BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang Setelah kemarin membahas berdasarkan ruang lingkup dan subtansi dari Hukum Pidana Internasional itu sendiri yang mana dalam pokok bahasan pertama dan sumber – sumber hukum formal Hukum Pidana Internasional dimana pokok bahasan kedua. Kemudian sekarang waktunya untuk membahas tentang asas-asas Hukum Pidana Internasional yang mana menjadi kaidah-kaidah Hukum Pidana Internasional itu sendiri dan Karakteristik dari Hukum Pidana Internasional itu sendiri apa. Dimana yang kita ketahui sumber hukum pidana internasinal ini terdiri dari dua bidang hukum yaitu hukum internasional mengenai masalah-masalah pidana dan hukum pidana nasional. Bilamana kedua bidang hukum tersebut memiliki karakteristik dan asas-asas yang mana Hukum Pidana Internasional itu berasal dari kedua bidang hukum tersebut. Untuk selanjutnya akan dibahas lebih mendalam dan rinci lagi dalam makalah ini mengenai tentang karakteristik dan asas-asas hukum pidana internasional ini sendiri.
BAB II PERMASALAHAN
Rumusan Permasalahan 1) Apa yang dimaksud dengan asas hukum? 2) Bagaimana sistem pembagian asas hukum pidana internasional itu sendiri? 3) Apa karakteristik dari hukum pidana internasional?
BAB III PEMBAHASAN 1) Apa yang dimaksud dengan asas hukum? Menurut Bellefroid asas hukum adalah pengendapan hukum positif dalam suatu masyarakat. Sedangkan menurut van Eikema Hommes yang menyatakan bahwa asas hukum tidak boleh dianggap sebagai norma-norma hukum yang konkret akan tetapi perlu dipandang sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku. Disisi lain menurut Sudikno Niertokusumo berpendapat bahwa asas hukum atau prinsip hukum bukanlah peraturan hukum konkret, melainkan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan yang konkret yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hükum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat ditemukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan hukum konkret tersebut. Akan tetapi ditegaskan lagi oleh Sudikno, bahwa asas hukum bukanlah kaedah hukum yang konkret, melainkan merupakan latar belakang peraturan yang konkret dan bersifat umum atau abstrak. Bahwa asas dalam hukum pidana itu berbeda dengan asas hukum yang lainnya dimana asas hukum pidana dituangkan dalam bentuk sebuah peraturan konkret. Kemudian asas-asas hukum pidana tersebut biasanya tertuang dalam ketentuan umum dalam KUHP itu sendiri. Oleh karena itu, asas-asas hukum pidana internasional selain dari asas-asas hukum internasional juga ada asas-asas dari hukum pidana nasional. Sebab apabila membahas kedua dari sumber asas-asas hukum pidana internasional maka juga dibahas mengenai asas-asas ekstradisi dalam rangka penegakan hukum pidana internasional itu sendiri.
2) Bagaimana sistem pembagian asas hukum pidana internasional itu sendiri? Dalam asas –asas hukum pidana internasional itu sendiri dibagi menjadi 3 sumber yaitu :
Asas Hukum Pidana Internasional bersumber dari Hukum Internasional Asas Hukum Pidana Internasional bersumber dari Hukum Pidana Nasional Asas Hukum Pidana Internasional yang Benar-Benar Mandiri
Dimana dalam makalah ini akan membahas rinci mengenai apa saja,jenis-jenis asas-asas hukum pidana internasional dari ketiga sumber diatas. 1. Asas Hukum Pidana Internasional bersumber dari Hukum Internasional Yang manakala Asas Hukum Pidana Internasional bersumber dari Hukum Internasional sendiri terbagi menjadi dua bagian yaitu bersifat umum dan bersifat khusus. Dimana kita akan membahas tentang bersifat umum yang terlebih dahulu yaitu : - Pacta sunt servanda merupakan asas hukum yang paling tua dan paling utama yang mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat mengikat para pihak ibarat undang-undang.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Good faith atau asas itikad baik atau goede trouw dimana asas ini menyatakan bahwa semua kewajiban yang diemban oleh hukum internasional harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Asas civitas maxima atau asas imperium romanum atau asas roman empire yaitu asas yang mengandung arti bahwa ada sistem hukum myang universal atau bersifat menyeluruh dan dianut oleh semua bangsa didunia ini beserta harus dihormati juga dilaksanakan. Asas resiprokal atau asas timbal balik yang mana mempunyai arti jika suatu negara menginginkan suatu perlakuan yang baik dari negara lain,maka negara yang bersangkutan tersebut juga harus memberi perlakuan yang baik terhadap negara lain. Asas kemerdekaan,kedaulatan, dam kesamaan derajat negara-negara dimana dalam asas ini tidak memandang besar atau kecil,kuat atau lemah,maju atau tidaknya, memiliki kedudukan yang sama dengan negara lainnya. Dan dalam asas ini juga menurunkan beberapa asasasas umum lainnya dalam hukum internasional seperti : Asas non intervensi yaitu dimana suatu negara tidak boleh campur tangan atas masalah dalam negari negara lain,kecuali negara itu sendiri menyetujuinya secara tegas. Asas hidup berdampingan secara damai yaitu asas yang menekankan kepada negara-negara dalam menjalankan kehidupannya baik internal maupun eksternal,supaya dilakukan dengan cara hidup bersama secara damai,saling menghormati dan menghargai antara satu dengan lainnya. Asas penyelesaian sengketa secara damai yaitu asas dimana menekankan . Apabila ada masalah atau sengketa yang timbul antara dua atau lebih negara, supaya diselesaikan secara damai. Asas penghormatan dan perlindungan atas hak asasi manusia merupakan asas yang membebani kewajiban kepada negara-negara bahkan kepada siapa pun untuk menghormati dan melindungi hak asasi manusia dalam situasi dan kondisi bagaimanapun juga. Asas bahwa suatu negara tidak boleh melakukan tindakan-tindakan yang mencerminkan kedaulatan di dalam wilayah negara lainnya Asas bawa suatu negara tidak boleh membiarkan wialyajnya dijadikan sebagai tempat untuk melakukan kegiatan yang mengancam keamanan,ketertiban,dan perdamaian negara lain Dan lain-lainnya
Dan setelah membahas tentang bagian beersifat umumnya,dalam Asas Hukum Pidana Internasional yang bersumber Hukum Internasional terdapat besifat khususnya disini akan membahas tentang bersifat khususnya dimana ada 3 asas yang bersifat khusus seperti : -
Asas aut dedere aut judicare yaitu asas yang mana bahwa setiap negara berkewajiban menuntut dang mengadili pelaku kejahatan internasional serta berkewajiban melakukan kerja sama dengan negara lain dalam rangka menahan,menuntut, dan mengadili pelaku kejahatan internasional.
-
Asas aut de dedere aut punere dimana asas ini diciptakan oleh Hugo de Groot yang berati pelaku kejahatan internasional diadili menurut hukum di tempat ia melakukan kejahatan atau dengan kata lain pelaku kejahatan internasional diadili sesuai dengan locud delictinya. - Asas par in parem in hebet imperium yaitu asas dimana bahwa kepala negara tidak dapat dihukum dengan menggunakan hukum negara lain. Asas ini merupakan hak imunitas atau kekebalan dari seseorang kepala negara asing dalam hubungan internasional. Tapi dalam perkembangannya asas ini dapat dikecualikan dari kejahatan-kejahatan serius terhadap masyarakat internasional speerti genosida,kejahatan perang,dan lain-lain. 2. Asas Hukum Pidana Internasional bersumber dari Hukum Nasional Dimana setelah menguraikan beberapa asas hukum pidana internasional yanbg bersumber dari hukum internasional maka sekarang akan menguraikan tentang asas hukum pidana internasional menurut hukum nasionl itu sendiri. Disini ada beberapa asas yang mana asas-asas hukum pidana nasional antara negara-negara tidak jauh berbeda satu dengan lainnya hanya berbeda dalam penyebutan nama saja. Dan asasasas tersebut ialah : - Asas legalitas atau asas nullum delictum noela poena sina lege dimana asas ini asas utama dialam hukum pidana karena pada hakikatnya bahwa suatu perbuatan tidak dapat dipidana apabila atas perbuatan itu tidak atau belum diatur di dalam suatu undang-undang pidana nasional maka tidak dapat dipidana atau kata lainnnya sesorang untuk dapat diadili dan atau dijatuhi hukuman ats perbuatannya jika terbukti bersalah ataupun dibebaskan dari tuntutan pidana jika tidak terbukti bersalah,harus didasarkan pada undangundang pidana terlebih dahulu yang mengatur perbuatan itu apabila belum atau tidak diatur perbuatan tersebut,selama itu pula negara tidak dapat meminta pertanggungjawaban pidana terhadap sipelakunya. Akan tetapi untuk ukuran berlakunya asas legalitas ini dalam hukum pidana internasional tidak dapat disamakan dengan ukurany berlakunya dalam hukum nasional. Karena hukum pidana internasional itu tidak dalam bentuk kodifikasi seperti hukum nasional,maka hukum pidana internasional juga bersumber dari hukum kebiasaan internasional ini berbeda konteksnya. - Asas Teritorial yaitu bahwa perundang-undangan hukum pidana suatu negara dapat berlaku bagi semua orang yang melakukan tindak pidana dalam suatu negara baik yang melakukan warga negara sendiri atau warga negara asing. Dalam rangka mengantisipasi berbagai kejahatan yang dilakukan diluar wilayah suatu negara,hukum pidana internasional mengenal adanya perluasan yuridiksi teritorial. Perluasan yuridiksi teritorial ini meliputi perluasan teknis,perluasan prinsip berdasarkan prinsip kewarganegaraan,perluasan berdasarkan prinsip proteksi,dan perluasan prinsip berdasarkan prinsip universal. - Asas Ne Bis In Idem atau Principle of Double Jeopardy adalah asas dimana yang menyatakan bahwa seseorang tidak dapat dituntut lebih dari satu kali didepan pengadilan atas perkara yang sama. Manakala bertujuan untuk
-
-
-
-
menjamin kepastian hukum dan untuk melindungi hak asasi manusia. Dan dalam perkembangannya yang berkaitan dengan hukum pidana internasional khususnya dalam kejahatan-kejahatan serius terhadap komunitas masyarakat internasional ini asas Ne Bis In Idem disesuaikan. Asas Non- Retroactive ini dimana harus menetapkan terlebih dahulu suatu perbuatan sebagai kejahatan atau tindak pidana didalam hukum atau peraturan perundang-undangan pidana nasional. Atau kata lain peraturan perundangundangan yang mengaturnya harus ada atau berlaku terlebih dahulu,barulah kemudian diterapkan dalam perbuatan-perbuatan yang terjadi sesudah berlakunya peraturan perundangan-undangan pidana tersebut. Asas Culpabilitas yaitu asas yang mengandung bahwa seseorang hanya dapat dipidana apabila kesalahannya sudah dapat dibuktikan berdasarkan atas peraturan perundang-undangan pidana yang didakwakan kepadanya melalui proses pemeriksaan oleh badan peradilan yang memang memiliki wewenang untik itu ang berlangsungnya secara jujur,adil,fair,dan tidak memihak Asas Praduga Tak Bersalah atau Presumption of Innocent yaitu asas yang mengandung bahwa sesorang yang diduga melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana wajib untuk dianggap tidak bersalah sampai kesalahannya dapat dibuktikan berdasarkan suatu putusan pengadilan yang sudah memiliki kekuatan mengikat yang pasti tetap atau sudah inkracht van gewijsde. Asas-Asas Ekstradisi yaitu menurut Remmelink mengartikan ekstradisi sebagai penyerahan seorang tersangka atau terdakwa atas terpidana oleh negara tempat di mana orang tersebut berada kepada negara lain yang hendak mengadili orang diminta atau melaksanakan putusan pengadilan negara dari negera yang diminta. Sedangkan ekstradisi internsional adalah permintaan pemerintah suatu negara terhadap negara lain. Dimana dalam asas –asas ekstradisi ini terdapat 9 asas yaitu Pertama, asas kepercayaan. Ekstradisi hanya akan terjadi jika ada kepercayaan di antara negara-negara, khususnya kepercayaan terhadap kelayakan sistem hukum di negara lain. Lazimnya asas ini berkaitan dengan pengandaian bahwa di luar negeri pun semua hal telah dipertimbangkan dan diterapkan secara benar oleh lembaga peradilan. Asas kepercayaan ini dikenal dengan adegium omnia praesumuntur rite esse acta. Kedua, asas resiprositas atau prinsip timbal balik. Asas resiprositas dalam ekstradisi sama dengan pengertian asas resiprokal sebagai asas umum dalam hukum internasional sebagaimana telah diutarakan di atas. Jika suatu negara menginginkan suatu perlakuan yang baik dari negara lain, maka negara tersebut juga harus memberi perlakuan yang baik terhadap negara yang bersangkutan. Dalam konteks ekstradisi, jika kita mengharapkan negara lain akan menyerahkan tersangka, terdakwa atau terpidana yang diminta untuk diproses atau dieksekusi menurut hukum nasional negara kita, maka harus ada jaminan yang seimbang bahwa negara kita pada suatu saat diminta oleh negara tersebut untuk menyerahkan tersangka, terdakwa, atau terpidana untuk diproses atau dieksekusi menurut hukum nasional negara tersebut.
Ketiga, asas double incrimination atau double criminality principle atau asas kejahatan rangkap. Asas ini merupakan salah satu asas yang fundamental dalam ekstradisi bahwa perbuatan yang dilakukan tersangka atau terdakwa, baik menurut hukum negara yang meminta, maupun menurut hukum negara yang diminta dinyatakan sebagai kejahatan. Tegasnya, perbuatan yang dilakukan tersangka atau terdakwa menurut negara yang meminta dan negara yang diminta adalah suatu tindak pidana. Keempat, asas tidak menyerahkan warga negaranya sendiri. Artinya, jika tersangka, terdakwa atau terpidana yang diminta adalah warga negara dari negara yang diminta, maka negara yang diminta berhak untuk tidak menyerahkan warga negaranya kepada negara yang meminta. Hal ini berkaitan dengan apa yang disebut sebagai martabat bangsa atau dalam hukum Prancis dikenal dengan istilah dignité nationale. Kelima, asas bahwa suatu kejahatan yang seluruhnya atau sebagian wilayahnya termasuk dalam yurisdiksi negara yang diminta, maka negara tersebut dapat menolak permintaan ekstradisi. Dengan kata Iain, negara berhak menolak ekstradisi jika tersangka, terdakwa, atau terpidana melakukan kejahatan seluruhnya atau sebagian di wilayah teritorial negaranya. Keenam, asas yang menyatakan bahwa jika yang diminta adalah tersangka, terdakwa, atau terpidana yang dianggap melakukan kejahatan politik di negaranya, maka permintaan ekstradisi itu ditolak Ketujuh, asas yang dikenal dengan istilah attentaatclausule. Asas tersebut mengandung arti meskipun pelaku kejahatan tersebut bermuatan politik namun berkaitan dengan pembunuhan atau percobaan pembunuhan terhadap kepala negara, presiden, raja, atau sebutan Iainnya, maka negara yang diminta wajib menyerahkan atau mengekstradisi tersangka, terdakwa, atau terpidana. Kedelapan, asas spesialitas. Asas ini berarti bahwa negara yang meminta tidak boleh menuntut, mengadili, menghukum, atau menyerahkan orang yang diminta kepada negara ketiga. Hal ini dapat diperlonggar hanya atas persetujuan dari negara yang diminta. Kesembilan, asas yang menyatakan ancaman pidana mati sebagai halangan untuk penyerahan. Jika suatu kejahatan berdasarkan hukum negara yang meminta diancam dengan pidana mati, maka negara yang diminta dapat menolak permintaan ekstradisi jika kejahatan tersebut menurut negara yang diminta tidak diancam dengan pidana mati atau negara yang diminta sudah menghapuskan pidana mati. Penyerahan hanya dapat dilakukan jika ada jaminan dari negara yang meminta bahwa orang dimintakan untuk diekstradisi tidak akan dijatuhi pidana mati.
3. Asas Hukum Pidana Internasional yang Benar-Benar Mandiri Dalam sejarah dan perkembangan hukum pidana intenasional pernah dimunculkan asas-asas hukum pidana internasional yang benar-benar tampak mandiri secara internasional. Asas-asas tersebut dihasilkan melalui kesepakatan yang dituangkan dalam sebuah konvensi internasional yakni, Pejanjian London (Treaty of London) pada tanggal 8 Agustus 1945. Pejanjian London ini juga yang merupakan Piagam atau Charter dari Mahkamah Militer Internasional (International Military Tribunal) di Nurenburg 1945 dan di Tokyo 1946 maupun yang menjiwai putusannya dalam kasuskasus kejahatan menuruth hukum internasional (crime under internatinal law) pada masa perang dunia II. Adapun ketujuh prinsip atau asas hukum pidana internasional sebagaimana terdapat didalam Piagam Mahkamah Militer International di Nuremburg 1946 yang kemudian diformulasikan oleh Komisi Hukum Internasional pada tahun 1950 adalah : A. Principle I yaitu setiap orang yang melakukan suatu perbuatab yang merupakan suatu kejahatan berdasarkan hukum internasional harus bertanggung jawab dan oleh karena itu dapat dijatuhi hukuman. B. Principle II yaitu suatu kenyataan bahwa hukum nasional atau domestik tidak memaksakan suatu sanksi pidana terhadap suatu perbuatan yang merupakan kejahatan berdasarkan hukum internasional tidaklah membebaskan orang bersangkutan yang telah melakukan perbuatan tersebut dari pertanggungjawabannya berdasarkan hukum internasional. C. Principle III yaitu suatu kenyataan bahwa seseorang yang melakukan suatu perbuatan yang merupakan kejahatan berdasarkan hukum internasional,bertindak sebagai kepala negara atau pejabat peerintahan yang bertanggung jawab tidaklah membebaskan orang yang bersangkutan dari pertanggungjawaban berdasarkan hukum internasional. D. Principle IV yaitu suatu kenyataan bahwa seseorang yang melakukan suatu perbuatan untuk menjalanka perintah dari Pemerintahannya atau dari kekuasaan yang lebih tinggi,tidaklah membebaskan dari pertanggungjawaban berdasarkan hukum internasional,sepanjang masih ada pertimbangan moral yang dapat dipilihnya. E. Principe V yaitu sesorang yang dituduh melakukan suatu kejahatan berdasarkan hukum internasional mempunyai hak atas peradilan yang fair atau tidak memihak atas fakta-fakta dan hukumnya. F. Principle VI yaitu kejahatan-kejahatan dibawah ini yang dapat diadili atau dihukum sebagai kejahatan nerdasarkan hukum internasional,adalah : Kejahatan terhadap perdamaian Kejahatan terhadap perang Kejahatan terhadap kemanusiaan G. Principle VII yaitu keterlibatan dalam suatu perbuatan kejahatan terhadap perdamaian,kejahatan perang, atau kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana ditentukan dalam Prinsip VI yang merupakan kejahatan berdasarkan hukum internasional.
3) Apa karakteristik dari hukum pidana internasional? "Hukum pidana internasional mempunyai kekhasan tersendiri dengan kedudukan substansi yang menjadi objek pembahasan memiliki kepribadian ganda dan aplikasi penegakan hukum internasional yang unik di antara hukum pidana nasional dan hukum internasional di dalam masyarakat internasional. Hukum pidana internasional "tidak identik" dengan hukum pidana nasional maupun hukum internasional" Demikian Romli Atmasasmita dalam menjelaskan karakteristik hukum pidana internasional. Bruce Broomhall sebagaimana yang dikutip Romli Atmasasmita mengemukakan lima karakteristik hukum pidana internasional. Pertama, pertanggungjawaban individu. Kedua, pertanggungjawaban pidana tersebut tidak tergantung dari jabatan yang melekat pada seseorang. Ketiga, pertanggungjawaban individual tersebut tidak tergantung apakah undangundang nasional mengecualikan dari pertanggungjawaban tersebut. Keempat, pertanggungjawaban dimaksud mengandung konsekuensi penegakan hukum melalui mahkamah pidana internasional atau melalui pengadilan nasional yang dilaksanakan pada prinsip universal. Kelima, terdapat hubungan erat secara historiks, praktik, dan doktrin antara hal-hal yang dilarang dari undang-undang dan landasan hukum internasional pasca-perang dunia kedua. Karakteristik hukum pidana internasional secara garis besar meliputi dua hal. Pertama, karakter hukum pidana internasional secara materiil yang pada hakekatnya sama dengan karakter kejahatan internasional. Karena, substansi hukum pidana internasional adalah kejahatan internasional, mengingat bahwa karakter hukum pidana internasional secara formil yang pada hakekatnya adalah penegakan hukum pidana internasional di mana terdapat tolak—tarik antara kedaulatan suatu negara dengan tuntutan masyarakat internasional.
BAB IV PENUTUP Kesimpulan Jadi setelah menguraikan tentang asas-asas hukum pidana internasional dan karakteristik hukum pidana internasional itu sendiri dapat diketahui bahwa dalam asas-asas hukum pidana internasional itu sendiri terdiri dari tiga sumber yaitu Asas Hukum Pidana Internasional bersumber dari Hukum Internasional yang terdiri atas asas asas yang bersifat umum dan asasasas yang bersifat khusus dalam hukum internasional contohnya seperti Pacta sun servanda,good faith dan lain –lain kemudian ada Asas Hukum Pidana Internasional bersumber dari Hukum Pidana Nasional yang mana pula terdiri dari asas-asas hukum nasional pada negara negara seperti asas legalitas,asas teritorial dan lain-lain dan yang terakhir yaitu Asas Hukum Pidana Internasional yang Benar-Benar Mandiri dimana terdiri dari prinsip atau asas hukum pidana internasional sebagaimana terdapat didalam Piagam Mahkamah Militer International di Nuremburg 1946 yang kemudian diformulasikan oleh Komisi Hukum Internasional pada tahun 1950. Sedangkan karakteristik hukum pidana internasional itu sendiri secara garis besar meliputi dua hal. Pertama, karakter hukum pidana internasional secara materiil yang pada hakekatnya sama dengan karakter kejahatan internasional. Karena, substansi hukum pidana internasional adalah kejahatan internasional, mengingat bahwa karakter hukum pidana internasional secara formil yang pada hakekatnya adalah penegakan hukum pidana internasional di mana terdapat tolak—tarik antara kedaulatan suatu negara dengan tuntutan masyarakat internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Parthiana,I Wayan .2015.Hukum Pidana Internasional.Bandung.CV Yrama Widya Hiariej, Eddy O.S .2009.Pengantar Hukum Pidana Internasional.Jakarta.Erlangga