BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Penyakit diare hingga kini masih merupakan salah satu penyakit utama pada bayi dan anak di indonesia. Diperkirakan angka kesakitan berkisar diantara 150-430 / seribu penduduk setahunnya. Dengan upaya yang sekarang telah dilaksanakan, angka kesakitan di RS dapat ditekan menjadi < dari 3 %. Penggunaan istilah diare sebenarnya lebih tepat dari pada gasteroentritis, karena istilah yang disebut terakhir ini memberikan kesan seolah-olah penyakit ini hanya disebabkan oleh infeksi dan walaupun disebabkan oleh infeksi, lambung jarang mengalami peradangan. Hippocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair. Dibagian IKA FKUI / RSCM diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal / bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi BAB sudah lebih dari 4 kali. Sedangkan untuk bayi berumur > 1 bulan dan anak, bila frekuensi sudah > 3 kali. B. RUMUSAN MASALAH 1. Apakah definisi dari gastroenteritis? 2. Bagaimana anatomi fisiologi sistem pencernaan? 3. Bagaimana epidemiologi gastroenteritis? 4. Bagaimana etiologi gastroenteritis? 5. Bagaimana gambaran pathway gastroenteritis? 6.
Bagaimana patofisiologi gastroenteritis?
7. Apa saja tanda dan gejala gastroenteritis? 8. Apa saja manifestasi klinik gastroenteritis? 9. Apa saja komplikasi gastroenteritis? 10. Apa saja pemeriksaan penunjang gastroenteritis? 11. Bagaimana penatalaksanaan pada gastroenteritis? 12. Bagaimana pencegahan pada gastroenteritis? 13. Bagaimana konsep askep pada gastroenteritis? 14. Bagaimana contoh kasus pada gastroenteritis? 1
C. TUJUAN 1. Untuk mengetahui definisi dari gastroenteritis 2. Untuk mengetahui anatomi fisiologi sistem pencernaan 3. Untuk mengetaui epidemiologi gastroenteritis 4. Untuk mengetahui etiologi gastroenteritis 5. Untuk mngetahui gambaran pathway gastroenteritis 6. Untuk mengetahui patofisiologi gastroenteritis 7. Untuk mengetahui tanda dan gejala gastroenteritis 8. Untuk mengetahui manifestasi klinik gastroenteritis 9. Untuk mengetahui komplikasi gastroenteritis 10. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang gastroenteritis 11. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada gastroenteritis 12. Untuk mengetahui pencegahan pada gastroenteritis 13. Untuk mengetahui konsep askep pada gastroenteritis 14. Untuk mengetahui contoh kasus pada gastroenteritis D. MANFAAT Mengingatkan kesadaran terhadap perlunya pengetahuan mengenai tanda-tanda bahaya dan usaha penanggulangan sehingga diharapkan gangguan / komplikasi dapat di cegah secara dini.
2
BAB II KONEP DASAR GASTROENTERITIS
A. PENGERTIAN Gastroenteritis adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair (Suriadi dan Yuliani, 2001 : 83). Gastroenteritis adalah inflamasi membrane mukosa lambung dan usus halus yang di tandai dengan muntah-muntah dan diare yang berakibat kehilangan cairan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gejala keseimbangan elektrolit ( cecyly, Betz.2002). Gastroenteritis adalah penyakit akut dan menular menyerang pada lambung dan usus yang di tandai berak-berak encer 5 kali atau lebih. Gastroenteritis adalah buang air besar encer lebih dari 3 kali perhari dapat atau tanpa lender dan darah ( Murwani. 2009). Penyebab utama gastroenteritis adalah adanya
bakteri, virus, parasit (
jamur, cacing, protozoa). Gastroenteritis akan di tandai dengan muntah dan diare yang dapat menghilangkan cairan dan elektrolit terutama natrium dan kalium yang akhirnya menimbulkan asidosis metabolic dapat juga terjadi cairan atau dehidrasi ( Setiati, 2009). Gastroenteritis adalah buang air besar dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair dengan kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam (Simadibrata: 2006). Gastroenteritis adalah buang air besar dengan fases berbentuk cair atau setengah cair, dengan demikian kandunngan air pada feses lebih banyak dari biasanya (Priyanta: 2009). Jadi dapat disimpulkan gastroenteritis adalah buang air besar dengan frekuensi tidak normal dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair, dengan kandungan air pada feses lebih banyak dari biasanya yaitu lebih dari 200 gram 3
atau 200 ml/24 jam. B. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN
Gambar 2.1
1. Anatomi 4
Menurut Syaifuddin, ( 2003 ), susunan pencernaan terdiri dari : a. Mulut Terdiri dari 2 bagian : 1) Bagian luar yang sempit / vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir, dan pipi. a) Bibir Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam di tutupi oleh selaput lendir (mukosa). Otot orbikularis oris menutupi bibir. Levator anguli oris mengakat dan depresor anguli oris menekan ujung mulut. b) Pipi Di lapisi dari dalam oleh mukosa yang mengandung papila, otot yang terdapat pada pipi adalah otot buksinator. c) Gigi 2) Bagian rongga mulut atau bagian dalam yaitu rongga mulut yang di batasi sisinya oleh tulang maksilaris palatum dan mandibularis di sebelah belakang bersambung dengan faring. a) Palatum Terdiri atas 2 bagian yaitu palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah tulang maksilaris dan lebih kebelakang yang terdiri dari 2 palatum. Palatum mole (palatum lunak) terletak dibelakang yang merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak, terdiri atas jaringan fibrosa dan selaput lendir. b) Lidah Terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir, kerja otot lidah ini dapat digerakkan ke segala arah. Lidah dibagi atas 3 bagian yaitu : Radiks Lingua = pangkal lidah, Dorsum Lingua = punggung lidah dan Apek Lingua + ujung lidah. Pada pangkal lidah yang kebelakang terdapat epligotis. Punggung lidah (dorsum lingua) terdapat puting- puting pengecapatau ujung saraf pengecap. Fenukun Lingua merupakan selaput lendir yang terdapat pada bagian bawah kira-kira ditengah-tengah, jika tidak digerakkan ke atas nampak 5
selaput lendir. c) Kelenjar Ludah Merupakan kelenjar yang mempunyai ductus bernama ductus wartoni dan duktus stansoni. Kelenjar ludah ada 2 yaitu kelenjar ludah bawah rahang (kelenjar submaksilaris) yang terdapat di bawah tulang rahang atas bagian tengah, kelenjar ludah bawah lidah (kelenjar sublingualis) yang terdapat di sebelah depan di bawah lidah. Di bawah kelenjar ludah bawah rahang dan kelenjar ludah bawah lidah di sebut koronkula sublingualis serta hasil sekresinya berupa kelenjar ludah (saliva). Di sekitar rongga mulut terdapat 3 buah kelenjar ludah yaitu kelenjar parotis yang letaknya dibawah depan dari telinga di antara prosesus mastoid kiri dan kanan os mandibular, duktusnya duktus stensoni, duktus ini keluar dari glandula parotis menuju ke rongga mulut melalui pipi (muskulus buksinator). Kelenjar submaksilaris terletak di bawah rongga mulut bagian belakang, duktusnya duktus watoni bermuara di rongga mulut bermuara di dasar rongga mulut. Kelenjar ludah di dasari oleh saraf-saraf tak sadar. d) Otot Lidah Otot intrinsik lidah berasal dari rahang bawah (m mandibularis, oshitoid dan prosesus steloid) menyebar kedalam lidah membentuk anyaman bergabung dengan otot instrinsik yang terdapat pada lidah. M genioglosus merupakan otot lidah yang terkuat berasal dari permukaan tengah bagian dalam yang menyebar sampai radiks lingua. b. Faring (tekak) Merupakan
organ
yang
menghubungkan
rongga
mulut
dengan
kerongkongan (esofagus), di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit. c. Esofagus 6
Panjang esofagus sekitar 25 cm dan menjalar melalui dada dekat dengan kolumna vertebralis, di belakang trakea dan jantung. Esofagus melengkung ke depan, menembus diafragma dan menghubungkan lambung. Jalan masuk esofagus ke dalam lambung adalah kardia. d. Gaster ( Lambung ) Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama didaerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilorik, terletak dibawah diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fudus uteri. e. Intestinum minor ( usus halus ) Adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada seikum, panjang + 6 meter. Lapisan usus halus terdiri dari : 1) lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( m.sirkuler) 2) otot memanjang ( m. Longitudinal ) dan lapisan serosa ( sebelah luar ). Pergerakan usus halus ada 2, yaitu 1) Kontraksi pencampur (segmentasi) Kontraksi ini dirangsang oleh peregangan usus halus yaitu.desakan kimus 2) Kontraksi Pendorong Kimus didorong melalui usus halus oleh gelombang peristaltik. Aktifitas peristaltik usus halus sebagian disebabkan oleh masuknya kimus ke dalam duodenum, tetapi juga oleh yang dinamakan gastroenterik yang ditimbulkan oleh peregangan lambung terutama 7
di hancurkan melalui pleksus mientertus dari lambung turun sepanjang dinding usus halus.Perbatasan usus halus dan kolon terdapat katup ileosekalis yang berfungsi mencegah aliran feses ke dalam usus halus. Derajat kontraksi sfingter iliosekal terutama diatur oleh refleks yang berasal dari sekum. Refleksi dari sekum ke sfingter iliosekal ini di perantarai oleh pleksus mienterikus. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan- pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula, dan lemak. Iritasi yang sangat kuat pada mukosa usus,seperti terjadi pada beberapa infeksi dapat menimbulkan apa yang dinamakan ”peristaltic rusrf” merupakan peristaltik sangat kuat yang berjalan jauh pada usus halus dalam beberapa menit. intesinum minor terdiri dari : (1) Duodenum ( usus 12 jari ) Panjang + 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiru. Pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dan bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir yang membuktikan di sebut papila vateri. Pada papila veteri ini bermuara saluran empedu ( duktus koledukus ) dan saluran pankreas ( duktus pankreatikus ). (2) Yeyenum dan ileum Mempunyai panjang sekitar + 6 meter. Dua perlima bagian atas adalah yeyenum dengan panjang ± 2-3 meter dan ileum dengan panjang ± 4 – 5 meter. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe dan saraf ke 8
ruang antara 2 lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum dengan seikum dengan perataraan lubang yang bernama orifisium ileoseikalis, orifisium ini di perkuat dengan sfingter ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau valvula baukini. Mukosa usus halus. Permukaan epitel yang sangat luas melalui lipatan mukosa dan mikrovili memudahkan pencernaan dan absorbsi. Lipatan ini dibentuk oleh mukosa dan submukosa yang dapat memperbesar permukaan usus. Pada penampangan melintang vili di lapisi oleh epiel dan kripta yang menghasilkan bermacam-macam hormon jaringan dan enzim yang memegang peranan aktif dalam pencernaan. f. Intestinium Mayor ( Usus besar ) Panjang ± 1,5 meter lebarnya 5 – 6 cm. Lapisan–lapisan usus besar dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, dan jaringan ikat. Lapisan usus besar terdiri dari : 1) Seikum Di bawah seikum terdapat appendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing sehingga di sebut juga umbai cacing, panjang 6 cm. 2) Kolon asendens Panjang 13 cm terletak di bawah abdomen sebelah kanan membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati membengkak ke kiri, lengkungan ini di sebut Fleksura hepatika, di lanjutkan sebagai kolon transversum. 3) Appendiks ( usus buntu ) Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari akhir seikum.
9
4) Kolon transversum Panjang ± 38 cm, membunjur dari kolon asendens sampai ke kolon desendens berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksura linealis. 5) Kolon desendens Panjang ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membunjur dari atas ke bawah dari fleksura linealis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid. 6) Kolon sigmoid Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuk menyerupai huruf S. Ujung bawahnya berhubung dengan rectum. Fungsi kolon : Mengabsorsi air dan elektrolit serta kimus dan menyimpan feses sampai dapat dikeluarkan. Pergerakan kolon ada 2 macam : 1) Pergerakan pencampur (Haustrasi) yaitu kontraksi gabungan otot polos dan longitudinal namun bagian luar usus besar yang tidak terangsang menonjol keluar menjadi seperti kantong. 2) Pergarakan pendorong ”Mass Movement”, yaitu kontraksi usus besar yang mendorong feses ke arah anus. g. Rektum dan Anus Terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os koksigis. Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dengan dunia luar ( udara luar ). Terletak di antara pelvis, dindingnya di perkuat oleh 3 sfingter : 1) Sfingter Ani Internus 10
2) Sfingter Levator Ani 3) Sfingter Ani Eksternus Di sini di mulailah proses devekasi akibat adanya mass movement. Mekanisme : 1) Kontraksi kolon desenden 2) Kontraksi reflek rectum 3) Kontraksi reflek sigmoid 4) Relaksasi sfingter ani C. EPIDEMIOLOGI Gastroenteritis akut merupakan salah satu penyakit yang sangat sering ditemui. Penyakit ini lebih sering mengenai anak-anak. Anak-anak di negara berkembang
lebih
beresiko
baik
dari
segi
morbiditas
maupun
mortalitasnya.Penyakit ini mengenai 3-5 miliar anak setiap tahun dan menyebabkan sekitar 1,5-2,5 juta kematian per tahun atau merupakan 12 % dari seluruh penyebab kematian pada anak-anak pada usia di bawah 5 tahun (Chow et al., 2010). Pada orang dewasa, diperkirakan 179 juta kasus gastroenteritis akut terjadi setiap tahun, dengan angka rawat inap 500.000 dan lebih dari 5000 mengalami kematian (Al-Thani et al., 2013). Secara umum , negara berkembang memiliki angka rawat inap yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju. Ini dimungkinkan berdasarkan fakta bahwa anak-anak di negara maju memiliki status gizi dan layanan kesehatan primer yang lebih baik (chow et al., 2010). Di Indonesia pada tahun 2010 diare dan gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu masih menduduki peringkat pertama penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di Indonesia yaitu sebanyak 96.278 kasus dengan angka kematian (Case Fatality Rate/CFR) sebesar 1,92% (kemenkes RI, 2012). D. ETIOLOGI / FAKTOR PREDISPOSISI. Faktor penyebab gastroenteritis adalah: 11
1. Faktor infeksi a.
Infeksi internal : infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama gastroenteritis pada anak, meliputi infeksi internal sebagai berikut: 1. Infeksi bakteri : Infeksi bakteri menyebabkan 10%-20% kasus gastroenteritis. Bakteri yang paling sering menjadi penyebab gastroenteritis adalah Salmonella species,Campylobacter species, Shigella species and Yersina species (chow et al., 2010). Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan gastroenteritis adalah : Salmonella Infeksi salmonella kebanyakan melalui makanan atau minuman yang tercemar kuman salmonella (Noerasid, Suraatmadja dan Asnil, 1988). Sekitar 40000 kasus salmonella gastroenteritis dilaporkan setiap tahun (Tan et al., 2008). Salmonella mencapai usus melalui proses pencernaan. Asam lambung bersifat letal terhadap organisme ini tapi sejumlah besar bakteri dapat menghadapinya dengan mekanisme pertahanan. Pasien dengan gastrektomi atau sedang mengkonsumsi bahan yang menghambat pengeluaran asam lambung lebih cenderung mengalami infeksi salmonella. Salmonella dapat menembus lapisan epitel sampai ke lamina propria dan mencetuskan respon leukosit. Beberapa spesies seperti Salmonella choleraesuis dan Salmonella typhi dapat
mencapai
sirkulasi
melalui
sistem
limfatik.
Salmonella
menyebabkan diare melalui beberapa mekanisme. Beberapa toksin telah diidentifikasi dan prostaglandin yang menstimulasi sekresi aktif cairan dan elektrolit mungkin dihasilkan (Harper dan Fleisher, 2010). Shigella Ada dua bentuk yaitu bentuk diare (air) dan bentuk disentri (Noerasid dan Asnil, 1988). Shigella tertentu melekat pada tempat perlekatan pada permukaan sel mukosa usus. Organisme ini menembus sel dan berproliferasi. Multiplikasi intraepitel merusak sel dan 12
mengakibatkan ulserasi mukosa usus. Invasi epitelium menyebabkan respon inflamasi. Pada dasar lesi ulserasi, erosi pembuluh darah mungkin menyebabkan perdarahan. Spesies Shigella yang lain menghasilkan exotoksin yang dapat menyebabkan diare (Harper dan Fleisher, 2010). Campylobacter Campylobacter memanfaatkan mobilitas dan kemotaksis untuk menelusuri permukaan epitel saluran cerna, tampak menghasilkan adhesin dan sitotoksin dan memiliki kemampuan untuk bertahan hidup pada makrofag, monosit dan sel epitel tetapi terutama dalam vakuola (Harper dan Fleisher, 2010). E. coli E. coli terdapat sebagai komensal dalam usus manusia mulai dari lahir sampai meninggal. Walaupun umumnya tidak berbahaya , tetapi beberapa jenis dapat menyebabkan gastroenteritis (Noerasid dan Asnil, 1988). Ecoli yang dapat menyebabkan diare dibagi dalam tiga golongan, yaitu:
Enteropathogenic (EPEC) : tipe klasik
Enterotoxigenic (ETEC)
Enteroinvasive (EIEC)
2. Infeksi virus : entero virus ( v.echo, coxsacria, poliomyelitis) Sejak tahun 1940-an, virus sudah dicurigai sebagai penyebab penting dari gastroenteritis. Tetapi peranannya belum jelas sampai Kapikian et al. (1972) mengidentifikasi adanya virus (Norwalk virus) pada feses sebagai penyebab gastroenteritis. Satu tahun kemudian, Bishop
et al.,
mengobservasi keberadaan rotavirus pada mukosa usus anak dengan gastroenteritis, dan pada tahun 1975, astrovirus dan adenovirus diidentifikasi pada feses anak yang mengalami diare akut. Sejak saat itu, 13
jumlah virus yang dihubungkan dengan gastroenteritis akut semakin meningkat (Wilhelmi et al., 2003). Beberapa virus yang sering menyebabkan gastroenteritis adalah : Rotavirus Rotavirus adalah virus yang paling sering menyebabkan diare yang parah pada anak-anak di Amerika Serikat (Tucker et al., 1998). Hampir semua anak pernah terinfeksi virus ini pada usia 3-5 tahun (Parashar dan Glass, 2012). Virus ini tercatat menyebabkan sekitar 1/3 kasus diare yang dirawat inap dan menyebabkan 500.000 kematian di dunia setiap tahun (WGO guideline, 2012). Infeksi pada orang dewasa biasanya bersifat subklinis. Pada tahun 1973, Bishop dan rekannya melihat dengan mikroskop elektron, pada epitel duodenum anak yang mengalami diare, adanya virus berukuran 70 nm yang kemudian dikenal sebagai rotavirus (dalam bahasa Latin , rota = wheel) karena tampilannya (Parashar et al., 1998). Rotavirus adalah anggota suku Reoviridae dengan struktur nonenveloped icosahedral dan ketika diobservasi di bawah mikroskop elektron, mereka memiliki bentuk seperti roda (Wilhelmi et al., 2003). Rotavirus diklasifikasikan kedalam grup, subgrup dan serotipe berdasarkan protein kapsidnya. Virus ini memiliki 7 grup yaitu A-G. Kebanyakan virus yang menyerang manusia adalah grup A , tetapi grup B dan C juga dapat menyeebabkan penyakit pada manusia (Parashar et al., 1998). Rotavirus menginfeksi enterosit yang matur pada ujung vili usus halus dan menyebabkan atrofi epitelium vilus, hal ini dikompensasi dengan repopulasi dari epitelium oleh immature secretor cell, dengan hiperplasia sekunder dari kripta. Sudah dikemukakan bahwa terjadi kerusakan selular yang merupakan akibat sekunder dari iskemi vilus. Mekanisme yang menginduksi terjadinya diare akibat virus ini belum sepenuhnya dimengerti, tetapi ada yang mengatakan bahwa diare muncul dimediasi oleh penyerapan epitelium vilus yang relatif menurun 14
berhubungan dengan kapasitas sekretori dari sel kripta. Terdapat juga hilangnya permeabilitas usus terhadap makromolekul seperti laktosa, akibat penurunan disakaridase pada usus. Sistem saraf enterik juga distimulasi oleh virus ini, menyebabkan induksi sekresi air dan elektrolit. Hal ini menyebabkan terjadinya diare (Wilhelmi et al., 2003). Enterik adenovirus Virus ini menyebabkan 2-12% episode diare pada anak (Parashar dan Glass, 2012). Human adenovirus merupakan anggota keluarga Adenoviridae dan merupakan virus DNA tanpa kapsul, diameter 70 nm, dan bentuk icosahedral simetris. Ada 4 genus yaitu Mastadenovirus, Aviadenovirus, Atadenovirus, dan Siadenovirus. Pada waktu kini terdapat 51 tipe antigen human adenovirus yang telah diketahui. Virus ini diklasifikasikan ke dalam enam grup (A-F) berdasarkan sifat fisik, kimia dan kandungan biologis mereka (WHO, 2004). Serotipe enterik yang paling sering berhubungan dengan gastroenteritis adalah adenovirus 40 dan 41, yang termasuk dalam subgenus F. Lebih jarang lagi, serotipe 31, 12 dan 18 dari subgenus A dan serotipe 1, 2, 5 dan 6 dari subgenus C juga terlibat sebagai penyebab diare akut. Sama dengan gastroenteritis yang disebabkan oleh rotavirus, lesi yang dihasilkan oleh serotipe 40 dan 41 pada enterosit menyebabkan atrofi vili dan hiperplasia kripta sebagai respon kompensasi, dengan akibat malabsorbsi dan kehilangan cairan (Wilhelmi et al., 2003). Astrovirus Virus ini menyebabkan 2-10 % kasus gastroenteritis ringan sampai sedang pada anak anak (Parashar dan Glass, 2012). Astrovirus dilaporkan sebagai virus bulat kecil dengan diameter 28 nm dengan tampilan seperti bintang bila dilhat dengan mikroskop elektron. Genom virus ini terdiri dari single-stranded, positive- sense RNA. Astrovirus diklasifikasikan menjadi beberapa serotipe berdasarkan kereaktifan dari protein kapsid dengan poliklonal sera dan monoklonal antibodi. 15
Patogenesis penyakit yang diinduksi oleh astrovirus belum sepenuhnya dipahami, walaupun telah diduga bahwa replikasi virus terjadi di jaringan usus. Penelitian pada orang dewasa tidak memberikan gambaran mekanisme yang jelas. Penelitian yang dilakukan pada hewan, Didapati adanya atrofi pada vili usus juga infiltrasi pada lamina propria menyebabkan diare osmotik ( Wilhelmi et al., 2003). Human calcivirus Infeksi human calcivirus sangat sering terjadi dan kebanyakan orang dewasa sudah memiliki antibodi terhadap virus ini (Parashar dan Glass, 2012). Virus ini merupakan penyebab tersering gastroenteritis pada orang dewasa dan sering menimbulkan wabah. (Wilhelmi et al., 2003). Human calcivirus adalah anggota keluarga Calciviridae, dan dua bentuk umum sudah digambarkan yaitu Norwalk-like viruses(NLVs) dan Sapporo-like viruses (SLVs) yang sekarang disebut norovirus dan sapovirus. Virionnya disusun oleh single-structure capsid Norovirus merupakan penyebab utama/terbanyak diare pada pasien dewasa dan menyebabkan 21 juta kasus per tahun (Monroe, 2011). Pada penelitian yang pernah dilakukan, infeksi oleh calcivirus yang diobservasi mengakibatkan adanya ekspansi dari vili usus halus proksimal. Sel epitel masih intak dan terdapat pemendekan mikrovili. Mekanisme terjadinya diare masih belum diketahui, Diduga bahwa perlambatan waktu pengosongan lambung yang diobservasi pada gastroenteritis yang disebabkan Norwalk virus mungkin memiliki peranan. Infeksi oleh Norwalk virus menginduksi respon antibodi spesifik IgG, IgA dan IgM, bahkan jika telah terjadi eksposur sebelumnya. Dua minggu setelah infeksi Norwalk virus, terjadi peningkatan sintesis jejunum terhadap IgA, dan kebanyakan pasien resisten terhadap reinfeksi selama 4-6 bulan (Wilhelmi et al,. 2003). Virus lain 16
Terdapat juga beberapa virus lain yang dapat menyebabkan penyakit gaastroenteritis seperti virus torovirus. Virus ini berhubungan dengan terjadinya diare akut dan persisten pada anak, dan mungkin merupakan penyebab diare nosokomial yang penting.Selain itu ada juga virus coronavirus, virus ini dihubungkan dengan diare pada manusia untuk pertama kalinya pada tahun 1975, tapi penelitian-penelitian belum mampu mengungkapkan peranan pastinya. Virus lainnya seperti picobirnavirus. Virus ini diidentifikasi untuk pertama kalinya oleh Pereira et al. pada tahun 1988 (Wilhelmi et al., 2003). 3. Infeksi parasit : Giardia lamblia adalah infeksi protozoa yang paling sering menyebabkan
gastroenteritis.
Protozoa
yang
lain
mencakup
Cryptosporidium dan Entamoeba hystolitica. G. lamblia Giardia adalah protozoa yang memiliki flagel, ditransmisikan melalui jalur fekal-oral melalui makanan atau air yang terkontaminasi feses. Setelah ditelan dalam bentuk kista eksitasi melepaskan organisme di bagian atas usus halus. Giardia kemudian melekat pada permukaan membran brush border enterosit. Bakteri ini menyebabkan lesi sehingga terjadi defisiensi laktosa dan malabsorbsi. Cryptosporidium Organisme ini ditransmisikan melalui berbagai cara yang mencakup fekal- oral, tangan ke mulut, dan orang ke orang melalui makanan, air, atau hewan peliharaan yang terkontaminasi terutama kucing. Entamoeba histolytica Protozoa ini ditransmisikan melalui jalur fekal-oral. Infeksi protozoa ini dimulai dengan tertelannya dalam bentuk kista. Eksitasi terjadi pada kolon kemudian dilepaskan dalam bentuk trofozoid yang 17
selanjutnya menginvasi mukosa mengakibatkan peradangan dan ulserasi mukosa. b. infeksi parenteral : infeksi di luar alat pencernaan, seperti : OMA, tonsilitis, bronkopneumonia, dan lainnya. 2. Faktor makanan a. Malabsorbsi 1) Malabsorbsi karbohidrat 2) Malabsorbsi lemak : terutama Long Chain Triglyceride 3) Malabsorbsi protein : asam amino, B laktoglobulin 4) Malabsorbsi
vitamin
dan
mineral (Noerasid dan Asnil, 1988) b. Keracunan makanan Makanan yang beracun (mengandung toksin bakteri) merupakan salah satu penyebab terjadinya diare. Ketika enterotoksin terdapat pada makanan yang dimakan, masa inkubasi sekitar satu sampai enam jam. Ada dua bakteri yang sering menyebabkan keracunan makanan yang disebabkan adanya toksin yaitu: 1. Staphylococcus Hampir selalu S. Aureus, bakteri ini menghasilkan enterotoksin yang tahan panas. Kebanyakan pasien mengalami mual dan muntah yang berat 2. Bacillus cereus c. Faktor psikologis Rasa takut dan cemas (jarang tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar). (Mansjoer arief, 2000).
18
E.
PATHWAY
19
F.
PATOFISIOLOGI Berdasarkan Hasan (2005), mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah: 1. Gangguan sekresi Akibat gangguan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare tidak karena peningkatan isi rongga usus. 2. Gangguan osmotic Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat di serap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. 3. Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare, sebaliknya jika peristaltic usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
G. TANDA DAN GEJALA 1. Kuman Salmonella Suhu badan naik, konsistensi tinja cair/encer dan berbau tidak enak, kadangkadang mengandung lendir dan darah, stadium prodomal berlangsung selama 2-4 hari dengan gejala sakit kepala, nyeri dan perut kembung. 2. Kuman Escherichia Coli Lemah, berat badan sukar naik, pada bayi mulas yang menetap. 3. Kuman Vibrio Konsistensi encer dan tanpa diketahui mules dalam waktu singkat terjadi, akan berubah menjadi cairan putih keruh tidak berbau busuk amis, yang bila diare akan berubah menjadi campuran-campuran putih, mual dan kejang pada otot kaki. 20
4. Kuman Disentri Sakit perut, muntah, sakit kepala, BAB berlendir dan berwarna kemerahan, suhu badan bervariasi, nadi cepat. 5. Kuman Virus Tidak suka makan, BAB berupa cair, jarang didapat darah, berlangsung selama 23 hari. 6. Gastroenteritis Choleform Gejala utamanya diare dan muntah, diare yang terjadi tanpa mulas dan tidak mual, bentuk feses seperti air cucian beras dan sering mengakibatkan dehidrasi. 7. Gastroenteritis Desentrium Gejala yang timbul adalah toksik diare, kotoran mengandung darah dan lendir yang disebut sindroma desentri, jarang mengakibatkan dehidrasi dan tanda yang sangat jelas timbul 4 hari sekali yaitu febris, perut kembung, anoreksia, mual dan muntah. H.
MANIFESTASI KLINIK Manifestasi klinis penyakit gastroenteritis bervariasi. Berdasarkan salah satu hasil penelitian yang dilakukan pada orang dewasa, mual(93%), muntah(81%) atau diare(89%), dan nyeri abdomen(76%) adalah gejala yang paling sering dilaporkan oleh kebanyakan pasien. Tanda-tanda dehidrasi sedang sampai berat, seperti membran mukosa yang kering, penurunan turgor kulit, atau perubahan status mental, terdapat pada <10 % pada hasil pemeriksaan. Gejala pernafasan, yang mencakup radang tenggorokan, batuk, dan rinorea, dilaporkan sekitar 10% (Bresee et al., 2012). Beberapa gejala klinis yang sering ditemui adalah : 1. Diare Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml dalam 24 jam (Simadibrata K et al., 2009). Pada kasus gastroenteritis diare secara umum terjadi karena adanya peningkatan sekresi air dan elektrolit. 2. Mual dan Muntah 21
Muntah diartikan sebagai adanya pengeluaran paksa dari isi lambung melalui mulut. Pusat muntah mengontrol dan mengintegrasikan terjadinya muntah. Lokasinya terletak pada formasio retikularis lateral medulla oblongata yang berdekatan dengan pusat-pusat lain yang meregulasi pernafasan, vasomotor, dan fungsi otonom lain. Pusat-pusat ini juga memiliki peranan dalam terjadinya muntah. Stimuli emetic dapat ditransmisikan langsung ke pusat muntah ataupun melalui chemoreceptor trigger zone (chow et al., 2010). Muntah dikoordinasi oleh batang otak dan dipengaruhi oleh respon dari usus, faring, dan dinding torakoabdominal. Mekanisme yang mendasari mual itu sendiri belum sepenuhnya diketahui, tetapi diduga terdapat peranan korteks serebri karena mual itu sendiri membutuhkan keadaan persepsi sadar (Hasler, 2012). Mekanisme pasti muntah yang disebabkan oleh gastroenteritis belum sepenuhnya diketahui. Tetapi diperkirakan terjadi karena adanya peningkatan stimulus perifer dari saluran cerna melalui nervus vagus atau melalui serotonin yang menstimulasi reseptor 5HT3 pada usus. Pada gastroenteritis akut iritasi usus dapat merusak mukosa saluran cerna dan mengakibatkan pelepasan serotonin dari sel-sel chromaffin yang
selanjutnya akan
ditransmisikan langsung ke pusat muntah atau melalui chemoreseptor trigger zone. Pusat muntah selanjutnya akan mengirimkan impuls ke otot-otot abdomen, diafragma dan nervus viseral lambung dan esofagus untuk mencetuskan muntah (chow et al, 2010). 3. Nyeri perut Banyak penderita yang mengeluhkan sakit perut. Rasa sakit perut banyak jenisnya. Hal yang perlu ditanyakan adalah apakah nyeri perut yang timbul ada hubungannnya dengan makanan, apakah timbulnya terus menerus, adakah penjalaran ke tempat lain, bagaimana sifat nyerinya dan lain-lain. Lokasi dan kualitas nyeri perut dari berbagai organ akan berbeda, misalnya pada lambung dan duodenum akan timbul nyeri yang berhubungan dengan makanan dan berpusat pada garis tengah epigastrium atau pada usus halus akan timbul nyeri di sekitar umbilikus yang mungkin sapat menjalar ke punggung bagian tengah bila rangsangannya sampai berat. Bila pada usus 22
besar maka nyeri yang timbul disebabkan kelainan pada kolon jarang bertempat di perut bawah. Kelainan pada rektum biasanya akan terasa nyeri sampai daerah sakral (Sujono Hadi, 2002). 4. Demam Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu ( set point ) di hipotalamus (Dinarello dan Porat, 2012). Temperatur tubuh dikontrol oleh hipotalamus. Neuron-neuron baik di preoptik anterior hipotalamus dan posterior hipotalamus menerima dua jenis sinyal, satu dari saraf perifer yang mengirim informasi dari reseptor hangat/dingin di kulit dan yang lain dari temperatur darah. Kedua sinyal ini diintegrasikan
oleh
thermoregulatory
center
di
hipotalamus
yang
mempertahankan temperatur normal. Pada lingkungan dengan subuh netral, metabolic rate manusia menghasilkan panas yang lebih banyak dari kebutuhan kita untuk mempertahankan suhu inti yaitu dalam batas 36,537,5ºC (Dinarello dan Porat, 2012). Pusat pengaturan suhu terletak di bagian anterior hipotalamus. Ketika vascular bed yang mengelilingi hipotalamus terekspos pirogen eksogen tertentu (bakteri) atau pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF), zat metabolik asam arakidonat dilepaskan dari sel-sel endotel jaringan pembuluh darah ini. Zat metabolik ini, seperti prostaglandin E2, melewati blood brain barrier dan menyebar ke daerah termoregulator hipotalamus, mencetuskan serangkaian peristiwa yang meningkatkan set point hipotalamus. Dengan adanya set point yang lebih tinggi, hipotalamus mengirim sinyal simpatis ke pembuluh darah perifer, menyebabkan vasokonstriksi dan menurunkan pembuangan panas dari kulit ( Prewitt, 2005).
23
Tabel 2.1. Gejala Klinis berdasarkan patogen Patogen Nyeri Perut Shigella ++ Salmonella ++ Campylobacter ++ Yersinia ++ Norovirus ++ Vibrio +/Cyclospora +/Cryptosporidium +/Giardia ++ ++ Shiga toksin E. coli
Gejala Klinis Demam ++ ++ ++ ++ +/+/+/+/0
Mual,muntah ++ + + + + +/+ + + +
Keterangan : ++,biasanya terjadi; +, dapat terjadi; +/-, bervariasi; -, tidak terjadi; 0, atipikal/ sering tidak terjadi. I. KOMPLIKASI 1. Dehidrasi 2. Renyatan Hiporomelik 3. Kejang 4. Bakterikimia 5. Malnutrisi 6. Hipoglikimia 7. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus Dari komplikasi Gastroenteritis, tingkat dehidrasi dapat di klasifikasikan sebagai berikut : 1. Dehidrasi ringan Kehilangan cairan 2 – 5% dari BB dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok. 2. Dehidrasi sedang Kehilangan 5 – 8% dari BB dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam. 24
3. Dehidrasi berat Kehilangan cairan 8 – 10% dari BB dengan gambaran klinik seperti tanda
25
dihidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot kaku sampai sianosis.
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG Menurut Davey (2005) pemeriksaan gastroenterititis yang dapat dilakukan yaitu: 1. Tes darah lengkap, anemia atau trombositosis mengarahkan dugaan adanya penyakit kronis. Albumim yang rendah bisa menjadi patokan untuk tingkat keparahan penyakit namun tidak spesifik. 2. Kultur tinja bisa mengidentifikasi organisme penyebab. Bakteri C.difficile ditemukan pada 5% orang sehat. Oleh karenanya diagnosis di tegakan berdasarkan adanya gejala disertai ditemukanya toksin, bukan berdasar ditemukanya organisme saja. 3. Foto polos abdomen, pada foto polos abdomen bisa terlhat kalsifikasi pankreas, walaupun diduga terjadi insufiensi pankreas, sebaiknya diperiksa dengan endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) atau CT pancreas. K. PENATALAKSANAAN Menurut Supartini (2004), penatalaksanaan medis pada pasien diare meliputi: pemberian cairan, dan pemberian obat-obatan. 1. Pemberian cairan Pemberian
cairan pada pasien diare dan memperhatikan derajat dehidrasinya dan
keadaan umum. a. Pemberian cairan Pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan yang di berikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na HCO3, KCL dan glukosa untuk diare akut. Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/l dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah 26
sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut. b. Cairan Parenteral Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang di perlukan sesuai dengan kebutuhan pasien, tetapi semuanya itu tergantung tersedianya cairan setampat. Pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL) di berikan tergantung berat / ringan dehidrasi, yang di perhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya. Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya. 1. Dehidrasi ringan. 1jam pertama 25 – 50 ml / Kg BB / hari, kemudian 125 ml / Kg BB / oral 2. Dehidrasi sedang. 1jam pertama 50 – 100 ml / Kg BB / oral, kemudian 125 ml / kg BB / hari. 3. Dehidrasi berat. Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3 – 10 kg a)
1 jam pertama : 40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB / menit (infus set 1 ml = 15 tetes atau 13 tetes / kg BB / menit.
b)
7 jam berikutnya 12 ml / kg BB / jam = 3 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ).
c)
16 jam berikutnya 125 ml / kg BB oralit per oral bila anak mau minum,teruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.
Untuk anak lebih dari 2 – 5 tahun dengan berat badan 10 – 15 kg. a) 1 jam pertama 30 ml / kg BB / jam atau 8 tetes / kg BB / menit ( infus 27
set 1 ml = 15 tetes ) atau 10 tetes / kg BB / menit ( 1 ml = 20 tetes ). b) 7 jam kemudian 127 ml / kg BB oralit per oral,bila anak tidak mau minum dapat diteruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit. Untuk anak lebih dari 5 – 10 tahun dengan berat badan 15 – 25 kg. a) -1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ). b) -16 jam berikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral. c. Diatetik ( pemberian makanan ). Terapi diatetik adalah pemberian makan dan minum khusus kepada klien dengan tujuan meringankan, menyembuhkan serta menjaga kesehatan klien. Hal – hal yang perlu diperhatikan : 1) Memberikan Asi. 2) Memberikan bahan makanan yang mengandung cukup kalori,protein,mineral dan vitamin, makanan harus bersih. 2. Obat- obatan Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang hilang melalui tinja dengan / tanpa muntah dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa / karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras, dsb). d. Obat anti sekresi Asetosal, dosis 25 mg / ch dengan dosis minimum 30 mg. Klorrpomozin, dosis 0,5 – 1 mg / kg BB / hari. e. Obat spasmolitik, umumnya obat spasmolitik seperti papaverin ekstrak beladora, opium loperamia tidak di gunakan untuk mengatasi diare akut lagi, obat pengeras 28
tinja seperti kaolin, pectin, charcoal, tabonal, tidak ada manfaatnya untuk mengatasi diare sehingga tidak diberikan lagi. f. Antibiotic Umumnya antibiotic tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas. Bila penyebabnya kolera, diberikan tetrasiklin 25 – 50 mg / kg BB / hari. Antibiotic juga diberikan
bila
terdapat
penyakit
seperti
OMA,
faringitis,
bronchitis
/
bronkopeneumonia. L. PENCEGAHAN Upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit gastroenteritis dapat dilakukan melalui berbagai cara salah satunya adalah dengan pemberian vaksin rotavirus, dimana rotavirus itu sendiri sangat sering menyebabkan penyakit ini. Selain itu hal lain yang dapat kita lakukan ialah dengan meningkatkan kebersihan diri dengan menggunakan air bersih ataupun melaksanakan kebiasaan mencuci tangan dan juga memperhatikan kebersihan makanan karena makanan merupakan salah satu sumber penularan virus yang menyebabkan gastroenteritis (WGO, 2012).
29
BAB III KONSEP ASKEP A. PENGKAJIAN Pengkajian menurut Carpenito (2009), yaitu, tahap pertama proses keperawatan yang meliputi pengumpulan data secara sistematis dan cermat untuk menentukan status kesehatan klien saat ini dan riwayat kesehatan masa lalu, serta menentukan status fungsional serta mengevaluasi pola koping klien saat ini dan masa lalu. Pengumpulan data diperoleh dengan cara wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, peninjauan catatan dan laporan diagnostik, kolaborasi dengan rekan sejawat. 1. Awalan Serangan Cemas, gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia kemudian timbul diare. 2. Keluhan Utama Tinja semakin cair, muntah, bila kehilangan banyak cairan dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, berat badan menurun. 3. Riwayat Kesehatan Lalu Riwayat penyakit yang diderita. 4. Pola Fungsional menurut Gordon : a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan. Kebersihan lingkungan dan makanan yang kurang terjaga. b. Pola Nutrisi Diawali dengan mual, muntah, anoreksia, menyebabkan penurunan berat badan pasien. c. Pola Eliminasi. Pola eliminasi akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 x sehari, BAK sedikit atau jarang. d. Pola Istirahat Tidur Akan terganggu
karena adanyadistensi
abdomen
yang akan
menimbulkan rasa tidak nyaman. 30
e. Pola Aktivitas Akan terganggu kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat disentri abdomen. f. Pola Nilai dan Kepercayaan. Kegiatan ibadah terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman. g. Pola Hubungan dan Peran Pasien. Hubungan terganggu jika pasien sering BAB. h. Pola Konsep Diri. Merupakan gambaran, peran, identitias, harga, ideal diri pasien selama sakit. i. Pola Seksual dan Reproduksi. Menunjukkan status dan pola reproduksi pasien. j. Pola Koping dan Toleransi Stress Adalah cara individu dalam menghadapi suatu masalah. k. Pola Kognitif Menunjukkan tingkat pengetahuan klien tentang penyakit. 5. Pemeriksaan fisik Pengkajian fisik menurut Doenges (2008), meliputi: Pengkajian dasar diantaranya adalah: Identitas klien. Riwayat kesehatan meliputi kesehatan saat ini. Riwayat kesehatan keluarga. Pola Nutrisi meliputi frekuensi dan nafsu makan. Pola eliminasi. Pola aktivitas dan latihan meliputi jenis aktivitas dan tempat bermain. Pola tidur dan istirahat. Pemeriksaan fisik terdiri dari tingkat kesadaran, vital sign, keadaan kulit meliputi muka, kepala, mata, telinga, hidung, mulut, leher, alat kelamin, anggota gerak. Sirkulasi meliputi turgor kulit elastis atau tidak, dehidrasi. Keadaan thorax meliputi jantung dan dada serta keadaan abdomen Pemeriksaan penunjang terdiri dari : pemeriksaan tinja, makroskopis dan mikroskopis, PH dan kadar gula dalam tinja, bila perlu diadakan uji bakteri, pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah, pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal, pemeriksaan 31
elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.
B. DIAGNOSA DAN RENCANA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gatroenteritis menurut Carpenito (2009), antara lain: 1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan output cairan yang berlebihan. Menurut Carpenito (2009), memiliki tujuan dan kriteria hasil sebagai berikut : Tujuan : Kebutuhan volume cairan terpenuhi. Kriteria hasil : Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balance cairan seimbang, turgor kulit elastis. Intervensi dan rasional : a. Oberservasi tanda vital Rasional : Vital sign dapat dipengaruhi cairan. b. Observasi tanda-tanda dehidrasi. Rasional : Untuk mengetahui tingkat dehidrasi. c. Ukur balance cairan Rasional : Balance cairan seimbang, dehidrasi teratasi. d. Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan banyak minum air putih (2.000–2.500 cc/hari). Rasional : Minum banyak dapat mengurangi dehidrasi. e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi cairan, pemeriksaan Lab. Elektrolit. Rasional: Terapi cairan disesuaikan dengan dehidrasi. 2. Penurunan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah. Menurut Carpenito (2009), dengan tujuan dan kriteria hasil sebagai berikut: Tujuan :
Kebutuhan nutrisi terpenuhi. 32
Kriteria hasil : Intake nutrisi meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan, mual muntah tidak ada, berat badan naik.
Intervensi dan rasional : a. Kaji pola nutrisi dan perubahan yang terjadi. Rasional : Untuk mengetahui perkembangan status nutrisi klien. b. Timbang BB klien. Rasional : Untuk mengetahui kebutuhan nutrisi pasien. c. Kaji faktor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi. Rasional : Bila penyebab diketahui, maka solusi untuk pemenuhan nutrisi dapat segera teratasi. d. Beri diet dalam kondisi hangat, porsi kecil tapi sering. Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. e. Kolaborasi dengan tim gizi. Rasional : Untuk memenuhi nutrisi sesuai dengan diit. 3. Ketidaknyamanan berhubungan dengan kram/nyeri abdomen. Menurut Carpenito (2009), yaitu: ketidaknyamanan berhubungan dengan kram/nyeri abdomen. Tujuan : Nyeri dapat teratasi. Kriteria hasil: Nyeri berkurang, ekspresi wajah tenang, TTV normal. Intervensi dan rasional menurut Doenges (2005): a. Observasi tanda-tanda vital. Rasional : TTV normal, nyeri berkurang. b. Kaji tingkat rasa nyeri. Rasional : Mengetahui tingkat nyeri. c. Atur posisi nyaman. 33
Rasional : Memberikan kenyamanan bagi klien. d. Beri kompres hangat pada abdomen. Rasional : Mengurangi nyeri. e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik. Rasional : Mengurangi nyeri 4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi. Menurut Carpenito (2009), memiliki tujuan dan kriteria hasil sebagai berikut Tujuan
:
Kriteria hasil :
Pengetahuan klien dan keluarga meningkat. Keluarga dan klien mengerti tentang proses penyakit dan
penatalaksanaannya. Intervensi dan Rasional : a. Kaji tingkat pengetahuan keluarga dan klien. Rasional : Mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga tentang penyakit. b. Beri pengetahuan tentang penyakit. Rasional : Memberikan pemahaman tentang penyakit lebih detil. c. Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan pada klien. Raional : Membantu klien dalam kesembuhan. 5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan seringnya BAB memiliki tujuan dan kriteria hasil sebagai berikut: Tujuan
: Kerusakan integritas kulit teratasi.
Kriteria hasi : Kulit utuh dan tidak ada lecet pada area anus. Intervensi dan rasional: a. Kaji kerusakan kulit atau iritasi setiap BAB. Rasional : Untuk mengetahui tanda-tanda iritasi pada kulit misal : kemerahan pada luka. b. Ajarkan selalu cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti pakaian Rasional : Untuk mempertahankan teknik aseptic atau antiseptik. 34
c. Hindari pakaian dan pengalas tempat tidur yang lembab. Rasional : Untuk menghindari pada daerah anus terdapat kuman, bakteri, karena bakteri suka daerah yang lembab. d. Observasi keadaan kulit. Rasional : Pada daerah ini meningkat resikonya untuk kerusakan dan memerlukan pengobatan lebih intensif. e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat. Rasional : Untuk membantu memulihkan kondisi badan.
35
CONTOH KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny.K DENGAN DIAGNOSA MEDIS GASTROENTERITIS A. PENGKAJIAN Tglpengkajian
: 1 jan 2018
Tgl MRS
: 1 jan 2018
Ruang
: marwah 3
Jam
: 09.15
No. rekam medis
: 162127
Diagnosa masuk
: Gastroenteritis
1. IDENTITAS KLIEN Nama
: Ny.K
Umur
: 65 Tahun
Jeniskelamin
: perempuan
Agama
: islam
Pendidikan
:SD
Pekerjaan
: Iburumahtangga
Suku/bangsa
: WNI
Alamat
: jl.K No.5 T Madiun
Status perkawinan
: Kawin
PENANGGUNG JAWAB KLIEN Nama
:S
Umur
: 44 Tahun
Jeniskelamin
: Perempuan
Pendidikan
: SPD 36
Pekerjaan
: Karyawan
Hubungandenganpasien
: Anak
Alamat
: Jl.K no.5 t Mataram
2. PENGKAJIAN RIWAYAT KESEHATAN a.
Keluhan Utama Klien mengatakan badannya terasa lemas saat aktivitas maupun istirahat.
b.
Riwayat Penyakit Sekarang Klien mengatakan 2 hari sebelum MRS badannya lemas, diare 2x, muntah 1x, pusing berputar, tidak mau makan. Saat pengkajian klien masih merasakan saat aktivitas tiba’’ seluruh badannya terasa lemas terutama dibagian kaki dan tangan, klien istirahat bila capek dan aktivitas dibantu oleh keluarga hal ini disebabkan karena intake cairan yang menurun.
c. Riwayat Penyakit Dahulu Klien mengatakan pernah menderita penyakit maag selama 2 tahun sampai sekarang, pengobatan dilakukan dengan minum obat yang biasanya di beli warung terdekatnya dengan nama obat obatnya yaitu promag. d. Riwayat Kesehatan Keluarga Keluarga klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit yang dialami klien sekarang. e. Genogram 3. PEMERIKSAAN FISIK a. Tnda-tanda Vital S: 360C Keadaan Umum Kesadaran Pasien
N:70 x/mnt T: 130/90 mmHg : lemah :composmentis
RR: 20 x/mnt
b. Pengkajian pernapasan (B1) 1) Saat pengkajian tidak mengeluh sesak 2) Irama jantung teratur 3) Jenis pernapasan normal 4) Suara napas vesikuler MK :tidak muncul masalah keperawatan c. Pengkajian sirkulasi/ kardiovaskular (B2) 37
1) 2) 3) 4)
Irama jantung regular dan mengeluh nyeri dada Suara jantung normal CRT : 3 detik Akral : hangat
MK : Tidak ada d. Pengkajian neurosensori/persyarafan (B3) 1) GCS : 456 2) Saat pengkajian klien mengatakan pusing. 3) Sclera anemis 4) Konjungtiva anemis 5) Tidak ada masalah gangguan pandangan, pendengaran dan penciuman 6) Klien istirahat /tidut>8 jam/hari MK :kekurangan volume cairan e. Pengkajian eliminasi/perkemihan (B4) 1) Saat pengkajian klien mengatakan BAK normal 3-4x/hari 2) Produksi urin<1000/hari 3) Warna kuning jernih 4) Bau amoniak MK :Tidak ada masalah keperawatan f. Pengkajianmakanandancairan /pencernaan (B5) 1) Mulut kotor 2) Mukosa kering 3) Saat di pengkajian klien mengatakan tidak ada masalah dengan tenggorokan dan abdomen tetapi klien belum BAB terakhir tanggal 25-01-2014 4) Nafsu makan menurun 5) Makan hanya 3 sendok MK: ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan masukan makanan tak adekuat. g. Pengkajian musculoskeletal dan integument (B6) 1) Pergerakan sendi bebas 2) Kekuatanotot 5 5 5 5 3) Turgor kulit kurang elastic 4) Kulit kering MK :resiko kekurangan volume cairan. h. Pengkajian system endokrin 1) Tidak pembesaran kelenjar thyroid dan kelenjar getah bening MK :Tidakadamasalahkeperawatan i. Personal Hygine dan Kebersihan 38
1) Klien hanya mandi 2x/hari 2) Ganti pakain 1x/hari 3) Tidak keramas maupun gosok gigi MK :Defisit perawatan diri, hygine j. Pengkajian psikososial 1) Klien mengatakan bahwa sakit yang diderita hukuman karena sakitnya dibuat oleh ulah klien sendiri 2) Perilaku klien terhadap penyakit yang diderita cenderung murung/ diam 3) Klien sangat kooperatif saat berinteraksi MK :Tidak ada masalah keperawatan. k. Pengkajian spiritual 1) Kebiasaan beribadah 2) Selama sakit klien tidak pernah beribadah 3) Sebelum sakit klien rajin beribadah MK :Hambatan religious b.d kurangnya interaksi sosikultural. l. TerapiObat 1) Infuse RL 30 tpm 2) Cefotaxim 3x1 3) Vomcerun 3x1 4) Per oral : - unalium 2x5 mg -lanzoprazo 2x1 -Biodiar 3x1 tab m. PemeriksaanPenunjang (28-01-2014) 1) Hematologi BBS/LED : 38 ( L: 0-15/p : 0-20 mm/jam) 2) Kadar gula -BSN : 70 (70-110 mg/dl) -2JPP : 140 (<125 mg/dl) 3) Profillemak - Cholesterol : 131 (<200 mg/dl) - HDL : 34 (>35mg/dl) - LDL : 85 (<150 mg/dl) - Triglicerid : 140 (<150 mg/dl) 4) Elektrolit - Natrium : 149 (135-155 m mol/L) - Kalium : 4,1 (3,5- 5,5 m mol/L) - klorida : 101 ( 98-107 m mol/L) - calcium : 2,37 (2,3 – 2,8 mmol/L) 5) LFT 39
- Bill D : 0,14 (<0,25 mg/dl) - Bill T : 0,35 (<1,0 mg/dl) - SGOT : 31,6 ( L:36/P: 31 n/L) - SGPT : 20,7 ( L:40/P:31 n/l) - totprot : 6,67 (6,6-8,79 g/dl) - albumin : 3,84 (3,6-5,2 g/d) - globulin : 2,83 (2,6 – 3,6 g/d) 6) RFT - creatinin : 0,98 (L :0,8-1,5 / P: 0,7 -1,2) - Bun : 9,9 (Bun :4,7 – 23,4 / urea : 10- 50 dl) - uric acid : 3,8 (L : 3,1 -7,0 /P: 2,4 – 7 mg/dl)
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. ANALISA DATA TGL 1 2018
1 2018
DATA jan Ds
ETIOLOGI :
klien
mengeluh Menurunnya
badannya terasa lemas Do : - KU lemah - turgor kulit kurang elastic - kulit kering -sclera anemis TTV -T : 130/90 mmHg -N : 70 x/mnt -RR: 20 x/mnt -S:360C -mukosa kering -penurunan haluaran urine
cairan secara oral
MASALAH intake Kekurangan volume cairan
jan Ds : klien mengatakan tidak Asupan makanan tidak Gangguan mau makan, makan hannya 3 adekuat
kurang
sendok Do : -mulut berbau busuk -mukosa kering -TTV T : 130/90 mmHg N: 70 x/mnt R : 20 x/mnt
kebutuhan
nutrisi dari
40
S : 36 0C
2. PrioritasDiagnosakeperawatan a. Resikoakekurangan volume cairanb.dmenurunnya intake cairansecara oral b. Ketidakseimbangannutrisikurangdarikebutuhanb.dasupanmakanantakadekuat C.
INTERVENSI KEPERAWATAN
N
HR/
Diagnos
Tujuan/criteri
O
TGL
aKeper
a hasil
Senin
awatan Resiko
Setelah
1
.1 jan kekuran
diberikan
2018
asuhan
gan
intervensi
rasional
1. monitor TTV
1. hipotensi
takikardial,
demam dpat menunjukkan respon terhadap dan efek 2. tingkatkan cairan per oral
volume
keperawatan
cairan
selama
3x30
b.d
menit
klien 3. observasi
menurun mampu nya
memenuhi
intake
kebutuhan
cairan
volume cairan
secara
yang
oral
dengan criteria
adekuat
1-2 gelassetiap 24 jam
dehidrasi 4. kolaborasi
tanda’’ dengan
tim
medis dalam pemberian terapi cairan infus
kehilangancairan 2. catatan masukan membantu mendeteksi tand adinike tidak seimbangan b cairan 3. mengetahui keadaan klien untuk
mempermudah
tindakan selanjutnya 4. mengganticairandanelektro litsecaraadekuat.
hasil -KU baik -Turgor kulit kurang elastic -sclera tdk anemis -TTV dalam batas normal -mukosa lembab 41
-kulit lembab
2
Senin
Ketidaks Setelah
1. anjurkan
,1 jan eimbang
diberikan
2018
an
asuhan
nutrisi
keperawatan
kurang
selama
dari
jam klien dapat
kebutuh
memenuhi
an
klien
menjaga
1x24
mulut 2. jelaskan konsumsi
untuk 1. menjaga kebersihan mulut
kebersihan
dapat meningkatkan nafsu
makan pentingnya 2. dapat terrpenuhinya nutrisi nutrisi
dan
sesuai
kebutuhan
cairan yang adekuat metabolisme 3. motivasi keluarga untuk 3. makanan yang bervariasi memberi makanan yang
dapat meningkatkan nafsu
b.d kebutuhan
asupan
bervariasi makan nutrisi dengan 4. kolaborasi dengan ahli 4. memberikan
makana
criteria hasil : -ku baik n tak -mukosa adekuat lembab -TTV dalam
gizi
untuk
kebutuhan
asupan
diet/nutrisi yang tepat
nutrisi yang dibutuhkan
batas normal
D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN Shift
HR/TG
Diagnosa
L
Keperawatan
jam
IMPLEMENTASI
Jam
EVALUASI
PAR AF 42
Pagi
1 2018
jan Resiko
08.00
1. memonitor TTV S: 14.00 0
kekurangan
36
volume cairan
T:130/90
b.d
N :70x/mnt mmHg,
RR : 20x/mnt 2. meningkatkan cairan
menurunnya intake
c
per oral 1-2 gelas
cairan
setiap 24 jam Respon
secara oral
: klien akan berusaha meningkatkan cairan sedikit demi sedikit 3. mengobservasi tanda-tanda dehidrasi -turgor kulit kurang elastic,
sclera
anemis, kulemah 4. berkolaborasi dengan tim
medis
dalam
pemberian
terapi
cairan infuse. Respon :klien tegang saat di injeksi. Pagi
1 2018
jan Ketidakseimba ngan
nutrisi
dari kebutuhan b.d
asupan
makanan adekuat
tak
08.00
1. menganjurkan klien 14.00 untuk
S
:
klien
mengatakan badannya cukup membalik O: -Ku cukup -turgor kulit kurang elastic -sclera anemis -TTV Td :130/85 mmHg N : 72 x/mnt R : 20 x/mnt S : 360 C A : Masalah teratasi sebagian P: lanjut kan intervensi 1,2 dan 4 S: klien
menjaga
mengatakan
kebersihan mulut Respon: klien gosok
nafsu makan
gigi 1x/hri 2. menjelaskan
meningkat O: -mulut
pentingnya konsumsi
cukup
nutrisi
berbau -mukosa
dan
cairan
yang adekuat Respon: klien akan berusaha menghabiskan
kering -TTV T:120/80 mm Hg 43
porsimakan,
dan
N:75 x/mnt RR:20
makan sedikit tapi
x/mnt S:36 0C A: masalah
sering 3. memotivasi keluarga untuk
member
makanan
teratasi
yang
sebagian P:intervensi
bervariasi Respon : klien mau makan
di lanjutkan
makanan
1 dan 4
yang bervariasi sprit bubur kedelai 4. berkolaborasi dengan ahli
gizi
kebutuhan
untuk nutrisi
yang dibutuhkan Diet ml b1 1900 kal
E.
EVALUASI CATATAN PERKEMBANGAN
Shif Hari/t t sore
Diagnosakeperawatan
jam
Catatanperkembangan
gl Selasa, Resiko kekurangan volume cairan 19.00
S:
28 jan b.d menurunnya intake secara oral
badannya
2014
tdak lemas O: -KU baik -turgor kulit elastic -sclera tdk anemis A:masalah tertasi P: hentikan intervensi
pa raf
klien
mengatakan sudah
baik,
44
sore
Selasa, Ketidakseimbangan nutrisi kurang 16.00
S: klien mengatakan porsi
28 jan dari
makan dihabiskan O: -mukosa lembab -mulut tdk kotor -TVV T: 120/80 mm Hg N: 75x/mnt RR: 20x/mnt S: 360 C A: masalah teratasi P: intevensi dihentikan
2014
kbutuhan
b.d
asupan
makanantidak adekuat
klien dibolehkan pulang
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Dari hasil asuhan keperawatan pada kasus Gastro Entetis ini, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa : 1. Penyakit GE sangat mudah penularnnya, misalnya melalui makanan, dan minuman yang terkontominasi, alat-alat yang dipakai secara langsung maupun melalui binatang perantara dan juga kurang memenuhi syarat kesehatan. 2. Dengan perawatan yang baik penderita GE dapat diatasi dengan baik. B. SARAN Setelah penulis menyimpulkan hasil kegiatan ini, maka ada beberapa hal yang ingin penulis sampaikan, yaitu saran yang mudah-mudahan dapat bermanfaat dalam usaha peningakatan mutu pelayanan kesehatan, adapun saran tersebut sebagai berikut : 1. Perawatan yang dilakukan dengan baik, cermat dan teliti agar lebih ditingkatkan. 2. Apabila di derah menemukan kasus dengan gejala lesu, lemah, tidak mau makan, muntah dan berak cair, hendaknya diperiksa ke petugas kesehatan atau tempat 45
pelayanan kesehatan. 3. Dalam melakukan perawatan GE hendaknya dengan hati-hati, cermat dan teliti serta selalu menjaga kesterilan alat, maka akan mempercepat proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
_____________.Diare (Online). (http://www.pediatrik.com, diakses 21 April 2007). Rosa, M.2002. PrinsipKeperawatanPediatrik.EGC:Jakarta Steven,P.2004.Panduan Lengkap Perawatan Untuk Bayi dan Balita.ARCAN:Jakarta Wong.2003.Pedoman KlinisKeperawatanPediatrik. GC:Jakarta Betz, Cecily Lynn. Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC, 2009. Doengoes, E Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 Jakarta; EGC. Ngastiyah,
2005.
Perawatan
Anak
Sakit.
Jakarta;
EGC.
Nursalam Dr. et. Al. 2005 Asuhann Keperawatan Bayi dan Anak. Edisi I Jakarta : Salemba Medika. Smeltzer C Suzanne, Brenda G Bare, Keperawatan Medikal Bedah, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta; EGC. Sudoyo, W. Aru, dkk., Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2 Edisi IV, Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam FKUI, Jakarta 2006. 46
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta; EGC http://lindamariani.blogspot.co.id/2014/02/contoh-askep-gastroenteritis-ge.html
47