TUGAS HUKUM PERDATA “Perbandingan Wanprestasi dan Overmacht serta Akibat Hukumnya” Oleh Ibu Dr. Aminah, S.H.,M.Si.
Disusun Oleh: NAMA
: DINA NOORDIANI
NIM
: 11010116120101
KELAS
:E
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO 2017
BAB 1 PENDAHULUAN 1,1 Latar Belakang Istilah ”keadaan memaksa”, yang berasal dari istilah overmacht atau force majeure, dalam kaitannya dengan suatu perikatan atau kontrak tidak ditemui rumusannya secara khusus dalam Undang-Undang, tetapi disimpulkan dari beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Dari pasal-pasal KUH Perdata, sebagaimana akan ditunjukkan di bawah ini, disimpulkan bahwa overmacht adalah keadaan yang melepaskan seseorang atau suatu pihak yang mempunyai kewajiban untuk dipenuhinya berdasarkan suatu perikatan (si berutang atau debitur), yang tidak atau tidak dapat memenuhi kewajibannya, dari tanggung jawab untuk memberi ganti rugi, biaya dan bunga, dan/atau dari tanggung jawab untuk memenuhi kewajibannya tersebut. Keadaan memaksa adalah keadaan tidak dipenuhinya prestasi oleh debitur karena terjadi peristiwa yang tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi ketika membuat perikatan. Dalam keadaan memaksa, debitur tidak dapat disalahkan karena keadaan ini timbul diluar kemauan dan kemampuan debitor. Wanprestasi adalah keadaan dimana seorang telah lalai untuk memenuhi kewajiban yang diharuskan oleh Undang-Undang. Jadi wanprestasi merupakan akibat dari pada tidak dipenuhinya perikatan hukum. Pada umumnya debitur dikatakan wanprestasi manakala ia karena kesalahannya sendiri tidak melaksanakan prestasi, atau melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak diperbolehkan untuk dilakukan. Menurut R.Subekti, melakukan prestasi tetapi tidak sebagaimana mestinya juga dinamakan wanprestasi. Yang menjadi persoalan adalah sejak kapan debitur dapat dikatakan wanprestasi. Mengenai hal tersebut perlu dibedakan wujud atau bentuk prestasinya. Sebab bentuk prestasi ini sangat menentukan sejak kapan seorang debitur dapat dikatakan telah wanprestasi.Jadi disini saya akan membandingkan mengenai wanprestasi dengan overmacht/keadaan memaksa. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana perbandingan antara wanprestasi dengan overmacht? 2. Bagaimana akibat hukum dari adanya wanprestasi dan overmacht? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetaui perbandingan antara wanprestasi dengan overmacht. 2. Untuk mengetahui akibat hukum dari adanya wanprestasi dan overmacht.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Perbandingan antara wanprestasi dengan overmacht
Wanprestasi Pengertian : Wanprestasi adalah keadaan dimana seorang telah lalai untuk memenuhi kewajiban yang diharuskan oleh Undang-Undang. Jadi wanprestasi merupakan akibat dari pada tidak dipenuhinya perikatan hukum.Pada umumnya debitur dikatakan wanprestasi manakala ia karena kesalahannya sendiri tidak melaksanakan prestasi, atau melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak diperbolehkan untuk dilakukan. Menurut R.Subekti, melakukan prestasi tetapi tidak sebagaimana mestinya juga dinamakan wanprestasi. Yang menjadi persoalan adalah sejak kapan debitur dapat dikatakan wanprestasi. Mengenai hal tersebut perlu dibedakan wujud atau bentuk prestasinya. Sebab bentuk prestasi ini sangat menentukan sejak kapan seorang debitur dapat dikatakan telah wanprestasi Bentuk-bentuk Wanprestasi: a. Tidak melaksanakan prestasi sama sekali; b. Melaksanakan tetapi tidak tepat waktu (terlambat); c. Melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan; dan d. Debitur melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan Mulai terjadinya Wanprestasi Pada umumnya, suatu wanprestasi baru terjadi jika debitur dinyatakan telah lalai untuk memenuhi prestasinya, atau dengan kata lain, wanprestasi ada kalau debitur tidak dapat membuktikan bahwa ia telah melakukan wanprestasi itu di luar kesalahannya atau karena keadaan memaksa. Apabila dalam pelaksanaan pemenuhan prestasi tidak ditentukan tenggang waktunya, maka seorang kreditur dipandang perlu untuk memperingatkan/menegur debitur agar ia memenuhi kewajibannya. Teguran ini disebut dengan sommatie (Somasi). 2.3
Cara Menyatakan Debitur Wanprestasi
Somasi : Peringatan tertulis dari kreditur kepada debitur secara resmi melalui Pengadilan Negeri.
Ingebreke Stelling : Peringatan kreditur kepada debitur tidak melalui Pengadilan Negeri.
Isi Peringatan:
Teguran kreditur supaya debitur segera melaksanakan prestasi; Dasar teguran; Tanggal paling lambat untuk memenuhi prestasi (misalnya tanggal 9 Agustus 2012).
Somasi minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditor atau juru sita. Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka kreditor berhak membawa persoalan itu ke pengadilan. Dan pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitor wanprestasi atau tidak. Somasi adalah teguran dari si berpiutang (kreditor) kepada si berutang (debitor) agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara keduanya. Somasi ini diatur di dalam Pasal 1238 KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata Ganti Rugi yang didapat dari Wanprestasi Debitur wajib membayar ganti rugi, setelah dinyatakan lalai ia tetap tidak memenuhi prestasi itu”. (Pasal 1243 KUHPerdata). “Ganti rugi terdiri dari biaya, rugi, dan bunga” (Pasal 1244 s.d. 1246 KUHPerdata).
Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh suatu pihak. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian si debitur. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan, yang sudah dibayarkan atau dihitung oleh kreditur.
Ganti rugi harus mempunyai hubungan langsung (hubungan kausal) dengan ingkar janji” (Pasal 1248 KUHPerdata) dan kerugian dapat diduga atau sepatutnya diduga pada saat waktu perikatan dibuat. Ada kemungkinan bahwa ingkar janji (wanprestasi) itu terjadi bukan hanya karena kesalahan debitur (lalai atau kesengajaan), tetapi juga terjadi karena keadaan memaksa. Kesengajaan adalah perbuatan yang diketahui dan dikehendaki. Kelalaian adalah perbuatan yang mana si pembuatnya mengetahui akan kemungkinan terjadinya akibat yang merugikan orang lain.
Overmacht/keadaan memaksa Pengertian: Keadaan memaksa adalah keadaan tidak dipenuhinya prestasi oleh debitur karena terjadi peristiwa yang tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi ketika membuat perikatan. Dalam keadaan memaksa, debitur tidak dapat disalahkan karena keadaan ini timbul diluar kemauan dan kemampuan debitor.
Unsur-Unsur Keadaan Memaksa Adapun unsur-unsur keadaan memaksa adalah sebagai berikut : a. Tidak dipenuhi prestasi karena terjadi peristiwa yang memusnahkan benda perikatan. b. Tidak dipenuhi prestasi karena terjadi peristiwa yang menghalangi perbuatan debitur untuk melakukan prestasi. c. Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan. Teori-teori pada overmacht; a. Ajaran overmact yang obyektif atau ajaran ketidakmungkinan yang mutlak. Ajaran ini menyatakan bahwa debitur dapat mengemukakan adanya overmact kalau pemenuhan itu tidak mungkin dilaksanakan ole semua orang. Misalnya: orang harus berprestasi seekor kuda, tetapi kuda itu sebelum diserahkan disambar petir hingga mati. Ajaran ini didasarkan pada pasal 1444, jika barang musnah , diluar perdagangan/hilang. b. Ajaran overmacht yang subyektif atau ajaran ketidakmungkinan yang relative.debitur dapat mengemukakan adanya overmacht kalau pemenuan prestasi itu tidak dapat dilakukan oleh debitur tu sendiri misalnya : debitur harus berprestasi sesuai barang tetapi karena keadaan harga menjadi baik kalau debitur berprestasi ia akan jatuh miskin atau teoritis ia masih mungkin berprestasi tetapi akan menimbulkan keberatan.
2.2 Akibat hukum dari wanprestasi dengan overmacht Wanprestasi : Akibat hukum atau sanksi hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi ialah sebagai berikut: a. Debitur diharuskan membayar ganti rugi yang diderita oleh kreditur (pasal 1243 KUHPdt) b. Apabila perikatan itu timbal balik, kreditur dapat meminta pembatalan perjanjian melalui pengadilan (pasal 1266 KUHPdt) c. Kreditur dapat minta pemenuhan perikatan, atau pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi dan pembatalan perjanjian dengan ganti rugi (pasal 1267 KUHPdt) Debitur wajib membayar biaya perkara jika diperkarakan di muka pengadilan negeri dan debitur dinyatakan bersalah
Disamping debitur harus menanggung hal tesebut diatas, maka yang dapat dilakukan oleh kreditur dalam menghadapi debitur yang wanprestasi ada lima kemungkinan sebagai berikut: a. Dapat menuntut pemenuhan perjanjian, walaupun pelaksanaannya terlambat; b. Dapat menuntut penggantian kerugian, berdasarkan Pasal 1243 KUHPerdata, ganti rugi tersebut dapat berupa biaya, rugi atau bunga; c. Dapat menuntut pemenuhan prestasi disertai penggantian kerugian d. Dapat menuntut pembatalan atau pemutusan perjanjian; dan e. Dapat menuntut pembatalan dan penggantian kerugian, ganti rugi itu berupa pembayaran uang denda. Namun, jika wanprestasi itu terjadi karena keadaan memaksa, maka Debitur tidak dapat dipertanggung gugatkan kepadanya. Dengan demikian Kreditur tidak dapat menuntut ganti rugi sebagaimana hak yang dimiliki oleh Kreditur dalam wanprestasi. Hal ini dinyatakan dalam pasal 1245 KUH Perdata: “Tidaklah biaya rugi dan bunga, harus digantinya, apabila lantaran keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadian tak disengaja si berutang berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang”. Apabila wanprestasi itu terjadi akibat kelalaian kreditur, yang dapat dipertanggungjawabkan, ialah: a. Debitur berada dalam keadaan memaksa b. Beban resiko beralih untuk kerugian kreditur, dan dengan demikian debitur hanya bertanggung jawab atas wanprestasi dalam hal ada kesengajaan atau kesalahan besar lainnya. c. Kreditur tetap diwajibkan memberi prestasi balasan (pasal 1602 KUHPdt) Overmacht/keadaan memaksa: Akibat dari overmacht: a. Kreditur tidak dapat minta pemenuhan prestasi (Pada overmacht sementara sampai berakhirnya keadaan overmacht) b. Gugurnya kewajiban untuk mengganti kerugian (pasal:1244,1245) c. Pihak lawan tidak perlu minta pemutusan perjanjian (pasal 1266 tidak berlaku,putusan hakim tidak perlu) d. Gugurnya kewajiban untuk berprestasi dari pihak lawan. Dalam keadaan memaksa maka perikatan telah berenti berlakunya, ini tidak berarti bawa perikatan menjadi lenyap, perikatan masi tetap ada hanya berhenti berlakunya. Kalau keadaan overmacht itu sudah tidak ada maka perikatan berlaku lagi. Dalam perjanjian yang timbal balik, apabila salah satu pihak karena oermacht terhalang untuk berprestasi maka pihak lawan juga dibebaskan untuk berprestasi.
1. Akibat Keadaan Memaksa Absolut
Debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUH Perdata) Kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi hukum bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan kontra prestasi, kecuali untuk yang disebut dalam Pasal 1460 KUH Perdata.
2. Akibat Keadaan Memaksa Relatif
Beban risiko tidak berubah, terutama pada keadaan memaksa sementara.
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Keadaan memaksa adalah keadaan tidak dipenuhinya prestasi oleh debitur karena terjadi peristiwa yang tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi ketika membuat perikatan. Dalam keadaan memaksa, debitur tidak dapat disalahkan karena keadaan ini timbul diluar kemauan dan kemampuan debitor.Wanprestasi adalah keadaan dimana seorang telah lalai untuk memenuhi kewajiban yang diharuskan oleh Undang-Undang. Jadi wanprestasi merupakan akibat dari pada tidak dipenuhinya perikatan hukum.Pada umumnya debitur dikatakan wanprestasi manakala ia karena kesalahannya sendiri tidak melaksanakan prestasi, atau melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak diperbolehkan untuk dilakukan DAFTAR PUSTAKA http://www.hukum123.com/risiko-wanprestasi-dan-keadaan-memaksa/ http://raisyaprillya.blogspot.co.id/2012/12/hukum-perikatan.html Patrik, Purwahid. 1994.Dasar-Dasar Hukum Perikatan. MandarMaju: Semarang