MAKALAH PEMBERDAYAAN MASYARAKAT “Isu-Isu dalam Pemberdayaan Masyarakat“
DISUSUN OLEH: KELOMPOK 5: Aidha Dina Widowati Novi Dwi Yanti Victoria Paningoan
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2016/2017 I
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang ditentukan. Adapun materi yang akan dibahas dalam makalah ini adalah mengenai Isu-Isu Pemberdayaan Masyarakat. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pemberdayaan Masyarakat dan untuk menambah wawasan kepada para pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Semoga segala upaya kami dalam membuat makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Samarinda, 27 September 2016 Kelompok 5
Penyusun
I
DAFTAR ISI Kata Pengantar ....................................................................................................i Daftar isi .............................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .....................................................................................1 B. Rumusan Masalah .................................................................................2 C. Tujuan ..................................................................................................2 BAB IIPEMBAHASAN A. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat ................................................3 B. Kecenderungan Ide Pemberdayaan ......................................................4 C. Pandangan tentang Pemberdayaan Masyarakat ...................................4 D. Model Pemberdayaan Masyarakat .......................................................5 E. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat ......................................................7 F. Isu-Isu dalam Pemberdayaan Masyarakat ............................................11 G. Isu-Isu Strategis Berdasarkan Tugas dan Fungsi ..................................13 H. Penentuan Isu-Isu Strategis ..................................................................14 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ...........................................................................................15 Daftar Pustaka ....................................................................................................16
II
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, melalui beberapa kegiatan antara lain peningkatan prakarsa dan swadaya masyarakat, perbaikan lingkungan dan perumahan, pengembangan usaha ekonomi desa, pengembangan Lembaga Keuangan Desa, serta kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menaikkan hasil produksinya. Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat bawah (grass root), yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain, pemberdayaan (empowering) adalah memampukan dan memandirikan masyarakat miskin. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilainilai
budaya
modern
seperti
kerja
keras,
hemat,
keterbukaan,
kebertanggungjawaban, adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan ini. Demikian pula pembaharuan lembaga-lembaga sosial dan pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya. Pemberdayaan masyarakat sebagai tindakan sosial dimana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial atau memenuhi kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang dimilikinya. Masyarakat miskin seringkali merupakan kelompok yang tidak berdaya baik karena hambatan internal dari dalam dirinya maupun tekanan eksternal dari lingkungannya. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat menjadi salah satu pilar kebijakan penanggulangan kemiskinan terpenting. Isu-isu kemiskinan pun senantiasa cocok diselesaikan akar masalahnya melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat. Program-program pemberdayaan terhadap individu dan masyarakat secara umum telah berlangsung, tetapi hasil nyata dari program tersebut belum cukup
3
kelihatan. Masyarakat masih belum cukup memiliki akses yang sama terhadap sumber-sumber yang dibutuhkannya, mencakup ekonomi, politik, pendidikan, hukum, dan sebagainya. Hal ini mengesankan masih adanya kendala struktural yang merintangi masyarakat untuk mendapat kesempatan yang adil dalam berbagai bidang kehidupan di atas.
B.
Rumusan Masalah 1. Apa pengertian pemberdayaan masyarakat ? 2. Bagaimana kecenderungan ide pemberdayaan ? 3. Bagaimana pandangan tentang pemberdayaan masyarakat ? 4. Apa saja model pemberdayaan masyarakat ? 5. Apa tujuan pemberdayaan masyarakat ? 6. Bagaimana isu-isu dalam pemberdayaan masyarakat? 7. Apa saja isu-isu strategis berdasarkan tugas dan fungsi ? 8. Bagaimana penentuan isu-isu strategis ?
C.
Tujuan 1. Agar mampu memahami pengertian pemberdayaan masyarakat. 2. Agar mampu memahami kecenderungan ide pemberdayaan. 3. Agar mampu memahami pandangan tentang pemberdayaan masyarakat. 4. Agar mampu memahami model pemberdayaan masyarakat. 5. Agar mampu memahami tujuam pemberdayaan masyarakat. 6. Agar mampu memahami isu-isu dalam pemberdayaan masyarakat. 7. Agar mampu memahami isu-isu strategis berdasarkan tugas dan fungsi. 8. Agar mampu memahami penentuan isu-isu strategis.
4
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat yaitu suatu proses pembangunan di mana
masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial guna memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri. (Hatu, 2010). Ditegaskan oleh Shardlow (1998) dalam Adi (2003), bahwa pengertian pemberdayaan pada dasarnya berkaitan dengan bagaimana individu, kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Begitu juga halnya dengan Suhendra (2006) menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah pemberian dan penyebaran daya kepada masyarakat agar mereka mampu menguasai atau berkuasa atas kehidupannya sendiri dalam semua aspek kehidupan yang meliputi politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, pengelolaan lingkungan, dan sebagainya. Berdasarkan konsep ini, pada hakikatnya pemberdayaan menekankan pada upaya bagaimana masyarakat yang tidak berdaya, mampu mengembangkan keberdayaannya dengan kemampuan yang dimiliki, pihak luar lebih bersifat sebagai katalisator yang memberikan keleluasaan masyarakat untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Oleh karena itu, makna pemberdayaan masyarakat pada dasarnya memberikan dan mendistribusikan kekuatan agar masyarakat mampu mandiri untuk bangkit mengatasi kekurangan dan kelemahannya baik pada level individu maupun kelompok. Pemberdayaan juga meliputi penguatan pranata-pranatanya sehingga dalam kegiatan pembangunan mereka mampu berperan aktif sebagai subyek pembangunan. Agar pemberdayaan masyarakat dapat berlangsung secara efektif, maka reformasi kenegaraan harus dilakukan pada tingkat nasional maupun daerah. Berbagai peraturan, ketentuan, mekanisme kelembagaan, nilai-nilai dan perilaku harus disesuaikan untuk memungkinkan masyarakat berinteraksi secara efektif dengan pemerintah.
5
B.
Kecenderungan Ide Pemberdayaan Jika dilihat dari proses operasionalisasinya, maka ide pemberdayaan memiliki
dua kecenderungan, antara lain : 1. Kecenderungan primer yaitu kecenderungan proses yang memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan (power) kepada masyarakat atau individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi. 2. Kecenderungan sekunder yaitu kecenderungan yang menekankan pada proses memberikan stimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Dua kecenderungan tersebut seolah berseberangan, namun seringkali untuk mewujudkan kecenderungan primer harus melalui kecenderungan sekunder terlebih dahulu.
C.
Pandangan tentang Pemberdayaan Masyarakat Beberapa pandangan tentang pemberdayaan masyarakat, antara lain sebagai
berikut : (Ife, 1996:59) 1. Struktural, pemberdayaan merupakan upaya pembebasan, transformasi struktural secara fundamental, dan eliminasi struktural atau sistem yang oppressive. 2. Pluralis, pemberdayaan sebagai upaya meningkatkan daya sesorang atau sekelompok orang untuk dapat bersaing dengan kelompok lain dalam suatu ’rule of the game’ tertentu. 3. Elitis, pemberdayaan sebagai upaya mempengaruhi elit, membentuk aliniasi dengan elit-elit tersebut, serta berusaha melakukan perubahan terhadap praktek-praktek dan struktur yang elitis.
6
4. Post-Strukturalis, pemberdayaan merupakan upaya mengubah diskursus serta menghargai subyektivitas dalam pemahaman realitas sosial.
D.
Model Pemberdayaan Masyarakat Peran pemerintah dalam memberikan kesejahteraan merupakan tugas utama.
Untuk itu sudah selayaknya anggaran negara di alokasikan untuk kesejahteraan rakyat. Berbagai model pemberdayaan masyarakat, tidak luput dari peran pemerintah dalam memberdayakan masyarakat. Banyak program pemberdayaan masyarakat yang digulirkan pemerintah melalui Departemen maupun Lembaga Pemerintah Non Departemen seperti: 1. PNPM Mandiri (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) Untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri mulai tahun 2007. Melalui PNPM Mandiri dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin, dapat ditumbuhkembangkan sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan subyek upaya penanggulangan kemiskinan. Pelaksanaan PNPM Mandiri tahun 2007 dimulai dengan Program Pengembangan
Kecamatan
(PPK)
sebagai
dasar
pengembangan
pemberdayaan masyarakat di perdesaan beserta program pendukungnya seperti PNPM Generasi; Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) sebagai dasar bagi pengembangan pemberdayaan masyarakat di perkotaan; dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) untuk pengembangan daerah tertinggal, pasca bencana, dan konflik. Mulai tahun 2008 PNPM Mandiri diperluas dengan melibatkan Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi
7
Wilayah (PISEW) untuk mengintegrasikan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan daerah sekitarnya. Untuk itu, melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri diharapkan dapat terjadi harmonisasi prinsipprinsip dasar, pendekatan, strategi, serta berbagai mekanisme dan prosedur pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat sehingga proses peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat berjalan lebih efektif dan efisien (Pendum PNPM Mandiri, 2007). 2. PEMP (Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir) Penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumber daya lokal dan berkesinambungan. Yang dikhususkan untuk masyarakat pesisir (Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, 2005: 1). 3. PDM-DKE (Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi) Dalam rangka penanggulangan akibat krisis ekonomi. Pemerintah mencanangkan program Perluasan. Salah satu program diantaranya adalah program "Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi". 4. KUBE (Kelompok Usaha Bersama) Dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial para kelompok miskin yang meliputi terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari. Pendekatan ini bertujuan untuk mengembangkan dinamika kehidupan kelompok sosial sehingga menjadi sumber daya manusia yang utuh dan mempunyai tanggung jawab sosial. 5. UKM (Usaha Kecil Menengah) Tujuannya adalah untuk mengetahui pemberdayaan masyarakat yang di lakukan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan usaha kecil dan menengah melalui program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri.
6. Program Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K)
8
Program ini berupaya meningkatkan keberdayaan masyarakat melalui peningkatan SDM dengan berbagai rentetan kegiatan dimulai dari penumbuhan dan penguatan kelompok, pemupukan dana bersama, pengembangan usaha, dan pengembangan kemitraan usaha yang pada akhirnya diharapkan akan terbentuk Koperasi atau Badan usaha lainnya. Dalam upaya mendorong upaya kelompok petani diberi support kredit usaha dengan persyaratan ringan melalui BRI. 7. Program Pemberdayaan Petani dan pelaku Agribisnis Program dirancang melalui kegiatan pelatihan yang dilakukan sebanyak 26 kali pertemuan dengan rentang pertemuan selama 6 bulan. Fasilitasi yang diberikan selama pelatihan (uang saku dan transport) di arahkan untuk digunakan peserta menjadi modal usaha. Fasilitasi untuk kegiatan ini diberikan kepada petani selama enam bulan dengan melaksanakan proses pembelajaran yang kurikulumnya mencakup Teknologi, pengembangan organisasi dan penguatan modal. 8. Program pengembangan kawasan agropolitan Program ini berupaya mengembangkan kawasan untuk memacu berjalannya sistem dan usaha agribisnis, dengan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan agribisnis. Upaya ini didukung dengan mengembangkan kemampuan SDM masyarakat petani yang dikoordinir dengan keberadaan Balai Penyuluhan Pertanian yang merupakan Home Basenya Penyuluh.
E.
Tujuan Pemberdayaan Masyarakat Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan adalah untuk membentuk
individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Lebih lanjut periu ditelusuri apa yang sesungguhnya dimaknai sebagai suatii masyarakat yang mandiri. Kemandirian masyarakat adalah merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai oleh kemampuan untuk memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi
9
mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya kemampuan yang terdiri atas kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik, afektif, dengan pengerahan sumber daya yang dimiliki oleh lingkungan internal masyarakat tersebut. Dengan demikian untuk menjadi mandiri perlu dukungan kemampuan berupa sumber daya manusia yang utuh dengan kondisi kognitif, konatif, psikomotorik dan afektif, dan sumber daya lainnya yang bersifat fisikmaterial. Pemberdayaan masyarakat hendaklah mengarah pada pembentukan kognitif masyarakat yang lebih baik. Kondisi kognitif pada hakikatnya merupakan kemampuan berpikiryang dilandasi oleh pengetahuan dan wawasan seorang atau masyarakat dalam rangka mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi. Kondisi konatif merupakan suatu sikap perilaku masyarakat yang terbentuk yang diarahkan pada perilaku yang sensitif terhadap nilai-nilai pembangunan dan pemberdayaan. Kondisi afektif adalah merupakan sense yang dimiliki oleh masyarakat yang diharapkan dapat diintervensi untuk mencapai keberdayaan dalam sikap dan perilaku. Kemampuan psikomotorik merupakan kecakapan-keterampilan yang dimiliki masyarakat sebagai upaya pendukung masyarakat dalam rangka melakukan aktivitas pembangunan. Terjadinya keberdayaan pada empat aspek tersebut (kognitif, konatif, afektif dan psikomotorik) akan dapat memberikan kontribusi pada terciptanya kemandirian masyarakat yang dicita-citakan.Karena dengan demikian dalam masyarakat akan terjadi kecukupan wawasan, yang dilengkapi dengan kecakapan-keterampilan yang memadai, diperkuat oleh rasa memeriukan pembangunan dan perilaku sadar akan kebutuhannya tersebut. Untuk mencapai kemandirian masyarakat diperlukan sebuah proses. Melalui proses belajar maka masyarakat secara bertahap akan memperoleh kemampuan tersebut masyarakat harus menjalani proses belajar. Dengan proses belajar tersebut akan diperoleh kemampuan/daya dari waktu ke waktu. Dengan demikian akan terakumulasi kemampuan yang memadai. Untuk mengantarkan kemandirian mereka.Apa yang diharapkan dari pemberdayaan yang merupakan suatu visualisasi dari pembangunan sosial ini diharapkan dapat mewujudkan komunitas yang baik,
10
masyarakat yang ideal. Sebagaimana dikemukakan oleh Montagu & Matson dalam Suprijatna dalam The Dehu-manization of Man, yang mengusulkan konsep The Good Community and Competency yang meliputi sembilan konsep komunitas yang baik dan empat komponen kompetensi masyarakat. The Good Community and Competency adalah: 1. Setiap anggota masyarakat berinteraksi satu sama lain berdasarkan hubungan pribadi, adanya kelompok juga kelompok primer. 2. Komunitas memiliki otonomi yaitu kewenangan dan kemampuan untuk mengurus kepentingannya sendiri secara bertanggung jawab. 3. Memiliki vialibilitas yaitu kemampuan memecahkan masalah sendiri. 4. Distribusi kekuasaan merata sehingga setiap orang berkesempatan, bebas memiliki dan menyatakan kehendaknya. 5. Kesempatan setiap anggota masyarakat untuk berpartisipasi aktif untuk kepentingan bersama. 6. Komunitas memberi makna kepada anggota. 7. Adanya heterogenitas dan beda pendapat. 8. Pelayanan masyarakat ditempatkan sedekat dan secepat kepada yang berkepentingan. 9. Adanya konflik dan managing conflict. Pada awalnya, upaya memberdayakan masyarakat pasti dihadapkan pada suatu kondisi masyarakat atau bagian dari masyarakat yang masih dalam posisi dan kondisi yang lemah. Mungkin terjadi masyarakat secara keseluruhan yang berada pada wilayah tertentu sama sekali belum berdaya. Dengan demikian orientasi pemberdayaan memang secara tegas menunjuk suatu target group masyarakat itu sendiri. Di sisi lain sangat mungkin terjadi bahwa sasaran yang periu diberdayakan hanyalah merupakan bagian dari suatu masyarakat saja, yaitu khususnya pihak yang belum memiliki daya. Dapat dicontohkan di sini misalnya masyarakat miskin kota yang berada pada suatu kawasan, yang sebenamya warga masyarakat bersifat heterogen dilihat dari aspek pendapatan. Ada anggota masyarakat yang kaya raya, berkecukupan, pendapatan rendah, berada di garis kemiskinan dan di bawah garis kemiskinan.
11
Dilihat dari heterogenitas tersebut, maka ada sebagian masyarakat yang sudah tidak perlu diberdayakan, namun di sisi lain masih ada sekelompok miskin kota yang perlu diberdayakan. Inilah yang seianjutnya disebut dengan komunitas miskin. Apa yang ingin dicapai untuk meningkatkan kondisi komunitas tersebut melalui 9 langkah sebagaimana telah dikemukakan di atas. Sedangkan untuk melengkapi sebuah komunitas yang baik perlu ditambahkan kompetensi sebagai berikut: 1. Mampu mengidentifikasi masalah dan kebutuhan komunitas. 2. Mampu mencapai kesempatan tentang sasaran yang hendak dicapai dan skala prioritas. 3. Mampu menemukan dan menyepakati cara dan aiat mencapai sasaran yang telah disetujui. 4. Mampu bekerjasama rasional dalam bertindak mencapai tujuan. Kompetensi-kompetensi tersebut merupakan kompetensi pendukung untuk mengantarkan masyarakat agar mampu memikirkan, mencari dan menentukan solusi yang terbaik dalam pembangunan sosial. Di samping itu kompetensi keempat merupakan
kompetensi
masyarakat
untuk
menentukan
strategi
dalam
merealisasikan solusi yang telah ditetapkan. Itu semua akan dapat terwujud apabila proses belajar yang dilakukan efektif. Proses belajar tersebut merupakan suatu keharusan untuk ditempuh, karena sebagai suatu metodologi yang tidak dapat dihindari. Menurut Paul Freire dalam Keban & Lele, pemberdayaan masyarakat berinti pada suatu metodologi yang disebut conscientization, yaitu merupakan proses belajar untuk melihat kontradiksi sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat. Paradigma ini mendorong masyarakat untuk mencari cara menciptakan kebebasan dari struktur-struktur yang opresif. Bertolak dari pengertian ini maka sebuah partisipasi masyarakat tidak hanya sebatas pada pelaksanaan suatu program saja melainkan menyentuh pada politik.
F.
Isu-isu dalam Pemberdayaan Masyarakat
12
Mengacu pada konsep pemberdayaan masyarakat di atas, maka terdapat berbagai ranah kajian yang dapat dijadikan sebagai isu penelitian. Ranah kajian ini dapat ditinjau dari dimensi-dimensi yang terdapat dalam proses pemberdayaan masyarakat itu sendiri. Ledwith (2005) mengemukakan ada empat dimensi yang terdapat dalam pemberdayaan masyarakat, yakni : 1. Pemberdayaan personal yang meliputi pembelajaran secara individual, pengetahuan, kepercayaan diri dan skill. 2. Aksi positif mencakup kegiatan yang berhubungan dengan kemiskinan, kesehatan, ras, gender, ketidakmampuan dan berbagai aspek diskriminasi struktur kekuasaan yang dominan. 3. Organisasi kemasyarakatan, mencakup jarak, kualitas dan keefektifan kelompok masyarakat, hubungan satu sama lain serta dengan lingkungan yang lebih luas lagi. 4. Partisipasi serta keikutsertaan dalam mensukseskan perubahan dalam masyarakat. Mengacu pada pandangan Ledwith di atas, keempat dimensi dalam pemberdayaan masyarakat tersebut menjadi dasar dalam upaya pengembangan masyarakat. Barr dan Hashagen (2000) dalam Ledwith (2005) membuat indikator untuk mengevaluasi pengembangan masyarakat yang disebutABCD model, dimana keempat dimensi pemberdayaan masyarakat ini menjadi dasar utamanya. isu pemberdayaan (empowerment) dianggap merupakan jalan keluar yang tepat untuk merekonstruksi pembangunan masyarakat dewasa ini. Program-program pemberdayaan terhadap individu dan masyarakat secara umum telah berlangsung, tetapi hasil nyata dari program tersebut belum cukup kelihatan. Masyarakat masih belum cukup memiliki akses yang sama terhadap sumber-sumber yang dibutuhkannya, mencakup ekonomi, politik, pendidikan, hukum, dan sebagainya. Hal ini mengesankan masih adanya kendala struktural yang merintangi masyarakat untuk mendapat kesempatan yang adil dalam berbagai bidang kehidupan di atas.
13
Menguatnya isu demokratisasi dan semangat civil society menyebabkan masyarakat semakin mendapatkan tempat yang lebih luas, setidaknya dalam mengemukakan aspirasi dan kebutuhannya yang merupakan fondasi bagi kebijakan pembangunan nasional. Dalam konteks inilah, wacana pemberdayaan masyarakat perlu dikontekstualkan kedalam kebijakan pembangunan. Dengan demikian, kebijakan pembangunan nasional tidak hanya berfungsi sebagai standar dan pemaksa yang menjamin adanya kesempatan yang sama bagi setiap orang, melainkan juga mampu menyediakan ruang bagi pemberdayaan masyarakat, baik dalam perumusan, strategi implementasinya maupun muatan program di dalamnya. Ketidakberdayaan yang dialami oleh sekelompok masyarakat telah menjadi diskusi dan wacana akademis yang cukup hangat dalam dekade ini. Kelompokkelompok tertentu yang mengalami diskriminasi dalam suatu masyarakat seperti kelas ekonomi rendah, minoritas etnis, wanita, penyandang cacat, dan sebagainya, adalah orang-orang yang mengalami ketidakberdayaan. Menurut Berger dan Nenhaus (1977), struktur-struktur penghubung (mediating structures) yang memungkinkan kelompok-kelompok lemah mengekspresikan aspirasi dan menunjukkan kemampuannya terhadap lingkungan sosial yang lebih luas, kini cenderung melemah. Munculnya industrialisasi yang melahirkan spesialisasi kerja yang demikian dinamis telah melemahkan lembaga-lembaga yang dapat berperan sebagai struktur penghubung antara kelompok masyarakat lemah dengan masyarakat luas. Organisasi-organisasi sosial, lembaga-lembaga keagamaan, dan lembaga keluarga yang secara tradisiona lmerupakan lembaga alamiah yang dapat memberikan dukungan dan bantuan informal, pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan para anggotanya, cenderung semakin melemah perannya. Oleh karena itu, seringkali sistem ekonomi yang diwujudkan dalam berbagai bentuk pembangunan proyek-proyek fisik, selain mampu meningkatkan kualitas hidup sekelompok orang, tidak jarang malah memarjinalkan kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. Empowerment diartikan sebagai pemberian atau peningkatan kekuasaan (power) kepada masyarakat yang lemah atau tidak beruntung (disadvantage).
14
Dalam literature pelayanan kemanusiaan (human services), definisi pemberdayaan memiliki beberapa dimensi, yaitu; 1. Proses pengembangan yang dimulai dengan pertumbuhan individual dan puncaknya adalah perubahan sosial yang lebih besar. 2. Suatu keadaan psikologis yang ditandai oleh adanya peningkatan perasaan self-esteem, eficacy, dan kontrol. 3. Pembebasan yang dihasilkan oleh gerakan sosial, yang dimulai dari pendidikan dan politisasi ketidakberdayaan masyarakat, kemudian melibatkan upaya-upaya kolektif dari ketidakberdayaan untuk memeroleh kekuasaan dan merubah struktur yang masih opresif.
G.
Isu-isu Strategis Berdasarkan Tugas dan Fungsi Identifikasi Permasalahan berdasarkan tugas dan fungsi pelayanan Badan
Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan, serta dari masyarakat itu sendiri : 1.
Kurang efektifnya pelaksanaan tugas dan fungsi pada Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan disebabkan terbatas sarana-prasarana, kuantitas dan kualitas aparatur.
2.
Terbatasnya alokasi anggaran daerah untuk pelaksanaan program dan kegiatan pada Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan.
3.
Lemahnya koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya dalam Kabupaten dan pemerintah provinsi dalam pelaksanaan program dan kegiatan.
4.
Rendahnya komitmen stakeholders pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam pengembangan usaha ekonomi masyarakat serta mendorong pembangunan partisipatif.
5.
Belum
optimalnya peran aktif masyarakat dalam pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya negeri. 6.
Masih terbatasnya
kemampuan pemerintah dalam mengefektifkan
penyelenggaraan pemerintahan untuk memberikan pelayanan dan peningkatan keberdayaan masyarakat. 7.
Menurunnya pemahaman dan pengamalan nilai-nilai filosofi adat.
15
8.
Belum terlaksananya sinkronisasi kebijakan pemerintah pusat dengan Pemerintah Daerah.
9.
Belum optimalnya peran dan fungsi kelembagaan masyarakat.
10. Peran perempuan dalam pembangunan belum optimal. 11. Teknologi Tepat Guna yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat belum dimanfaatkan secara optimal.
D.
Penentuan Isu-Isu Strategis Sesuai dengan identifikasi permasalahan pelayanan, telaahan visi, misi kepala
daerah terpilih dapat disimpulkan isu strategis yang akan ditindaklanjuti melalui Renstra Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan sebagai berikut : 1. Belum efektif kebijakan program pemberdayaan masyarakat dan system Pemerintahan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. 2. Terbatas sarana-prasarana, anggaran, kuantitas dan kualitas aparatur dalam menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi pada Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan. 3. Belum optimalnya koordinasi lintas SKPD di Kabupaten, Koordinasi BPMPN dengan SKPD provinsi serta Pemerintah Pusat yang berkaitan dengan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah. 4. Belum optimalnya peran Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat serta mendorong pembangunan partisipatif dalam negeri. 5. Belum optimalnya peran masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya dalam negeri. 6. Terbatasnya kemampuan Pemerintah dan Bamus dalam memberikan pelayanan dan peningkatan keberdayaan masyarakat.
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
16
Pemberdayaan masyarakat haruslah dikaji dari dalam komunitas masyarakat untuk mencari potensi yang akan dikembangkan atau dari masalah-masalah yang ada untuk bisa dicarikan solusi penyelesaiannya. Pemberdayaan masyarakat harus didukung oleh anggota komunitas/ masyarakat yang dibuktikan dengan partisipasi anggota
masyarakat
secara
aktif
untuk
mengembangkan
komunitasnya.
Pengembangan masyarakat bisa diinisiasi pihak luar atau bisa juga datang dari dalam komunitas itu sendiri.
17
DAFTAR PUSTAKA
Arifgii. 2012. Peran Pemerintah Dalam Pemberdayaan. https://www.pdfcoke.com/doc/99339760/Peran-Pemerintah-DalamPemberdayaan. Hidayat, Taufik. 2010. Isu-Isu Aktual Penelitian Pemberdayaan Masyarakat. http://msap-unlam.ac.id/download/makalah_seminar/IsuisuAktualPenelitian PemberdayaanMasyarakatTaufik.pdf. Di Akses pada Tanggal 27 September 2016. Nasdian, Fredian Tony. 2014. Pengembangan Masyarakat. Jakarta: Kerjasama Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Soetomo. 2006. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar Suharto, Edi. 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (edisi ke2). Bandung: Refika Aditama.
18