PELAKSANAAN KEWAJIBAN REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA OLEH PT. TIMAH (PERSERO) Tbk. DI KABUPATEN BANGKA BARAT Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Hukum Perusahaan Tahun Akademik 2018-2019
Disusun Oleh: Nama
: Deden Ahmad Rohendi
Program Studi
: Magister Kenotariatan
NPM
: 18800006
Di bawah bimbingan: Prof. Dr. H. Mashudi, S.H., M.H.
PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG 2019
DAFTAR ISI DAFTAR ISI .............................................................................................................
i
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................
1
A. Latar Belakang ........................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................
2
C. Metode Penelitian ...................................................................................
2
BAB II LANDASAN TEORI DAN LANDASAN YURIDIS ...............................
3
A. Landasan Teori .......................................................................................
3
B. Landasan Yuridis ....................................................................................
4
BAB III PEMBAHASAN .......................................................................................
5
BAB IV KESIMPULAN ........................................................................................
9
DAFTAR PUSTAKA
i
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Penambangan timah di Pulau Bangka telah dimulai sejak tahun 1711 dan merupakan salah satu pulau penghasil timah terbesar di Indonesia. Aktifitas penambangan timah di Indonesia telah berlangsung lebih dari 200 (dua ratus) tahun, dengan jumlah cadangan yang cukup besar. Cadangan timah ini, tersebar dalam bentangan wilayah sejauh lebih dari 800 kilometer, yang disebut The Indonesian Tin Belt.1 Timah yang termasuk dalam golongan mineral logam memiliki cadangan yang sangat banyak di Kepulauan Bangka Belitung. Timah juga memiliki nilai jual yang sangat tinggi, sehingga sebagian rakyat memilih sebagai pekerja tambang untuk dapat meningkatkan perekonomian keluarganya. Penambangan timah khususnya di Kabupaten Bangka Barat semakin meningkat tiap tahunnya, sehingga meninggalkan lubang-lubang bekas galian timah yang merupakan hasil penambangan dari perusahaan timah yaitu PT Timah (Persero) Tbk, perusahaan penambang timah lainnya maupun hasil penambangan rakyat dengan melakukan tambang timah illegal yang dibiarkan begitu saja, dan dalam hal ini perlu dilakukan upaya reklamasi. Berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang dimaksud dengan reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Reklamasi bertujuan agar memperbaiki ekosistem lahan pasca penambangan supaya kesuburan tanah dan penyediaan sarana produksi dalam rangka peningkatan produktivitas lahan,2 dan untuk tercapainya reklamasi tersebut, maka pemerintah dalam hal ini Dinas Pertambangan dan Energi harus mengawasi pelaksanaan dari reklamasi lahan pasca tambang. Pada umumnya, setelah kawasan penambangan timah dilakukan penambangan, upaya perbaikan terhadap lahan tambang timah tersebut tidak maksimal dilakukan. Maka dari itu PT Timah (Persero) Tbk diharapkan melaksanakan reklamasi secepat mungkin terhadap lahan pasca tambang timah, karena dimungkinkan lahan pasca 1
Adrian Sutedi, Hukum Pertambangan, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 179 Benny Christian Sihaloho, 2010, ”Pelaksanaan Kewajiban Reklamasi oleh Perusahaan Tambang Batubara di Kabupaten Tanah Bumbu” Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, hlm. 3 2
1
2
tambang timah itu sendiri memiliki potensi sebagai penyebab banjir. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Propinsi Bangka Belitung dan Surat Keputusan Bupati Bangka Barat Tahun 2016, Kabupaten Bangka Barat adalah salah satu daerah status keadaan darurat penanganan bencana banjir di Propinsi Bangka Belitung. Kegiatan reklamasi diharapkan menghasilkan nilai tambah bagi lingkungan dan menciptakan keadaan yang jauh lebih baik. B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka penulis dapat menarik suatu rumusan masalah yaitu faktor apa yang menghambat pelaksanaan kewajiban reklamasi lahan pasca tambang berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara oleh PT Timah (Persero) Tbk di Kabupaten Bangka Barat?
C.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Pendekatan Yuridis Normatif Penulisan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.3 Bahan-bahan hukum yang dijadikan sebagai bahan dalam pembahasan penelitian penulisan ini di antranya adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
2.
Penelitian Kepustakaan Penelitian Kepustakaan, yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian, merupakan suatu penelitian yang memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitiannya.4
3
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, 2006, hlm. 13-14. 4 Mustika Zet, Metode Penelitian Kepustakaan, Yayasan Obor Nasional, Jakarta 2004, hlm. 2-3.
BAB II LANDASAN TEORI DAN LANDASAN YURIDIS A.
Landasan Teori Menurut teori hukum, bahwasanya hukum memainkan peranan yang penting dalam suatu masyarakat, dan bahkan mempunyai multifungsi untuk kebaikan masyarakat, demi mencapai keadilan, kepastian hukum, ketertiban, kemanfaatan, dan lain-lain tujuan hukum. Akan tetapi, keadaaan sebaliknya dapat terjadi bahkan sering terjadi, dimana penguasa negara menggunakan hukum sebagai alat untuk menekan masyarakat, agar masyarakat dapat dihalau ketempat yang diinginkan oleh penguasa Negara.5 Teori tentang perubahan sosial dalam hubungannya dengan sektor hukum merupakan salah satu teori besar dalam ilmu hukum. Hubungan antara perubahan sosial dengan sektor hukum tersebut merupakan hubungan interaksi, dalam arti terdapat pengaruh perubahan sosial terhadap perubahan sektor hukum, sementara di pihak lain, perubahan hukum juga berpengaruh terhadap suatu perubahan sosial. Perubahan hukum yang dapat mempengaruhi perubahan sosial sejalan dengan salah satu fungsi hukum, yakni fungsi hukum sebagai sarana perubahan sosial, atau sarana merekayasa masyarakat (social engineering). Jadi, hukum merupakan sarana rekayasa masyarakat (a tool of social engineering), suatu istilah yang pertama dicetuskan oleh ahli hukum Amerika yang terkenal yaitu Roscou Pound.6 Pound menyatakan bahwa kontrol sosial diperlukan untuk menguatkan peradaban masyarakat manusia karena mengendalikan perilaku antisosial yang bertentangan dengan kaidah-kaidah ketertiban sosial. Hukum, sebagai mekanisme kontrol sosial, merupakan fungsi utama dari negara dan bekerja melalui penerapan kekuatan yang dilaksanakan secara sistematis dan teratur oleh agen yang ditunjuk untuk melakukan fungsi itu. Akan tetapi, Pound menambahkan bahwa hukum saja tidak cukup, ia membutuhkan dukungan dari institusi keluarga, pendidikan, moral, dan agama. Hukum adalah sistem ajaran dengan unsur ideal dan empiris, yang menggabungkan teori hukum kodrat dan positivistik.7
5
Nazaruddin Lathif, 2017, Teori Hukum Sebagai Sarana/Alat Untuk Memperbaharui Atau Merekayasa Masyarakat, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Pakuan, Vol. 3, No. 1. hlm. 76. 6 Munir Fuadi, Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, Kencana Prennamdeia Group, Jakarta, 2013, hlm. 248. 7 Nazaruddin Lathif, 2017, Op. Cit. hlm. 77.
3
4
Mengenai peran hukum dalam pembangunan Mochtar menegaskan bahwa hukum harus menjamin agar perubahan tersebut berjalan secara teratur. Penekanan Mochtar pada kalimat “berjalan secara teratur” menunjukkan bahwa tercapainya “keterban” sebagai salah satu fungsi klasik dari hukum urgensinya ditegaskan kembali oleh Mochtar dalam mengawal pembangunan. Perubahan yang merupakan esensi dari pembangunan dan keterban atau keteraturan yang merupakan salah satu fungsi penng dari hukum adalah tujuan kembar dari masyarakat yang sedang membangun.8 Peranan hukum dalam pembangunan adalah untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan cara yang teratur (tertib), hukum berperan melalui bantuan perundang-undangan dan putusan pengadilan, atau kombinasi dari keduanya.9 Namun pembentukan perundang-undangan adalah cara yang paling rasional dan cepat dibandingkan dengan metode pengembangan hukum lain seper yurisprudensi dan hukum kebiasaan.10 Dalam hal ini Mochtar menjadikan perundangundangan sebagai wujud konkret dan sarana utama dalam melakukan pembaharuan masyarakat (social engineering). B.
Landasan Yuridis Landasan yuridis dalam penulisan penelitian ini didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang terkait atau yang terdapat relevansinya dengan permasalahan yang diangkat dalam judul penulisan penelitian ini, adalah sebagai berikut: Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menyatakan bahwa: “Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya.” Pasal 96 huruf c Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menyatakan : “dalam menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik, pemegang IUP dan IUPK wajib melaksanakan: pengelolaan dan pemantauan
lingkungan
pertambangan,
termasuk
kegiatan
reklamasi
dan
pascatambang. 8
Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Nasional, Bina Cipta, Bandung, 1975, hlm. 3 9 Ibid, hlm. 3-4. 10 Mochtar Kusumaatmadja, Pengembangan Filsafat Hukum Nasional, Pro Jusa, Tahun XV, No.1, 1997, hlm. 311.
BAB III PEMBAHASAN Sebagaimana dalam teori tentang perubahan sosial dalam hubungannya dengan sektor hukum merupakan salah satu teori besar dalam ilmu hukum.Hubungan antara perubahan sosial dengan sektor hukum tersebut merupakan hubungan interaksi, dalam arti terdapat pengaruh perubahan sosial terhadap perubahan sektor hukum, sementara di pihak lain, perubahan hukum juga berpengaruh terhadap suatu perubahan sosial. Perubahan hukum yang dapat mempengaruhi perubahan sosial sejalan dengan salah satu fungsi hukum, yakni fungsi hukum sebagai sarana perubahan sosial, atau sarana merekayasa masyarakat (social engineering). Jadi, hukum merupakan sarana rekayasa masyarakat (a tool of social engineering).11 Peranan hukum dalam pembangunan adalah untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan cara yang teratur (tertib), hukum berperan melalui bantuan perundangundangan dan putusan pengadilan, atau kombinasi dari keduanya.12 Namun pembentukan perundang-undangan adalah cara yang paling rasional dan cepat dibandingkan dengan metode pengembangan hukum lain seperti yurisprudensi dan hukum kebiasaan.13 Dalam hal ini Mochtar menjadikan perundang-undangan sebagai wujud konkret dan sarana utama dalam melakukan pembaharuan masyarakat (social engineering). Salah satu peraturan perundang-undangan sebagai sarana perubahan dalam masyarakat khususnya bagi masyarakat Kabupaten Bangka Barat adalah dengan diundangankannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang pertambangan adalah PT Timah (Persero) Tbk. Penambangan timah banyak ditemukan diwilayah Kepulauan Bangka Belitung. Area penambangan terbesar di pulau ini dikuasai oleh PT Timah (Persero) Tbk. PT Timah (Persero) Tbk sebagai perusahaan perseroan yang didirikan tanggal 2 Agustus 1976, dan merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). PT Timah (Persero) Tbk bergerak dibidang pertambangan timah dan telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 1995. PT Timah (Persero) Tbk merupakan produsen dan eksportir logam timah, dan memiliki segmen usaha penambangan timah terintegrasi mulai dari kegiatan eksplorasi, penambangan, pengolahan hingga pemasaran. 11 12
Nazaruddin Lathif, 2017, Op. Cit. hlm. 76. Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Nasional … Op.Cit.
hlm. 3-4. 13
Mochtar Kusumaatmadja, Pengembangan Filsafat Hukum Nasional, Pro Jusa…. hlm. 311.
5
6
PT Timah (Persero) Tbk melakukan operasi penambangan timah di darat maupun di laut. Kegiatan penambangan darat dilakukan perusahaan di wilayah Izin Usaha Pertambangan yang berlokasi di sebagian besar Pulau Bangka dan Belitung. Proses penambangan timah darat menggunakan metode pompa semprot (gravel pump), dimana pengoperasiannya sesuai dengan pedoman atau prosedur penambangan yang baik (Good Mining Practices). Kemudian untuk penambangan lepas pantai, PT Timah (Persero) Tbk mengoperasikan kapal keruk dengan jenis Bucket Line Dredges dengan ukuran mangkuk mulai dari 7 curf sampai dengan 24 curf dan dapat beroperasi mulai 15 sampai 50 meter dibawah permukaan laut dengan kemampuan gali mencapai lebih dari 3,5 juta meter kubik material setiap bulannya. Perubahan kondisi lingkungan yang terjadi di lokasi tambang dan sekitarnya merupakan konsekuensi dari proses kegiatan penambangan. Dampak negatif yang ditimbulkan dari penambangan timah inilah yang perlu diminimalisir dengan cara dikelola agar kerusakan tersebut tidak menjadi lebih parah. Hal ini perlu dilakukannya upaya guna mencegah makin rusaknya lingkungan di wilayah pertambangan. Perubahan lingkungan tersebut dapat diminimalkan dengan melakukan reklamasi pada lahan-lahan bekas tambang yang telah dinyatakan selesai. Setelah aktivitas penambangan selesai, maka lahan bekas penambangan harus segera direklamasi. Tujuanya untuk menghindari kemung kinan timbulnya potensi kerusakan lain. Potensi tersebut seperti timbulnya air asam tambang, penurunan daya dukung tanah bahkan terjadinya kerusakan lahan lebih luas. Pasal 96 huruf (c) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menyebutkan bahwa pemegang IUP dan IUPK wajib melaksanakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan termasuk kegiatan reklamasi dan pascatambang. Maka telah jelas setiap pemegang IUP dan IUPK wajib melasanakan kegiatan reklamasi dan pascatambang. Reklamasi adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi sesuai peruntukannya. Reklamasi perlu dilakukan mengingat dalam kegiatan penambangan hampir seluruhnya menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan. Perusahaan penambangan perlu diberikan kewajiban untuk memulihkan lingkungan dalam pelaksanaan kegiatan penambangan yang telah mengalami kerusakan, dengan cara pengelolaan lingkungan tambang. Dalam melakukan reklamasi pada lahan bekas penambangan PT Timah (Persero) Tbk mengalami beberapa permasalahan yang menjadi kendala utama dalam pencapaian target penyelesaian pekerjaan. Permasalahan ataupun kendala yang dihadapi oleh PT Timah
7
(Persero) Tbk dalam usaha kegiatan reklamasi sangatlah komplek. Kendala yang dihadapi PT Timah (Persero) Tbk yaitu masih beroperasinya Tambang Inkonvensional (TI) yang dilaksanakan oleh rakyat secara illegal. Penambangan illegal ini dilakukan pada lahan yang akan atau sedang atau telah dilakukan proses reklamasi. Solusi yang dilakukan oleh PT Timah(Persero) Tbk adalah dengan lebih selektif dalam memilih area yang akan direklamasi, yaitu area yang benar-benar bebas dari gangguan Tambang Inkonvensional (TI) serta melibatkan masyarakat setempat dalam proses penanaman atau kegiatan pemeliharaan reklamasi. Kendala lainnya PT Timah (Persero) Tbk seringkali mendapatkan hambatan pada saat dilakukannya kegiatan penataan, tidak jarang banyak pemilik lahan yang menentang kegiatan penataan tersebut. Ada beberapa lokasi yang ditolak masyarakat untuk dilakukan reklamasi, sehingga rencana reklamasi yang telah direncanakan adakalanya tertunda. PT Timah (Persero) Tbk selaku pemegang IUP hanya mengambil bahan galian tetapi tanah yang dilakukan penambangan memiliki kepemilikan yang dimiliki oleh masyarakat. Terkadang pemilik tanah ini menolak dilakukan reklamasi. Banyak dari IUP PT Timah (Persero) Tbk yang berada di Kepulauan Bangka Belitung sulit untuk dilakukan reklamasi, hal ini terjadi karena pemilik lahan tidak menginginkan adanya reklamasi padatanah miliknya yang sebelumnya telah dilakukan penambangan oleh PT Timah (Persero) Tbk. Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pelaksanaan kegiatan reklamasi. PT Timah (Persero) Tbk selaku pemegang IUP pada lahan tersebut memiliki tanggungjawab untuk mengembalikan lahan yang digunakan sebagai lokasi penambangan timah sesuai dengan permintaan pemilik tanah. Kendala-kendala ini sifatnya non teknis sehingga menyebabkan sulit untuk diatasi dan diantisipasi. Karena beberapa kendala tersebut, maka realisasi reklamasi dapat saja berbeda dengan rencana awal. PT Timah (Persero) Tbk telah berupaya untuk melakukan perbaikan lingkungan pada lahan pasca tambang berupa kegiatan reklamasi. Kendala lain yang dihadapi PT Timah (Persero) Tbk yaitu adanya keinginan masyarakat untuk ditanam dengan jenis tanaman produksi yang tidak sesuai dengan pola penanaman dalam dokumen RKL perusahaan. Pada saat sosialisasi pemilik tanah telah setuju mengenai tanaman yang akan digunakan untuk ditanam pada lahan yang akan direklamasi, namun sering kali terjadi pemilik tanah berubah pikiran mengenai tanaman yang akan ditanam diatas lahan yang akan direklamasi. Misalnya saja pada saat sosialisasi, pemilik tanah telah setuju lahan yang akan direklamasi tersebut ditanami pohon akasia,
8
namun pada saat proses perataan tanah telah selesai dan akan memasuki proses penanaman, pemilik tanah meminta untuk ditanami pohon sawit, atau pohon kelapa hibrida pada lahan yang telah dilakukan penataan. Ini merupakan penyimpangan dari kesepakatan antara pemilik tanah dengan PT Timah (Persero) Tbk. Meskipun hal ini bertentangan dengan pola penanaman dalam dokumen RKL perusahaan, namun PT Timah (Persero) Tbk melaksanakan penanaman sesuai tanaman yang di inginkan oleh pemilik lahan. Karena apabila PT Timah (Persero) Tbk tetap melaksanakan pola penanaman sesuai dokumen RKL perusahaan, akan tetap terjadi penolakan oleh masyarakat Salah satu paya yang dilakukan oleh PT Timah (Persero) Tbk dalam menangani kendala/hambatan ini dengan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya kegiatan reklamasi. Sosialisasi ini diharapkan dapat mengubah pola pikir masyarakat mengenai bahaya lahan pasca tambang apabila tidak dilakukan reklamasi. PT Timah (Persero) Tbk selaku pemegang IUP pada lahan tersebut memiliki tanggungjawab untuk mengembalikan lahan yang digunakan sebagai lokasi penambangan timah sesuai dengan permintaan pemilik tanah. Kendala-kendala ini sifatnya non teknis sehingga menyebabkan sulit untuk diatasi dan diantisipasi. Karena beberapa kendala tersebut, maka realisasi reklamasi dapat saja berbeda dengan rencana awal. PT Timah (Persero) Tbk telah berupaya untuk melakukan perbaikan lingkungan pada lahan pascatambang berupa kegiatan reklamasi. Pendekatan penyelesaian masalah yang sudah dilakukan oleh PT Timah (Persero) Tbk untuk permasalahan diatas antara lain: 1.
Memahami permasalahan pokok yang menjadi hambatan di lapangan;
2.
Memperbaharui metode dan sistem pelaksanaan reklamasi dan tahapan survey, penetapan lokasi, penataan lahan dan penanaman sesuai dengan SOP reklamasi;
3.
Menyatukan pekerjaan penataan lahan dan penanaman beruntun setelah penataan lahan selesai dengan tujuan menghindari aktivitas tambang liar masuk;
4.
Melakukan sosialisasi ke masyarakat setempat akan pentingnya kegiatan reklamasi pasca tambang;
5.
Melakukan koordinasi dengan dinas terkait seperti kehutanan, pertambangan dan energi, lingkungan hidup dan dinas terkait lainnya;
6.
Melakukan sosialisasi Green Mining Practise di lokasi-lokasi tambang.
BAB IV KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang telah penulis uraikan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa faktor yang menghambat pelaksanaan kewajiban reklamasi lahan pasca tambang berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara oleh PT Timah (Persero) Tbk di Kabupaten Bangka Barat adalah masih beroperasinya Tambang Inkonvensional (TI) yang dilaksanakan oleh rakyat secara illegal. Penambangan illegal ini dilakukan pada lahan yang akan atau sedang atau telah dilakukan proses reklamasi. Kendala lainnya PT Timah (Persero) Tbk seringkali mendapatkan hambatan pada saat dilakukannya kegiatan penataan, tidak jarang banyak pemilik lahan yang menentang kegiatan penataan tersebut. Ada beberapa lokasi yang ditolak masyarakat untuk dilakukan reklamasi, sehingga rencana reklamasi yang telah direncanakan adakalanya tertunda. PT Timah (Persero) Tbk selaku pemegang IUP hanya mengambil bahan galian tetapi tanah yang dilakukan penambangan memiliki kepemilikan yang dimiliki oleh masyarakat. Terkadang pemilik tanah ini menolak dilakukan reklamasi. Banyak dari IUP PT Timah (Persero) Tbk yang berada di Kepulauan Bangka Belitung sulit untuk dilakukan reklamasi, hal ini terjadi karena pemilik lahan tidak menginginkan adanya reklamasi padatanah miliknya yang sebelumnya telah dilakukan penambangan oleh PT Timah (Persero) Tbk. Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pelaksanaan kegiatan reklamasi.
9
DAFTAR PUSTAKA A.
Buku Adrian Sutedi, Hukum Pertambangan, Sinar Grafika, Jakarta, 2012. Munir Fuadi, Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, Kencana Prennamdeia Group, Jakarta, 2013. Mustika Zet, Metode Penelitian Kepustakaan, Yayasan Obor Nasional, Jakarta 2004. Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Nasional, Bina Cipta, Bandung, 1975. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, 2006.
B.
Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 4 Tahum 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
C.
Sumber Lain Benny Christian Sihaloho, 2010, ”Pelaksanaan Kewajiban Reklamasi oleh Perusahaan Tambang Batubara di Kabupaten Tanah Bumbu” Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Mochtar Kusumaatmadja, Pengembangan Filsafat Hukum Nasional, Pro Jusa, Tahun XV, No.1, 1997 Nazaruddin Lathif, 2017, Teori Hukum Sebagai Sarana/Alat Untuk Memperbaharui Atau Merekayasa Masyarakat, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Pakuan, Vol. 3, No. 1.