BAB I PENDAHULUAN Homeostasis cairan dan elektrolit sangat esensial untuk fungsi sel dan organ tubuh secara optimal. Air merupakan komponen yang paling besar dari tubuh manusia, pada keadaan sehat jumlahnya 65 - 85 % dari berat badan.Cairan tubuh total ( total body weight) terbagi dalam dua kompartemen yaitu cairan intraseluler dan cairan ekstra seluler.
Ada banyak penyakit yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit seperti olgouria, oedem, hiponatremia, hiperkalemia, hipernatremia dll. Pada makalah ini, kita akan membahas adanya
gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan terjadinya oligouria.
Oligouria adalah sekresi jumlah urin yang berkurang dalam hubungan dengan asupan cairan, biasanya dinyatakan sebagai kurang dari 400 mL per 24 jam. ( Kamus Kedokteran Dorland, halaman 1531). Ada juga referensi yang menyebutkan oligouria apabila produksi urin < 1 ml/kg/hari.
Penyebab terjadinya oligouri dapat berasal dari pre renal, renal, dan post renal. Penyebab pre renal adalah oklusi dari arteri renalis bilateral, oklusi dari vena renalis bilateral, sirosis, gagal jantung, hipovolemia, dan sepsis. Penyebab intra renal adalah glomerulonefritis akut, pyelonefritis akut, ATN ( Acute Tubular Necrosis), gagal ginjal kronik, dan toksemia pada kehamilan. Penyebab post renal adalah BPH ( Benign Prostatic Hiperplasia), neoplasma ginjal, batu ginjal, fibrosis retroperitoneal dan striktur uretra. Dalam makalah ini akan dibahas learning issues satu persatu dimulai dengan keseimbangan cairan tubuh, patofisiologi urin sedikit, nefrolitiasis dan tatalaksana beserta pencegahan pada kasus yang dihadapi. 1
BAB II PEMICU
DH, laki – laki, 25 tahun, guru SD, belum berkeluarga, selama ini tinggal di daerah pegunungan. Saat ini DH sedang mengikuti pelatihan sehubungan dengan kurikulum SD di kota pelabuhan belawan. Cuaca pada saat itu cukup panas, sehingga DH yang biasa tinggal di pegunungan, selalu berkeringat banyak. DH juga kurang minum karena aktifitas selama di pelatihan cukup padat. Setelah 5 hari di belawan, DH datang ke poliklinik yang ada di balai pelatihan, mengeluh buang air kecil sedikit dan terlihat pekat dalam 3 hari ini. BAK lancar, tidak nyaman pada saat berkemih. Nyeri pinggang/ kolik (-). Pemeriksaan fisik : keadaan kompos mentis, tekanan darah 120 / 70 mmHg, nadi 96x/i, temperatur 37,6 C, tinggi badan = 160 cm, berat badan = 60 Kg. Apa yang terjadi pada pak DH?
2
BAB III MORE INFO
Urinalisa : warna kuning pekat, berat jenis urin : 1,029, urobilin (+) ; bilirubin (-), pH 6, protein (-), Sedimen : leukosit 1 – 2 LPB, eritrosit 2 – 3 /LPB, epitel 5 – 7 /LPK.
3
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Keseimbangan Cairan dan Elektrolit serta Asam – Basa Tubuh Konsep keseimbangan adalah pemasukan (ingesti atau produksi metabolik) harus diseimbangkan dengan pengeluaran (ekskresi atau konsumsi metabolik). Keseimbangan dapat dibagi atas 3 yaitu keseimbangan stabil, keadaan dimana pemasukan total suatu bahan ke dalam tubuh sebanding dengan pengeluaran total tubuh, keseimbangan positif, keadaan dimana terjadinya peningkatan suatu bahan melalui pemasukan melebihi pengurangannya melalui pengeluaran, keseimbangan negatif, keadaan dimana terjadi pengurangan suatu bahan melebihi pemasukannya. Homeostasis cairan dan elektrolit sangat esensial untuk fungsi sel dan organ tubuh secara optimal. Air merupakan komponen yang paling besar dari tubuh manusia, pada keadaan sehat jumlahnya 65 - 85 % dari berat badan.Cairan tubuh total ( total body weight) terbagi dalam dua kompartemen yaitu cairan intraseluler (CIS) dan cairan ekstra seluler (CES). Cairan ektraseluler terbagi lagi menjadi dua yaitu cairan intravaskuler dan cairan interstisial. Pada dasarnya fungsi cairan tubuh adalah meregulasi suhu tubuh, sebagai media proteksi, lubrikasi, sebagai reaktan, sebagai pelarut dan juga sebagai transporter. Presentase jumlah cairan tubuh total makin berkurang pada penambahan usia. Jumlah CES makin berkurang tetapi sebaliknya jumlah CIS bertambah. Pada bayi prematur , cairan tubuh total 85 %, CES 55 %, dan CIS 30 %. Pada neonatus, cairan tubuh total 80%, CES 45% dan CIS 35 %. Pada anak usia 1 – 3 tahun, cairan tubuh total 65 %, CES 25% dan CIS 40%. Pada dewasa, cairan tubuh total 65%, CES 25 % dan CIS 40%.
4
Klasifikasi cairan tubuh dapat dilihat pada tabel dibawah ini. kompartemen Cairan tubuh total CIS CES : Plasma Cairan interstisial Limfe Cairqan lintas sel
Volume (L) 42 28 14 2,8 11,2 * *
% cairan tubuh 100 67 33 6,6 26,4 * *
% berat tubuh 60 40 20 4 ( 20 % CES) 16 ( 80% CES) * *
* dapat diabaikan. Cairan tubuh terdiri dari air ( pelarut ) dan zat pelarut yaitu zat elektrolit dan zat nonelektrolit. Zat elektrolit adalah garam inorganik, asam dan basa beserta proton, sedangkan zat nonelektrolit adalah
glukosa, lemak, kreatinin, urea dll. Fungsi
elektrolit pada tubuh adalah sebagai kofaktor enzim, berperan dalam aksi potensial pada neuron dan sel otot, untuk membantu sekresi hormon dan neurotransmitter, berperan dalam kontraksi otot, keseimbangan asam dan basa dan juga berperan dalam osmosis tubuh. Komposisi ion di kompartemen – kompartemen cairan tubuh utama.
4.1.1 Keseimbangan Cairan
5
Asupan cairan dalam tubuh berasal dari cairan makanan sebanyak 60 % dan makanan padat sebanyak 30 %, selain itu cairan juga bisa berasal dari air metabolit atau air dari oksidasi.Sedangkan pengeluaran cairan dari tubuh melalui urin sebanyak 60 % , feses sebanyak 4%, dan insesible losses sebanyak 28 % dan keringat sebanyak 8%. Dari banyak sumber pemasukan dan pengeluaran dari air yang telah dijabarkan diatas, hanya ada dua sumber yang dapat diatur untuk menjaga keseimbangan air. Pada sisi pemasukan rasa haus mempengaruhi jumlah cairan yang masuk dan pada sisi pengeluaran, ginjal dapat mengubah – ubah jumlah urin yang dibentuk. Kontrol pengaturan air dalam urin adalah mekanisme terpenting dalam kontrol keseimbangan air. Kontrol pemasukan air oleh rasa haus, rasa haus adalah suatu perasaan subjektif yang mendorong seseorang mengkonsumsi air. Pusat rasa haus terletak di hipotalamus dekat dengan sel penghasil vasopresin. Rasa haus meningkatkan pemasukan air, sementara vasopressin, dengan mengurangi produksi urin dan menurunkan pengeluaran air. Kontrol pengeluaran air di urin oleh vasopressin, fluktuasi osmolaritas CES yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran air dengan cepat dikompensasi melalui penyesuaian ekskresi air melalui urin tanpa mengubah eksresi garam; yaitu reabsorpsi dan ekresi air secara parsial dipisahkan dari reabsorpsi dan ekskresi zat terlarut, sehingga jumlah air bebas yang ditahan atau dikeluarkan dapat diubah – ubah untuk dengan cepat memulihkan osmolaritas CES ke tingkat normal.Penyesuaian dalam reabsorpsi dan ekskresi air ini dilaksanakan melalui perubahan sekresi vasopressin. Kontrol peningkatan sekresi vasopressin dan haus selama defisit air.
6
4.1.2 Keseimbangan Elektrolit Elektrolit terdiri dari garam, asam dan basa, tetapi kesimbangan elektrolit biasanya hanya merujuk kepada keseimbangan garam. Natrium dan anion – anion pendampingnya menentukan lebih dari 90% aktivitas osmotik CES. Karena aktifitas osmotik dapat dipersamakan dengan “ daya menahan air “, beban Na+ ( kuantitas total NaCl, bukan konsentrasinya) total di CES menentukan jumlah total air yang dapat ditahan secara osmosis. Dengan demikian, massa total garam Na+ di CES menentukan volume CES, dan dengan demikian, pengaturan volume CES terutama bergantung pada pengaturan keseimbangan garam. Untuk mempertahankan keseimbangan garam di tingkat tertentu, pemasukan garam harus seimbang dengan pengeluarannya. Satu – satunya jalan bagi pemasukan garam adlah ingesti yang biasanya jauh melebihi kebutuhan tubuh untuk mengganti pengeluaran garam yang harus terjadi, sedangkan untuk pengeluaran terdapat 3 jalur
7
yaitu pengeluaran obligatorik melalui keringat dan tinja serta eksresi terkontrol garam melalui urin. Dengan mengatur tingkat ekskresi garam melalui urin ,yaitu dengan mengatur kecepatan ekskresi Na+ dengan diikuti Cl -, secara normal ginjal mempertahankan massan Na + total dalam CES konstan. Natrium difiltrasi secara bebas di glomerulus dan direabsorpsi secara aktif, tetapi ion ini tidak diekskresikan oleh tubulus sehingga jumlah Na+ yang diekskresikan di urin mencerminkan jumlah Na + yang difiltrasi tetapi tidak direabsorpsi. Na + direabsorpsi di seluruh tubulus dengan tingkat berbeda – beda. Dari semua Na+ yang difiltrasi dalam keadaan normal 99,5 % direabsorpsi dengan rata – rata 67 % direabsorpsi di tubulus proksimal, 25 % di lengkung hele dan 8% di tubulus distal dan tubulus pengumpul. Peran penting reabsorpsi Na+ pada tubulus proksimal adalah reabsorpsi glukosa, asam amino, air, Cl -, dan urea, pada lengkung henle adalah bersama dengan reabsorpsi Cl -, berperan penting dalam kemampuan ginjal menghasilkan urin dengan konsentrasi dan volume yang berbeda, dan pada bagian tubulus distal, bersifat variabel dan berada dibawah kontrol hormon, penting dalam mengatur volume CES, sebagian berkaitan dengan sekresi K + dan H +. Langkah aktif reabsorpsi Na+ melibatkan pembawa Na+ - K+ ATPase bergantung energi yang terletak di membran basolateral sel tubulus. Pompa tersebut memindahkan Na+ melawan gradien konsentrasinya. Keseimbangan natrium dan air dipengaruhi oleh adanya aldosteron yang akan meningkatkan sekresi K + tubulus dan meningkatkan reabsorpsi Na+ oleh tubulus ginjal ( akan secara otomatis menarik air). Selain itu, sistem baroreseptor juga berpengaruh terhadap keseimbangan Na + dan air yaitu dengan adanya penurunan regangan di arteriol aferen dan penurunan volume filtrat/ osmolaritas di tubulus distal akan menrangsang sel JG mengeluarkan renin dan renin akan merangsang pengeluaran aldosteron dari korteks adrenal dan angotensin II yang diaktifkan oleh renin juga akan merangsang hipofisis posterior untuk mengeluarkan ADH. Sedangkan untuk keadaan dimana volume plasma meningkat dan kandungan dari natrium meningkat maka atrium jantung akan mengeluarkan ANP (Atrial Natridiuretik 8
Peptide) yang bekerja dengan menghambat aparatus JG , hipotalamus posterior dan adrenal korteks sehingga kadar aldosteron dan ADH menurun. Hormon esterogen dan glukokortikoid juga berperan dalam meningkatkan absorpsi Na+ sedangkan progesteron akan menurunkan reabsorpsi Na+. Reabsorpsi aktif Na + akan menyebabkan reabsorpsi pasif Cl -, H20 dan urea. Reabsorpsi klorida, ion Cl - , yang bermuatan negatif direabsorpsi secara pasif mengikuti penurunan gradien listrik yang diciptakan oleh reabsorpsi aktif Na+ yang bermuatan positif. Reabsorpsi urea, reabsorpsi air menimbulkan gradien konsentrasi untuk urea yang mendorong reabsorpsi pasif zat sisa bernitrogen ini. Konsentrasi urea sewaktu difiltrasi di glomerulus adalah sama setara dengan konsentrasinya di dalam plasma yang memasuki kapiler peritubulus. Regulasi keseimbangan kalium, kalium secara aktif direabsopsi di tubulus proksimal dan secara aktif disekresi di tubulus distal dan pengumpul. K+ yang difiltrasi hampir seluruhnya direabsorpsi, sehingga sebagian besar K+ yang diekskresikan lewat urin berasal dari sekresi K+ yang dikontrol. Sekresi K + tubulus distal dan pengumpul digabungkan dengan reabsorpsi Na+ melalui pompa Na + - K+ ATPase basolateral yang bergantung energi. Faktor yang mengubah kecepatan sekresi K + adalah aldosteron dan status asam basa tubuh. Regulasi keseimbangan kalsium dan fosfat, keseimbangan kalsium dipengaruhi oleh PTH dan kalsitonin. PTH akan meningkatkan kadar kalsium dengan melalui aktifasi osteoklas untuk memecah matriks tulang, meningkatkan absorpsi kalsium di usus halus, dan meningkatkan reabsorpsi kalsium di ginjal dan menurunkan reabsorpsi fosfat. Fosfat yang difiltrasi akan direabsorpsi secara aktif di tubulus proksimal. Reabsorpsi fosfat diatur dan transport maximum dan kelebihan dieksresikan melalui urin. 4.1.3 Keseimbangan Asam – Basa oleh Ginjal Ginjal merupakan pertahanan ketiga dalam menyangga asam basa setelah sistem penyanggasegera dan sistem penyangga pernafasan. Namun ginjal merupakan sistem yang paling kuat karena ginjal tidak hanya menekan dan meregulasi H+ dan HCO3- namun juga dapat mengeliminasinya. 9
Ginjal mengontrol cairan tubuh dengan menyesuaikan 3 faktor yang saling berkaitan yaitu ekskresi H+, ekskresi HCO3 -, dan sekresi amonia. Ekskresi H+, ion H+ selalu dibentuk sedangkan penyangganya terbatas. Paru hanya mampu mengeluarkan asam karbonat melalui eliminasi CO2. Tugas untuk mengeliminasi H + yang beral dari asam sulfat, fosfat, laktat, dan asam lain terletak di ginjal. Hampir semua H+ yang di ekskresikan berasal dari sekresi yang berkaitan dengan f [H +]α GFR dimana jika f [H +] menurun maka filtrasi H+ akan menurun. Sekresi H + terjadi di tubulus proksimal, distal dan pengumpul. Sebelum membahas lebih jauh , ada baiknya kita mengetahui pH urin yang normal yaitu ± 6. Besarnya sekresi dari H+ bergantung pada efek langsung status asam basa plasma pada sel tubulus ginjal. Proses sekresi H+ CO2 + H20 Intratubulus
H2CO3 Ca2+
H+ + HCO3 -
terdisosiasi
H+ akan dibawa oleh pompa NaK+ATPase ke lumen tubulus dengan Na+ ke peritubular. Kontrol kecepatan sekresi H+ tubulus, dengan adanya peningkatan kadar [H +] di plasma atau peningkatan CO2 plasma akan meningkatkan sekresi H+ dan meningkatkan konsentrasi HCO3-. Adanya peningkatkan sekresi H+ akan meningkatkan eksresi H+ dan kadar H+ plasma akan turun untuk menghilangkan kadar H+ plasma yang naik sedangkan adanya peningkatkan konsentrasi HCO3- akan menurunkan ekskresi HCO3- dan meningkatkan kadar HCO3- plasma dan akan menyangga keadaan H+ plasma yang meningkat diawal. Eksresi bikarbonat, ginjal mengatur kadar bikarbonat melalui reabsorpsi HCO3- yang difiltrasi kembali ke plasma dan peningkatan HCO3- baru ke plasma.
10
Sekresi amonia, H+ disekresikan dalam bentuk bebas samapai cairan tubulus 800 x lebih asam daripada plasma. Agar sekresi H+ dapat berlangsung , sebagian besar H + yang disekresikan harus disangga di cairan tubulus. HCO3 – tidak dapat menyangga H+ urin oleh karena itu penyangga yang ada adalah fosfat dan amonia.
4.2 Patofisiologi Urin Sedikit 4.2.1 Prerenal Penyebab urin sedikit prerenal adalah pertama,deplesi volume cairan ekstrasel absolut yaitu akibat perdarahan ( operasi besar, trauma, pascapartum), kehilangan cairan dari gastrointestinal yang berat ( muntah, diare), dan luka bakar, 11
kedua, penurunan volume sirkulasi arteri yang efektif yaitu penurunan curah jatung ( infark miokardium, gagal jantung, emboli paru), vasodilatasi perifer, dan hipoalbuminemia( sindrom nefrotik,sirosis), ketiga, perubahan hemodinamik ginjal primer yaitu penghambat sisntesa prostaglandin( aspirin dan obat NSAID lain), vasodilatasi arteriol aferen ( ACE inhibitor)dan obat vasokonstriktor ( obat alfa adrenergik) dan sindrom hepatorenal, keempat yaitu obstruksi vaskular ginjal bilateral akibat stenosis arteri ginjal, emboli, trombosis dan trombosis vena renalis bilateral. Akibat dari penyebab urin sedikit dari pre renal tersebut akan menyebabkan terjadinya hipoperfusi dari ginjal sehingga GFR akan turun. GFR yang turun akan mengaktifkan sel JG dan merangsang pelepasan ADH dari hipofisis posterior. Sel JG yang teraktivasi akan mengeluarkan renin dan renin akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I dan dengan bantuan ACE akan mengubah angiotensi I menjadi angiotensin II lalu angiotensin II akan merangsang aldosteron. Kedua sistem ini akan meningkatkan reabsorpsi Na + dan air di tubulus sehingga urin menjadi sedikit. 4.2.2 Intrarenal Penyebab urin sedikit pada intrarenal adalah glomerulonefritis akut, pyelonefritis akut, ATN ( Acute Tubular Necrosis), gagal ginjal kronik, obat – obatan, penyakit ginjal kongenital, dan toksemia pada kehamilan. Adanya kerusakan pada renal akan mennyebabkan terjadinya iskemia, iskemia akan menyebabkan disfungsi endotel yang akan mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi akibat adanya sistem RAA , endotelin yang meningkat, penurunan NO dan PGI2, hal ini akan menyebabkan penurunan GFR akhirnya terjadi oligouria. Selain itu , iskemia juga akan menyebabkan cedera tubulus yang reversibel dan irreversibel. Pada cedera tubulus reversibel akan menyebabkan hilangnya brush border di tubulus proksimal yang akan menyebabkan hilangnya polaritas dan selanjutnya akan menyebabkan redistribusi protein membran dari basoteral ke lumen tubulus lalu meningkatkan penyaluran Na+ di distal yang akan merangsang feedback tubuloglomerulus dimana ini akan menyebabkan peningkatan endotelin ( oleh makula densa). Cedera tubulus reversibel juga akan menyebabkan terlepasnya debris dan
12
menyebabkan obstruksi dan meningkatkan tekanan intratubulus yang akhirnya menyebabkan oligouria. Cedera sel tubulus irreversibel akan menyebabkan nekrosis dan apoptosis yang akan menyebabkan back- leakage cairan dari tubulus ke interstisial lalu menyebabkan tekanan interstisial sehingga aliran tubulus menurun dan tubulus kolaps dan akhirnya terjadi oligouria. 4.2.3 Postrenal Penyebab postrenal adalah BPH ( Benign Prostatic Hiperplasia), neoplasma ginjal, batu ginjal, fibrosis retroperitoneal dan
striktur uretra. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya back up of urin akibat adanya obstruksi total dimana akan dikompensasi oleh tubulus renal dan dengan adanya prostaglandin E2. terdapat 3 fase kompensasi yaitu fase awal dimana terjadi aliran darah ginjal meningkat dan tekanan pelvis ginjal juga meningkat lalu dengan dikeluarkannya tromboxan A2 akan masuk ke dalam ase kedua dimana terjadi setelah 1,5 – 2 jam dan terjadi penurunan aliran darah ginjal di bawah normal dan tekanan pelvis ginjal tetap tinggilalu masuk ke fase ketiga yaitu fase kronik terjadi aliran darah ginjal makin turun dan menyebabkan penurunan GFR lalu terjadi disfungsi tubulus dan akhirnya akan terjadi oligouria. 4.3 Nefrolitiasis Nefrolitiasis adalah keadaan yang ditandai dengan adanya batu ginjal ( renal kalkuli). Nefrolitiasis merupakan penumpukan garam mineral berupa kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat dan lain lain. Batu ginjal merupakan penyebab terbanyak kelainan di saluran kemih. Di negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, Australia, batu saluran kemih banyak dijumpai di saluran kemih bagian atas, sedang di negara berkembang seperti India, Thailanddan Indonesia lebih banyak dijumpai batu kandung kemih. Pada tahun 1983 di RS DR.Sardjito dilaporkan 64 pasien dirawat dengan batu sal. Kemih, batu ginjal 75 % dan batu kandung kemih 25 %. Kejadian batu sal. Kemih terdapat sebesar 57 / 10000 pasien rawat inap. Pada tahun 1986 dilaporkan prevalensi batu saluran kemih sebesar 80 / 10000 pasien rawat inap. Batu ginjal ditemukan 79 dari 89 pasien batu sal.kemih tersebut. 13
Penyebab nefrolitiasis adalah batu kalsium, batu asam urat, batu struvit, batu sistin, xantin, triamteren, silikat. Batu kalsium, paling banyak dijumpai dan terjadi pada sekitar 80% batu ginjal. Kandungan batu jenis ini tdd kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran keduanya. Faktor terjadinya batu kalsium adalah hiperkalsiuria yaitu pertama, kadar kalsium dalam urin > 250 – 300 mg/ 24 jam.Hiperkalsiuria dapat dibagi 3 yaitu absortif, renal,resorptif.kedua, hiperoksaluri yaitu ekskresi oksalat urin > 45 mg/hari. Pada pasien yang banyak mengkonsumsi makanan kaya oksalat seperti teh, kopi, kokoa, jeruk, bayam dll.ketiga, hiperurikosuria yaitu kadar asam urat dlm urin > 850 mg/ 24 jam.asam urat yang berlebihan dalam urin bertindak sebagai inti batu untuk terbentuknya batu kalsium oksalat. Sumber asam urat adlh makanan yang kaya akan purin maupun berasal dari metabolisme endogen. Keempat, hipositraturia, sitrat merupakan penghambat pembentukan batu kalsium.Terjadi pada penyakit asidosis tubulus ginjal, pemakaian diuretik golongan tiazid dalam jangka waktu lama.Kelima, hipomagnesimia karena magnesium merupakan penghambat pembentukan batu ginjal.penyebab tersering inflamasi usus yang disertai gangguan malabsorpsi. Batu sistin disebabkan karena congenital disorders berupa kelainan reabsorpsi sistin pada tubulus proksimal.Batu xantin karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xantin oksidase yang mengkatalisis perubahan hipoxantin menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat.Batu silikat karena pemakaian antasida yang mengandung silikat ( Mg silikat atau aluminometilsalisilat) yang berlebihan dan dalam jangka waktu yang lama.Batu asam urat yang disebabkan oleh urin yang terlalu asam ( pH urin < 6),volume urin yang sedikit ( < 2 liter / hari), dan hiperurikosuria. Batu asam urat banyak terjadi pada pasien gout. Batu struvit (triple phosphat) stone disebut batu infeksi karena disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi adalah kuman golongan urea splitter ( pemecah urea) seperti proteus sp. Memudahkan garam garam magnesium, amonium fosfat dan karbonat menjadi batu magnesium amonium fosfat ( MAP) dan karbonat apatit.
14
Proses pembentukan batu secara umum
15
Nefrolitiasis
akan menyebabkan obstruksi ureter yang mana akan
menyebabkan iritasi lokal dinding ureter dan iritasi ini akan menyebabkan hematuria dan mengeluarkan mediator inflamasi (prostaglandin) yang akan meningkatkan set point di hipotalamus sehingga terjadi demam, selain itu juga akan menyebabkan vasodilatasi renal lalu meningkatkan aliran darah ginjal yang akan menyebabkan ADH turun. Obstruksi ureter juga akan menyebabkan volume urin yang sedikit yang akan menurunkan ADH. Penurunan ADH akan menyebabkan tekanan pelvis renalis naik dan terjadi dilatasi pelvis renalis dan akhirnya menyebabkan odem perirenal dan periureter lalu dapat terjadi nekrosis. Hormon ADH yang turun juga akan menyebabkan diuresis yang akan meningkatkan peritaltik dan hal ini akan menyebabkan nyeri. Simptom dari nefrolitiasis yaitu adanya nyeri kolik, demam, mual dan muntah, disuria, oligouria, dan infeksi. Diagnosis nefrolitiasis, cara penetapan diagnosis batu yaitu dengan menanyakan riwayat penyakit batu, usia, jenis kelamin, pekerjaan, hubungan dengan infeksi, riwayat keluarga. Gambaran batu saluran kemih dapat dilihat dengan menggunakan USG untuk menunjukkan ukuran, bentuk, dan posisi batu. USG berguna untuk batu radiolusen dan batu radioopak yang berukuran kecil. Pemeriksaan radiografi ( Plain abdomen) untuk menunjukkan ukuran bentuk dan posisi dan membedakan batu kalsifikasi.Batu densitas tinggi adalah kalsium oksalat dan kalsium fosfat, sedangkan densitas rendah
adalah struvit, sistin, campuran keduanya.
Investigasi biokimia yang kita lakukan adalah pemeriksaan laboratorium rutin, sampel air kemih, pemeriksaan pH, berat jenis urin dan sedimen urinuntuk menentukan hematuria, proteinuria, dan leukosituria. Komplikasi nefrolitiasis adalah abses, infeksi pada ginjal, urinary fistula, scar dan stenosis ureter, perforasi ureter, ekstravasasi, urosepsis, dan renal loss akibat obstruksi. Prognosis, kekambuhan kanalikuli 50% dalam 5 tahun dan ≥ 70 % dalam 10 tahun. Pnelitian prospektif (1999) : kekambuhan dapat turun menjadi 25 – 30 % pada periode > 7,5 tahun. Resiko tinggi rekuen adalah batu multipel, riwayat batu sebelumnya, riwayat batu keluarga, riwayat batu pada usia muda dan ada residu batu setelah terapi.
16
4.4 Tatalaksana dan Pencegahan 4.4.1 Tatalaksana famakologi Obat – obat yang kita gunakan adalah diuretik dan obat vasoaktif. Diuretik yang kita gunakan adalah furosemid dan manitol. Furosemid dengan dosis 2,2 mg/Kg IV menimbulkan efek dalam waktu 30 menit apabila tidak maka lanjutkan setiap jam apabila sudah berulang 2 kali maka kita wajib menggati jenis obat. Manitol dengan dosis 0,5 – 1 g/Kg IV selama 10 – 15 menit dan produksi urin dalam waktu 15 – 30 menit. Pemakaian manitol jangan diulang. Ketika manitol tidak tersedia maka kita dapat menggunakanlarutan dektrosa 10 – 20 % dengan dosis 2 – 10 ml/Kg selama 5 – 10 menit diikuti 1 – 5 ml/Kg setiap 2 – 4 jam. Apabila terjadi kegagalan dalam menggunakan diuretik maka pastikan pasien dihidrasi, mencoba kedua diuretik, lalu menentukan waktu yang tepat untuk melanjutkan pengobatan selanjutnya yaitu obat vasoaktif. Obat vasoaktif yang digunakan adalah dopamin dan dobutamin.Dopamin dengan dosis 0,5 – 5 ug/Kg/menit. Guideline untuk pemakaian dopamin adalah gunakan pada pasien yang overhidrasi, gagal dengan diuretik, jangan gunakan untuk pasien hipovolemi, hentikan pemakaian apabla tidak ada peningkatan produksi urin dalam 4 – 5 jam, dan jangan gunakan lebih lama dari 24 jam. 4.4.2 Tatalaksana nonfamakologi Manajemen cairan dengan tujuan yaitu memulihkan dan mempertahankan volume intravaskular normal. GGA oligourik bisa tampil dengan hipovolemia, euvolemia atau kelebihan volume jadi taksiran status cairan adalah prasyarat untuk memulai terapi. Pemberian kalium dikontraindikasikan sebelum aliran urin cukup. Terapi harus
meningkatkan
jumlah
urin
dalam
4
–
6
jam.
Jika
oligouria
menetap(dikonfirmasi dengan kateter kandung kemih) pemantauan venasentral mungkin diperlukan untuk memandu manajemen selanjutnya. Oligouria dengan kelebihan volume membutuhkan pembatasan cairan dan furosemid intravena. Catatan asupan dan keluaran, berat badan harian, pemeriksaan fisik dan natrium serum menuntun terapi yang sedang berjalan. Bila sesuai, terapi cairan 17
diberikan, berat badan harus turun sebesar 0,5 – 1 % per hari akibat kekurangan kalori, dan konsentrasi Natrium harus stabil. Penurunan berat badan yang lebih cepat menunjukkan penggantian cairan yang tidak adekuat.Bila berat badan tidak turun, sementara natrium serum turun ini memberikan kesan kelebihan air bebas. 4.4.3 Prevensi Pada situasi klinik dimana diantisipasi hipoperfusi atau keracunan ginjal, terapi dengan manitol, diuretik dan dopamin dosis rendah telah digunakan untuk mencegah atau memulihkan cedera ginjal.Pemberian cairan agresif telah berhasil digunakan untuk mencegah GGA setelah pembedahan jantung, transplantasi ginjal kadaver, hemoglonbinuria, mioglobinuria, hiperurikosuria, infus zat radiokontras dan dengan terapi ampoterisin B atau cisplastin.Percobaan dengan manitol atau furosemid intravena harus diusahakan pada pasien oligouria yang berlangsung kurang dari 48 jam dan belum memberi respon terhadap hidrasi yang adekuat
18
BAB V ULASAN
Ada beberapa hal masih belum jelas dalam hal, dalam more info ditemukan adanya epitel pada hasil urinalisis, apakah ditemukannya epitel pada kasus ini memiliki makna? Setelah mendapat penjelasan dari pakar, maka diketahui bahwa ditemukannya epitel masih dalam batas normal karena pada pria kita katakan adanya patologis apabila epitel > 10 dan pada wanita > 15.
Kenapa pada kasus ini kita katakan adanya dehidrasi ringan? Kita katakan dehidrasi ringan berdasarkan historynya dan dehidrasi ringan dapat dikatakan apabila hilangnya cairan sekitar 3 – 5 % atau dilihat dari berat jenis plasma yang 1, 032 – 1, 040. Apakah seseorang dengan intake air yang banyak tetapi berkeringat banyak dapat terjadi oligouria? Belum ada bukti yang menyatakan hal ini, tetapi hanya dapat dijelaskan bahwa
banyaknya output seperti dari berkeringat dapat menyebabkan
terjadinya pemekatan urin. Apa beda oligouria fisiologis dengan patologis? Tidak ada terminologi yang membagi oligouria menjadi fisiologis dan patologis. Acute kidney Injury dan Acute Kidney failure , apakah perbedaannya? Pada dasarnya ini adalah penyakit yang sama hanya terminologi yang sudah berubah dari Acute Kidney failure menjadi Acute kidney Injury. Apa bedanya GGA tipe prerenal dengan ATN? Yang mana lebih dahulu? Berbeda tetapi gejala pra renal dapat menyebabkan terjadinya ATN.
19
BAB VI KESIMPULAN
DH mengalami buang air kecil sedikit karena kurang minum.
20
DAFTAR PUSTAKA
Dorland,W.A.Newman.Cardia.Lia
Astika
Sari,A.Md
dan
Sonta
F.Manalu,A.Md.Kamus Kedokteran Dorland edisi 29.Jakarta:EGC.1531. Graber, Mark A.Oligouria. Terapi Cairan, Elektrolit dan Metabolik edisi kedua.Jakarta : Farmedia.2002;83 – 89. Madjid,A., Harryanto Reksodiputro, Muin Rachman,dkk. Batu Saluran kemih.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 edisi IV.Aru W.Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti Setiati.Jakarta: FK UI.2006; 563 – 567. Price, Sylvia dan Lorraine M. Wilson.Keseimbangan Cairan dan Elektrolit, serta Penilaiannya. Patofisiologi volume 1.Jakarta : EKG.2005.308-324. Purnomo, Basuki B. Batu Saluran Kemih.Dasar – Dasar Urologi edisi 2.Jakarta : Sagung Seto. 2003;57-68. Sherwood, laura.Fisiologi jantung.Beatricia I.Santoso.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.2001;484-487, 507-533. Siebernagl,
Stefan
dan
Florian
Lang.Urolithiasis.
Color
Atlas
of
Pathophysiology.New York : Thieme.2000.120-121.
Singadipoera,Boed S, Dahler Bharun, Dany Hilmanto,dkk.Keseimbangan cairan, Elektrolit dan Asam- Basa , batu saluran kemih.Husein alatas, Taralan tambunan, Partini P. Trihono, dan Sudung O. Pardede.Buku Ajar Nefrologi Anak edisi 2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.2002;29-30, 212-229.
21