BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan istilah yang sangat populer. Bahkan di dalam dunia industri istilah tersebut lebih dikenal dengan singkatan K3 yang artinya keselamatan, dan kesehatan kerja. Menurut Milyandra (2009) Istilah ‘keselamatan dan kesehatan kerja’, dapat dipandang mempunyai dua sisi pengertian. Pengertian yang pertama mengandung arti sebagai suatu pendekatan pendekatan ilmiah (scientific approach) dan disisi lain mempunyai pengertian sebagai suatu terapan atau suatu program yang mempunyai tujuan tertentu. Karena itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat digolongkan sebagai suatu ilmu terapan (applied science). Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugian-kerugian lainya yang mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan yang mungkin terjadi.( Rijanto, 2010 ). Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi kelangsungan suatu usaha. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlanya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun. Setiap tahun di dunia terjadi 270 juta kecelakaan kerja, 160 juta pekerja menderita penyakit akibat kerja, kematian 2.2 juta dan kerugian finansial sebesar 1.25 triliun USD. Sedangkan di Indonesia menurut data PT. Jamsostek (Persero) dalam periode 2002-2005 terjadi lebih dari 300 ribu kecelakaan kerja, 5000 kematian, 500 cacat tetap dan konpensasi lebih dari Rp. 550 milyar. Konpensasi ini adalah sebagian dari kerugian langsung dan 7.5 juta pekerja sektor formal yang aktif sebagai peserta Jamsostek. Diperkirakan kerugian tidak langsung dari seluruh sektor formal lebih dari Rp. 2 triliun, dimana sebagian besar merupakan kerugian dunia usaha.(DK3N,2007).
1
Pelaksanaan K3 akan mewujudkan perlindungan terhadap tenaga kerja dari risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada waktu melakukan pekerjaan di tempat kerja. Dengan dilaksanakannya perlindungan K3, diharapkan akan tercipta tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja yang produktif, sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan. Dengan demikian K3 sangat besar peranannya dalam upaya meningkatkan produktivitas perusahaan, terutama dapat mencegah korban manusia. Dengan demikian untuk mewujudkan K3 perlu dilaksanakan dengan perencanaan dan pertimbangan yang tepat, dan salah satu kunci keberhasilannya terletak pada peran serta pekerja sendiri baik sebagai subyek maupun obyek perlindungan dimaksud dengan memperhatikan banyaknya risiko yang diperoleh. 1.2
Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah: 1.
Untuk mengetahui factor resiko dan hazard di tempat kerja.
2.
Untuk mengetahui cara mengendalikan hazard.
3.
Untuk mengetahui resiko yang bisa terjadi akibat adanya hazard.
4.
Untuk mengetahui defenisi dan jenis-jenis hazard
5.
untuk mengetahui defenisi dan tipe-tipe risiko
5.
Untuk mengetahui resiko dan hazard yang bisa terjadi saat proses pengkajian dan perencanaan.
2
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1
Faktor Resiko dan Hazard Di Tempat Kerja Dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi bahaya serta resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor manusianya. Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik “hazard” maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya dilaksanakan dengan baik. Ditempat kerja, kesehatan dan kinerja seseorang pekerja sangat dipengaruhi oleh (Effendi, Ferry. 2009) : 1. Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan. Beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. 2. Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya. Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Kondisi atau tingkat kesehatan pekerja sebagai modal awal seseorang untuk melakukan pekerjaan harus pula mendapat perhatian. Kondisi awal seseorang untuk bekerja dapat dipengaruhi oleh kondisi tempat kerja, gizi kerja, dan lain-lain. 3. Lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial. Kondisi lingkungan kerja (misalnya, panas, bising, berdebu, zat-zat kimia, dan lain-lain) dapat menjadi beban tambahan terhadap pekerja. Beban-beban tambahan tersebut secara sendiri atau bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit akibat kerja.
3
Kapasitas, beban, dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kerja yang baik dan optimal (Effendi, Ferry. 2009). Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa status kesehatan masyarakat pekerja dipengaruhi tidak hanya oleh bahaya kesehatan di tempat kerja dan lingkungan kerja tetapi juga oleh faktor-faktor pelayanan kesehata kerja, perilaku kerja, serta faktor lainnya (Effendi, Ferry. 2009) 2.2
Hazard dan Pengendaliannnya Berdasarkan National Safety Council mengatakan bahwa hazard adalah faktor faktor intrinsik yang melekat pada sesuatu berupa barang atau kondisi dan mempunyai potensi menimbulkan efek kesehatan maupun keselamatan pekerja serta lingkungan yang memberikan dampak buruk. Sedangkan menurut Miles Nedved hazard adalah suatu aktivitas atau sifat alamiah yang berpotensi menimbulkan kerusakan. Pengertian berdasarkan Frank Bird Jr, hazard adalah suatu kondisi atau tindakan yang dapat berpotensial menimbulkan kecelakaan dan kerugian (AS/NZS, 1999). Hazard adalah sesuatu yang menimbulkan kerugian, kerugian ini meliputi pada gangguan kesehatan dan cidera, hilangnya waktu kerja, kerusakan pada property, area atau tempat kerja, produk atau lingkungan, kerugian pada proses produksi ataupun kerusakan – kerusakan lainnya. Firence (1978) mendefinisikan hazard sebagai suatu material atau kondisi yang berpotensi ditempat kerja dimana dengan atau tanpa interaksi dengan variabel lain dapat menyebabkan kematian, cedera, atau kerugian lain. Komponen Bahaya : 1. Karakteristik material. 2. Bentuk material. 3. Hubungan pekerjaan dan efek. 4. Kondisi dan frekuensi penggunaan. 5. Tingkah laku pekerja.
4
2.3
Jenis-Jenis Hazard Berdasarkan karakteristik dampak yang diakibatkan oleh suatu jenis bahaya maka jenis bahaya dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu bahaya kesehatan kerja dan bahaya keselamatan kerja. Bahaya kesehatan kerja dapat berupa bahaya fisik, kimia, biologi dan bahaya berkaitan dengan ergonomi, berdampak kepada kesehatan dan kenyamanan kerja, misalnya penyakit akibat kerja. Sedangkan, bahaya keselamatan (safety hazard) fokus pada keselamatan manusia yang terlibat dalam proses, peralatan, dan teknologi. Dampak safety hazard bersifat akut, konsekuensi tinggi, dan probabilitas untuk terjadi rendah. Bahaya keselamatan (safety hazard) dapat menimbulkan dampak cidera, kebakaran, dan segala kondisi yang dapat menyebabkan kecelakaan di tempat kerja. Biasanya efek dari bahaya keselamatan dapat langsung terlihat pada saat terjadi. Jenis-jenis safety hazard, antara lain : a. Mechanical Hazard, bahaya yang terdapat pada benda atau proses yang bergerak yang dapat menimbulkan dampak, seperti tertusuk, terpotong, terjepit, tergores, terbentur, dan lain-lain. b. Electrical Hazard, merupakan bahaya yang berasal dari arus listrik. c. Chemical Hazard, bahaya bahan kimia baik dalam bentuk gas, cair, dan padat yang mempunyai sifat mudah terbakar, mudah meledak, dan korosif. Bahaya kesehatan (health hazard) fokus pada kesehatan manusia. Bahaya keselamatan kerja dapat berupa bahaya fisik, kimia, bahaya berkaitan dengan ergonomi, psikososial, elektrik, berdampak pada keselamatan kerja, misalnya cedera, kebakaran, ledekan, pemajanan terjadi pada waktu singkat. a. Hazard Fisik Bentuk dari hazard fisik adalah radiasi, kebisingan, temperature ekstrim, pencahayaan, getaran. b. Hazard Kimia Adalah kecederaan akibat sentuhan dan terhirup bahan kimia. Contohnya bahan-bahan kimia seperti asid, alkali, gas, pelarut, simen, getah sintetik, gentian kaca, pelekat antiseptik, aerosol, insektisida, dan lain-lain.. Bahan-
5
bahan kimia tersebut berbahaya dan perlu diambil langkah - langkah keselamatan apabila mengendalinya. c. Hazard Biologis Hazard ini seluruhnya berasal dari makhluk hidup dan berdampak pada kesehatan, berupa jamur, bakteri, virus. d. Hazard Ergonomi Yang
termasuk
didalam
kategori
ini
antara
lain
desain
tempat kerja yang tidak sesuai, postur tubuh yang salah saat melakukan aktifitas, desain pekerjaan yang dilakukan, pergerakan yang berulang-ulang. e. Hazard Mekanis Adalah semua jenis bahaya yang berasal dari benda-benda bergerak atau bersifat mekanis. Contoh : mesin-mesin pemotong, bahaya getaran. f. Hazard Listrik Hazard listrik adalah hazard yang ditimbulkan dari arus listrik pendek, listrik statis. g.Hazard Psikososial Stress, kekerasan ditempat kerja, waktu kerja yang padat, kurangnya waktu istirahat. 2.4
Pengendalian Hazard Hazard atau bahaya dapat dihindari ataupun dampak dari hazard tersebut dapat
diminimalkan.
Menurut
PERMENAKER
No.
05/MEN/1996,
pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilakukan dengan berbagai macam metode, yaitu : 1. Pengendalian teknis atau rekayasa yang meliputi eliminasi, subtitusi, isolasi, ventilasi, higiene, dan sanitasi (engineering control). 2. Pendidikan dan pelatihan. 3. Pembangunan kesadaran dan motivasi yang meliputi sistem bonus, insentif, penghargaan, dan motivasi diri. 4. Evaluasi melalui internal audit, penyelidikan dan etiologi. 5. Penegakan hukum. 6. Pemberian alat pelindung diri/ APD
6
Alat Pelindung Diri (APD) adalah pilihan terakhir yang dapat dilakukan untuk mencegah paparan bahaya pada pekerja. Penggunaan APD ini disarankan hanya digunakan bersamaan dengan penggunaan alat pengendali lainnya. Dengan demikian perlindungan keamanan dan kesehatan personel akan lebih efektif. 2.5
Risiko Kata risiko (Risk) berasal dari bahasa Arab yaitu Rizk yang berarti pemberian. Menurut kamus Webster, risiko adalah kemungkinan timbulnya kerugian cedera, keadaan yang merugikan atau perusakan (Risk is Possibility of loss, injury,disadventage or destruction). Menurut International Labour Organization (ILO), risiko adalah kemungkinan adanya peristiwa atau kecelakaan yang tidak diharapkan dan dapat terjadi dalam waktu dan keadaan tertentu. Sumber lain menyatakan bahwa risiko adalah adalah ukuran kemungkinan kerugian yang timbul dari sumber bahaya (hazard) tertentu yang terjadi, dengan kata lain risiko adalah probabilitas kerusakan atau kerugian dari hazard yang melekat pada spesifik individu atau kelompok yang terpapar oleh hazard tersebut. Risiko
merupakan
akumulasi
dari
potensi
hazard,
konsekuensi
yang
diakibatkannya, durasi pemaparan dan probabilitas yang ditimbulkannya. Risiko
merupakan gambaran kuantitatif dari kemungkinan kerugian yang
mempertimbangkan kemungkinan suatu hazard yang akan mengakibatkan suatu peristiwa tersebut (DOE, USA, 1996). Menurut Kolluru (1996) ada 5 macam tipe risiko, yaitu : 1. Risiko Keselamatan Risiko keselamatan memiliki probabilitas rendah, tingkat paparan dan konsekuensi tinggi, bersifat akut, dan jika terjadi kontak akan langsung terlihat efeknya. Penyebab risiko keselamatan lebih dapat diketahui serta lebih berfokus pada keselamatan manusia dan pencegahan kecelakaan di tempat kerja. 2. Risiko Kesehatan Risiko kesehatan memiliki probabilitas tinggi, tingkat paparan dan konsekuensi rendah, dan bersifat kronis. Penyebab risiko kesehatan sulit diketahui serta lebih berfokus pada kesehatan manusia.
7
3. Risiko Lingkungan dan Ekologi Risiko lingkungan dan ekologi melibatkan interaksi yang beragam antara populasi, komunitas. Fokus risiko lingkungan dan ekologi lebih kepada dampak yang ditimbulkan terhadap habitat dan ekosistem yang jauh dari sumber risiko. 4. Risiko Finansial Risiko finansial memiliki risiko jangka panjang dan jangka pendek dari kerugian properti terkait dengan perhitungan asuransi dan pengembalian asuransi. Fokus risiko finansial lebih kepada kemudahan pengoperasian dan aspek keuangan. 5. Risiko Terhadap Masyarakat Risiko terhadap masyarakat memperhatikan pandangan masyarakat terhadap kinerja organisasi dan produksi, semua hal pada risiko terhadap masyarakat terfokus pada penilaian dan persepsi masyarakat. 2.6
Manajemen Risiko Menurut AS/NZS 4360 : 2004 manajemen risiko adalah suatu kumpulan dari berbagai tahapan kegiatan yang bertujuan untuk mengelola risiko-risiko keselamatan dan kesehatan dalam suatu aktivitas kegiatan. Manfaat dilakukannya manajemen risiko adalah (AS/NZS 4360 : 2004) : 1. Mengurangi kejadian yang tidak dapat terduga 2. Mencari kesempatan atau peluang 3. Meningkatkan perencanaan, kinerja, dan efektifitas 4. Meningkatkan keuntungan ekonomis dan efisiensi 5. Meningkatkan informasi sebagai masukan sebagai proses pengambilan keputusan 6. Meningkatkan reputasi organisasi atau perusahaan 7. Sebagai komitmen direksi untuk melindungi pekerja 8. Sebagai salah satu cara untuk meningkatkan akuntabilitas, kepercayaan, dan governance. 9. Meningkatkan kesejahteraan kesehatan personal dan pekerja lainnya. Tahapan proses manajemen risiko (AS/NZS 4360 : 2004), yaitu : 1. Penetapan Ruang Lingkup
8
Menetapkan tujuan, kebijakan, strategi penerapan, metode atau cara pelaksanaan manajemen risiko, serta pencapaian yang ditargetkan oleh perusahaan. 2. Identifikasi Risiko Melakukan identifikasi terhadap risiko yang akan dikelola, mencari tahu jenis hazard apa saja yang mungkin menimbulkan risiko, bagaimana dan mengapa risiko tersebut muncul. 3. Analisis Risiko Melakukan estimasi risiko dengan mengkombinasikan faktor probabilitas atau likelihood dan konsekuensi, dengan mempertimbangkan upaya pengendalian risiko yang telah dilakukan. 4. Evaluasi Risiko Membandingkan tingkat risiko yang didapat dalam proses analisis risiko dengan kriteria evaluasi yang digunakan, menentukan apakah suatu risiko dapat diterima atau tidak. 5. Pengendalian risiko Melakukan penanganan atau pengendalian terhadap risiko, terutama risiko dengan tingkat tinggi dengan mempertimbangkan aspek efektifitas dan efisiensi 6. Monitoring dan review Melakukan pemantauan dan pengkajian utama terhadap tingkat risiko, serta efektifitas program, penanganan risiko yang telah dilakukan agar selanjutnya dapat ditentukan tindakan koreksi dan perbaikan yang perlu dilakukan. 7. Komunikasi dan konsultasi Melakukan komunikasi dua arah antara pihak manajemen dan pekerja untuk mendapatkan masukan mengenai implementasi pengelolaan risiko di tempat kerja guna perbaikan system pengelolaan risiko tersebut. 2.7
Hazard dan Resiko Dalam Proses Pengkajian dan Perencanaan Dalam melakukan proses pengkajian dan perencanaan pada pasien, perawat harus memperhatikan hazard dan resiko yang kemungkinan terjadi, seperti : 1. Pelecehan verbal saat berkomunikasi dengan pasien dan keluarga. 2. Kekerasan fisik pada perawat ketika melakukan pengkajian. 3. Pasien dan keluarga acuh tak acuh dengan pertanyaan yang diajukan perawat.
9
4. Resiko tertular penyakit dengan kontak fisik maupun udara saat pemeriksaan fisik. 5. Perawat menjadi terlalu empati dengan keadaan pasien dan keluarganya. Contoh Kasus Kasus I Seorang perawat di salah satu RS mengalami kekerasan fisik dan verbal pada saat perawat tersebut sedang melakukan pengkajian. “Ketika perawat A,27 tahun, melakukan pendekatan untuk mengumpulkan data, salah satu pasiennya mengamuk, berteriak dan memukul-mukul kepalanya ke dinding. Dia mencoba menghentikan dan menenangkannya tapi pasiennya secara emosional malah menendang dadanya, membuat dia terluka, dan membuat mentalnya tergoyang seharian.” Analisis Kasus Hazard : Perawat mendapatkan kekerasan fisik sekaligus verbal pada saat melakukan pengkajian kepada pasien. Resiko : Perawat mengalami luka dan mentalnya tidak stabil. Kejadian kekerasan fisik maupun verbal dalam kasus tersebut tidak disebut berasal dari kesalahan perawat sendiri ataukah karena memang sang pasien memiliki emosional yang tidak dapat dikontrol. Dalam proses pengkajian sendiri, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perawat. Mulai dari pemahaman akan pengertian pengkajian, tahap-tahapan pengkajian, hingga metode yang digunakan melakukan pengkajian. Dalam mengkaji pasien, perawat pun harus menyadari akan adanya hazard dan resiko yang mungkin mereka dapatkan. Berbagai macam upaya perlu dilakukan sebagai tidakan pencegahan. Upaya-upaya tersebut dapat dilakukan baik dari pihak pasien, perawat itu sendiri maupun dari pihak manajemen rumah sakit. Berikut beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kekerasan fisik dan verbal pada perawat saat melakukan pengkajian: 1. Perawat harus melaporkan setiap adanya tindakan kekerasan dalam bentuk apapun kepada pihak rumah sakit. 2. Memberikan pengertian kepada pasien agar memperlakukan sesama manusia dengan dasar martabat dan rasa hormat.
10
3. Dalam melakukan kontak kepada pasien, perawat seharusnya menjadi pendengar yang baik. Salah satu teknik pengumpulan data pada pengkajian adalah wawancara. Saat melakukan wawancara, perawat harus mampu menempatkan diri sebagai tempat curhat pasien sebaik mungkin. 4. Memberikan pelatihan dan pendidikan kepada perawat tentang cara menghindari tindakan kekerasan verbal dan fisik. 5. Ketika pasien terlihat sedang dalam keadaan tidak terkontrol dan susah untuk didekati, perawat dapat melakukan pengkajian kepada keluarga pasien terlebih dahulu. 6. Saat mengkaji, perawat tidak boleh menyampaikan kata-kata yang menyinggung pasien dan keluarganya. 7. Saat melakukan tindakan pemeriksaan fisik, perawat harus meminta persetujuan dari pasien terlebih dahulu. 8. Manajemen rumah sakit perlu memfasilitasi perawat mempersiapkan diri untuk menghadapi hazard dan resiko. 9. Manajemen harus terbuka serta tidak berusaha menutupi terhadap laporanlaporan kekerasan fisik maupun verbal terhadap perawat. 10. Memodifikasi lingkungan yang nyaman di rumah sakit mulai dari poli, ruangan rawat inap, sampai ke unit gawat darurat dan ruang intensif untuk menentramkan suasana hati pasien dan keluarga. Kasus II “Seorang perawat di salah satu RS diketahui positif HIV pasca menangani pasien HIV. Berdasarkan informasi, perawat tersebut diduga tertular pasca menangani dan melakukan tindakan awal pada pasien positif HIV tersebut”. Analisis Kasus Hazard : Hazard Biologis yaitu perawat tertular penyakit HIV dari pasien pasca menangani dan melakukan tindakan awal pada pasien positif HIV. Upaya pencegahan dari Rumah Sakit/tempat kerja: 1. RS menyediakan APD yang lengkap seperti masker, handscoon, scout dan lainlain. Alasan : meminimalisir terjadinya atau tertularnya penyakit/infeksi yang dapat terjadi terutama saat bekerja, APD harus selalu di gunakan sebagai pelindung
11
diri. Dengan kasus diatas dapat dihindari jika perawat menggunakan APD lengkap mengingat cara penularan HIV melalui terpaparnya cairan ke pasien. 2. Menyediakan sarana untuk mencuci tangan atau alkohol gliserin untuk perawat. Alasan : Cuci tangan merupakan cara penanganan awal jika kita sudah terlanjur terpapar cairan pasien baik pasien beresiko menularkan atau tidak menularkan. Cuci tangan merupakan tindakan aseptic awal sebelum ke pasien maupun setelah ke pasien. 3. RS menyediakan pemilahan tempat sampah medis dan non medis. Alasan : Bila sampah medis dan non medis tercampur dan tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan penyebaran penyakit. 4. RS menyediakan SOP untuk tindakan keperawatan. Alasan : Agar petugas/perawat menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas/perawat atau tim dalam organisasi atau unit kerja, sebagai acuan (check list) dalam pelaksanaan kegiatan tertentu bagi sesama pekerja, supervisor dan lain-lain dan SOP merupakan salah satu cara atau parameter dalam meningkatkan mutu pelayanan. Upaya pencegahan pada Perawat: 1. Menjaga diri dari infeksi dengan mempertahankan teknik aseptic seperti mencuci tangan, memakai APD, dan menggunakan alat kesehatan dalam keadaan steril. Alasan : Agar perawat tidak tertular penyakit dari pasien yang di tangani meskipun pasien dari UGD dan memakai APD adalah salah satu SOP RS 2. Perawat mematuhi Standar Operational Prosedure yang sudah ada RS dan berhati-hati atau jangan terburu-buru dalam melakukan tindakan. Alasan : Meskipun pasien di Ruang UGD dan pertama masuk RS, perawat sebaiknya lebih berhati-hati atau jangan terburu-buru dalam melakukan tindakan ke pasien dan perawat menciptakan dan menjaga keselamatan tempat kerja supaya dalam tindakan perawat terhindar dari tertularnya penyakit dari pasien dan pasien juga merasa aman.
12
2.8
Upaya Mencegah dan Meminimalkan Resiko dan Hazard pada Perawat dalam Tahap Pengkajian Berdasarkan Kasus Penyakit Akibat Kerja Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan
informasi
mengidentifikasi,mengenali
atau
data
tentang
pasien,agar
dapat
masalah-masalah,kebutuhan
kesehatan
dan
keperawatan pasien baik fisik,mental,social,dan lingkungan.Pengkajian yang sistematis (Effendi,1996). Berikut ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan sebagai upaya mencegah dan meminimalkan resiko dan hazard pada perawat dalam tahap pengkajian berdasarkan kasus penyakit akibat kerja : 1. Batasi akses ke tempat isolasi 2. Menggunakan APD dengan benar 3. SOP memasang APD, jangan ada sedikitpun bagian tubuh yang tidak tertutup APD 4. Petugas tidak boleh menyentuh wajahnya sendiri 5. Membatasi sentuhan langsung ke pasien 6. Cuci tangan dengan air dan sabun 7. Bersihkan kaki dengan di semprot, ketika meninggalkan ruangan tempat melepas APD 8. Lakukan pemeriksaan berkala pada pekerja 9. Hindari memegang benda yang mungkin terkontaminasi. 2.9
Upaya Mencegah dan Meminimalkan Risiko dan Hazard Pada Tahap Perencanaan Asuhan Keperawatan Rumah sakit harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur.Perencanaan K3 di rumah sakit dapat mengacu pada standar sistem manajemen K3RS diantaranya self assesment akreditasi K3 rumah sakit dan SMK3. Adapun beberapa resiko dan hazard dalam perencanaan asuhan keperawatan 1. Perencanaan tindakan asuhan keperawatan tidak sesuai dengan apa yang harus diberikan kepada pasien 2. Perawat tidak mengetahui rencana tindakan apa yang harusr diberikan kepada pasien
13
Perencanaan meliputi: 1. Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor resiko Rumah sakit harus melakukan kajian dan identifikasi sumber bahaya, penilaian serta pengendalian faktor resiko. a. Identifikasi sumber bahaya Dapat dilakukan dengan mempertimbangkan : 1) Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya 2) Jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat terjadi b. Penilaian faktor resiko Adalah proses untuk menentukan ada tidaknya resiko dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan kerja. c. Pengendalian faktor risiko Dilakukan
melalui
menghilangkan
empat
bahaya,
tingkatan
pengendalian
menggantikan
sumber
risiko risiko
yaitu dengan
sarana/peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah /tidak ada (engneering/rekayasa), administrasi dan alat pelindung pribadi (APP) 2. Membuat peraturan Rumah sakit harus membuat, menetapkan dan melaksanakan standar operasional prosedur (SOP) sesuai dengan peraturan, perundangan dan ketentuan mengenai K3 lainnya yang berlaku. SOP ini harus dievaluasi, diperbaharui dan harus dikomunikasikan serta disosialisasikan pada karyawan dan pihak yang terkait. 3. Tujuan dan sasaran Rumah sakit harus mempertimbangkan peraturan perundang-undangan, bahaya potensial, dan risiko K3 yang bisa diukur, satuan/indikator pengukuran, sasaran pencapaian dan jangka waktu pencapaian. 4. Indikator kinerja Indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 rumah sakit.
14
5. Program kerja Rumah sakit harus menetapkan dan melaksanakan proram K3 rumah sakit, untuk mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan dicatat serta dilaporkan. 6. Pengorganisasian Pelaksanaan K3 di rumah sakit sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan petugas terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakan disiplin. Ketua organisasi/satuan pelaksana K3 rumah sakit secara spesifik harus mempersiapkan data dan informasi pelaksanaan K3 di semua tempat kerja, meruuskan permasalahan serta menganalisis penyebab timbulnya masalah bersama unit-unit kerja, kemudian mencari jalan pemecahannya dan mengkomunikasikannya kepada unit-unit kerja, sehingga dapat dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program, untuk menilai sejauh mana program yang dilaksanakan telah berhasil. Kalau masih terdapat kekurangan, maka perlu diidentifikasi penyimpangannya serta dicari pemecahannya. a. Tugas dan fungsi organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit 1) Tugas pokok a) Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur rumah sakit mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan K3 b) Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan prosedur c) Membuat program K3 rumah sakit 2) Fungsi a) Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta permasalahan yang berhubungan dengan K3 b) Membantu direktur rumah sakit mengadakan dan meningkatkan upaya promosi K3, pelatihan dan penelitian K3 di rumah sakit c) Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3 d) Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif
15
e) Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3 rumah sakit f) Memberi nasehat tentang manajemen K3 di tempat kerja, kontrol bahaya, mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan g) Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan sesuai kegiatannya h) Berpartisipasi
dalam
perencanaan
pembelian
peralatan
baru,
pembangunan gedung dan proses b. Struktur organisasi K3 di rumah sakit Organisasi K3 berada satu tingkat di bawah direktur dan bukan merupakan kerja rangkap. Model 1 : Merupakan organisasi yang terstruktur dan bertanggung jawab kepada direktur rumah sakit. Bentuk organisasi K3 di rumah sakit merupakan organisasi struktural yang terintegrasi ke dalam komite yang ada di rumah sakit dan disesuaikan dengan
kondisi/kelas
masing-masing
rumah
sakit,
misalnya
komite
medis/nosocomial Model 2 : Merupakan unit organisasi fungsional (non struktural), bertanggung jawab langsung ke direktur rumah sakit.Nama organisasinya adalah unit pelaksana K3 RS, yang dibantu oleh unit K3 yang beranggotakan seluruh unit kerja di rumah sakit. Keanggotaan : a. Organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit beranggotakan unsur-unsur dari petugas dan jajaran direksi rumah sakit terdiri dari sekurang-kurangnya ketua, sekretaris, dan anggota. organisasi/unit pelaksana K3 dipimpin oleh ketua. b. Pelaksanaan tugas ketua dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris serta anggota 1) Ketua organisasi/unit pelalsana K3 RS sebaiknya adalah salah satu manajemen tertinggi di rumah sakit atau sekurang-kurangnya manajemen dibawah langsung direktur rumah sakit. 2) Sedang sekretaris organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit adalah seorang tenaga profesional K3 rumah sakit, yaitu manajer K3 rumah sakit atau ahli K3
16
c. Mekanisme kerja Ketua
organisasi/unit
pelaksana
K3
rumah
sakit
memimpin
dan
mengkoordinasikan kegiatan organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit.Sekretaris organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit memimpin dan mengkoordinasikan tugas-tugas
kesekretariatan
dan
melaksanakan
keputusan
organisasi/unit
pelaksana K3 rumah sakit. Anggota organisasi/unit pelaksana K3 RS mengikuti rapat organisasi/unit pelaksana K3 RS dan melakukan pembahasan atas persoalan yang diajukan dalam rapat, serta melaksanakan tugas-tugas yang diberikan organisasi. Untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, organisasi/unit pelaksana K3 RS mengumpulkan data dan informasi mengenai pelaksanaan K3 di rumah sakit. Sumber data antara lain dari bagian personalia meliputi angka sakit, tidak hadir tanpa keterangan, angka kecelakaan, catatan lama sakit dan perawatan rumah sakit khususnya yang berkaitan dengan akibat kecelakaan. Dan sumber yang lain bisa dari tempat pengobatan rumah sakit sendiri antara lain jumlah kunjungan, P3K dan tindakan medik karena kecelakaan, rujukan ke rumah sakit bila perlu pengobatan lanjutan dan lama perawatan serta lama berobat. Dari bagian teknik bisa didapat data kerusakan akibat kecelakaan dan biaya perbaikan.Informasi juga dikumpulkan dari hasil monitoring tempat kerja dan lingkungan kerja rumah sakit terutama yang berkaitan dengan sumber bahaya potensial baik yang berasal dari kondisi berbahaya maupun tindakan berbahaya serta data dari bagian K3 berupa laporan pelaksanaan K3 dan analisisnya. Data dan informasi dibahas dalam organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit untuk menemukan penyebab masalah dan merumuskan tindakan korektif maupun tindakan preventif. Hasil rumusan disampaikan dalam bentuk rekomendasi kepada direktur rumah sakit. Rekomendasi berisi saran tindak lanjut dari organisasi/unit pelaksana
K3
RS
serta
alternatif-alternatif
pilihan
serta
perkiraan
hasil/konsekuensi setiap pilihan. Organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit membantu melakukan upaya promosi di lingkungan rumah sakit baik pada petugas, pasien, maupun pengunjung yaitu mengenai segala upaya pencegahan KAK dan PAK di rumah sakit.Juga bisa diadakan lomba pelaksanaan K3 antar bagian atau unit kerja yang ada di lingkungan kerja rumah sakit, dan yang terbaik atau terbagus adalah pelaksanaan dan penerapan K3 nya mendapat reward dari direktur rumah sakit. 17
BAB III PENUTUP 3.1
Kesimpulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu program didasari pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugiankerugian lainya yang mungkin terjadi. Hazard adalah sesuatu yang menimbulkan kerugian, kerugian ini meliputi pada gangguan kesehatan dan cidera, hilangnya waktu kerja, kerusakan pada properti, area atau tempat kerja, produk atau lingkungan, kerugian pada proses produksi ataupun kerusakan – kerusakan lainnya. Sedangkan Resiko adalah ukuran kemungkinan kerugian yang timbul dari sumber bahaya (hazard) tertentu yang terjadi. Menurut Kolluru (1996) ada 5 macam tipe risiko, yaitu risiko keselamatan, risiko kesehatan, risiko lingkungan dan ekologi, risiko finansial, danrisiko terhadap masyarakat.
3.2
Saran Saat
melakukan
proses
keperawatan,
perawat
harus
benar-benar
memperhatikan hazard dan resiko yang kemungkinan terjadi. Hal ini bertujuan untuk mencegah dan menghindari terjadinya kecelakaan kerja, seperti terinfeksi penyakit, mendapatkan kekerasan fisik/verbal saat mengkaji pasien, dan mendapatkan informasi yang tidak sesuai dari pasien. Salah satu cara untuk menghindari dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja, maka disarankan untuk menggunakan APD yang sesuai.
18
DAFTAR PUSTAKA 1. (https://www.academia.edu/8779943/MAKALAH_Konsep_Dasar_K3_Hazard _dan_Pengendaliannya) diakses tanggal 25 oktober 2018 2. Depkes RI. 2008, Panduan Nasional Keselamatn Pasien Rumah Sakit(patient safety), 2 edn, Bakti Husada,Jakarta. 3. Yahya, A. 2009, Integrasikan Kegiatan Manajemen Risiko. Workshop Keselamatan Pasien dan Manajemen Risiko Klinis. PERSI:KKP-RS 4. https://www.pdfcoke.com/mobile/doc/312057056/Risiko-Dan-Hazard-KasusPengkajian (diakses tanggal 20 oktober 2018) 5. https://www.pdfcoke.com/doc/216292944/Kesehatan-Dan-Keselamatan-Kerja (diakses 25 oktober 2018
19