ACARA I PENENTUAN SIFAT FISIKO KIMIA VIRGIN COCONUT OIL (VCO) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan salah satu komoditas pertanian sekaligus sebagai tanaman industri yang sangat potensial dan mempunyai peranan yang sangat penting baik dari segi nutrisi maupun ekonomi bagi penduduk Indonesia disamping kakao, lada dan vanili. Buah kelapa terdiri dari beberapa bagian yaitu sabut, tempurung, daging buah dan air.
Seluruh bagian kelapa
tersebut dapat dimanfaatkan secara terpadu misalnya, serabut dapat dijadikan keset dan dasar jok mobil; tempurung dapat dijadikan arang briket, karbon aktif, atau diolah menjadi liquid smoke; air kelapa dimanfaatkan menjadi nata de coco; daging kelapa menjadi minyak; Ampas dan blondo hasil pengolahan minyak bisa dijadikan pakan ternak (Sukartin,2005). Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempunyai banyak manfaat. Salah satu bagian kelapa yang mempunyai banyak manfaat adalah daging buah. Daging buah kelapa mengandung bermacammacam zat yaitu air, lemak, karbohidrat, protein, serat dan mineral. Kandungan lemak pada daging buah kelapa cukup tinggi sekitar 34%, sedangkan kandungan air, karbohidrat, protein, serat dan mineral rata-rata adalah 50%; 7,3%; 3,5%; 3%; dan 2,2% (Suhardiyono, 1995). Daging buah kelapa dimanfaatkan sebagai bahan dasar dalam pembuatan minyak kelapa. Minyak kelapa pada umumnya dibagi menjadi dua kategori utama yaitu RBD ("Refined, Bleached and Deodorized") dan VCO ( Virgin Coconut Oil). Minyak kelapa murni atau VCO mengandung asam laurat yang tergolong sebagai asam lemak jenuh berantai sedang. Asam lemak jenuh berantai sedang memiliki sifat metabolisme yang berbeda dengan asam lemak jenuh berantai panjang yang selama ini dianggap sebagai penyebab penyakit jantung. Asam laurat dan asam lemak jenuh berantai sedang lain, seperti asam kaorat, asam
kaprilat, dan asam miristat yang terdapat dalam minyak kelapa juga mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit. (Sukartin,2005). VCO mengandung asam laurat dengan kadar yang tinggi (kurang lebih 53%). Asam laurat ini mempunyai khasiat sebagai antibiotik alami yang dapat membunuh berbagai jenis kuman, virus, dan parasit termasuk HIV dan hepatitis virus C. Selain mengandung asam laurat, VCO juga mengandung capric acid. Walaupun kandungannya hanya 6%, tetapi juga bermanfaat bagi kesehatan. Berbagai macam metode digunakan untuk mendapatkan minyak kelapa murni.
Teknologi pengolahan minyak kelapa telah lama diketahui dan
dikembangkan, baik secara fisik, mekanik, kimia maupun enzimatis. Pembuatan VCO ada 2 macam, yaitu cara kering (Dry process) dan cara basah (Wet process) yang diproduksi dari buah kelapa segar dibuat santan terlebih dahulu. Proses kering biasanya dilakukan dengan dua cara yaitu proses hidraulik dan proses kimia yang menggunakan pelarut organik. Perbedaan metode akan menghasilkan VCO dengan karakteristik fisiko kimia yang berbeda. B. Tujuan Tujuan dari praktikum yang telah dilakukan yaitu : 1. Untuk mengetahui cara pembuatan VCO dengan berbagi cara dan membandingkan sifat fisikokimianya. 2. Membandingkan kualitas minyak VCO dengan laru tempe, paya, cara blender dan cara pancingan dengan jenis minyak lain seperti minyak klentik, minyak sawit, margarine dan shortening.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kelapa Kelapa (Cocos nucifera L) merupakan salah satu hasil pertanian Indonesia yang cukup potensial. Hampir semua bagian dari tanaman tersebut dapat dimanfaatkan oleh manusia. Banyak kegunaan yang dapat diperoleh dari kelapa dan salah satu cara untuk memanfaatkan buah kelapa adalah mengolahnya menjadi minyak makan atau minyak goreng. Produk kelapa yang paling berharga adalah minyak kelapa, yang dapat diperoleh dari daging buah kelapa segar atau dari kopra (Suhardiyono, 1995). Buah kelapa berbentuk bulat panjang dengan ukuran kurang lebih sebesar kepala manusia. Buah terdiri dari sabut (ekskarp dan mesokarp), tempurung (endocarp), daging buah (endosperm) dan air buah (Ketaren, 1986). Komposisi buah kelapa terdiri dari daging buah 28-34,9%; tempurung 1213,1%; sabut 25-32,8%; dan air kelapa 19,2-25%. Salah satu bagian kelapa yang mempunyai banyak manfaat adalah daging buah. Daging buah adalah jaringan yang berasal dari inti lembaga yang dibuahi sel kelamin jantan dan membelah diri. Daging
buah
kelapa
berwarna
putih,
lunak
dan
tebalnya
8-10
mm.(Palungkung,2004). Daging buah merupakan sumber protein yang penting dan mudah dicerna. Jumlah protein terbesar terdapat pada kelapa yang setengah tua. Sedangkan kandungan kalorinya mencapai maksimal ketika buah sudah tua, demikian pula dengan kandungan lemaknya. Buah kelapa akan maksimal kandungan aktivitas vitamin A dan thiaminnya ketika buah setengah tua. Dengan demikian jumlah zat dan gizi kelapa tergantung pada umur buah, seperti tercantum dalam tabel 1.
Tabel 1. komposisi kimia daging buah kelapa pada berbagai tingkat kematangan Analisis (dlm 100 g) Buah muda Buah ½ tua Kalori (kal) 68,0 180,0 Protein (g) 1,0 4,0 Lemak (g) 0,9 13,0 Karbohidrat (g) 14,0 10,0 Kalsium (mg) 17,0 8,0 Fosfor (mg) 30,0 35,0 Besi (mg) 1,0 1,3 Vitamin A (I. U) 0,0 10.0 Thiamin (mg) 0,0 0,5 Vitamin C (mg) 4,0 4,0 Air (g) 83,3 70,0 Bagian yang dpt 53,0 53,0 dimakan Sumber:Thieme,J.G (1968) dalam Ketaren (1986)
Buah tua 359,0 3,4 34,7 14,0 21,0 21,0 2,0 0,0 0,1 2,0 46,9 53,0
Daging buah kelapa juga sebagai salah satu sumber lemak nabati, dengan kandungan lemak sekitar 35%. Kandungan zat gizi lainnya adalah karbohidrat 14%, protein 3%, beberapa vitamin dan mineral. Daging buah kelapa juga mengandung enam asam amino esensial, seperti yang tercantum pada table 2. Tabel.2 Komposisi Asam Amino dalam Protein Daging Buah Kelapa Asam Amino Jumlah (%) Lisin 5,80 Methionin 1,43 Fenilalanin 2,05 Triptofan 1,25 Valin 3,57 Leusin 5,96 Histidin 2,42 Triosin 3,18 Cistin 1,44 Arginin 15,92 Prolin 5,54 Serin 1,76 Asam aspartat 5,12 Asam glutamat 19,07 Sumber:Thieme,J.G (1968) dalam Ketaren (1986) Di dalam daging buah kelapa juga terdapat enzim seperti peroksidase, dehidrogenase, katalase dan fosfatase. Pada buah kelapa yang sudah dipetik, enzim ini akan mempercepat proses hidrolisis minyak, sehingga terbentuk asam
lemak bebas dan mempercepat oksidasi asam lemak tidak jenuh yang menghasilkan peroksida dan peroksida ini kemudian dipecah menjadi aldehid dan keton (Surjadi et al, 1995). Lengkapnya kandungan zat pada daging buah kelapa menyebabkan dapat diolah menjadi berbagai produk kebutuhan rumah tangga, seperti bumbu dapur, santan, kopra, minyak kelapa, dan kelapa parut kering. .(Palungkung,2004). B. Minyak Kelapa Produk kelapa yang paling berharga adalah minyak kelapa. Minyak kelapa dapat diperoleh dari daging buah kelapa segar atau dari kopra. Menurut (Budiarso,2004) di pasaran kurang lebih terdapat tiga jenis minyak kelapa yaitu: a.
Minyak kelapa RBD RBD merupakan singkatan dari “Refined, Bleached and Deodorized” atau
minyak yang disuling, dikelentang, dan dihilangkan baunya.RBD terbuat dari kopra (daging kelapa yang dijemur matahari atau diasapi). Sesuai kondisinya, bahan ini relatif kotor dan mengandung bahan asing yang mempengaruhi hasil akhirnya. Bahan asing ini bisa berupa jamur, tanah, sampah dan kotoran lainnya.Proses penjemuran dan pengasapan memberikan pengaruh besar pada hasil akhir. Demikian pula banyaknya jamur sangat mempengaruhi warna dan bau minyak.Minyak mentah (crude oil) yang dihasilkan bisa berwarna coklat tua sampai keabuan dan berbau tengik menyengat. Untuk menghasilkan minyak goreng dan minyak komersial lainnya, pabrikan memproses lebih lanjut dengan menyuling memakai pelarut kimia dan menghilangkan baunya. Untuk maksud ini mereka menambahkan bahan kimia seperti beberapa jenis soda (NaOH atau KOH). Bau dihilangkan dengan menyaring melalui karbon aktif. Tentu saja semua ini sangat mempengaruhi viscositas (tingkat kekentalan), BD (berat jenis), titik beku, rasa, bau dan sebagainya. Pada umumnya yang membedakan dengan mudah adalah baunya dihilangkan dan rasanya hambar. Minyak RBD masih bisa digunakan untuk keperluan makanan di rumah tangga dan industri.
b.
Minyak kelapa tradisional Minyak yang dibuat dari kelapa yang dihancurkan kemudian ditambahkan
air dan diambil santannya. Santan ini kemudian dipanaskan dengan api kecil sampai terbentuk minyak. Minyak yang dihasilkan lalu disaring dan dipisahkan dari blondo. Minyak jenis ini mempunyai aroma yang khas (harum). c.
Minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil) Virgin Coconut Oil (VCO) atau minyak kelapa murni terbuat dari daging
kelapa segar. Prosesnya semua dilakukan dalam suhu relatif rendah. Daging buah diperas
santannya.
Santan
ini
diproses
lebih
lanjut
melalui
proses
fermentasi,pendinginan,tekanan mekanis atau sentrifugasi. Penambahan zat kimiawi anorganis dan pelarut kimia tidak dipakai serta pemakaian suhu tinggi berlebihan juga tidak diterapkan. Hasilnya berupa minyak kelapa murni yang rasanya lembut dan bau khas kelapa yang unik. Apabila beku warnanya putih murni dan dalam keadaan cair tidak berwarna atau bening. Menurut Ketaren ,1986 menambahkan bahwa warna coklat ada minyak kelapa yang mengandung protein dan karbohidrat bukan disebabkan oleh zat warna alamiah, tetapi karena reaksi browning yang terjadi antara senyawa karbonil (yang berasal dari pemecahan peroksida) dan asam amino pada suhu tinggi. Warna pada minyak kelapa disebabkan oleh zat warna dan kotoran-kotoran lainnya. Zat alamiah yang terdapat pada minyak kelapa adalah karoten yang merupakan hidrokarbon tak jenuh dan tidak stabil pada suhu tinggi. Pada pengolahan minyak menggunakan uap panas, maka warna kuning yang disebabkan oleh karoten akan mengalami degradasi. Mutu minyak kelapa ditentukan oleh sifat fisik dan kimianya. Mutu minyak yang dihasilkan tergantung dari mutu bahan dasar dan cara pengolahannya. Menurut (Suhardiyono,1995), mutu minyak kelapa ditetapkan dalam Standar Industri Indonesia dengan persyaratan seperti pada tabel berikut.
Tabel 2. Mutu minyak kelapa berdasarkan Standar Industri Indonesia Kadar air Kotoran Angka iod (mg iod/mg sampel) Angka penyabunan (mg KOH/mg sampel) Angka peroksida (mg oksigen/g sampel) Asam lemak bebas (asam laurat) Warna dan bau Kandungan logam berbahaya dan arsen
Maksimal 0,5 persen Maksimal 0,5 persen 8-10 255-265 Maksimal 5 Maksimal 5 persen Normal tidak ada
C. Membuat Minyak Kelapa Murni Proses pembuatan VCO ada dua macam, cara kering (dry process) dan cara basah (wet process). Proses untuk membuat minyak kelapa dari buah daging kelapa segar dikenal dengan proses basah, karena pada proses ini ditambahkan air untuk mengekstraksi minyak.
Sedangkan pembuatan minyak kelapa dengan
bahan kopra dikenal dengan proses kering (Suhardiyono, 1995) Garis besar pembuatan minyak kelapa dengan metode kering adalah buah kelapa relatif tua dibuang kulit dan airnya, selanjutnya diparut dan ditimbang. Ditambahkan enzim inokulum, dicampur sampai homogen dan dimasukkan dalam wadah untuk selanjutnya diinkubasi. Hasil inkubasi dijemur selama kurang lebih 6 jam dengan pembalikan setiap jam. Kelapa parut yang sudah kering dimasukkan dalam kain saring untuk selanjutnya dipres. Minyak yang dihasilkan kemudian disaring (Susanto dan Saneto, 1994). Pada dasarnya pembuatan minyak kelapa murni dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Pemanasan Proses pembuatan VCO dengan pemanasan hampir sama dengan cara membuat minyak kelapa secara tradisional. Minyak hasil pembuatan secara tradisional disebut minyak lentik. Pertama, kelapa dibuat santan dengan mencampurkan 1 kg parutan kelapa dengan 2 liter air. Santan tersebut kemudian didiamkan selama lebih kurang 12 jam. Setelah didiamkan, santan akan terbagi menjadi 3 lapisan. Lapisan pertama disebut krim (kanil-jawa), lapisan kedua skim yang berupa protein, dan lapisan ketiga berupa air.
Lapisan paling atas yang berupa krim diambil dengan cara disendok supaya tidak bercampur dengan larutan lapis kedua. Pengambilan krim juga bisa dilakukan dengan menyedotnya menggunakan selang kecil. Selanjutnya krim tersebut dipanaskan supaya terbentuk minyak. (Sukartin,2005). 2. Fermentasi Pembuatan minyak kelapa dengan fermentasi, krim yang didapat dicampurkan dengan enzim
untuk memecahkan emulsi. Enzim yang bias
digunakan diantaranya enzim mikroba atau ragi dari Saccharomyces cerevisae. Bisa
juga
menggunakan
enzim
pemecah
emulsi
lainnya,
seperti
poligalaktruronase, amylase, atau pektinase. (Sukartin,2005). Pembuatan minyak secara enzimatis pada prinsipnya adalah pengrusakan protein yang menyelubungi globula lemak menggunakan enzim proteolitik. Enzim yang dimaksud adalah enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan tanaman yang digunakan sebagai inokulum. Pemakaian enzim dalam pembuatan minyak kelapa belum banyak dilakukan di masyarakat.
Namun secara
laboratorium penelitian pembuatan minyak secara enzimatis atau fermentasi sudah dilakukan dan memberikan hasil yang relatif baik dibandingkan pembuatan minyak kelapa dengan cara ekstraksi. Keuntungan lain rendemen lebih banyak, pembuatannya relatif lebih singkat dan sederhana (Anggraeni dan Dhalimi, 1993). Pembuatan minyak kelapa secara enzimatis dapat dilakukan secara basah atau kering dengan beberapa modifikasi. Pembuatan minyak kelapa secara enzimatis dengan metode basah pada prinsipnya sama dengan cara ekstraksi. Kelapa yang relatif tua diparut kemudian dibuat santan. Santan yang diperoleh kemudian ditambah enzim sebagai pemecah emulsi minyak yang pada cara ekstraksi
umumnya
menggunakan
energi
panas.
Dilakukan
pemeraman
(fermentasi) sekitar 24 jam. Kemudian dilakukan pemisahan antara minyak dan air atau dengan melakukan pemasakan 10-15 menit, sehingga dihasilkan minyak dan blondo (Srikandi et al, 1995 dalam Erminawati, 1999). Fermentasi adalah suatu reaksi oksidasi reduksi dalam system biologi yang menghasilkan energi, dimana donor dan aseptor adalah senyawa organik. Senyawa organik yang biasa digunakan adalah zat gula. Senyawa tersebut akan
diubah oleh reaksi dengan katalis enzim menjadi senyawa lain, misalnya aldehid dan selanjutnya dioksidasi menjadi asam (Winarno dan Fardiaz, 1984). Selama dalam fermentasi akan terjadi penurunan pH akibat terbentuknya asam-asam. Apabila pH system mencapai titik isoelektrik protein dalam santan yaitu pada kisaran pH 3,8-3,9 maka protein akan mengendap dan sistem emulsi akan rusak.
Emulsi tersebut akan terpisah menjadi 3 bagian, yaitu minyak,
koagulan protein, dan air. Untuk memisahkan minyak, air dan proteinnya maka dilakukan pemanasan singkat (Tazar et al, 1998 dalam Setyawati et al, 2001). 3. Minyak Pancingan Dengan teknik pemacingan, molekul minyak dalam santan ditarik oleh minyak pancingan sampai akhir menjadi minyak semuanya. Tarikan itu akan mengubah air dan protein yang sebelumnya terikat dengan molekul santan menjadi terputus. Teknik ini pada dasarnya mengubah bentuk emulsi minyak-air menjadi minyak-minyak. (Sukartin,2005). Dari berbagai cara pembuatan minyak kelapa murni tersebut, cara yang dianggap paling baik sampai saat ini adalah cara pancingan. Dengan cara pancingan, kemungkinan rusaknya asam lemak pada minyak relative lebih kecil. Selain itu, prosesnya juga lebih cepat. Pada proses pemanasan dikhawatirkan akan merusak asam lemak dalam minyak. Ciri minyak yang rusak adalah warnanya berubah kekuningan dan cepat berbau tengik. Sementara itu, pada cara fermentasi, hasilnya tidak optimal. Jika mengandalkan bakteri, proses fermentasi sangat bergantung pada kondisi air, tempat atau wadah, dan lingkungan. (Sukartin,2005). Perbandingan kualitas minyak kelapa murni dengan berbagai metode dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Kualitas minyak kelapa dari berbagai metode pengolahan Minyak kelapa Hasil pemanasan Hasil osmosis
% FFA
Kandungan Asam laurat
I2
0,45-5 %
20 %
7,1
0,45-5 %
40-50 %
7,4
Hasil 8,990,1 % 40-50 % fermentasi 9,44 Sumber : Pingkan Adityawati (2004)
Lain-lain Kualitas protein rendah, ada kontaminan Kualitas protein tinggi, tergantung minyak yang digunakan, ada kontaminan Kualitas protein tinggi, tidak ada kontaminan
D. Kandungan Kimia dan Dosis Minyak Kelapa Murni Secara kimiawi, minyak kelapa terbentuk dari rantai karbon, hydrogen, dan oksigen yang disebut dengan asam lemak. Asam lemak digabungkan oleh satu molekul gliserol membentuk gliserida. Gliserida yang terdapat pada lemak dan minyak adalah trigliserida atau lipida. Diperlukan tiga molekul asam lemak lemak yang dikombinasikan dengan satu molekul gliserol untuk membentuk satu molekul trigliserida. Bedasarkan tingkat kejenuhan, asam lemak dikelompokkan menjadi tiga golongan, yakni asam lemak jenuh, asam lemak tak jenuh tunggal, dan asam lemak tak jenuh ganda. Asam lemak dalam minyak kelapa sebagan besar (92%) merupakan minyak jenuh. Dibandingkan dengan minyak nabati lainnya, minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang paling tinggi. Tingginya asam lemak jenuh yang dikandungnya menyebabkan minyak kelapa tahan terhadap ketengikan akibat oksidasi. Oksidasi menyebabkan pembentukan radikal bebas yang berbahaya bagi tubuh. (Sukartin,2005). Minyak kelapa merupakan trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak. Trigliserida terdiri dari 96 persen asam lemak dan berdasarkan komposisi ini, maka sifat fisiko-kimia minyak sangat ditentukan oleh sifat fisikokimia asam lemaknya. Asam lemak yang terutama menentukan sifat minyak adalah asam lemak yang terdapat paling banyak dalam minyak tersebut. Berdasarkan kandungan asam lemaknya, minyak kelapa digolongkan ke dalam minyak asam laurat karena kandungan asam lauratnya paling banyak
dibandingkan dengan asam lemak yang lain yaitu sebesar 44-52 persen. Berdasarkan tingkat ketidakjenuhannya yang dinyatakan dengan bilangan iod, minyak kelapa digolongkan ke dalam nondrying oils karena mempunyai bilangan iod kurang dari 90, yaitu sebesar 7,5-10 (Darwis dan Tarigans, 1990 dalam Surjadi et al., 1995). Menurut Woodroof,1979 menyebutkan bahwa kandungan asam-asam lemak utama di dalam minyak kelapa adalah laurat (45 persen), miristat (18 persen), palmitat (9,5 persen), oleat (8,2 persen), kaprilat (7,8 persen), kaprat (7,6 persen), dan stearat (5 persen). Menurut Ketaren (1986), minyak kelapa yang belum dimurnikan masih mengandung sejumlah kecil komponen nonminyak seperti fosfatida, gum, sterol, tokoferol, dan asam lemak bebas yang kurang dari 5 persen. Tabel 4. komposisi asam lemak minyak kelapa Asam lemak Rumus kimia Asam lemak jenuh As. Kaproat C5H11COOH As. Kaprilat C7H17COOH As. Kaprat C9H19COOH As. Laurat C11H23COOH As. Miristat C13H27COOH As. Palmitat C15H31COOH As. Stearat C17H35COOH As. Arachidat C19H39COOH Asam lemak tak jenuh As. Palmitoleat C15H29COOH As. Oleat C17H33COOH As. Linoleat C17H33COOH Sumber: Thieme (1968) dalam Ketaren (1986).
Jumlah (%) 0,0-0,8 5,5-9,5 4,5-9,5 44,0-52,0 13,0-19,0 7,5-10,5 1,0-3,0 0,0-0,4 0,0-1,3 5,0-8,0 1,5-2,5
Asam lemak jenuh bukanlah kelompok homogen, tetapi terdiri atas tiga subkelompok. Pertama, kelompok minyak dengan asam lemak rantai pendek atau short chain triglceride (STC). Kedua kelompok minyak dengan rantai sedang atau medium chain triglceride (MCT), dan ketiga adalah long chain triglceride (LTC). Perbedaan panjang rantai karbon ini merupakan faktor utama yang menentukan mekanisme lemak dicerna dan dimetabolisir tubuh,serta cara lemak tersebut mempengaruhi tubuh.
Kandungan asam lemak jenuh minyak kelapa didominasi oleh asam laurat (44-52%) yang merupakan MTC. Asam laurat inilah yang menjadikan minyak kelapa menjadi unik, karena kebanyakan minyak tidak mengandung MTC. Keunikan ini membuat minyak kelapa berbeda dari semua minyak nabati lain dan mampu menambah kesehatan bagi tubuh.MTC dalam tubuh dipecah dan secara dominant digunakan untuk memproduksi energi dan jarang tersimpan sebagai lemak yang umbuh atau menumpuk di pembuluh nadi. Karena itu, asam lemak dari minyak kelapa manghasilkan energi, bukan lemak. MTC mempunyai sifat fisik yang unik serta lebih polar atau lebih cepat melepas ion H daripada LCT, sehingga lebih mudah larut dalam air. Karena pengaruh perbedaan kelarutan dalam air, MCT dimetabolisasikan di dalam tubuh dengan cara yang berbeda dari LCT. MTC dapat masuk ke dalam lever secara langsung melalui pembuluh vena dan dengan cepat dibakar menjadi energi. Hal ini berarti MCT tidak tertimbun di dalam jaringan tubuh. Sementara itu, lemak dan minyak konvesional dihidrolisis dalam usus kecil bersama dengan lemak rantai panjang yang dikombinasikan dengan gliserol dalam sel usus. LCT dalam minyak konvesional kemudian diangkut ke lever untuk dioksidasi, dan yang tidak digunakan akan tersimpan sebagai cadangan lemak di dalam tubuh. MCT diserap usus sehingga tidak memerlukan enzim atua asam empedu seperti dalam proses metabolisme. (Sukartin,2005).
.
III. METODE PRAKTIKUM A. Alat dan Bahan 1. Alat
Sentrifugasi
Refraktometer
Gelas ukur
Kain saring
Aluminium foil
Botol kaca
Erlenmeyer
Seperangkat alat titrasi
Oven
Cawan porselen
Hot plat
2. Bahan
Kelapa Parut
Paya 3%
Aquades
Alkohol netral 95%
Indikator PP
NaOH 0,1N
KOH 0,1N
Indikator BB
VCO Standar
Minyak sawit
Minyak Klentik
Margarin
Shortening
B. Prosedur Kerja -
Pembuatan VCO Kelapa Parut 0,5 Kg Santan,dibiarkan 30’ krim (kanil) 500 ml
fermentasi
enzimatis
pancingan
mekanik
penambahan laru tempe (5%)
penambahan paya 3%
Penambahan VCO (VCO:Kanil =1:3)
diblender 30’
pemeraman (24-36 jam)
pemeraman (10-12 jam)
pemeraman (10-12 jam)
pemeraman (10-12 jam)
VCO + krim + cairan VCO C. Prosedur Analisis -
FFA Sampel minyak ditimbang 2,84 g dalam erlenmeyer Ditambah 50 mL alkohol netral 95% panas dan 2 tetes PP Setelah dingin, dititrasi dengan NaOH 0,1 N Hingga warna merah jambu tercapai dan tidak hilang selama 30” Persen asam lemak bebas pada minyak kelapa dinyatakan sebagai asam laurat (C12H24O2) dengan berat molekul 200. Hal ini dikarenakan
minyak kelapa mengandung asam laurat
paling banyak dibandingkan
dengan asam lemak yang lain Yaitu 44,0-52,0 %. % FFA = ml NaOH x N x Bm asam laurat x 100% Berat contoh (gram) x 1000 -
Bilangan Asam 2 gram lemak/minyak dimasukkan dalam Erlenmeyer Ditambah alkohol netral 95% 10 ml Ditutup aluminium foil, dilubangi dengan jarum Dipanaskan sampai mendidih Digojog,didinginkan,ditambah 2 tetes PP Dititrasi dengan KOH 0,1 N sampai pink Jika cairan yang dititrasi gelap, ditambahkan indicator bromythol sampai biru
-
Kadar Air 2 g sampel minyak ditimbang Dimasukkan ke cawan yang sudah ditimbang dan dioven selama 1 jam Dioven ± 2 jam Dimasukkan ke desikator (± 30 menit) Ditimbang Dioven ± 30 menit Dimasukkan ke desikator (± 30 menit)
Ditimbang hingga berat konstat
Kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut : Kadar air = B – C x 100% B–A Keterangan : A = berat cawan (gram) B = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (gram) C = berat cawan + sampel setelah dikeringkan (gram) -
Rendemen Rendemen minyak diukur berdasarkan minyak yang dihasilkan terhadap jumlah krim yang ditambahkan (ml). Rendemen (%) = minyak yang dihasilkan
x 100%
Krim sebagai bahan dasar -
Indeks Bias Beberapa tetes minyak diteteskan pada prima refraktometer Abbe yang sudah distabilkan pada suhu tertentu. Lalu dibiarkan selama 1 – 2 menit untuk mencapai suhu refraktometer.
Kemudian dilakukan pembacaan
indeks bias. Prima refraktometer sebelum dan sesudahnya dibersihkan dengan alcohol. Indeks bias perlu dikoreksi untuk temperatur standar dengan rumus: R = R’ + K (T – T’) Keterangan: R : indeks bias pada suhu standar R’ : indeks bias pada suhu pembacaan T : suhu standar T’ : suhu pembacaan K : faktor koreksi 0,000385 untuk minyak.
-
Sensori Dilihat dari warna dan bau. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Praktikum 1. FFA No 1 2 3 4 5 6 7
Sampel VCO laru tempe VCO paya VCO blender VCO pancingan Minyak Klentik (kanil) Shortning Margarin
Berat awal(gr) Ml NaOH % FFA 2.845 2.51 1.764 2.8502 2.45 1.719 2.8 2.25 1.607 2.8433 2.35 1.653 2.8715 2.5 1.741 2.8462 1.2 0.843 2.865 1.3 0.908
2. Bilangan Asam No
Sampel
1 2 3 4
VCO laru tempe VCO paya VCO blender VCO pancingan Minyak Klentik 5 (kanil) 6 Shortning 7 Margarin 3. Kadar air No 1 2 3
Berat awal(gr) 2.063 2.0163 2.0453 2.0143
Ml KOH 0.6 0.28 0.6 0.11
% Bilangan Asam 0.049 0.048 0.045 0.046
2.0663 2.0064 2.0041
0.09 0.2 0.1
0.049 0.018 0.019
berat sampel
berat sampel
awal (gr)
akhir (gr)
Sampel
berat cawan (gr)
VCO laru tempe
21.0574
1.8638
1.8506
0.708 %
31.4017
1.8103
1.8057
0.254 %
26.1845
2.015
1.9931
8.199 %
23.0364
2.0149
1.9947
0.928%
55.5035
2.1615
2.1163
2.091%
65.0513
2.0403
2.0026
1.85%
54.1709
2.0091
2.0073
0.896%
57.3814
2.0037
2.001
0.13%
34.2661
2.0125
2.0105
0.129%
26.1387
2.0206
2.0078
0.1386 %
VCO paya VCO blender
4
VCO pancingan
5
Minyak Klentik (kanil)
Kadar Air
Rata-rata 0.481 % 4.5635% 1.9705% 0.1098% 0.1338%
6
Shortning
28.2604
2.085
2.0718
7
Margarin
26.412
2.0643
2.02
1.107% 14.581%
4. Rendemen No
1 2 3 4
Bahan
Volume
Volume
Sampel (ml)
VCO
VCO laru tempe 5% Paya 3% Blender Pancingan 1:3
Minyak Klentik 1 Kanil 5. Indeks Bias No
Sampel
1
VCO Laru
2
VCO Paya
3
VCO Blender
4
VCO Pancingan
5
Minyak klentik (kanil)
6
Shortening
7
Margarin
Rendemen (%)
400 400 380 400
60 80.5 65 170
15 20.125 17.105 42.5
600
130
21.67
K 0.00038 5 0.00038 5 0.00038 5 0.00038 5 0.00038 5 0.00038 5 0.00038 5
T (°C )
T' (°C)
R'
R
28
28.2
1.389
1.389
28
28.5
1.405
1.4051
26.1
26.2
1.47 1.470039
28.2
28.3
1.435 1.435039
28
28.2
1.355
28
28.4
1.574 1,574154
28
28.4
1.525
6. Sensori No 1 2 3 4 5 6 7
Sampel VCO Laru VCO Paya VCO Blender VCO Pancingan Minyak klentik (kanil) Shortening Margarin
Warna Keruh Kekuningan Agak Kekuningan Keruh Kekuningan Bening Kuning agak jernih Putih Kuning agak jernih
Aroma Kelapa menyengat Terasa bau kelapa Agak basi Kelapa Kelapa tengik Kurang menyengat Menyengat
1.355
1,52514
B. Pembahasan VCO dapat dibuat dengan berbagai metode antara lain dengan fermentasi, pancingan, dan blender.
Perbedaan metode akan menghasilkan VCO dengan
karakteristik fisikokimia yang berbeda. Prinsip yang digunakan dalam pembuatan minyak kelapa murni adalah perusakan sistem emulsi pada santan, yaitu dengan merusak protein yang menyelubungi globula minyak, baik dengan cara enzimatis, pancingan (osmosis) dan mekanis (blender). Prinsip yang digunakan pada pembuatan minyak kelapa murni dengan metode fermentasi adalah dengan menurunkan pH sistem akibat terbentuknya asam-asam, sehingga pH sistem mencapai titik isoelektrik protein dalam santan yaitu pada kisaran pH 3,8 – 3,9. Apabila titik isoelektrik protein tercapai, maka protein akan mengendap dan sistem emulsi akan rusak. Sedangkan prinsip yang digunakan pada pembuatan minyak dengan metode pancingan yaitu tekanan osmosis dari minyak yang digunakan sebagai pancingan yang akan bergabung dengan santan lalu memecah globula-globula santan atau protein dari santan. Dan prinsip dari metode blender adalah pemecahan globula yang dilakukan secara mekanis dengan menggunakan blender. Untuk mengetahui sifat fisikokimia dari minyak, maka dilakukan analisis baik secara kuantitatif dengan mengukur rendemen minyak, dan secara kualitatif dengan mengukur kadar air, kadar asam lemak bebas, indeks bias dan kejernihan dari minyak yang dihasilkan. 1. Rendemen Rendemen merupakan perbandingan antara jumlah minyak yang dihasilkan terhadap jumlah krim atau kanil yang digunakan dalam pengolahan. Krim / kanil diperoleh dari santan yang didiamkan beberapa lama. Kemudian krim tersebut dipecah/ dirusak sistem emulsinya dengan cara fermentasi, pancingan dan blender, sehingga minyak yang dikelilingi oleh globula protein dapat keluar. Setelah proses pemisahan selesai akan terbentuk 3 lapisan yaitu minyak, blondo dan air.
Dari hasil praktikum, rendemen minyak terbanyak diperoleh dari metode pancingan yaitu 46,11%.
Sedangkan dengan metode blender dan fermentasi
berturut-turut diperoleh 29,25 % dan 23 %.
Metode pancingan ini telah
dikembangkan oleh laboratorium Kimia-Fisika Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Setelah krim ditambah dengan minyak pancingan, kemudian
didiamkan selama 10 jam, VCO sudah dapat diambil. Dengan pengemasan yang baik pada suhu kamar, VCO tanpa pemanasan awet bertahun-tahun. (Ir. Barlina, R, 2004) 2. Kadar Air Kadar air sangat menentukan kualitas dari VCO yang dihasilkan. Kadar air berperan dalam proses oksidasi maupun hidrolisis minyak yang akhirnya dapat menyebabkan ketengikan. Semakin tinggi kadar air, minyak semakin cepat tengik (Sardi Duryatmo, 2005). Kadar air paling tinggi pada minyak menurut hasil praktikum diperoleh dari metode blender yaitu 77,605 %. Sedangkan untuk metode pancingan dan fermentasi adalah 59,5 % dan 50,79 %. Hal ini dapat terjadi mungkin karena minyak belum terpisah secara sempurna dan cara pemisahan minyak dari blondo dan air yang kurang baik. Tingginya kadar air akan menurunkan kualitas minyak yang dihasilkan yaitu minyak akan menjadi cepat tengik selama penyimpanan. Kadar air dalam VCO dapat diketahui dengan cara yang mudah yaitu dengan mendiamkannya pada suhu rendah. Jika VCO mudah membeku maka kemurniannya lebih bagus sebab dibawah suhu 25 0C VCO mulai membeku. Namun, bila kadar air tinggi proses pembekuan lebih lama. Air membeku pada suhu 00C. VCO membeku seperti mentega dan jika dikembalikan ke suhu panas, mencair seperti semula (Sardi Duryatmo, 2005). 3. Kadar Asam Lemak Bebas Kadar asam lemak bebas merupakan benyaknya asam lemak bebas yang dihasilkan dari proses hidrolisis minyak. Banyaknya asam lemak bebas dalam minyak menunjukkan penurunan kualitas minyak.
Hasil praktikum menunjukkan % FFA yang tinggi diperoleh pada pembuatan VCO dengan cara fermentasi (0,32 %), sedangkan dengan pancingan diperoleh hasil 0,16 % dan 0,18 % untuk blender.
Pada proses fermentasi,
terdapat pemberian laru tempe 3-5 % yang mengandung Rhizopus Oligosporus. Mikroba ini mempunyai kemampuan menghasilkan enzim protease dan lipase yang dapat menghidrolisis minyak dengan didukung oleh kadar air yang tinggi (Sardjono, 1989) dalam Erminawati (1999).
Hidrolisis minyak akan
menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Semakin tinggi konsentrasi asam lemak bebas berarti semakin banyak mikroba yang melakukan fermentasi. Pada metode blender, minyak keluar karena protein yang menutupi globula minyak pecah karena dihancurkan oleh gerak mekanik dari blender. Sedangkan pada metode pancingan, minyak keluar karena adanya perbedaan konsentrasi, sehingga minyak yang berada dalam kelapa (hipotonis) keluar dari kelapa (hipertonis). Minyak tersebut dengan adanya kadar air yang tinggi dapat terhidrolisis menjadi asam-asam lemak bebas. Namun jika dibandingkan dengan metode fermentasi, metode pancingan dan blender menghasilkan asam lemak bebas yang lebih rendah.
Menurut Bambang Setiaji dalam Fendy R Paimin
(2004), kandungan asam lemak bebas pada pengolahan minyak melalui proses fermentasi menggunakan ragi starter cenderung melampaui nilai standar yang diinginkan konsumen. 4. Indeks Bias Indeks bias minyak merupakan perbandingan sinus sudut sinar datang dan sudut sinar pantul dari cahaya yang melalui minyak. Pembiasan ini disebabkan karena adanya interaksi antara gaya elektrostatik dan elektromagnetik atom dalam molekul minyak. Pengukuran indeks bias ini dapat digunakan untuk mengukur kemurnian minyak (Sudarmadji, et al, 1996) Menurut Ketaren (1986) indeks bias dipengaruhi oleh kadar asam lemak, proses oksidasi dan suhu. Semakin besar kandungan asam lemak bebas dan semakin besar reaksi oksidasi, maka indeks bias semakin besar. Pengukuran indeks bias pada suhu tinggi akan mengakibatkan nilai indeks bias semakin kecil.
Indeks bias juga dipengaruhi oleh kejernihan minyak. Semakin tinggi nilai indeks bias maka semakin tidak jernih minyak tersebut. Menurut Setyawati et al (2001) peningkatan konsentrasi enzim berpengaruh pada dekomposisi protein menjadi senyawa dengan berat molekul yang lebih rendah, sehingga sulit terkoagulasi dan terendapkan akibatnya kejernihan minyak berkurang dan akan berpengaruh terhadap indeks bias. Dari hasil praktikum dengan metode yang berbeda-beda dihasilkan nilai indeks bias yang hamper sama. Fermentasi, pancingan dan blender mempunyai nilai indeks bias berturut-turut 1,458, 1,459 dan 1,459.
Metode fermentasi
menghasilkan nilai indeks bias yang paling kecil dibandingkan metode yang lain. Hal ini berarti minyak VCO yang dihasilkan paling jernih. 5. Kejernihan Kejernihan minyak dipengaruhi oleh berat jenis minyak. Semakin tinggi berat jenis minyak, maka semakin berkurang tingkat kejernihan minyak. Hal ini disebabkan adanya kotoran, protein dan mineral. Adanya kotoran, polimer yang terbentuk atau zat-zat yang berat molekulnya tinggi akan menambah kekentalan dan berat jenis minyak (Srikandi et al, 1995 dalam Erminawati, 1999). Menurut Setyawati et al (2001) dekomposisi protein menjadi senyawa dengan berat molekul yang lebih rendah sehingga sulit terkoagulasikan dan terendapkan, akibatnya akan mempengaruhi kejernihan minyak.
Kejernihan
minyak dapat diukur dengan spektrofotometor. Kualitas VCO yang dihasilkan tidak dapat dinilai dari pengamatan fisik minyak saja seperti dari kejernihan, rasa, aroma dan warna. Tetapi juga harus dilihat dari analisis di laboratorium untuk mengetahui sifat-sifat fisikokimia dari minyak tersebut.
Parameter fisikokimia yang menentukan kualitas VCO
diantaranya kadar kolesterol, kadar air, asam lemak bebas, bilangan yodium, titik leleh dan nilai peroksida (Fendy R Paimin, 2004).
Minyak kelapa murni
berkualitas tinggi harus sesuai dengan standar mutu VCO yang ditetapkan. Dibawah ini adalah standar mutu VCO menurut standar Kanada. Standar Mutu VCO
Parameter
Nilai Khas Bening tanpa warna Khas kelapa alamiah, tidak
Warna Bau Kolesterol Asam lemak bebas Bilangan Yodium Titik leleh Kadar air
tengik < 0,2 g/100 g < 0,1 % Maks 9 g/100 g 23 27 0C dan < 0,15 %
ketidakmurnian SNI 01-2902-1992 Nilai saponifikasi Materi tak disaponifikasi Bobot jenis Nilai peroksida
260 mg KOH/g Ave 0,23 % 0,92 Ave 0,09
Sumber: Departemen Penutupan Tambang PT Newmont Minahasa Raya
Dari hasil praktikum, dapat diketahui bahwa metode pancingan adalah metode yang paling baik dalam pembuatan VCO dibanding metode fermentasi dan blender. Metode pancingan menghasilkan minyak dengan rendemen paling tinggi, kadar airnya sedang, kadar asam lemak bebas paling rendah dan indeks bias yang hampir sama dengan metode yang lain.
V. PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA
Suhadiyono dan S. Syamsiah. 1987. Pembuatan Minyak Kelapa dengan Cara Fermentasi. Bioproses dalam Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi. UGM. Penerbit Liberty: Yogyakarta. Sukartin, J. Kuncoro dan Maloedyn S. 2005. Gempur Penyakit dengan VCO. Agromedia Pustaka: Jakarta. LAMPIRAN 1. FFA Rumus : % FFA =
ml NaOH x N x BM As.Laurat x 100% berat contoh ( gram) x 1000
ml NaOH x N x BM As.Laurat x 100% berat contoh ( gram) x 1000 1,2 x 0,1 x 200 = x 100% 2,8462 x 1000 = 0,8432% ml NaOH x N x BM As.Laurat % FFA Margarin = x 100% berat contoh ( gram) x 1000 1,3 x 0,1 x 200 = x 100% 2,8650 x 1000 = 0,908% ml NaOH x N x BM As.Laurat % FFA Laru Tempe = x 100% berat contoh ( gram) x 1000 2,51 x 0,1 x 200 = x 100% 2,8462 x 1000 = 1,764% ml NaOH x N x BM As.Laurat % FFA VCO Paya = x 100% berat contoh ( gram) x 1000 2,45 x 0,1 x 200 = x 100% 2,8502 x 1000 = 1,7192% ml NaOH x N x BM As.Laurat % FFA VCO Pancingan = x 100% berat contoh ( gram) x 1000 2,35 x 0,1 x 200 = x 100% 2,8433 x 1000 = 1,653% % FFA Shortening =
ml NaOH x N x BM As.Laurat x 100% berat contoh ( gram) x 1000 2,25 x 0,1 x 200 = x 100% 2,8 x 1000 = 1,607% ml NaOH x N x BM As.Laurat % FFA Minyak Klentik (kanil) = x 100% berat contoh ( gram) x 1000 2,5 x 0,1 x 200 = x 100% 2,8715 x 1000 = 1,7413% 2. Bilangan Asam % FFA VCO Blender =
Rumus : BM KOH x %FFA BM As.Lemak / 10 BM KOH Bilangan Asam VCO Laru = x %FFA BM As.Lemak / 10 56 = x 1,764% 200 / 10 = 4,9392% BM KOH Bilangan Asam VCO Paya = x %FFA BM As.Lemak / 10 56 = x 1,7192% 200 / 10 = 4,814% BM KOH Bilangan Asam VCO Pancingan = x %FFA BM As.Lemak / 10 56 = x 1,653% 200 / 10 = 4,6284% BM KOH Bilangan Asam VCO Blender = x %FFA BM As.Lemak / 10 56 = x 1,607% 200 / 10 = 4,4996% BM KOH Bilangan Asam VCO Minyak Klentik = x %FFA BM As.Lemak / 10 56 = x 1,7413% 256 / 10 = 3,809% Bilangan Asam =
BM KOH x %FFA BM As.Lemak / 10 56 = x 0,907% 256 / 10 = 1,984% BM KOH Bilangan Asam Shortening = x %FFA BM As.Lemak / 10 56 = x 0,8432% 200 / 10 = 2,361% 3. Kadar Air Bilangan Asam Margarin =
Rumus : Kadar air = B – C x 100% B–A Keterangan : A = berat cawan (gram) B = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (gram) C = berat cawan + sampel setelah dikeringkan (gram) a. Kadar Air Laru Tempe Berat Cawan Kosong (A) = 1) 21,0574 g = 2) 31,4017 g Berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (B) = 1) 22,9212 g = 2) 33,2120 g Berat cawan + sampel setelah dikeringkan (C) = 1) 22,9080 = 2) 33,2074 B−C 1. Kadar Air VCO Laru = x 100% B−A 0,0132 = x 100% 1,8638 = 0,708 % B−C 2. Kadar Air VCO Laru = x 100% B−A 0,0046 = x 100% 1,8103 = 0,254 % 0.708% + 0.254% Rata –rata = 2 = 0.481 % b. Kadar Air VCO Paya Berat Cawan Kosong (A) = 1) 26,1845g
= 2) 23,0364 g Berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (B) = 1) 28,1995g = 2) 25,0513g Berat cawan + sampel setelah dikeringkan (C) = 1) 28,0343 g = 2) 25,0326 g B−C 1. Kadar Air VCO Paya = x 100% B−A 0,1652 = x 100% 2,0150 = 8,199% B−C 2. Kadar Air VCO Paya = x 100% B−A 0,0187 = x 100% 2,0149 = 0,928% 8.199% + 0.928% 2 = 4.5635 % c. Kadar Air VCO Pancingan Berat Cawan Kosong (A) = 1) 54,1709g = 2) 57,3814g Berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (B) = 1) 56,1800g = 2) 59,3850 g Berat cawan + sampel setelah dikeringkan (C) = 1) 56,1782 g = 2) 59,3824 g B−C 1. Kadar Air VCO Pancingan = x 100% B−A 0,0018 = x 100% 2,0091 = 0,0896% B−C 2. Kadar Air VCO Pancingan = x 100% B−A 0,0026 = x 100% 2,0037 = 0,13% Rata –rata =
0.0896% + 0.13% 2 = 0.1098 % d. Kadar Air VCO Blender Berat Cawan Kosong (A) = 1) 55,5035g = 2) 65,0513g Rata –rata =
Berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (B) = 1) 57,6650g = 2) 67,0916g Berat cawan + sampel setelah dikeringkan (C) = 1) 57,6198g = 2) 67,0539g B−C 1. Kadar Air VCO Blender = x 100% B−A 0,0452 = x 100% 2,1615 = 2,091% B−C 2. Kadar Air VCO Blender = x 100% B−A 0,0377 = x 100% 2,0403 = 1,85% 2.091% + 1.85% 2 = 1.9705 % e. Kadar Air Minyak Klentik (kanil) Berat Cawan Kosong (A) = 1) 34,2661g = 2) 26,1387g Berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (B) = 1) 36,2786g = 2) 28,1491g Berat cawan + sampel setelah dikeringkan (C) = 1) 36,2760g = 2) 28,1463g B−C 1. Kadar Air VCO Blender = x 100% B−A 0,0026 = x 100% 2,0125 = 0,129% B−C 2. Kadar Air VCO Blender = x 100% B−A 0,0028 = x 100% 2,0206 = 0,1386% 0.129% + 0.1386% Rata –rata = 2 = 0.1338 % f. Kadar Air Margarin Berat Cawan Kosong (A) = 26,4120g Berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (B) = 28,4763g Berat cawan + sampel setelah dikeringkan (C) = 28,1753g Rata –rata =
Kadar Air VCO Margarin =
B−C x 100% B−A 0,301 = x 100% 2,0643 = 14,581%
g. Kadar Air Shortening Berat Cawan Kosong (A) = 28,2604g Berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (B) = 30,3554g Berat cawan + sampel setelah dikeringkan (C) = 30.3322g B−C Kadar Air VCO Shortening = x 100% B−A 0,0232 = x 100% 2,095 = 1.107% 4. Rendemen Rumus : Minyak yang dihasilkan (ml ) x 100% krim(ml ) Minyak yang dihasilkan (ml ) Rendemen Laru Tempe (%) = x 100% krim(ml ) 60ml = x 100% 400ml = 15% Minyak yang dihasilkan (ml ) Rendemen VCO Paya(%) = x 100% krim(ml ) 80,5ml = x 100% 400ml = 20,125% Minyak yang dihasilkan (ml ) Rendemen VCO Pancingan (%) = x 100% krim(ml ) 170 ml = x 100% 400ml = 42,5% Minyak yang dihasilkan (ml ) Rendemen VCO Blender (%) = x 100% krim(ml ) 65 ml = x 100% 380ml = 17,11% Minyak yang dihasilkan (ml ) Rendemen Minyak Klentik (kanil) (%) = x 100% krim(ml ) Rendemen (%) =
130 ml x 100% 600ml = 21,67% = 5. Indeks Bias Rumus : Indeks bias = R’ – K (T-T’) Indeks bias VCO Laru = R’ – K (T-T’) = 1,389 – 0,000385 (28 º C - 28,2º C) = 1,389077 Indeks bias VCO Paya = R’ – K (T-T’) = 1,405– 0,000385 (28º C -28,5º C) = 1,4051 Indeks bias VCO Pancingan = R’ – K (T-T’) = 1,435 – 0,000385 (28,2 ºC-28,3 ºC) = 1,43504 Indeks bias VCO Blender = R’ – K (T-T’) = 1,47 – 0,000385 (26,1º C - 26,2º C) = 1,47001 Indeks bias Minyak Klentik (kanil) = R’ – K (T-T’) = 1,355 – 0,000385 (28º C - 28,2ºC) = 1,355077 Indeks bias Margarin = R’ – K (T-T’) = 1, 525 – 0,000385 (28º C - 28,4ºC) = 1,52514 Indeks bias Sortening = R’ – K (T-T’) = 1, 574– 0,000385 (28º C - 28,4ºC) = 1,574154
7. Shortening
Indeks Bias T : 28º C R’ : 1,574 T’ : 28,4º C Kadar Air Berat Cawan Kosong = Berat sampel = 2,0850 Berat cawan + sampel sebelum dioven = Berat cawan + sampel setelah dioven = 30,3524 Berat air = 30,3554 - 30,3524= 0,0030 Kadar Air : Berat air x 100% Berat bahan (BB ) 0,0030 Kadar air margarin = x 100% 2,0850 = 0,144%
# Shortening =
Uji Sensoris # Warna # Bau
= putih = kurang menyengat