MAKALAH PENDIDIKAN AKHLAKUL KARIMAH “Adab Belajar Dan Bekerja Dalam Pandangan Islam” Makalah disusun dalam rangka memenuhi mata kuliah Pendidikan Akhlakul Karimah
Disusun oleh : Kelompok 1 Arlia Safitri
201610420311002
Tassya Aprilia Anggraini
201610420311003
Oktika Khoirunnisa
201610420311007
Esthi Wahyu Prianingdyah
201610420311008
Aprillyanti Izzah
201610420311009
Faisal Wardana
201610420311017
Anindhita Aisyah Ramadhiani
201610420311027
Desi Fitriani
201610420311032
Miskatul Akhwad
201610420311040
FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2019 i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan anugerah-Nya kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar selama proses penyusunan. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan makalah ini sebagai tugas terstruktur kami. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan terbuka, kami menerima segala saran dan kritik agar dapat memperbaiki struktur maupun isi makalah ini.
Malang, 4 Maret 2019
Kelompok 1
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................................. ii Daftar Isi ............................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2 1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3 2.1 Adab Belajar dalam Islam .................................................................................... 3 2.2 Adab Bekerja dalam Islam .................................................................................... 13 2.3 Dzikir .................................................................................................................... 21
BAB III PENUTUP 4.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 29 4.2.Saran .................................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 30
iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah muslim terbanyak di dunia, yang dimana semua pemeluk agama islam menjadikan Alqur’an dan as-sunah sebagai pedoman hidup di dunia dan sedimikian rupa Allah SWT telah mengatur berbagai macam hal dan tata cara hidup semua hambanya dalam melakukan kebaikan serta aktivitas sehari-hari sesuai tuntunan dalam as-sunah dan Alqur’an salah satunya dalam adab hukum menuntut ilmu dan dan adab berkerja. Sebagian kaum muslim menganggap bahwa hukum menuntut ilmu sekedar sunnah saja, yang diberi pahala bagi yang melakukan dan tidak berdosa bagi siapa saja yang meninggalkannya. Padahal, terdapat beberapa kondisi di mana hukum menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim, sehingga berdosalah setiap orang yang meninggalkannya. Sebagaimana sabda rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam “menuntut ilmu itu wajib atas sestiap muslim”.(HR. Ibnu Majah. Dinilaishahih oleh syaikhal bani dalam shahihwa Dha’ifsunan ibnu Majahno. 224). Dalam hadits ini rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam dengan tegas menyatakan bahwa menuntut ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap muslim, bukan bagi sebagian orang muslim saja. Berkerja adalah sebuah ibadah dan merupakan bagian dari kewajiban seorang hamba kepada Allah Ta’ala. Karena kerja adalah ibadah, maka ada aturan syariat yang menaunginya. Berkerja bukan sekedar berkerja dan juga bukan sekedar untuk mendapatkan dunia tapi bagaimana cara mendapatkan pahala. Sebagaimana yang terdapat dalam sebuah Surah (Qs. Attaubah 105) yang artinya “ Berkerjalah kamu, maka allah dan Rasulnya serta orang–orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. Istilah kerja dalam islam bukanlah semata-mata merujuk kepada mencari rezeki untuk menghidupi diri dan keluarga dengan menghabiskan waktu dan siang maupun malam, dari pagi hingga sore, tetapi kerja mencakup segala bentuk amalan atau pekerjaan yang mempunyai unsur kebaikan dan keberkahan bagi diri, keluarga, dan masyarakat sekelilingnya serta Negara. Maha suci Allah SWT dengan segala kemurahan yang telah mengatur segala bentuk tindakan dan tatacara hidup yang baik bagi umatnya. Semoga kita sebagai khalifah di dunia mampu melakukan segala macam perintah sebagaimana yang terdapat di dalam Alqur’an dan As-sunah. 1
1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah diatas adalah sebagai berikut : 1. Apa yang dimaksud dengan adab dalam belajar? 2. Bagaimana bentuk adab belajar dalam profesi keperawatan? 3. Apa yang dimaksud dengan adab bekerja? 4. Bagaimana bentuk adab bekerja dalam profesi keperawatan? 5. Apa yang dimaksud dengan adab dan manfaat dzikir? 6. Apa saja keutamaan dalam berdzikir?
1.3 Tujuan Penulisan 1. Mendefinisikan tentang adab dalam belajar 2. Mengetahui bentuk adab belajar dalam profesi keperawatan 3. Mendefinisikan tentang adab dalam bekerja 4. Mengetahui bentuk adab bekerja dalam profesi keperawatan 5. Mendifinisikan pengertian tentang adab dan manfaat dzikir 6. Mengetahui keutamaan berdzikir
2
BAB II PEMBAHASAN 2.1 ADAB BELAJAR DALAM ISLAM 2.1.1 Makna Belajar Dalam Islam Menurutal-attas, istilah ta’dib adalah istilah yang paling tepat digunakan untuk menggambarkan pengertian pendidikan, karena pada dasarnya pendidikan Islam bertujuan untuk melahirkan manusia yang beradab. Sementara istilah tarbiyah terlalu luas karena pendidikan, dalam istilah ini mencakup pendidikan untuk hewan. Selanjutnya,
ia
menjelaskan
bahwa
istila Ta’dib merupakan
masdar
kata
kerja addaba yang berarti pendidikan. Kemudian, dari kata addaba ini diturunkan juga kata adabun. Menurut al-attas, adabun berarti pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hirarkis sesuai dengan berbagai tingkat dan derajat tingkatan mereka dan tentang tempat seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan kapasitas dan potensi jasmaniah, intelektual, maupun rohaniyah seseorang. Al-attas mengatakan bahwa adab adalah pengenalan serta pengakuan akan hak keadaan sesuatu dan kedudukan seseorang, dalam rencana susunan berperingkat martabat dan derajat, yang merupakan suatu hakikat yang berlaku dalam tabiat semesta. Pengenalan adalah ilmu; pengakuan adalah amal. Maka, pengenalan tanpa pengakuan, seperti ilmu tanpa amal; dan pengakuan tanpa pengenalan seperti amal tanpa ilmu. Keduanya sia-sia karena yang satu menyifatkan ketiadasadaran dan kejahilan.
2.1.2 Adab Belajar Menurut Pandangan Islam Ta’dib secara Etimologi merupakan bentuk masdar kata kerja addaba yang berari ‘mendidik, melatih berdisiplin, memperbaiki, mengambil tindakan, beradab, sopan, berbudi baik, mengikuti jejak akhlaknya. Kata ta’dib pada umumnya lebih banyak digunakan pada pendidikan yang bersifat keterapilan lahir yakni latihan dan keterampilan. Ia berasal dari kata adab, yang berarti etika, sopan santun, dan budi pekerti lebih tepat diartikan mengajarkan adab atau diartikan memberi pelajaran atau hukuman Menuntut ilmu syar’i adalah fardlu kifayah yaitu apabila telah mencukupi (para penuntut ilmu) maka bagi yang lain hukumnya adalah sunnah, namun bisa juga menjadi wajib bagi tiap orang atau fardlu ‘ain yaitu ilmu tentang ibadah atau muamalah yang hendak ia kerjakan. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal:21) Penuntut Ilmu Hendaklah 3
Menghiasi Dirinya Dengan Adab-Adab Sebagai Berikut: Pertama: Mengikhlaskan Niat Hanya Karena Allah Hendaklah dalam menuntut ilmu niatnya adalah wajah Allah dan kampong akhirat, sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam: “Barangsiapa menuntut ilmu-yang mestinya untuk mencari wajah Allah-, tiadalah ia mempelajarinya melainkan hanya untuk mendapatkan bagian dari dunia, pasti ia tidak akan mendapatkan bau surga pada hari kiamat.” (HR. Ahmad dll). Ini adalah ancaman yang keras. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal :25) Apabila ilmu telah kehilangan niat yang ikhlas; berpindahlah ia dari ketaatan yang paling afdhal menjadi penyimpangan yang paling rendah. Diriwayatkan dari Sufyan ats Tsauri rahimahullah berkata: “Tiadalah aku mengobati sesuatu yang lebih berat dari niatku.” Dari Umar bin Dzar bahwasanya ia berkata kepada ayahnya: “Wahai ayahku! Mengapa orang-orang menangis apabila ayah menasehati mereka, sedang mereka tidak menangis apabila orang lain yang menasehati mereka?” Ayahnya menjawab:” Wahai puteraku! Tidak sama ratapan seorang ibu yang ditinggal mati anaknya dengan ratapan wanita yang dibayar (untuk meratap). (Hilyah Tholibil ‘Ilmi, Bakr Abu Zaid hal: 9-10) Allah telah menjaga pertahanan kaum muslimin dengan mujahidin (orang-orang yang berjihad) dan menjaga syariat Islam dengan para penuntut ilmu, sebagaimana
dalam firman-Nya: “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At Taubah:122) Pada ayat tersebut, Allah membagi orang-orang yang beriman menjadi dua kelompok, mewajibkan kepada salah satunya berjihad fi sabilillah dan kepada yang lainnya mempelajari ilmu agama. Sehingga tidak berangkat untuk berjihad semuanya karena hal ini menyebabkan rusaknya syariat dan hilangnya ilmu, dan tidak pula menuntut ilmu semuanya sehingga orang-orang kafir akan mengalahkan agama ini. Karena itulah Allah mengangkat derajat kedua kelompok tersebut. (Hilyah al ‘Alim al Mu’allim, Salim al Hilaliy hl:5-6) Yang dimaksud dengan ilmu tersebut adalah ilmu syar’i, yaitu ilmu yang Allah turunkan kepada Nabi-Nya 4
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berupa keterangan dan petunjuk. Jadi ilmu yang dipuji dan disanjung adalah ilmu wahyu, ilmu yang Allah turunkan saja. Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam: “Barangsiapa yang Allah menghendaki padanya kebaikan maka Dia akan menjadikannya mengerti masalah agama.” (HR. Bukhari dan Muslim) Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda pula: “Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, hanya saja mereka mewariskan ilmu. Maka barangsiapa mengambilnya berarti ia mengambil nasib (bagian) yang banyak.” (HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi) Sebagaimana telah kita ketahui bahwasanya yang diwariskan oleh para nabi adalah ilmu syariat Allah dan bukan yang lainnya (Al- hadrani. 2005)
2.1.3 Tujuan dan Manfaat Belajar atau Menuntut Ilmu Menuntut ilmu yang dilandasi dan dengan tujuan ibadah pada Allah SWT. Pasti Ditempuh dengan cara diridhai-Nya. Perintah Allah SWT dan Rasul-Nya dilaksanakan dengan ikhlas, sedangkan larangan-Nya ditinggalkan juga dengan ikhlas. Dibawah ini ada beberapa perintah Allah SWT yang dapat berkaitan dengan adab dan Manfaat menuntut Ilmu : 1. Jujur ( QS 22 : 30 )
Dalam menuntut ilmu hendaknya kita mengikhlaskan niat karena Allah, jika seseorang mengikhlaskan niat karena Allah untuk menuntut ilmu, maka ilmu tersebut akan menjadi bermanfaat, Allah Subhanahu Wa Ta'ala Berfirman : 2. Menghargai waktu agar tidak merugi ( QS 103 : 1-3 )
5
3. Berlaku tawadhu’ ( QS 17 : 37)
4. Bersabar ( QS 3 : 200 )
5. Berdoa,Belajar,meminta ilmu yang bermanfaat kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala Hendak nya dalam menuntut ilmu kita selalu berdoa meminta kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala agar diberikan ilmu yang bermanfaat untuk amal jariyah kita nanti nya, dan hendaknya seorang hamba hanya mencari ilmu yang bermanfaat Di antara doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah: ش ُع لَ قَ ْلب ِم ْن بِكَ أَع ُْوذ ُ إِنِي اَللَّ ُه َّم َ ِم ْن بِكَ أَع ُْوذ ُ يَ ْنفَ ُع لَ ِع ْلم ِم ْن َو ت َ ْشبَ ُع لَ َن ْفس ِم ْن َو يُ ْس َم ُع لَ د ُ َعاء ِم ْن َو يَ ْخ ْاْل َ ْربَ ِع َه ُؤلَ ِء “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hati yang tidak khusyu’, dari doa yang tidak didengar, dari jiwa yang tidak puas dan dari ilmu yang tidak bermanfaat. Aku berlindung dari empat hal itu kepada-Mu.” (HR. Tirmidzi dan Nasa’i dari Ibnu ‘Amr, dan diriwayatkan oleh Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah dan Hakim dari Abu Hurairah, dan Nasa’i dari Anas, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 1297). 6. Mendengarkan baik-baik pelajaran yang disampaikan ustadz, syaikh atau guru Dalam Adab Menuntut Ilmu Hendanya seorang murid mendengarkan baik-baik penyampaian materi yang disampaikan Guru agar tidak menganggu penuntut ilmu yang lainnya dan ilmu yang disampaikan dapat diserap dengan baik Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman : “… sebab itu sampaikanlah berita gembira itu kepada hamba-hambaKu, (yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu 6
mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan merekalah orang-orang yang mempunyai akal sehat.” (QS. Az-Zumar: 17-18) 7. Bercita-cita tinggi dan berseemangat dalam menuntut ilmu ( QS 39 : 9; 58 : 11 ) 8. Hendaknya Penuntut Ilmu Hadir dalam Keadaan yang Rapi dan Baik Hendaknya seseorang dalam menuntut ilmu hadir dalam majelis maupun kelas
dengan keadaan rapi,bersih, dan baik. Agar dalam kegiatan menuntut ilmu seseorang dengan nyaman dan fokus dalam menuntut ilmu karena dalam keadaan rapi,bersih dan nyaman. Oleh karena itu, hendaknya ia tidak datang dalam keadaan menahan buang air, lapar, pikiran sedang risau dan sebagainya. 9. Tidak Malu Bertanya Ada pepatah mengatakan bahwa “ Malu bertanya sesat dijalan”. Dalam adab menuntut ilmu hendaknya seseorang tida malu bertanya apabila dia belum mengerti atau belum memahami ilmu nya, agar nantinya apabila seseorang sudah selesai dalam menuntut suatu ilmu maka ilmu tersebut menjadi bermanfaat bagi orang lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,” (QS. An Nahl: 43) Aisyah berkata, “Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar, dimana rasa malu tidak menghalangi mereka belajar agama.” Oleh karena itu, hendaknya seorang penuntut ilmu tidak malu bertanya, karena ilmu itu perbendaharaan, sedangkan kuncinya adalah bertanya. Meskipun begitu, hendaknya ia tidak banyak bertanya kecuali jika dibutuhkan, tentunya dengan sikap sopan dan beradab. 10. Hadir sebelum Guru Datang 11. Tidak memotong pembicaraan Guru 7
12. Hendaknya ia memuliakan guru tanpa berlebihan. Hal itu, karena ia membawa kitabullah dan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam 13. berusaha memahami ilmu yang disampaikan 14. Menghafalkan Ilmu yang disampaikan 15. Mengikat Ilmu yang disampaikan dengan tulisan Ketika belajar, seorang penuntut ilmu harus mencatat pelajaran, poin-poin penting, fawaa-id (faedah dan manfaat) dari ayat, hadits dan perkataan para sahabat serta ulama, atau berbagai dalil bagi suatu permasalahan yang dibawa kan oleh syaikh atau gurunya. Agar ilmu yang disampaikannya tidak hilang dan terus tertancap dalam ingatannya setiap kali ia mengulangi pelajarannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ikatlah ilmu dengan tulisan” (HR. Ibnu ‘Abdil Barr) 16. Mengamalkan Ilmu yang sudah disampaikan Menuntut ilmu syar’i bukanlah tujuan akhir, tetapi sebagai pengantar kepada tujuan yang agung, yaitu adanya rasa takut kepada Allah, merasa diawasi oleh-Nya, taqwa kepada-Nya, dan mengamalkan tuntutan dari ilmu tersebut. Dengan demikian, barang siapa saja yang menuntut ilmu bukan untuk diamalkan, niscaya ia diharamkan dari keberkahan ilmu, kemuliaan, dan ganjaran pahalanya yang besar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan seorang alim yang mengajarkan kebaikan kepada manusia, kemudian ia melupakan dirinya (tidak mengamalkan ilmunya) adalah seperti lampu (lilin) yang menerangi manusia, namun membakar dirinya sendiri.” (HR Ath-Thabrani) Adapun yang harus dijauhi dalam menuntut ilmu diantaranya a) Mengisi waktu dengan hal-hal yang tidak bermanfaat. Waktu adalah modal utama seseorang untuk meraih kebahagiaan. Ia lebih berharga daripada emas, maka manfaatkan waktu dengan ilmu dan amal shalih. b) Hasad, iri dan dengki. Dengki adalah sifat Yahudi, dan ia akan merusak hati dan amal. c) Berfatwa tanpa ilmu. d) Sombong, takabur, ujub. e) Fanatik kepada madzhab dan pendapat tertentu, tanpa didasari ilmu. f) Merasa alim (mampu) dalam berdakwah, sehingga ia justru akan merusak dakwah yang mulia. g) Berburuk sangka, bertengkar dan berdebat kusir. 8
h) Futur dalam menuntut ilmu syar’i. Seorang Muslim wajib bersemangat dalam menuntut ilmu syar’i, meskipun tantangan dan rintangan datang silih berganti, karena ilmu yang bermanfaat dan amal shaleh adalah jalan menuju surga. Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita, diantara hambahamba-Nya yang memiliki akhlak yang mulia, serta menjauhkan diri kita dari akhlak-akhlak yang tercela, mengumpulkan kita di atas Islam dan Sunnah, di atas manhaj salafush shalih, sebagai jalan meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah Shallallahu ‘ Alaihi wa Sallam.
2.1.4 Keutamaan Belajar atau Menuntut Ilmu Hadist Ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan oleh manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Sehubungan dengan itu, Allah SWT mengajarkan kepada adam dan semua keturunannya. Dengan ilmu pengetahuan itu, manusia dapat melaksanakan tugasnya dalam kehidupan ini, baik tugas sebagai khalifah maupun tugas ubudiah. Oleh karena itu, Rasulullah SAW menyuruh, menganjurkan, dan memotivasi umatnya agar menuntut ilmu pengetahuan. Sehubungan dengan ini ditemukan hadis, yaitu sebagai berikut Ibnu Mas’ud meriwayatkan, “Rasulullah SAW bersabda kepadaku, ‘Tuntutlah ilmu pengetahuan dan ajarkanlah kepada oraang lain. Tuntutlah ilmu kewarisan dan ajarkanlah kepada orang lain. Pelajarilah Al-Quran dan ajarkanlah kepada orang lain. Saya ini akan mati. Ilmu akan berkurang dan cobaan akan semakin banyak, sehingga terjadi perbedaan pendapat antara dua orang tentang suatu kewajiban,
mereka
tidak
menemukan
seorang
pun
yang
dapat
menyelesaikannya.’”(HR. Ad-Daruquthni, dan Al-bahaqi Dalam hadis ini ada tiga perintah belajar, yaitu perintah mempelajari al-‘ilm, alfara’id, dan Al-Quran. Menurut Ibnu Mas’ud, ilmu yang dimaksudkan di sini adalah ilmu syariat dan segala jenisnya. Al-Fara’id adalah ketentuan-ketentuan, baik ketentuan islam secara umum maupun ketentuan tentang harta warisan. Mempelajari Al-Quran mencakup menghafalnya. Setelah dipelajari ajarkan pula kepada orang lain supaya lebih sempurna. Beliau memerintahkan agar sahabat mempelajari ilmu karena beliau sendiri adalah manusia seperti manusia pada umumnya. Pada suatu saat, beliau akan wafat. Dengan adanya orang mempelajari ilmu, ilmu pengetahuan itu tidak akan hilang. Mengingat pentingnya ilmu pengetahuan dalam hadis di atas, setelah mempelajari, ilmu harus diajarkan kepada 9
orang lain. Rasulullah SAW mengkhawatirkan apabila beliau telah wafat dan orangorang tidak peduli dengan ilmu pengetahuan,maka tidak ada lagi orang yang mengerti agama, sehingga umat akan kebingungan. Selain perintah menuntut ilmu pengetahuan dalam hadis di atas, masih ada lagi hadis yang lebih tegas tentang kewajiban menuntut ilmu, yaitu sebagai berikut. َ ضة ْال ِع ْل ِم َّ صلَّى َّ سلَّ َم سيْن َع ْن ُ ّللاِ َر َ ُم ْس ِلم ُك ِل َعلَى فَ ِر ْي َ بن ُح َ طلَبُ َو َ ِّللا ِ س ْو ُل قَا َل قَا َل َع ِلي Husain bin Ali meriwayatkan bahwa rasulullah SAW bersabda, “Menuntut ilmu wajib bagi setiap orang Islam.” (HR. Al-Baihaqi, Ath-Thabrani, abu Ya’la, AlQqudha’i, dan Abu Nu’aim Al-Ashbahani). Dalam hadis ini, Rasulullah SAW menegaskan dengan dengan menggunakan kata faridhah (wajib atau harus). Hal ini menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan itu memang benar-benar urgen dalam kehidupan manusia, terutama orang yang beriman. Tanpa ilmu pengetahuan, seorang mukmin tidak dapat melaksanakan aktivitasnya dengan baik menurut ukuran ajaran Islam. Apabila ada orang yang mengaku beriman tetapi tidak mau mencari ilmu, maka ia dipandang telah melakukan suatu pelanggaran, yaitu tidak mengindahkan perintah Allah dan RasulNya. Akibatnya, tentu mendapatkan kemurkaan-Nya dan akhirnya akan masuk ke dalam neraka. Karena pentingnya ilmu pengetahuan itu, Rasulullah mewajibkan umatnya belajar. Adapun hadis-hadis lain yang berhubungan dengan keutamaan menuntut ilmu antara lain. َ س يقًا َ يقًا َّ صلَّى َّ سلَّ َم َعلَ ْي ِه َّ ُ ط ِر لَه سو ُل قَا َل ه َُري َْرة َ أ َ ِبي َع ْن ُ ّللاِ َر ُ س َّه َل ِع ْل ًما فِ ْي ِه يَ ْلت َِم َ سلَكَ َم ْن َو َ ط ِر َ ُّللا َ ُّللا ْال َجنَّ ِة لَى ِإ Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “ Barang siapa yang menempuh jalan menuntut ilmu, akan dimudahkan Allah SWT untuknya ke surga.”( HR. Muslim, At-Tirmidzi, Ahmad, dan Al-Baihaqi). Dalam hadis diatas terdapat lima keutamaan orang menuntut ilmu, yaitu (1) mendapat kemudahan untuk menuju sorga, (2) disenangi oleh para malaikat, (3) dimohonkan ampun oleh makhluk Allah yang lain, (4) lebih utama daripada ahli ibadah, dan (5) menjadi pewaris nabi. Menurut ilmu yang dimaksud di sini, menurut pengarang Tuhfah Al-Ahwazi adalah mencari ilmu, baik sedikit maupun banyak dan menempuh jarak yang dekat atau jauh
10
2.1.5 Pentingnya Menuntut Ilmu Dalam menuntut ilmu kita harus ikhlas karena Allah Ta’ala dan seseorang tidak akan mendapat ilmu yang bermanfaat jika ia tidak ikhlas karena Allah. “Padahal mereka tidak disuruh kecuali agar beribadah hanya kepada Allah dengan memurnikan ketaatan hanya kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan memurnikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah:5) Orang yang menuntut ilmu bukan karena mengharap wajah Allah termasuk orang yang pertama kali dipanaskan api neraka untuknya. Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menuntut ilmu syar’i yang semestinya ia lakukan untuk mencari wajah Allah dengan ikhlas, namun ia tidak melakukannya melainkan untuk mencari keuntungan duniawi, maka ia tidak akan mendapat harumnya aroma surga pada hari kiamat.” (HR. Ahmad) Dalam kajian berjudul adab menuntut ilmu tersebut, ustaz lulusan salah satu universitas di Madinah itu mengatakan bahwa terdapat beberapa orang yang dipastikan masuk neraka, salah satunya orang yang menuntut ilmu karena ingin menyombongkan diri. 1. yang dipaparkannya adalah pentingnya memiliki rasa ikhlas saat menuntut ilmu "Ikhlas saat menuntut ilmu itu sangat penting. Jangan sampai menuntut ilmu karena ingin mendapat gelar atau ingin mendapatkan kedudukan tinggi," kata Ustaz Yahya. 2. tanamkan niat bahwa ilmu yang dipelajari tak lain untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Mengamalkan ilmu, kata dia, memang terdengar remeh, tapi nyatanya sangat sulit direalisasikan karena beratnya godaan untuk melalaikannya. Dalam sebuah riwayat disebutkan, Siapa yang menuntut ilmu tanpa ada niat untuk mengamalkan, maka ilmu hanya akan mengubahnya ke arah kesombongan dan keangkuhan. "Maka, jika bertemu orang pintar yang sombong boleh jadi niatnya menuntut ilmu, bukan untuk mengamalkannya. Karena kalau orang yang menuntut ilmu untuk mengamalkannya maka insya Allah ilmu itu akan menjadikannya seorang yang tawadhu," kata Ustaz Yahya. Hal ini dibuktikan dengan berbedanya para penuntut ilmu pada zaman Rasulullah SAW dengan penuntut ilmu masa kini. Dalam suatu riwayat, Usman bin Affan berkata, Dahulu pada zaman Rasulullah kami belajar 10 ayat 10 ayat dan kami tidak mau ditambah sebelum kami benar-benar memahami dan mengamalkannya. Allah SWT sangat memperingati orang-orang berilmu yang pandai menasihati, tapi tak mengamalkan ilmunya. Allah SWT berfirman, Hai orang- orang beriman, mengapa 11
kamu mengucapkan apa yang tidak kamu amalkan. Sungguh besar kemurkaan Allah jika kamu mengucapkan apa yang kamu tidak amalkan. 3. dalam menuntut ilmu, lanjut Ustaz Yahya, adalah sabar. Selain itu, penuntut ilmu harus memiliki keberanian untuk menghadapi segala macam kesulitan yang akan ditemuinya selama menuntut ilmu. Jika seorang penuntut ilmu tidak memiliki keduanya, dapat dipastikan orang itu tak akan mampu menamatkan pendidikannya. 4. seorang penuntut ilmu hendaknya memiliki sifat selalu merasa diawasi oleh Allah (muraqobah). Ustaz Yahya menjelaskan, tanpa sikap muroqobah, akan banyak penuntut ilmu yang terlena dengan godaan setan. Namun, jika memiliki sikap muroqobah, para penuntut ilmu tidak akan berani melakukan hal yang menyimpang. Selain muroqobah, penuntut ilmu juga diwajibkan selalu melakukan introspeksi diri (muhasabah).Waktu terbaik melakukan muhasabah adalah sebelum beramal dan setelah beramal. Muhasabah yang dilakukan sebelum beramal, dapat dengan menanyakan diri sendiri tentang keikhlasan beramal dan kesesuaian amalan tersebut dengan ajaran agama. Setelah beramal, lanjut dia, diperlukan pula muhasabah, yaitu dengan menanyakan apa kah amalan yang telah dilakukan termasuk dalam perbuatan riya dan ujub atau tidak. Hal ini untuk memastikan niat dalam menuntut ilmu tetap lurus seperti sebelumnya. Orang ujub, kata Ustaz Yahya, adalah orang yang merasa bahwa amal atau apa yang diraihnya adalah hasil dari usahanya sendiri, bukan karena bantuan Allah SWT. 5. mengatur waktu sebaik mungkin. Penuntut ilmu harus bisa mengatur waktunya dengan baik dan tidak mengizinkan adanya waktu yang terbuang sia-sia. Saat menuntut ilmu, target pencapaian ilmu sangat diperlukan untuk memaksimalkan semangat belajar. Saya yakin kalau target belajar kita jelas maka waktu akan mampu dimanfaatkan dengan bagus dan maksi- mal, kata dia. 6. penuntut ilmu harus pandai memilih teman. Menurut Ustaz Yahya, teman yang baik adalah teman yang mampu mendongkrak semangat kita dalam menuntut ilmu. 7. usahakan benar-benar kuasai ilmu itu. Saat menuntut ilmu tanamkan keinginan kuat untuk mempu menguasai ilmu tersebut dengan baik, bukan hanya sebatas ingin tahu saja karena seorang yang mengusai suatu ilmu, dengan seorang yang hanya sebatas tahu tentu sangat berbeda. 8. Adab menuntut ilmu yang berhubungan pada guru, yaitu harus mampu memilih guru yang benar, dan upayakan menuntut ilmu dari guru yang teruji keahlian ilmunya. Jika telah me mastikan memilih guru yang tepat, maka adab selanjutnya ada lah tanamkan bahwa sepandai apa pun guru, dia adalah manusia biasa dan bukan nabi. 12
2.2
ADAB BEKERJA DALAM ISLAM
2.2.1 Makna Kerja dalam Islam Dalam Al-Qu’ran digunakan beberapa istilah yang berarti kerja: amal (kerja), kasb (Pendapat), sabhara (untuk memperkerjakan atau mempergunakan), ajr (upah atau penghargaan), ibigha’a fadl allah ( mencari keutamaan allah) (Al-faruq dkk, 1995:93). Dalam hadist banyak, menyebut kata amal dengan arti kerajinan agama atau perbuatan jasmaniah pada umumnya. Dalam pandangan Yusuf Qardhawi kerja adalah segala usaha maksimakal yang dilakukan manusia, baik melalui gerak tubuh ataupun akal untuk menambah kekayaan, baik dilakukan secara perorangan ataupun secara kolektif, baik untuk pribadi maupun orang lain (Qardhawi, 1997 :104). Oleh sebab itu perkerjaaan dapat di kelompokkan menjadi dua yaitu pekerjaan khas dan musytarak. Pekerjaan khas (pekerjaan tetap) adalah orang yangberkerja pada satu majikan dalam jangka waktu tertentu dan tidak boleh berkerja pada pihak lain. Sedangkan pekerjaan musytarak (pekerjaan serabutan) adalah orang yang berkerja pada beberapa majikan dan bebas untuk berkerja dengan siapasaja (Al-Zuhaili, t.th.,Juz V:3845). Istilah kerja dalam Islam bukanlah semata-mata merujuk kepada mencari rezeki untuk menghidupi dari dan keluarga dengan menghabiskan waktu dan siang maupun malam, dari pagi hingga sore, tetapi kerja mencakup segala bentuk amalan atau pekerjaan yang mempunyai unsur kebaikan dan keberkahan bagi diri, keluarga dan masyarakat sekelilingnya serta Negara. Adapun kerja atau amal dalam pengertian khusus yaitu mekakukan pekerja atau usaha yang menjadi salah satu unsur kepentingan dan titik tolak bagi proses seluruh kegiatan ekonomi. Sebagaimana dalam hadis Rosulullah SAW: “ Tidak ada yang lebih baik bagi seseorang yang makan sesuatu makanan, selain makanan dari hasil usahanya sendiri. Dan sesungguhnya Nabiyullah Daud as, selalu makan dari hasil usahanya”( Abi abdillah. th, juz II: 6). Tegasnya ekonomi Islam sangat memperhatikan fungsi keadilan serta mengaitkannya dalam pembagian kekayaan dan pendapatan, sehingga setiap pekerja berhak mendapatkan tingkat hidup yang layak dan manusiawi. Karena itulah, menurut M. Umar Chapra, Islam menempatkan posisi yang seimbang antara bawahan dengan atasan sebagai berikut:
13
1. Islam memandang pekerja pada penggunaan jasanya di luar pertimbangan keuangan; 2. Pekerja tidak secara mutlak bebas berbuat apa saja yang dikehendakinya, karena ia harus bertanggung jawab kepada majikan; 3. Majikan memberikan sistem upah yang pantas untuk memenuhi kehidupan pekerja; 4. Majikan harus menyediakan asuransi wajib untuk menanggulangi pengangguran, kecelakaan kerja, tunjangan hari tua, dan hak-hak pekerja lainnya.
2.2.2 Adab Bekerja Berkerja adalah sebuah ibadah dan merupakan bagian dari kewajiban seorang hamba kepada Allah Ta’ala. Karena kerja adalah ibadah, maka ada aturan syariat yang menaunginya. Berkerja bukan sekedar berkerja dan juga bukan sekedar untuk mendapatkan dunia tapi bagaimana cara mendapatkan pahala. Seperti yang dijelaskan dalam Q.S. At-Taubah: 105 yang artinya: “Dan katankanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”. Dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa bekerja akan membuat seseorang lebih dicintai oleh Allah SWT. Dari Ibnu Umar ra bersabda, ‘Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang mu’min yang bekerja dengan giat”. (HR. Imam Tabrani) Adapun keutamaan (Fadhilah) berkerja dalam islam terdiri dari beberapa bagian: 1. Orang yang berkerja akan mendaptkan ampunan dosa dari Allah Ta’ala. Dalam sebuah hadis diriwayatkan :
الطبراني رواه. سى َمن َ سى َي ِد ِه َ ع َم ِل ِمن كَالا أَم َ لَهُ َمغفُو ًرا أَم “Siapa yang sore hari duduk kelelahan lantaran pekerjaan yang telah dilakukannya, maka ia dapatkan sore hari tersebut dosa-dosanya diampuni oleh Allah Ta’ala.” (HR. Thabrani). 2. Akan di amuni suatu dosa yang tidak dapat diamuni dengan shalat, zakat, haji, dan umrah. Dalam sebuah riwayat : dikatakan
14
ْ َ ِّ ُ ُ َُ ُ ِّ َ ُ ُ ُ ْ َّب ِمنَّ ِإن َّ ِ لذن ْو ًبا الذَّن ْو، َّالة تكف ُرها ل َّ الصيا َُّم ولَّ الص َّج ول َّ ال ُع ْمرَّة ولَّ الح، َّوما قال َ ْ َ ُ ُْ ْ ِّ َ ُ هللا؟ ر ُس ْولَّ يا تكف ُرها َّ ِ ِ ب َّ ِ ان رواه( الم ِع ْيش َِّة طل َّ ِ الطب ر ِ َّف اله ُم ْو َّم قال “Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, terdapat satu dosa yang tidak dapat dihapuskan dengan shalat, puasa, haji dan umrah.’ Sahabat bertanya, ‘Apa yang dapat menghapuskannya wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Semangat dalam mencari rizki.’ (HR. Thabrani). 3. Mendapatkan cinta Allah Ta’la. Dalam sebuah riwayat digambarkan : ْ َ ِّ َ ُ ُْ ُ َُُ ُ ِّ َ ُ ُ ِّ َ ُ ُ ْ َّب ِمنَّ ِإن َّ ِ لذن ْو ًبا الذن ْو، َّالة تكف ُرها ل َّ الصيا َُّم ولَّ الص َّج ول َّ ال ُع ْمرَّة ولَّ الح، َّهللا؟ ر ُس ْولَّ يا تكف ُرها وما قال ِ َّاله ُم ْو َّم قال َ ْ َّْ ِ ِ ب ف َّ ِ ان رواه( الم ِع ْيش َِّة طل َّ ِ الطب ر “Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, terdapat satu dosa yang tidak dapat dihapuskan dengan shalat, puasa, haji dan umrah.’ Sahabat bertanya, ‘Apa yang dapat menghapuskannya wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Semangat dalam mencari rizki.’ (HR. Thabrani). 4. Terhindar dari azab neraka. Dalam sebuah riwayat dikemukkan:”Pada suatu saat, Saad bin Muadz Al-Anshari berkisah bahwa ketika Nabi Muhammad Shallallahu‘alaihi wasallam baru kembali dari Perang Tabuk, beliau melihat tangan Sa’ad yang melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman karena diterpa sengatan matahari. Rasulullah bertanya, ‘Kenapa tanganmu?’ Saad menjawab, ‘Karena aku mengolah tanah dengan cangkul ini untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku.” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengambil tangan Saad dan menciumnya seraya berkata, ‘Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka.'” (HR. Tabrani).
2.2.3 Rumusan Berkerja Dalam Islam JAMSOS-AKH ( Jaminan Sosial Akhirat) Sebagaimana yang sudah diperintahkan oleh Allah SWT dalam sebuah surah (Qs. Attaubah, 9:72) yang berarti : Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mu’min lelaki dan perempuan, (akan medapat) syurga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat tinggal yang bagus di syurga dan kerghaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar, (berkerja yang”shahih” = surga). (Tasmara, 2002) Di dalam bekerja juga terdapat beberapa etika kerja islami yang bisa dijadikan pedoman, antara lain: 15
1. Sikap hidup mendasar pada kerja disini identik dengan sistem keimanan/aqidah Islam berkenaan dengan kerja atas dasar pemahaman bersumber dari wahyu dan akal yang saling bekerja sama secara proporsional. Akal lebih banyak berfungsi sebagai alat memahami wahyu (meski dimungkinkan akal memperoleh pemahaman dari sumber lain, namun menyatu dengan system keimana Islam). 2. Iman eksis dan terbentuk sebagai buah pemahaman terhadap wahyu. Dalam hal ini akal selain berfungsi sebagai alat, juga berpeluang menjadi sumber. Disamping menjadi dasar acuan etika kerja islami, iman islami, (atas dasar pemahaman) berkenaan dengan kerja inilah yang menimbulkan sikap hidup mendasar (aqidah) terhadap kerja, sekaligus motivasi kerja islami 3. Motovasi disini timbul dan bertolak dari sistem keimanan/aqidah Islam berkenaan kerja bersumber dari ajaran wahyu dan akal yang saling bekerjasama. Maka motivasi berangkat dari niat ibadah kepada Allah dan iman terhadap adanya kehidupan ukhrawi yang jauh lebih bermakna. (Ali, 2008)
2.2.4 Keutamaan Bekerja -
Pertama, orang yang ikhlas bekerja akan mendapatkan ampunan dosa dari Allah Ta’ala. Dalam sebuah hadis diriwayatkan : ُسى َم ْغفُ ْو ًرا لَه َ سى كَاالًّ ِم ْن َع َم ِل يَ ِد ِه أَ ْم َ َم ْن أ َ ْم.رواه الطبراني “Siapa yang sore hari duduk kelelahan lantaran pekerjaan yang telah dilakukannya, maka ia dapatkan sore hari tersebut dosa-dosanya diampuni oleh Allah Ta’ala.” (HR. Thabrani).
-
Kedua, akan diampuninya suatu dosa yang tidak dapat diampuni dengan shalat, puasa, zakat, haji dan umrah. Dalam sebuah riwayat dikatakan
س ْو َل هللاِ؟ قا َ َل ْال ُه ُم ْو ُ قَا َل َو َما ت ُ َك ِ ِّف ُرهَا يَا َر،ُالصيا َ ُم َوالَ ْال َح ُج َوالَ ْالعُ ْم َرة ِّ ِ َصالة ُ َوال َّ الَ ت ُ َك ِ ِّف ُرهَا ال،ب لَذُنُ ْوبًا ِ ِإ َّن ِمنَ الذُّنُ ْو َ ُم فِ ْي ش ِة (رواه الطبراني َ ب ْال َم ِع ْي ِ ط َل “Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, terdapat satu dosa yang tidak dapat dihapuskan dengan shalat, puasa, haji dan umrah.’ Sahabat bertanya, ‘Apa yang dapat menghapuskannya wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Semangat dalam mencari rizki.’ (HR. Thabrani). -
Ketiga, mendapatkan cinta Allah Ta’la. Dalam sebuah riwayat digambarkan
ف (رواه الطبراني َ ِإ َّن هللاَ ي ُِحبُّ ْال ُمؤْ ِمنَ ْال ُمحْ ت َِر 16
“Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang mu’min yang giat bekerja.” (HR. Tabrani) -
Keempat, terhindar dari azab neraka. Dalam sebuah riwayat dikemukakan, “Pada suatu saat, Saad bin Muadz Al-Anshari berkisah bahwa ketika Nabi Muhammad Shallaalluhu ‘alaihi wasallam baru kembali dari Perang Tabuk, beliau melihat tangan Saad melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman karena diterpa sengatan matahari. Rasulullah bertanya, “Kenapa tanganmu?” Saad menjawab, “Karena aku mengolah tanah dengan cangkul ini untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku”. Kemudian Rasulullah SAW mengambil tangan Saad dan menciumnya seraya berkata, “Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka”. (HR. Tabrani)
2.2.5 Syarat Mendapatkan Surga dengan Bekerja 1. Niat Ikhlas karena Allah SWT Tidak hanya ibadah yang harus diniatkan semata-mata karena mengharap ridha dari Allah SWT, akan tetapi dalam bekerja juga harus meluruskan niat yang hanya boleh ditujukan semata-mata untuk ridha Allah SWT. Artinya kita memahami bahwa bekerja tidak melulu soal mencari kegiatan, uang dan keuntungan tapi lebih daripada itu, adalah kewajiban seorang manusia kepada Allah SWT untuk bekerja, untuk mencari nafkah, serta untuk menunaikan kewajiban-kewajiban Islam yang lainnya, seperti zakat, infak dan shodaqah. Dan konsekuensinya adalah ia selalu memulai aktivitas pekerjaan dengan dzikir kepada Allah. Ketika berangkat dari rumah,lisannya basah dengan doa bismillahi tawakakaltu alallah la haula wala quwwata illa billah. Dan ketika pulang kerumahpun,kalimat tahmid menggema dalam dirinya yang keluar mealui lisannya.. 2. Itqan, Sungguh-sungguh dan profesinal dalam berkerja Syarat keluarga agar pekerjaan dijadikan sarana mendapatkan surga dari Allah SWT adalah professional, sungguh-sungguh dan tekun dalam bekerja. Diantaranya bentuknya adalah, pencapaian target (bahkan melebihi target), disiplin, tuntas melaksanakan pekerjaan yang diamanahkan kepadanya, memiliki keahlian di bidangnya dsb. Dalam sebuah hadits Rasullalullah, yang artinya: Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang apabila iaberkerja, ia menyempurnakan pekerjaannya. (HR. Tabrani) 17
3. Bersikap Jujur & Amanah Karena pada hakeketnya pekerjaan yang dilakukanya tersebut merupakan amanah, baik secara duniawi dari atasanya atau pemilik usaha, maupun secara duniawi dari Allah SWT yang akan dimintai pertanggung jawaban atas pekerjaan yang dilakukannya. Implementasi juur dan amanah dalam bekerja diantaranya adalah dengan tidak mengambil sesuat yang bukan menjadi haknya, tidak curang, obyektif dalam menilai, dan sebagainya. Dalam sebuah hadist rasulullah bersabda , yang artinya: “Seorang pembisnis yang jujur lagi dapat dipercaya, ( kelak akan dikumpulkan) besama para nabi, shiddiqin dan syuhada” (HR, Turmudzi) 4. Menjaga etika sebagai seorang muslim Bekerja juga harus memeperhatikan adab dan etika sebagai seorang muslim,seperti Etika dalam berbicara, menegur,berpakaian, bergaul, makan, minum, berhadapan dengan customer, rapat, dan sebagainya. Bahkan akhlakatau etika ini merupakan cirri kesempurnaaniman seorang mu’min. Dalam sebuah hadits Rasullulah SAW bersabda yang artinya: “Sesempurnasempurnanya keimnan seorang mu’min adalah yang paling baik akhlaknya” (HR. Turmudzi). 5. Tidak Melanggar Prinsip-Prinsip Syariah Aspek
lain dalam etika bekerja dalam islam adalah tidak boleh
melanggar prinsp-prinsp syariah dalam pekerjaan yang dilakukanya. Tidak melanggar prinsip syariah inni dapat dibagi menjadi beberapahal, pertama dari sisi dzat atau substansi dari pekerjaannya, seperti memproduksi tidak boleh barang yang haram, menyebar luasankan kefasadan ( seperti pornografi), mengandung unsur riba, maysir,gharar, dsb. Kedua dari sisi penunjang yang tidak terkait lansung dengan pekerjaan,seperti risywah,membuat fitnah dalam persaingan,tidak
menutup
aurat,ikhtilat,
antara
laki-laki
dengan
perempuan,dsb. Dan seperti yang terdapat dalam sebuah surah (QS. Muhammad, 47: 33) yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ta’atlah kepada allah dan ta’atlah kepada rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu.” 6. Menghindari syubhat Dalam
bekerjaan terkadang seseorang dihadapkan dengan adanya
syubhat atauu sesuatu yang meragukan dan samar antara kehalalan dengan keharamannya, seperti unsur-un sur pemberian dari pihak luar, yang terdapt 18
indikasi adanya suatu kepentingan tertent. Atau seperti bekerja sama dengan pihak-pihak yang secara umum diketahui kedzliman atau pelanggarannya terhadap syariah. Dan syubhat semacam ini dapat berasal dari internal maupun eksternal. Oleh Karena itulah, kita diminta hati-hati dalam kesyubhatan ini. Dalam sebuah hadist Rasulullah SAW bersabda, ”Halal itu jelas dan haram itu jelas, dan diantara keduanya ada perkara-perkara syubha, maka ia terjerumus padayang di haramkan” (HR.Muslim) 7. Menjaga ukhuwa Islamiyah Aspek lain yang juga sangat penting diperhatiakan adalah masalah ukhuwah islamiyah antara sesama muslim. Jangan sampai dalam bekerja atau berusaha melahirkan perpecahan di tengah-tengah
kaum muslimin.
Rasullulah SAW sendiri mengemukakan tentang hal yang bersifat prenfentif agar tidak merusak ukhuwah islamiyah di kalangan kaum musilin. Beliau mengemukakan, “Dan jangalanlah kalian membeli barang yang sudah dibeli suadara kalian, karena jika terjadi kontradiktif dari hadist di atas, tentu akan merenggangkan juga ukhuwah islamiyah diantara mereka; saling curiga; su’udzon dsb. (Muhammad, 2003)
2.2.6 Dimensi Keperawatan dalam Perspektif Islam, Penyakit dalam Pandangan Islam Suatu gangguan keseimbangan sebagai mana yang dimaksud oleh Allah. Sebabsebab dari gangguan ini dapat dicari baik dari kekuatan yang menguasai alam maupun yang berasal dari kuasa- kuasa manusia. (Stevens, 1999:284). Keperawatan dalam Islam adalah pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan merawat pasien, individu, keluarga, dan masyarakat sebagai manifestasi cinta kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Keperawatan sebagai profesi bukan hal baru bagi Islam. Pada kenyataannya, itu adalah atributif untuk simpati dan tanggung jawab terhadap yang bersangkutan membutuhkan. Usaha ini telah dimulai selama pengembangan Islam sebagai agama, budaya, dan peradaban. (Dahlia, 2013:1). Tugas penyebaran untuk berbuat baik adalah merupakan inti dari ajaran dakwah yaitu mendorong manusia kepada kebaikan dan petunjuk, menyuruh perbuatan makruf dan mencegah perbuatan mungkar, agar mereka memperoleh kehidupan yang beruntung di dunia dan di akhirat (Lubis, 2011:3). Oleh karena itu profesi keperawatan dalam pandangan Islam memiliki berbagai aspek. Seorang perawat juga bisa berfusngsi 19
sebagai muballig, da’i, guru dan sebagainya. Terdapat empat prinsip etika dalam profesi keperawatan sudut pandangan Islam: a. Penghargaan terhadap kemandirian klien menjadi prinsip etik dalam teori keperawatan. Islam mengajarkan bahwa keberadaan seorang manusia hendaklah memperbanyak orang yang memberikan pertolongan bukan orang yang mengharap pertolongan sesuai dengan sabda Rasul yadu al ‘ulya khairun min yadu al sufla, artinya tangan di atas yaitu yang memberikan pertolongan lebih baik dari tangan yang di bawah. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pandangan Islam seseorang sebaiknya menjadi pribadi yang mandiri yaitu yang dapat menolong orang lain karena perbuatan itu pada hakikatnya adalah menolong dirinya sendiri. b. Tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan teori keperawatan sekalipun pada akhirnya yang menyembuhkan itu semata-mata Allah SWT. Seluruh perangkat tenaga medis hanya berfungsi sebagai sebab yang mengantarkan kesembuhan atau sebaliknya terhadap klien. c. Seorang yang berprofesi sebagai perawat dan memiliki komitmen keislaman yang kuat adalah selalu mempertimbangkan manfaat dari perbuatannya karena Rasul bersabda yang artinya sebagian dari tanda keindahan Islam seseorang adalah meninggalkan perbuatan yang tidak berguna kepadanya (min husni islam al mar-I tarku ma la ya’nihi). d. Seorang yang berprofesi perawat adalah mereka yang mampu berlaku adil baik kepada pasien maupun kepada dirinya sendiri sehingga juga memperhatikan kebutuhan fisik dan psikisnya. (Dahlia, 2013)
2.2.7 Prinsip Keperawatan dalam Islam 1)
Aspek Teologis yaitu setiap hamba telah dibekali oleh Allah dua potensi yaitu kehendak (masyiah) dan kemampuan (istitha’ah). Atas dasar kehendak maka seorang muslim memiliki cita-cita untuk melakukan berbagai rekayasa dan inovasi dalam kehidupannya yang dibaktikan karena Allah. Dalam perspektif yang seperti itulah bertemunya dua hal yang seing dipandang krusial dalam pemahaman akidah yaitu antara usaha manusia dan takdir Allah. Keduanya adalah merupakan perpaduan dalam perjalanan hidup manusia yang disebut tawakkal. Hal ini tercermin dalam Al Quran sebagian diantaranya menekankan manusia agar berbuat 20
secara maksimal karena Allah tidak akan merubah nasib seseorang sehingga merubah sendiri. Sementara pada ayat yang lain menegaskan seakan manusia tidak berperan sedikitpun dalam perbuatannya dengan mengatakan “Dan Allah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu kerjakan”. 2) Aspek fungsi kemanusiaan yaitu khilafah dan ibadah. Tugas khilafah adalah mengelola seluruh alam semesta untuk kepentingan umat manusia. Anjuran tentang hal ini ditegaskan dalam berbagai ayat Al Quran antara lain dengan penyebutan tipologi orang berilmu itu dengan ulul albab. Allah menegaskan bahwa sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang dan malam adalah menjadi tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang yang berpikir. Selanjutnya dalam ayat berikutnya Allah menjelaskan tanda-tanda orang yang disebut ulul albab yaitu orang yang selalu mengingat Allah; memikirkan penciptaan langit dan bumi; dan kemudian yang mampu mengambil keputusan: ya Tuhan kami, tidaklah Engkau jadikan semua ayang ada di alam semesta ini sia-sia; dan terakhir pernyataan Maha Suci Allah dari sifat kekurangan dan peliharalah kami dari azab neraka. 3) Aspek akhlak yaitu ihsan yang menyatakan bahwa setiap orang yang beriman hendaklah menyadari bahwa dirinya selalu dalam pengawasan Allah sesuai dengan Hadis Rasul bahwa engkau menyembah Allah seakan engkau melihatNya dan andaikata engkau tidak mampu melihatNya maka yakinlah Ia melihatmu (an ta’bud Allah kaannaka tarahu fa in lam takun tarahu fa innahu yaraka). (Lubis, 2011)
2.3
DZIKIR
2.3.1 Pengertian Dzikir Dzikir secara bahasa berarti ingat artinya ingat kepada Allah swt. Dengan ucapan-ucapan tertentu dalam keadaan apa saja dan waktu tertentu dan tempat. Dalam perkembangan yang lain, dzikir kemudian lebih banyak diartikan yang mengucapkan lafadz-lafadh tertentu. Seperti tasbih tahmid takbir dan tahlil. Dzikir artinya mengingat dan menyebut nama Allah yang dimaksud ialah mengingat-ingat Allah melalui lisan. Apabila hati dan lisan itu kedua-duanya selalu mengingat kepada Allah, maka dengan sendirinya orang yang seperti itu akan terhindar dari perbuatan –perbuatan maksiat yang merugikan dirinya. 21
2.3.2 Dasar Dzikir Firman Allah swt. Q.S Al-Baqarah 2: 152
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku .
Q,S Al-Ahzab 33 : 35 َّ َّت أ َ َعد َّ ََوٱل َّٰذَّ ِك ِرين ٱَّللُ لَ ُهم َّم ْغ ِف َرة ً َوأَجْ ًرا َع ِظي ًما ِ يرا َوٱل َّٰذَّ ِك َّٰ َر ً ِٱَّللَ َكث “....... laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah , Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”
2.3.3 Adab-adab Dzikir 1) Dzikir dilakukan dengan ikhlas
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama yang lurus, dan menunaikan zakat,
supaya mereka mendirikan sholat dan dan yang demikian
Itulah
agama yang lurus (Q.S. Al-Bayyinah 98: 5) 2) Dzikir dilakukan dengan suara yang tidak keras dan tidak terlalu rendah suara dan Dzikir dilakukan dengan suara yang lemah lembut
22
Seperti yang dijelaskan dalam Q.S. Al-A’raf 7: 205) yang artinya “Dan sebutlah nama (Tuhanmu) dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” 3) Dzikir dilakukan dengan menghadap kiblat Karena sebaik-baiknya tempat duduk adalah yang mengarah kekiblat 4) Dzikir dilakukan dalam keadaan bersih baik pakaian maupun dalam keadaan tak berhadats 5) Dzikir dilakukan dengan bersih hati dan jiwa 6) Salah satu tugas Rasulullah diutus Allah adalah menyucikan jiwa manusia dan mengajarkan al-hikmah dan membacakan ayat-ayat Allah SWT keapada manusia
2.3.4 Waktu-waktu Berdzikir a)
Pagi sebelum matahari terbit dan sore menjelang matahari tenggelam
b)
Dzikir dilakukan pada malam hari
c)
Dzikir dilakuakan dalam keadaan berdiri, duduk, dan berbaring
d)
Dzikir dilakukan pada setiap keadaan
e)
Dzikir dilakukan baik laki-laki maupun perempuan sebanyak-banyaknya Dengan demikian dzikir boleh dilakukan pada setiap saat dab dimana saja tempatnya dan dalam keadaan apa saja asalkan tidak pada tempat yang dilarang misalnya menyebut nama Allah di dalam kamar mandi
2.3.5 Keutamaan Berdzikir a.
Amal yang dicintai Allah swt Dzikir menimbulkan kecintaan dan kedekatan dengan Allah merasa selalu dalam pengawasan dengan Allah swt dan takut padanya , taubat kepadanya, taubat dan kembali kepada-Nya.
b.
Orang yang mengingat Allah akan diingat Allah Seorang hamba jika mengingat kepada-Nya disaat senang maka Allah akan mengingatkannya disaat susah, ketika ajal menjelang datang dan dalam keadaan sakaratul maut
c.
Orang berdzikir dan mnegingat Allah adalah orang yang beruntung 23
Dzikir merupakan ibadah yang paling mudah , paling mulia, paling utama dan tanaman surga, sebaik-sebaiknya orang yang beramal adalah berdzikir kepada Allah dan sebaik-baiknya orang yang berpuasa adalah berdzikir kepada Allah d.
Orang Berdzikir kepada Allah adalah pada hakekatnya adalah orang yang hidup Dzikir memudahkan urusan yang sulit, menggampangkan urusan yang meringankan beban, mendatangkan rezeki serta menguatkan beban.
e.
Dzikir sebagai dasar amal shaleh
f.
Mencegah perbuatan keji dan munkar
g.
Membawa ketentraman hati
h.
Dengan dzikir kepada Allah akan menghilangkan kesedihan dan gundah-gundah dalam hati, mentadangkan kerecahan membuat hati hidup dan jernih
i.
Dengan memperbanyak dzikir kepada Allah maka akan menghapuskan kesalahankesalahan yang kita lakukan
j.
Allah akan melipatgandakan pahala 10 kali lipat
k.
Berdzikir dapat mendatangkan rejeki
l.
Zikir merupakan pintu makrifatullah, kehebatan dan kebesaran Allah akan masuk ke dalam hati. Zikir juga merupakan sarana agar kita lebih bergairah menghadirkan diri kehadapan Allah. Zikir merupakan penyebab ingatnya seseorang kepada Allah.
m. Zikir dapat menghidupkan hati n.
Zikir dapat menjauhkan diri dari perasaan takut dan was-was.
o.
Orang yang berdzikir kepada Allah akan diikuti oleh 4 penjuru ‘Arsy yang akan menyertai dalam zikirnya itu.
p.
Zikir merupakan sumber rasa syukur
q.
Zikir merupakan obat penyakit hati
r.
Zikir merupakan pengganti ibadah-ibadah sunnah.
2.3.6 Manfaat Berdzikir a) Kebahagiaan setelah kematian Ketika seorang Muslim meninggal dunia, maka harta, istri, anak, dan kekuasaan akan meninggalkannya selain dsikir kepada Allah SWT. Saat itulah amalan dzikir memberikan manfaat yang luar biasa bagi dirinya. b) Senantiasa diingat oleh Allah SWT 24
Seperti yang dijelaskan di dalam Q.S. Al-Baqarah 2: 152 yang artinya: “Ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu”. Dalam hadist Qudsi juga disebutkan, “Allah Ta’ala berfirman, ‘Aku akan bersama hamba-Ku selama ia mengingat-Ku dan kedua bibirnya bergerak karena Aku.” (HR. Baihaqi dan Hakim) c) Diliputi kebaikan demi kebaikan Seorang Muslim yang senantiasa berdzikir akan senantiasa mendapatkan kebaikan demi kebaikan. Rasulullah bersabda, “Tiada suatu kaum yang duduk sambal berdzikir kepada Allah melainkan mereka akan dikelilingi oleh malaikat, diselimuti oleh rahmat dan Allah akan mengingat mereka di hadapan makhluk yang ada di sisi-Nya.” (HR. Bukhari) Oleh karena itu, sangat luar biasa kasih sayang Allah kepada umat Islam. Manfaat dzikir yang sedemikian luar biasa bagi kehidupan dunia-akhirat kita senantiasa Allah ulang-ulang di dalam kitab-Nya agar kita terus menerus mengamalkannya. Seperti yang dijelaskan dalam QS. Al-Ahzab 33: 41 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya.” (Hasan, 2014)
2.3.7 Do’a Dzikir Beberapa bacaan dzikir antara lain: -
Tasbih
“Subhanallah” artinya “Maha Suci Allah” -
Tahmid
“Alhamdulillah” artinya “Segala Puji Bagi Allah”
25
-
Takbir
“ Allahuakbar” artinya “Maha Besar Allah” -
Tahlil
“Laa ilaha Illallah” artinya “Tiada Tuhan selain Allah” -
Istighfar
“Astaghrirullah hal adzim” artinya “Aku mohon ampun kepada Allah yang Maha Agung” -
Sholawat Nabi Muhammad SAW,
“Allahumma salli’ala muhammadin wa’ala ali muhammadin kamasollaita’ala Ibrahim. Wabarik’ala muhammadin wa’ala alimuhammadin kamabarakta’ala Ibrahim fil’alamin innaka hamdunmajid” artinya “Ya Allah, wahai Tuhanku muliakan oleh-Mu akan Muhammad dan akan keluarganya sebagaimana Engkau memuliakan keluarga Ibrahim, dan berilah berkat olehmu kepada Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau telah memberkati keluarga Ibrahim, bahwasannya Engkau sangat terpuji lagi sangat mulia diserata alam”
2.3.8 Psikologi Dzikir dalam Tinjauan Kesehatan Psikologi dzikir adalah suatu pemahaman tentang dzikir yang ditinjau dengan pendekatan psikologi. Dalam pandangan psikologi, Dzikir merupakan meditasi tertinggi 26
yang mendapat penghargaan tertinggi yang diberikan kaum muslimin. Meditasi ini bertujuan dalam rangka mencari suatu kesejatian atau makna hakikat dari kehidupan yang kita jalani, di mana manusia harus memahami bahwa satu-satunya pembimbing yang sejati adalah Allah SWT yang memerintahkan kepada manusia agar mengenal dirinya sendiri. Dengan melihat Allah dari jendela jiwanya akan samoai pada tujuan hakikinya. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa mengenal dirinya , maka dia mengenal Allah”. Dan juga Nabi bersabda: Barangsiapa di antaramu lebih mengenal Allah, maka dia akan mengenal dirinya sendiri”. Di dalam QS Al-Fajr 89: 2730 dijelaskan, yang artinya: “Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hhati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah dalam jama’ah hambahamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku”. Namun meditasi bukanlah dzikir, tetapi orang berdzikir dalam tinjauan psikologi, sama dengan meditasi, dimana dalam berdzikir kita melibatkan unsur psikologis dan konsentrasi dalam menjalankannya. Berdasarkan tinjauan kesehatan, melakukan dzikir dengan khusyuk dapat membawa perubahan peningkatan kesehatan, terutama bagi kesembuhan bagi penderita penyakit stress serta adanya proses-proses positif selama orang tersebut istiqomah dalam menjalankan praktik dzikir. Dampak positif yang sangat dirasakan dalam meditasi dzikir adalah: -
Oksigen, pernfasan yang diterima jaringan tubuh akan berkembang dan akan memengaruhi tubuh serta meningkatkan pembentukan Hb dalam darah sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
-
Pembuluh darah, terjadi pelebaran pembuluh darah yang memengaruhi tekanan darah, yaitu kecilnya hambatan pada aliran darah.
-
Pencernaan, terjadi pergerakan pada organ-organ dalam perut yang dipusatkan pada solari plexus sehingga akan meningkatkan kesehatan dan kemampuan fungsionalnya yang berpengaruh pada fungsi pencernaan dan penyerapan makanan.
-
Otot, mulai dari ujung kaki sampai ujung rambut akan merasakan keletihan pada otot dengan posisi duduk bersila selama melakukan dzikir, yang secara tidak langsung akan melatih otot-otot berkembang lebih baik sehingga jaringan otot menjadi lebih padat.
-
Jantung, dengan penahanan napas atau pengaturan napas selama bertawajuh dzikir, pembuluh darah memberikan jalan pintas dalam jaringan otot guna 27
melatih otot jantung agar bekerja lebih baik, walaupun dalam keadaan miskin oksigen. -
Otak, selama berdzikir otak akan dipenuhi oksigen dan membawa efek positif pada otak yaitu: otak dilatih supaya tidak mudah lelah jika dipakai berpikir atau belajar. Sel-sel otak akan menjadi lebih tahan dan dilatih tetap tegar menjalankan
fungsinya
walaupun
dalam
keadaan
minim
oksigen.
Keseimbangan otak akan terlatih dan stabil sehingga tidak mudah diserang rasa mual, pusing, seperti mabuk kendaraan. -
Sel, puasa oksigen yang dilakukan pada saat menahan napas atau mengatur napas secara halus selama bertawajuh sangat berfungsi dalam penyembuhan penyakit.
-
Imun, berdasarkan catatan penelitian tentang aktivitas dzikir diketahui bahwa kegiatan pemusatan pikiran dalam membentuk kekhusyukan berdzikir akan membawa dampak ketenangan jiwa yang stabil dan berpengaruh pada pengeluaran hormone antara lain: ACTH dan cortisol, yang pada kadar tertentu memicu sistemm kekebalan tubuh untuk menghasilkan Imunoglobulin yang berperan dalam pertahanan tubuh terhadap bakteri, virus, dan sel-sel tumor.
-
Fisik, duduk diam tafakur seseorang yang rajin dan rutin dalam berdzikir dapat meningkatkan kebugaran fisik dan mendapatkan kesehatan yang dinamis dalam meningkatkan kekebalan tubuh di samping pembuatan sel darah merah dan tonus kekuatan otot.
-
Penyakit, penyakit yang berhasil disembuhkan dengan berdzikir antara lain: lemah syahwat, asam urat, migraine, jantung coroner, hipertensi, diabetes mellitus, darah rendah, rematik, kolesterol, pertussis, TBC, paru-paru basah, batu ginjal, saraf, batu empedu, vertigo, hepatitis, types, malaria, maag, stroke ringan, sampai penyakit yang berhubungan dengan virus. (Sukmono, 2008)
28
BAB III PENUTUP
4.1 Kesimpulan Belajar merupakan suatu kewajiban setiap muslim, dimana di dalam Al-Qur’an dan AsSunnah sudah dijelaskan. Di dalam menuntut ilmu terdapat aturan syariat yang bisa dijadikan sebagai acuan agar ilmu yang diperoleh bermanfaat. Begitupula dengan bekerja, bekerja adalah ibadah dan merupakan bagian dari kewajiban seorang hamba kepada Allah SWT. Karena kerja adalah ibadah, maka ada aturan syarit yang menaunginya. Berkerja bukan sekedar berkerja dan juga bukan sekedar untuk mendapatkan dunia tapi bagaimana cara mendapatkan pahala. Beriringan dengan belajar dan bekerja juga harus disertai dengan dzikir, karena dengan selalu mengingat kepada Allah, maka dengan sendirinya orang yang seperti itu akan terhindar dari perbuatan-perbuatan maksiat yang merugikan dirinya.
4.2 Saran Adab belajar dan bekerja serta dzikir yang telah disusun dalam makalah ini, sebaiknya dapat menjadi acuan perawat sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas sebagai perawat sesuai dengan adab yang sudah dijelaskan di dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadist sehingga dapat meminimalisir sesuatu yang tidak diingankan.
29
DAFTAR PUSTAKA Choiruddin, Hadhiri SP. 2005. Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an Jilid I. Jakarta: Gema Insani Press Ali, J. A; Al-Owaihan, A. 2008. Islamic Work Ethic: A critical Review. Cross Cultural Management: An International Journal 15 (15):5-19 Toto, Tasmara. 2002. Membudayakan Etos Kerja yang Islam. Jakarta: Gema Insani Press Muhammad. 2003. Etika Kerja dalam Hidup adalah Surga. Jakarta: Republika Dahlia, Lia. 2013. Konsep Dasar Keperawatan, “Peran Perawat Islam dalam Membimbing Ibadah bagi Pasien. Jakarta: EGC Lubis, Ridwan. 2011. Keperawatan sebagai Ilmu dan Profesi dalam Pandangan Islam. Hasan, Nurdin. 2014. Dzikir dan Doa menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasul SAW. Yogyakarta: Aura Pustaka Sukmono, Rizki Joko. 2008. Psikologi Dzikir. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Zulfa, S.F.Adab Menuntut Ilmu.(2015).(Online). Di Akses di Muslimah.or.id tanggal 2 maret 2019 Ustadz Yazid Jawas. Risalah Tabligh Akbar: Adab dan Akhlak Penuntut Ilmu.2016.(Online) diakses di radiorodja.com pada tanggal 2 maret 2019 Marwah bin musa. Adab menuntut ilmu bag 1.2012 .(Online) diakses di yufidia.com pada tanggal 2 maret 2019 Adab Thalibil ‘Ilmi (Syaikh KHalid bin Abdul ‘Aziz Al Huwaisain) Al- hadrani, Abdul shaleh.2005. adab menuntut ilmu. Bukhari Umar, Hadis Tarbawi (pendidikan dalam perspekitf hadis), Jakarta: Amzah, 2014, hlm. 5
30