantu klien untuk mengembangkan sikap, perasaan dan perilaku dengan melihat alternatif perilaku dengan melihat alternatif perilaku lain yang lebih sehat dan meningkatkan kemampuan pengendalian diri.
e.
Pembawa Perubahan Memodifikasi perilaku, lingkungan dan sistem dan membantu klien
memperoleh kembali kesehatanya.
B. Interaksi Sosial Antar Komponen Tenaga Kesehatan Menurut Rokhmah (2017) rumah sakit adalah organisasi dalam bidang jasa pelayanan kesehatan .Dalam penyelenggaraan upaya pelayanan pada pasien rumah sakit didukung oleh banyak jenis ketrampilan SDM baik yang berbentuk profesi maupun non profesi. Berhasilnya suatu komunikasi adalah apabila kita mengetahui dan mempelajari unsur-unsur yang terkandung dalam proses komunikasi. Unsur-unsur itu adalah sumber (resource), pesan (message), saluran (channel/ media) dan penerima (receiver/audience). Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu (Hardjana, 2003). Komunikasi yang efektif terjadi bila pendengar (penerima berita) menangkap dan menginterpretasikan ide yang disampaikan dengan tepat seperti apa yang dimaksud oleh pembicara (pengirim berita). Terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk mengupayakan proses komunikasi yang efektif, yaitu antara lain: 1. Sensitifitas kepada penerima komunikasi Sensitivitas ini sangatlah penting dalam penentuan cara komunikasi serta pemilihan media komunikasi. Hal-hal yang bersifat penting dan pribadi paling baik dibicarakan secara langsung atau tatap muka, dan dengan demikian mengurangi adanya kecanggungan serta kemungkinan adanya mis komunikasi. 2. Kesadaran dan pengertian terhadap makna simbolis Hal ini menjadi penting dalam seseorang mengerti komunikasi yang disampaikan. Komunikasi seringkali disampaikan secara non verbal atau lebih dikenal dengan body language. Pengertian akan body language, yang bisa berbeda sesuai dengan kultur, ini akan memberikan kelebihan dalam komunikasi.
3. Penentuan waktu yang tepat dan umpan balik Hal ini sangatlah penting terutama dalam mengkomunikasikan keadaan yang bersifat sensitif. Umpan balik menjadikan komunikasi lebih efektif karena dapat memberikan kepastian mengenai sejauh mana komunikasi yang diadakan oleh seseorang sumber (source) dapat diterima oleh komunikan (receiver). 4. Komunikasi tatap muka Komunikasi semacam ini memungkinkan kita untuk melihat dengan baik lawan bicara kita, melihat body language, melihat mimik lawan bicara, serta menghilangkan panjangnya rantai komunikasi yang memungkinkan terjadinya mis komunikasi. 5. Komunikasi efektif Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan oleh beberapa pihak, pasien, dokter, perawat maupun tenaga kesehatan lainnya. Dokter dapat mengetahui dengan balk kondisi pasien dan keluarganya dan pasien pun percaya sepenuhnya kepada dokter. Kondisi ini amat berpengaruh pada proses penyembuhan pasien selanjutnya. Literature review ini bertujuan untuk bertujuan untuk mengetahui efektifitas komunikasi efektif dalam praktik kolaborasi interprofesi akan meningkatkan kualitas pelayanan.
Kolaborasi antara penyedia layanan kesehatan yang diperlukan dalam pengaturan perawatan kesehatan apapun, karena tidak ada profesi tunggal yang dapat memenuhi kebutuhan semua pasien. Akibatnya, kualitas layanan yang baik tergantung pada profesional yang bekerja sama dalam tim interprofessional. komunikasi yang efektif antara profesional kesehatan juga penting untuk memberikan pengobatan yang efisien dan pasien-berorientasi komprehensif .Selain itu, ada semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa komunikasi yang buruk antara profesional kesehatan merugikan pasien. Kolaborasi Interprofessional di lingkungan kerja profesional telah diakui oleh keperawatan, kedokteran gigi, kedokteran, dokter, farmasi, dan kesehatan masyarakat organisasi profesional sebagai komponen penting untuk aman, tinggi, kualitas, diakses, perawatan pasien berpusat ( interprofessional Pendidikan
Collaborative Panel Ahli, 2011). kolaborasi interprofessional bekerja di profesi kesehatan
untuk
bekerja
sama,
berkolaborasi,
berkomunikasi,
dan
mengintegrasikan pelayanan dalam tim untuk memastikan perawatan yang terus menerus dan dapat diandalkan.
C.
Pengaruh Sosial Budaya Terhadap Kesehatan Masyarakat 1. Pengertian kebudayaan (Mubaraq W.I. 2009) Secara sederhana kebudayaan dapat di artikan sebagai hasil dari cipta, karsa, dan rasa. Sebenarnya budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhaya, yang merupakan bentuk jamak dari budhi (budi/akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. 2. Unsur kebudayaan Menurut Fudiyartanto (2012) Mengenai pengertian budaya itu sendiri memang terdapat bermacam-macam argumen meskipun barangkali esensinya sama. Salah satunya adalah yang dikemukakan oleh Briere. Ia mendefinisikan budaya sebagai
a set of material, intellectual and moral values and conditions which make it possible and even easy for the human community to expand and develop harmoniously (via Bakker, 1984:18-19). Definisi Briere ini barangkali bersifat sangat luas karena melibatkan segala aspek materi, pengetahuan, dan nilai-nilai moral yang dimiliki masyarakat; serta agak filosofis karena sejatinya kebudayaan diciptakan demi kebaikan umat manusia agar dapat hidup dan berkembang secara relatif mudah dan harmonis. Sementara itu, Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai berikut: Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (1990:180). Berdasarkan definisi ini dapat dikatakan bahwa hampir seluruh tindakan manusia adalah “kebudayaan” karena rata-rata didapat dari hasil belajar.
Peneliti memilih tujuh unsur yang disebut sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan di dunia yang juga dikenal dengan istilah cultural universals yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1990:98 dan 203-204), yaitu: a.
Bahasa
b.
Sistem pengetahuan
c. Organisasi social d. Sistem peralatan hidup dan teknologi e. Sistem mata pencaharian hidup f. Sistem religi, g. Kesenian.
3. Manfaat bagi petugas kesehatan mempelajari kebudayaan a.
Didalam semua religi atau agama ada kepercayaan tertentu yang berkaitan dengan kesehatan, gizi. Misal orang yang beragama islam tidak makan babi sehingga dalam rangka untuk memperbaiki status gizi, seorang kesehatan dapat menganjurkan makanan lain yang bergizi yang tidak bertentangan dengan agamanya.
b. Dengan mempelajari organisasi masyarakat maka petugas kesehatan akan mengetahui organisasi apa saja yang ada di masyarakat, kelompok mana yang berkuasa, kelompok mana yang menjadi panutan, dan tokoh mana yang di segani. Sehingga dapat dijadikan strategi pendekatan yang lebih tepat dengan upaya mengubah prilaku kesehatan masyarakat. c.
Petugas kesehatan perlu mengetahui pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dengan mengetahui pengetahuan masyarakat maka petugas kesehatan akan mengetahui mana yang perlu ditingkatkan, di ubah, dan pengetahuan mana yang perlu di lestarikan dalam memperbaiki status kesehatan.
d. Petugas kesehatan juga perlu mempelajari bahasa local agar lebih mudah berkomunikasi, menambah rasa kedekatan, rasa kepemilikan bersama, dan rasa persaudaraan.
4. Aspek social yang mempengaruhi status kesehatan dan prilaku kesehatan Ada beberapa aspek social yang mempengaruhi status kesehatan antara lain: a.
Umur Jika dilihat dari golongan umur maka ada perbedaan pola penyakit
berdasarkan golongan umur. Misalnya balita lebih banyak menderita penyakit infeksi, sedangkan golongan usia lebih banyak menderita penyakit kronis seperti hipertensi, penyakit jantung coroner, kanker dan lain-lain. b.
Jenis kelamin Perbedaan jenis kelamin akan menghasilkan penyakit yang
berbeda pula. Misalnya di kalangan wanita lebih banyak menderita kanker payudara, sedangkan laki-laki banyak menderita kanker prostat. c.
Pekerjaan Ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan pola penyakit,
misalnya dikalangan petani banyak yang menderita penyakit cacing akibat kerja yang banyak di lakukan di sawah dengan lingkungan yang banyak cacing. d.
Social ekonomi Keadaan social ekonomi juga berprngaruh pada pola penyakit
misalnya menderita obesitas lebih banyak ditemukan pada golongan masyarakat yang berstatus ekonomi tinggi, dan sebaliknya malnutrisi lebih banyak ditemukan di kalangan masyarakat yang status ekonominya rendah. e. Aspek budaya yang mempengaruhi status kesehatan dan prilaku kesehatan Aspek budaya dapat mempengaruhi kesehatan : 1) Pengaruh tradisi Ada beberapa tradisi di dalam masyarakat yang dapat berpegaruh negative terhadap kesehatan masyarakat. 2) Sikap fatalistis
Sikap fatalistis hal lain adalah yang juga mempengaruhi prilaku kesehatan. Contoh beberapa anggota masyarakat dikalangan kelompok tertentu (fanatic) yang beragama islam percaya bahwa anak adalah titipan tuhan dan sakit atau mati adalah takdir, sehingga masyarakat kurang berusaha untuk segera mencari pertolongan pengobatan bagi anaknya yang sakit. 3) Pengaruh Perasaan bangga pada statusnya Dalam upaya perbaikan gizi, disuatu daerah perdesaan tertentu, menolak untuk makan daun singkong, walaupun mereka tau kandungan vitaminnya tinggi. Setelah di selidiki ternyata masyarakat beranggapan daun singkong hanya pantas untuk makan kambing dan mereka menolaknya karena status mereka tidak dapat disamakan dengan kambing. 4) Pengaruh norma Upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi banyak mengalami hambatan karena ada norma yang melarang hubungan antar dokter yang memberikan pelayanan dengan ibu hamil sebagai pengggunaan pelayanan. 5) Pengaruh nilai Nilai yang berlaku didalam masyarakat berpengaruh terhadap prilaku kesehatan. Contoh masyarakat memandang lebih bergengsi beras putih dari pada beras merah padahal mereka mengetahui bahwa vitamin b1 lebih tinggi beras merah daripada beras putih. 6) Pengaruh unsur budaya yang di pelajari pada tingkat awal dari proses sosialisasi terhadap prilaku kesehatan 7) Pengaruh konsekuensi dari inovasi terhadap prilaku kesehatan Apabila seorang petugas kesehatan ingin melakukan perubahan prilaku kesehatan masyarakat,
D. Masalah Kesehatan Masyarakat Yang Berhubungan Dengan Aspek Budaya Menurut Nurrachmawati (2010), di daerah Tanjung Limau Muara Badak, KALTIM. Dan penilitian yang dilakukan Nurrachmawati lebih kepada seputar kesehatan ibu hamil. Masyarakat disana memiliki pantangan-pantangan tertentu, 1. Pantangan terhadap makanan tertentu Dua orang ibu hamil desa Tanjung Limau menyatakannya sebagai berikut: "orang hamil dilarang makan ikan kering karena sakit tekanan " "ada pantangan makan cumi karena lengket nanti tembuninya" (DKT dengan ibu hamil) Selain bahan makanan yang berasal dari hasil laut, terdapat pula pantangan mengkonsumsi buah-buahan tertentu. Buah seperti jeruk nipis, nanas muda dan durian merupakan pantangan. Jeruk nipis disebutkan dapat menyebabkan kesulitan dalam persalinan, nanas muda dan durian dianggap dapat menyebabkan keguguran. "katanya tidak boleh makan jeruk nipis, katanya sih nanti susah melahirkannya" "nggak boleh makan durian sama nanas muda nanti takut keguguran " (DKT dengan ibu hamil) 2. Pantangan terhadap perilaku Menurut masyarakat, perilaku ibu sangat menentukan akan kesehatan bayi yang dikandungnya. Seorang wanita hamil tidak boleh melilitkan handuk di leher karena akan mengakibatkan bayi lahir dengan terlilit plasenta, sebagaimana diungkapkan salah seorang ibu,
" nggak boleh lilit handuk di leher, nanti anaknya bisa telilit tali pusar " (wawancara mendalam dengan sanro)
Pantangan lain yaitu ibu hamil tidak boleh tidur memakai guling karena akan menyebabkan bayi lahir dengan kepala besar, serta tidak boleh tidur dengan posisi melintang karena akan menyebabkan bayi lahir sungsang. Hal tersebut terungkap lewat pernyataan ibu hamil didukung pendapat para tokoh masyarakat. " nggak boleh pake guling, nanti anaknya kepalanya besar sama kalau tidur ga boleh sungsang sama suami nanti takut anaknya sungsang juga" (wawancara mendalam dengan tokoh masyarakat) " juga tidak boleh duduk di depan pintu karena akan mempersulit proses persalinan " (DKT dengan ibu hamil)
" ada pantangan, nggak boleh duduk dekat pintu " (DKT dengan ibu hamil)
Terdapat pula larangan mandi sore di atas jam lima sore karena akan menyebabkan bayi lahir menderita sakit influenza, sebagaimana diungkapkan salah seorang ibu, "nggak boleh mandi sore lewat dari jam 5, nanti bisa ingusan. 3. Aspek supranatural . Hal ini merupakan kepercayaan yang umum ditemukan pada berbagai suku bangsa di Indonesia yaitu keyakinan mengenai roh-roh halus. Pada saat hamil, seorang wanita dianggap mudah terkena gangguan yang datang dari unsur gaib atau roh jahat. Seorang wanita yang sedang mengandung dipercaya menimbulkan bau harum yang khas yang akan mengundang mahluk halus untuk datang menghampiri si ibu. Kehadiran mahluk halus tersebut ditakutkan akan menganggu sehingga terdapat cara-cara budaya untuk menangkalnya. Masyarakat desa Tanjung Limau memiliki kepercayaan ada roh halus yang mengganggu ibu hamil yang dapat mengakibatkan si ibu menjadi bisu dan tuli. Roh halus tersebut diberi nama "gadis tujuh", sebagaimana diungkapkan salah seorang ibu,
" kata orang tua, orang hamil nggak boleh jalan senja soalnya nanti diikutin barang halus karena orang hamil bawaannya harum jadi senang roh halus. Katanya si orang sini roh halusnya gadis tujuh namanya " (DKT dengan ibu hamil)
Untuk menghindari gangguan dari roh halus tersebut maka ada sejumlah pantangan perilaku yang harus dipatuhi si ibu hamil, yaitu tidak boleh jalanjalan menjelang senja hari atau menjelang waktu maghrib. Terdapat juga larangan untuk mengurai rambut dan mengenakan baju yang terbuka karena hal itu akan mengundang datangnya gangguan mahluk halus yang disebut kuntilanak. E. Al-Quran Dan Hadits Dalam Berbicara Kesehatan Menurut dr. Raehanul Bahraen di website muslim.or.id (2017) Semua ayat AlQur`an adalah obat yang bisa menyembuhkan. Namun, ada beberapa ayat atau surat dari Al-Qur`an yang lebih dikhususkan karena memiliki keutamaan sebagai obat penyembuh, misalnya surat Al-fatihah. Allah berfirman
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian” (QS. Al-Israa’: 82). Syaikh
Muhammad
Al-Amin
Asy-Syinqith
menjelaskan
bahwa
maksud obat dalam ayat ini adalah obat untuk penyakit fisik dan jiwa. Beliau berkata: “Obat yang mencakup obat bagi penyakit hati/jiwa, seperti keraguan, kemunafikan, dan perkara lainnya. Bisa menjadi obat bagi jasmani jika dilakukan ruqyah kepada orang yang sakit. Sebagaimana kisah seseorang yang terkena sengatan kalajengking diruqyah dengan membacakan Al-Fatihah. Ini adalah kisah yanh shahih dan masyhur” (Tafsir Adhwaul Bayan).
Daftar Pustaka Purnomo, Renggo. 2013. Peranan Tenaga Medis Perawat Dalam Meningkatkan Kesehatan Masyarakat Di Rsud Aji Batara Agung Dewa Sakti Kecamatan Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara. eJournal Administrasi Negara. Volume 1, Nomor 2, 2013: 1-11. http://ejournal.an.fisip-unmul.ac.id/site/wpcontent/uploads/2013/10/Jurnal%20(10-01-13-10-57-05).pdf. Terakhir diakses 14 Maret 2019. Rokhmah, N.A, Anggorowati. 2017. Komunikasi Efektif Dalam Praktek Kolaborasi Interprofesi Sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Pelayanan. Journal of Health Studies. Volume 1, Nomer. 1. Fudiyartanto, F.A. 2012. Penerjemahan Butir Budaya Dari Bahasa Inggris Ke Bahasa Indonesia. Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga. Vol. XI, No. 2. ejournal.uinsuka.ac.id/adab/Adabiyyat/article/download/542/484. Terkahir diakses 14 Maret 2019. Nurrachmawati. A, Ike Anggraeni. 2010. Tradisi Kepercayaan Masyarakat Pesisir Mengenai Kesehatan Ibu Di Desa Tanjung Limau Muara Badak Kalimantan Timur Tahun 2008. Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol. 1 No 1. https://media.neliti.com/media/publications/105237-ID-tradisi-kepercayaanmasyarakat-pesisir-m.pdf. Terakhir diakses 14 Maret 2019. Muslim.or.id. 16 Juni 2017. Terakhir diakses 14 Maret 2019. https://muslim.or.id/30346-al-quran-obat-fisik-dan-jiwa.html