BAB II PEMBAHASAN
A.Pergeseran Orientasi Politis ke Teknis Selama lebih dari 50 tahun sejak Indonesia merdeka,atau tepat nya dari 1945 sampai 1998 ketika terjadinya reformasi nasional (53 tahun sejak kemerdekaan), bidang ilmu hukum tata negara atau constitutional law agak kurang mendapat pasaran di kalangan mahasiswa di Indonesia. Penyebabnya ialah bahwa selama kurun waktu tersebut,orientasi bidang studi hukum tata negara ini sangat dekat dengan politik sehingga siapa saja yang berminat menggelutinya sebagai bidang kajian yang rasional, kritis, dan objektif, dihadapkan pada risiko politik dari pihak penguasa yang cenderung sangat otoritarian. Hukum Tata Negara dapat pula disebut dengan istilah Hukum konstitusi sebagai terjemahan dari istilah Constitutional Law dalam bahasa Inggris.Oleh sebab itu, bidang kegiatannya selalu berkaitan dengan konstitusi. Bentuk konkret aktivitas Hukum Tata Negara atau Hukum Konstitusi itu biasanya selalu berhubungan dengan kegiatan-kegiatan politik di sekitar Majelis Permusyawaratan Rakyat atau di sekitar pembentukan undang-undang atau kegiatan legislasi yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama-sama dengan Presiden. Hukum Tata Negara pada umumnya membahas persoalan-persoalan akademis yang berkaitan dengan undang-undang dasar, yang dalam praktiknya berhubungan erat dengan fungsi-fungsi legislatif di DPR atau fungsi-fungsi konstitusif di lembaga MPR. Dunia Hukum Tata Negara itu seolah selalu berhubungan dengan kegiatan-kegiatan yang bersangkut-paut dengan dinamika politik ketatanegaraan. Kecenderungan yang demikian itu terjadi, karena bidang hukum tata negara tidak memiliki lahan praktik selain di lingkungan lembaga politik. Pokok persoalan yang menjadi objek perhatiannya hanya terkait dengan MPR,DPR, (dan sekarang ada pula DPD), fungsi pemerintahan pusat dan daerah, partai politik dan pemilihan umum, persoalan kewarganegaraan,dan aspek-aspek kegiatan politik ketatanegaraan lainnya. Ketatanegaraan yang kita anut berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 telah mengalami perubahan yang fundamental.Mahkamah Konstitusi telah resmi terbentuk sejak Agustus 2003. Mahkamah Konstitusi ini berarti tersedia pula lahan praktik di bidang yudisial bagi bidang hukum tata negara di Indonesia. Pengaruh politik dalam kajian hukum tata negara dapat diimbangi oleh pengaruh cara berpikir yang lebih juristik itu. Kegiatan hukum tata negara itu sendiri dalam arti yang lebih spesifik, dapat pula lebih berkembang secara seimbang di bidang-bidang (i) pembentukan hukum konstitusi; (ii) penyadaran hukum konstitusi; (iii) penerapan hukum konstitusi; dan (iv) peradilan hukum konstitusi. Selama Orde Baru yang lalu, bidang kegiatan yang diutamakan hanya yang kedua, yaitu penyadaran hukum konstitusi, yaitu melalui kegiatan penataran pedoman, penghayatan, dan pengamalan pancasila (P4).
B.Lahan Praktik Hukum Tata Negara Lahan praktik bagi ilmu hukum tata negara dapat dikatakan cukup luas, banyak, dan terbuka.Bidang-bidang yang terkait dengan hukum tata negara,hukum administrasi negara,dan mencakup kegiatan-kegiatan yang sangat luas aspeknya. Mencakup kegiatankegiatan antara lain: 1) Legislasi dan pembentukan peraturan perundang-undangan 2) Administrasi yang berkenaan dengan kegiatan pengelolaan informasi dan penyebarluasan informasi hukum 3) Pendidikan hukum dan pembinaan profesi hukum 4) Penyelenggaraan hukum atau pelaksanaan dalam arti penerapan hukum oleh pelaksana yang ditentukan oleh hukum tersebut 5) Aspek hukum kegiatan penyelenggaraan administrasi pemerintahan negara 6) Kegiatan penegakan hukum yang dimulai dari penyelidikan dan penuntutan hukum 7) Penyelenggaraan peradilan sampai ke pengambilan keputusan hakim yang bersifat tetap 8) Pelaksanaan putusan pengadilan dan pemasyarakatan terpidana 9) Pendidikan dan pembinaan kesadaran hukum masyarakat. Kesembilan bidang kegiatan tersebut, terutama berkenaan dengan aspek-aspek pelembagaannya (instellingen), pengaturan (regelendaad), dan pengambilan keputusan (besslissing) lainnya, tempat hukum tata negara dipraktikkan, yaitu: a) Lembaga parlemen seperti MPR,DPR,DPD.DPRD Provinsi,dan DPRD Kabupaten/Kota diseluruh Indonesia.DPRD Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia tercatat berjumlah 440 DPRD b) Lembaga administrasi pemerintahan eksekutif secara vertikal mulai dari tingkat pusat sampai daerah provinsi,dan Kabupaten/Kota, dan secara horizontal mulai dari departemen pemerintahan, lembaga pemerintahan nondepartemen,dewandewan,komisi-komisi, dan badan-badan eksekutif yang bersifat independen, semuanya memerlukan dukungan expertise di bidang hukum tata negara c) Lembaga-lembaga penegak hukum mulai dari Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), Kepolisian, Kejaksaan, Advokat, dan badan-badan peradilan serta quasiperadilan baik secara verikal maupun secara horizontal di seluruh Indonesia. Namun demikian,di antara semua fungsi dan lembaga-lembaga tersebut diatas, yang paling berpengaruh terhadap perubahan orientasi ilmu hukum tata negara adalah pembentukan lembaga peradilan konstitusi, yaitu Mahkamah Konstitusi. Dengan telah terbentuknya Mahkamah Konstitusi berdasarkan ketentuan pasal 24C ayat (1) UUD 1945, sesudah reformasi, tersedialah lahan praktik beracara di pengadilan bagi ilmu hukum tata negara. Kebutuhan akan banyaknya sarjana hukum tata dimaksudkan untuk keperluan praktis beracara di menjadi calon-calon hakim konstitusi, ataupun untuk Konstitusi.Hakim konstitusi kita hanya berjumlah pegawainya pun tidak terlalu banyak.
negara itu tentu tidak saja Mahkamah Konstitusi, untuk maksud bekerja di Mahkamah sembilan orang, dan jumlah
Oleh sebeb itu, kebutuhan akan banyaknya tenaga ahli yang bermutu itu adalah untuk kepentingan yang lebih luas, yaitu sebagai mitra bagi Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawal demokrasi dan konstitusi ( the guardian of
democracy and the constitution) ataupun sebagai penjaga atau pelindung hak konstitusional warga negara (the protector of the constitutional rights). C.Praktik Peradilan Tata Negara 1.Peradilan Tata Negara