KOMUNIKASI TRANSKULTURAL
DISUSUN OLEH : KELOMPOK 2 B 1. Apri Purba
(032017064)
2. Agustina Manik
(032017070)
3. Yesica Marbun
(032017072)
4. Intan Butar-butar
(032017076)
5. Layla Sitanggang
(032017090)
Dosen : Pomarida Simbolon ,SKM., M.Kes
PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK STIKes SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN 2018/2019
KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia Nya Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul”Komunikasi Transkultural”. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk perbaikan makalah di masa mendatang. Dalam kesempatan ini kami juga menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga Ibu Dosen yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini dan kepada kedua orang tua atas jerih payah dan doa yang tak henti-hentinya.
Medan, 22 Oktober 2018
Kelompok 2B
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .............................................................................................. DAFTAR ISI ........................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1.1
Latar Belakang ..................................................................................
1.2
Rumusan Masalah .............................................................................
1.3
Tujuan. ...............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 2.1 Transkultural Keperawatan ...................................................................... 2.2 Globalisasi Transkultural Keperawatan ................................................... 2.3 Perspektif Transkultural Keperawatan ..................................................... 2.4 Diversity dalam Masyarakat .................................................................... BAB III PENUTUP ................................................................................................ 3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 3.1 Saran ....................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan masyarakat menuntut adanya peningkatan kebutuhan masyarakat, khususnya akan pelayanan kesehatan termasuk tuntutan asuhan keperawatan yang berkualitas akan semakin besar. Dinamika globalisasi yang terjadi menyebabkan perpindahan penduduk baik antar daerah maupun antar negara (migrasi) dimungkinkan dapat terjadi dan mampu menimbulkan pergeseran terhadap tuntutan asuhan keperawatan. Indonesia sebagai negara kepulauan dan memiliki keragaman budaya yang sangat kaya menyebabkan ada beberapa kebiasaan kultur yang terpengaruh dalam kehidupan sehari-hari khususnya bidang kesehatan. Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang kuat, yang dapat dikembangkan serta dapat diaplikasikan dalam praktek keperawatan. Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang berkualitas pun semakin tinggi. Hal ini menuntut setiap tenaga kesehatan profesional termasuk perawat untuk mengetahui dan bertindak setepat mungkin dengan prespektif global dan medis bagaimana merawat pasien dengan berbagai macam latar belakang kultur atau budaya yang berbeda dari berbagai tempat di dunia dengan memperhatikan namun tetap pada tujuan utama yaitu memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas. Penanganan pasien dengan latar belakang budaya disebut dengan transkultural nursing. Tanskultural nursing adalah suatu daerah/wilayah keilmuan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokusnya memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepda manusia (Leininger, 2002). Proses keperawatan transkultural diaplikasikan untuk mengurangi konflik perbedaan budaya atau lintas budaya antara perawat sebagai profesional dan pasien.
Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani klien karena peran perawat adalah memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual klien.
Namun peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh
perawat.Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut. 1.2 Rumusan Masalah a. Apakah yang dimaksud dengan transkultural keperawatan? b. Bagaimana globalisasi dan perspektif dalam transkultural keperawatan? c. Bagaimana diversity dalam masyarakat? 1.3 Tujuan a. Mengetahui defenisi transkultural keperawatan. b. Mengetahui globalisasi dan perspektif dalam transkultural keperawatan. c. Mengetahui diversity dalam masyarakat.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Nilai dan Norma Budaya dalam Berkomunikasi Komunikasi dan budaya adalah dua hal yang saling terkait.Budaya mempengaruhi bagaimana perasaan diekspresikan.Orang Amerika lebih menyembunyikan perasaan mereka, sedangkan orang Inggris dikenal dengan budaya yang tidak saling menyentuh satu sama lain. Sebaliknya, budaya Timur lebih terbuka terhadap perasaan mereka, dan banyak menyentuh. Dilaporkan bahwa sentuhan antar pasangan terjadi sekitar 180 kai dalam satu jam di San Juan, Puerto Rico, dan 110 kali per jam di Paris.Di kota lain, terjadi sangat sedikit sentuhan, yaitu 2 dua kali per jam di Florida, dan tidak sama sekali terjadi. Sebuah
budaya
bisa
dibatasi
dan
dicetak
oleh
praktik
komunikasi.Perawat harus peduli terhadap pandangan bahwa pola komunikasi tertentu tidak dapat digeneralisasikan kepada semua orang, karena pola komunikasi adalah unik.Maka, dibutuhkan kesigapan bagi perawat dalam menangani klien dengan pola komunikasi yang berbeda dengan pola komunikasi yang digunakan oleh perawat itu sendiri. Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sebagai contoh, orang menanggap menolong memiliki nilai baik, sedangkan mencuri bernilai buruk. Woods mendefinisikan nilai sosial sebagai petunjuk umum yang telah berlangsung lama, yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat.Norma dalam sosiologi adalah seluruh kaidah dan peraturan yang diterapkan melalui lingkungan sosialnya. Sanksi yang diterapkan oleh norma ini membedakan norma dengan produk sosial lainnya seperti budaya dan adat.
1. Prinsip-Prinsip dalam Komunikasi Komunikasi transkultural adalah komunikasi/interaksi antara orangorang yang berbeda budaya, bangsa, ras, atau komunitas bahasa. ( staff.ui.ac.id / Hj. Efy Afifah, S. Kp. M. Kes.). Selanjutnya kita akan menggali sifat atau hakikat atau karakteristik komunikasi dengan menyajikan delapan prinsip komunikasi. Memahami prinsip-prinsip ini sangat penting untuk memahami komunikasi dalam segala bentuk dan fungsinya. Adapun prinsip-prinsip itu yaitu :
a. Komunikasi Adalah Paket Isyarat Perilaku komunikasi,
apakah ini melibatkan pesan verbal,
isyarat tubuh, atau kombinasi dari keduanya, biasanya terjadi dalam "paket". Biasanya, perilaku verbal dan nonverbal saling memperkuat dan mendukung. Semua bagian dari sistem pesan biasanya bekerja bersama-sama untuk mengkomunikasikan makna tertentu. Kita tidak mengutarakan rasa takut dengan kata-kata sementara seluruh tubuh kita bersikap santai. Kita tidak mengungkapkan rasa marah sambil tersenyum. Seluruh tubuh—baik secara verbal maupun nonverbal— bekerja bersama-sama untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan kita. A. Pesan yang Kontradiktif Bayangkanlah seseorang yang mengatakan "Saya begitu senang bertemu dengan anda, " tetapi berusaha menghindari kontak mata langsung dan melihat kesana-kemari untuk mengetahui siapa lagi yang hadir. Orang ini mengirimkan pesan yang kontradiktif. Kita menyaksikan pesan yang kontradiktif (juga dinamai "pesan berbaur" oleh beberapa penulis) pada pasangan yang mengatakan bahwa mereka saling mencintai tetapi secara nonverbal melakukan hal-hal
yang saling menyakiti, misalnya datang terlambat untuk suatu janji penting,
mengenakan pakaian yang tidak disukai pasangannya,
menghindari kontak mata, atau tidak saling menyentuh. Pesan-pesan tersebut
ada
juga
(discordance)
yang
merupakan
mengatakan akibat
sebagai
dari
"diskordansi"
keinginan
untuk
mengkomunikasikan dua emosi atas perasaan yang berbeda. Sebagai contoh,
anda
mungkin
menyukai
mengkomunikasikan perasaan positif ini,
seseorang
dan
ingin
tetapi anda juga tidak
menyukai orang itu dan ingin mengkomunikasikan perasaan negatif ini juga. Hasilnya adalah anda mengkomunikasikan kedua perasaan itu, satu secara verbal dan lainnya secara nonverbal.
b. Komunikasi Adalah Proses Penyesuaian Komunikasi hanya dapat terjadi bila para komunikatornya menggunakan sistem isyarat yang sama. Ini jelas kelihatan pada orang-orang yang menggunakan bahasa berbeda. Tetapi, prinsip ini menjadi sangat relevan bila kita menyadari bahwa tidak ada dua orang yang menggunakan sistem isyarat yang persis sama. Orang tua dan anak, misalnya, bukan hanya memiliki perbedaan kata yang berbeda, melainkan juga mempunyai arti yang berbeda untuk istilah yang mereka gunakan. Sebagian dari seni komunikasi adalah mengidentifikasikan isyarat orang lain, isyarat-isyarat tersebut digunakan,
mengenali bagaimana
dan memahami apa artinya.
Mereka yang hubungannya akrab akan menyadari bahwa mengenali isyarat-isyarat orang lain memerlukan waktu yang sangat lama dan seringkali membutuhkan kesabaran. Jika kita ingin benar-benar memahami apa yang dimaksud seseorang, bukan sekadar mengerti apa yang dikatakan atau dilakukannya, kita harus mengenal sistem isyarat orang itu.
c. Komunikasi Mencakup Dimensi Isi Dan Hubungan Komunikasi, setidak-tidaknya sampai batas tertentu, berkaitan dengan dunia nyata atau sesuatu yang berada di luar (bersifat ekstern bagi) pembicara dan pendengar. Tetapi, sekaligus, komunikasi juga menyangkut hubungan di antara kedua pihak. Sebagai contoh, seorang atasan mungkin berkata kepada bawahannya, "Datanglah ke ruang saya setelah rapat ini." Pesan sederhana ini mempunyai aspek isi (kandungan,
atau content) dan aspek hubungan (relational).
Aspek isi mengacu pada tanggapan perilaku yang diharapkan-yaitu, bawahan
menemui
atasan
setelah
rapat.
Aspek
hubungan
menunjukkan bagaimana komunikasi dilakukan. Bahkan penggunaan kalimat perintah yang sederhana sudah menunjukkan adanya perbedaan status di antara kedua pihak Atasan dapat memerintah bawahan. Ini barangkali akan lebih jelas terlihat bila kita membayangkan
seorang
bawahan
memberi
perintah
kepada
atasannya. Hal ini akan terasa janggal dan tidak layak karena melanggar hubungan normal antara atasan dan bawahan.
d. Komunikasi Melibatkan Transaksi Simetris dan Komplementer Hubungan dapat berbentuk simetris atau komplementer. Dalam hubungan simetris dua orang saling bercermin pada perilaku lainnya. Perilaku satu orang tercermin pada perilaku yang lainnya. Jika salah seorang mengangguk,
yang lain mengangguk,
menampakkan rasa cemburu,
jika yang satu
yang lain memperlihatkan rasa
cemburu; jika yang satu pasif, yang lain pasif. Hubungan ini bersifat setara (sebanding),
dengan penekanan pada meminimalkan
perbedaan di antara kedua orang yang bersangkutan. Hubungan simetris
bersifat
kompetitif;
masing-masing
pihak
berusaha
mempertahankan kesetaraan atau keunggulannya dari yang lain. Dalam hubungan komplementer kedua pihak mempunyai perilaku yang berbeda. Perilaku salah seorang berfungsi sebagai stimulus
perilaku
komplementer
dari
yang
lain.
Dalam
hubungan
komplementer perbedaan di antara kedua pihak dimaksimumkan. Orang menempati posisi yang berbeda; yang satu atasan, yang lain bawahan; yang satu aktif, yang lain pasif; yang satu kuat, yang lain lemah. Salah satu masalah dalam hubungan komplementer, yang dikenal baik oleh banyak mahasiswa, adalah yang disebabkan oleh kekakuan yang berlebihan. Sementara hubungan komplementer antara seorang ibu yan melindungi dan membimbing dengan anaknya yang sangat bergantung kepadanya pada suatu saat sangat penting dan diperlukan untuk kehidupan si anak, hubungan yang sama ketika anak ini beranjak dewasa menjadi penghambat bagi pengembangan anak itu selanjutnya. Perubahan yang begitu penting untuk pertumbuhan tidak dimungkinkan terjadi.
e. Rangkaian Komunikasi Dipunktuasi Peristiwa komunikasi merupakan transaksi yang kontinyu. Tidak ada awal dan akhir yang jelas. Sebagai pemeran serta atau sebagai pengamat tindak komunikasi, kita membagi proses kontinyu dan berputar ini ke dalam sebab dan akibat, atau ke dalam stimulus dan tanggapan. Artinya,
kita mensegmentasikan arus kontinyu
komunikasi ini ke dalam potongan-potongan yang lebih kecil. Kita menamai beberapa di antaranya sebagai sebab atau stimulus dan lainnya sebagai efek atau tanggapan.
2. Bentuk-Bentuk Komunikasi Ada tiga bentuk komunikasi, yaitu komunikasi verbal(bahasa) yang melingkupi penggunaan perbendaharaan kata, struktur gramatikal, kualitas suara, kecepatan bicara, dan pelafalan.Sementara itu jenis komunikasi yang kedua adalah komunikasi non verbal yang meliputi sentuhan, mimik wajah, kontak
mata,
dan
bahasa
tubuh.Beberapa
praktik
komunikasi
mengkombinasikan keduanya dengan adanya kehangatan dan humor.
a. Bentuk Komunikasi Verbal(Bahasa) Bahasa mutlak diperlukan dalam berkomunikasi.Kata adalah alat yng digunaka untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan atau menjelaskan
suatu
objek.Namun,
kata
yang
sama
seringkali
mengandung makna yang berbeda.Untuk menangani klien dengan baik, perawat harus memastikan bahwa pesan yang disampaikan diterima dan dimengerti dengan baik oleh klien. Perbendaharaan Kata Kata mempunyai dua makna, yaitu makna denotatif dan makna
konotatif.Kata
dengan
makna
konotatif
biasanya
membutuhkan interpretasi yang lebih mendalam.Kata yang sama bisa bermakna negatif atau positif, tergantung pada konteks kalimatnya.Oleh
karena
itu,
dalam
merawat
klien,
perlu
diperhatikan penggunaan kata yang tepat bagi klien. Kualitas Suara Kualitas suara, termasuk nada dan jeda antar kalimat adalah elemen penting dalam komunikasi.Kadang, gaya bicara yang halus, pelan dan tanpa adanya penekanan pada kata tertentu menimbulkan kesan yang terlalu basa-basi.Sebaliknya, ketika perawat berbicara terlalu keras dan lantang, akan menimbulkan interpretasi sebagai perawat yang tidak ramah. Intonasi Adalah aspek penting alam menyampaikan pesan.Banyak makna tersembunyi yang terkandung dalam kata yang dintonasikan berbeda.Teknik atas intonasi kata juga berbedabeda, tergantung budaya yang dianut oleh masing-masing individu.
Ritme Ritme juga berbeda-beda pad tiap-tiap budaya. Beberapa orang brbicara dengan ritme yang jelas dan teratur, sedangkan lainnya tidak demikian.Pada umumnya, petinggi Negara di Amerika dan Afrika memainkan ritmenya dalam berbicara. Kecepatan Bicara Kecepatan
bicara
menggambarkan
suasana
hati
si
pembicara.Seseorang yang depresi lebih berbicara dengan pelan.Sebaliknya, orang
yang agresif
dan
bersemangat
berbicara dengan cepat dan keras. Pelafalan Orang dari beberapa kelompok budaya dapat dikenali dari dialeknya.Dialek juga digunakan sebagai ekspresi solidaritas, atau untuk menyembunykan sesuatu yang tidak ingin diketahui oleh orang lain. Diam Arti atau makna dari diamnya seseorang berbeda.Mungkin saja diam berarti si pembicara tidak tahu apa yang harus dikatakan,
atau
bisa
juga
menunjukan
ketidak
nyamanan.Perawat harus memahami apa makna diam dari si klien, sehingga dapat merawat tanpa ada kesalahpahaman, dan komunikasi dapat terus berjalan dengan baik.
b. Komunikasi Non Verbal Enam puluh lima persen pesan diterima dalam bentuk komuniksasi non verbal.Melalui bahasa tubuh, orang menyampaikan sesuatu yang tidak bisa diungkapkan melalui
kata-kata.Untuk
meginterpretasikan pesan secara akurat, dapat dilihat dari mimic wajah dan
intonasi.Untuk
memahami
klien,
perawat
perlu
mengkomunikasikan dengan tim kesehatanlain, karena setiap orang memiliki penafsiran yang berbeda.Penting bagi perawat
untuk
memperhatikan tidak hanya perilaku verbal, namun juga perilaku non verbal, diantaranya adalah: Sentuhan Adalah aspek yang dapat meniadakan jarak antara perawat dengan klien.Sentuhan memiliki banyak makna, baik itu sebagai perhatian, membagi kesendirian, kehangatan, dan menambah konsep diri.Di lain pihak, sentuhan juga dipandang sebagai frustasi,
kemarahan,
keagresifan,
hukuman,
mengganggu
privasi, dan berkesan negatif.Perawat harus paham tentang cara dalam memberikan sentuhan yang tepat berdasarkan profesi klien, budaya klien, dan jenis kelamin.Semua budaya mempunyai aturan tentang siapa yang dianggap layak menyentuh mereka, kapan dan dimana sentuhan layak dilakukan. Mimik Wajah Biasanya
digunakan
untuk
menunjukkan
perasaan
seseorang.Ketika dalam kondisi takut, biasanya mata terbuka lebar, alis naik, dan bibir menjadi kehitaman.Ketika marah, biasanya alis seseorang bergerak naik turun dengan mata menatap tajam.Penggunaan mimik wajah juga
bervariasi,
tergantung budaya yang diaunt. Kontak Mata Pergerakan mata adalah aspek penting dalam komunikasi interpersonal.Biasanya pada interaksi sosial, setap orang sering melihat satu sama lain dalam waktu yang singkat.Kurangnya kontak mata mungkin diartikan sebagai tanda bahwa seseorang merasa malu, rendah diri, tidak jujur, tidak sopan, atau memiliki derajat yang lebih tinggi.
c. Komunikasi yang Menggabungkan Keduanya Beberapa komunikasi interpersonal menggabungkan komunikasi verbal dan non verbal.Kehangatan dan humor adalah dua diantaranya.
Kehangatan Adalah
kualitas
yang
mengungkapkan
perasaan,
pertemanan atau kesenangan.Kehangatan dapat dikomunikasikan secara verbal, dengan senyuman atau tepukan bahu.Walaupun demikian, kehangatan secara verbal lebih diartikan positif dan lebih dibutuhkan.Komunikasi hangat dari perawat adalah aspek dinamis dalam komunikasi terapeutik. Humor Adalah komponen kuat dari verbal dan non verbal komunikasi.Humor
dapat
menciptakan
suasana
berbagi
keceriaan, mengurangi kekakuan dan tekanan, memotivasi, dan menimbulkan sikap kooperatif.Oleh karena itu, penting juga bagi perawat melakukan sedikit humor untuk menjalin kerjasama yang baik dengan klien.
d. Media Komunikasi Transkultural Media (channels) merupakan alat penyampaian dan penerimaan pesan melalui indra penglihatan, pendengaran, dan taktil. Ekspresi wajah akan mengirimkan pesan visual, kata-kata memasuki saluran pendengaran, dan sentuhan menggunakan saluran taktil. Individu akan memahami suatu pesan dengan lebih baik jika pengirim menggunakan berbagai media. Sebagai contoh, insulin,
saat mengajarkan penyuntikan
perawat menjelaskan dan mendemonstrasikan tekniknya,
memberikan informasi tertulis pada klien,
dan mendorong latihan
langsung dengan vial dan jarum suntik. Perawat menggunakan media komunikasi verbal, non verbal dan alat/ teknologi. Mereka mengirim dan menerima informasi melalui tulisan formal ataupun non formal, mesin faksimili, informative.
surat elektronik,
komputer interaktif,
dan situs
e. Hambatan Komunikasi 1. Hambatan dari Proses Komunikasi Hambatan dari pengirim pesan,
misalnya pesan yang akan
disampaikan belum jelas bagi dirinya atau pengirim pesan, hal ini dipengaruhi oleh perasaan atau situasi emosional. Hambatan dalam penyandian/symbol Hal ini dapat terjadi karena bahasa yang dipergunakan tidak jelas sehingga mempunyai arti
lebih dari satu,
simbol yang
dipergunakan antara si pengirim dan penerima tidak sama atau bahasa yang dipergunakan terlalu sulit. Hambatan media,
adalah hambatan yang terjadi dalam
penggunaan media komunikasi, misalnya gangguan suara radio dan aliran listrik sehingga tidak dapat mendengarkan pesan. Hambatan
dalam
bahasa
sandi.
Hambatan
terjadi
dalam
menafsirkan sandi oleh si penerima Hambatan dari penerima pesan,
misalnya kurangnya perhatian
pada saat menerima atau mendengarkan pesan, sikap prasangka tanggapan yang keliru dan tidak mencari informasi lebih lanjut. Hambatan dalam memberikan balikan. Balikan yang diberikan tidak menggambarkan apa adanya akan tetapi memberikan interpretatif, tidak tepat waktu atau tidak jelas dan sebagainya.
2. Hambatan Fisik Hambatan fisik dapat mengganggu komunikasi yang efektif, cuaca gangguan alat komunikasi,
dan lain lain,
misalnya: gangguan
kesehatan, gangguan alat komunikasi dan sebagainya.
3. Hambatan Semantik Kata-kata yang dipergunakan dalam komunikasi kadang-kadang mempunyai
arti mendua yang berbeda, tidak jelas atau berbelit-belit
antara pemberi pesan dan penerima. Faktor-faktor penyebab terjadinya hambatan semantik antara lain: Penggunaan kata-kata abstrak dan popular secara tidak tepat. Perbedaan pemahaman makna kata antara si penulis/pembicara dengan si pembaca/pendengar. Kata- kata yang digunakan tidak sepenuhnya dipahami secara benar. Adanya perbedaan bahasa (daerah, nasional, atau internasional). Hadirnya istilah-istilah yang hanya belaku pada bidang tertentu, misalnya bidang bisnis, industri, kedokteran, dan sebagainya.
4. Hambatan Psikologis Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang mengganggu komunikasi, misalnya; perbedaan nilai-nilai serta harapan yang berbeda antara pengirim dan penerima pesan.
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Komunikasi budaya sangat diperlukan oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Hal tersebut dapat memudahkan perawat untuk menyesuaikan diri, menghindari misunderstanding, mencegah komplain dan rasa tidak nyaman serta memberikan pelayanan keperawatan yang lebih baik.Sikap perawat terhadap klien atau keluarga yang melakukan suatu ritual/pengobatan yang sesuai keyakinannya akan dibiarkan saja sejauh hal tersebut tidak mempengaruhi kesembuhan atau kesehatan pasien. Akan tetapi perawat juga melakukan negosiasi atau bahkan melarang apabila aktivitas tersebut mengganggu kesehatan dan tidak diijinkan oleh dokter.
3.2 Saran Untuk meningkatkan komunikasi dalam budaya, perlu kiranya dilakukan sosialisasi, training, seminar atau workshop terkait budaya. Perlu tetap mengasah ketrampilan berinteraksi dan bersosialisasi dengan klien/keluarga yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda, agar terbentuk sikap positif terkait budaya. Mengingat pentingnya komunikasi bahasa dalam perawatan, perawat harus memahami tehnik komunikasi. Selain itu, perawat harus memiliki pengetahuan latar belakang budaya pasien agar dapat memahami nilai-nilai yang dipegang klien dan menghindari misinterpretasi.
DAFTAR PUSTAKA Modul Psikososial dan Budaya Dalam Keperawatan.POLITEKNIK Kesehatan Gorontalo Kementrian Kesehatan RI,2017 Perspektif Transkultural dalam Keperawatan dan Komunikasi Transkultural.Afif Ni’matul Khoiriyah,dkk,2011