MAKALAH KEPERAWATAN KLINIK ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERITONITIS
OLEH SRI LESTARI, A.Md.Kep
STIKES TENGKU MAHARATU PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Klinik yang berjudul ”Asuhan Keperawatan Pada Pasien Peritonitis” dengan baik. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat pada makalah ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik yang membantu agar penulis dapat berbuat lebih banyak di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Pangkalan Kerinci, 18 Maret 2019
Penulis
1
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .............................................................................................. 1 DAFTAR ISI ............................................................................................................ 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 3 1.2 Rumusan Masalah..................................................................................... 3 1.3 Tujuan ....................................................................................................... 3 BAB II TINJAUAN TEORI ..................................................................................... 5 BAB III ASUHAN KEPERAWATAN .................................................................... 12 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan ............................................................................................... 16 4.2 Saran ......................................................................................................... 16 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 18
2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Peritonitis
adalah
peradangan
pada
peritonium
yang
merupakan
pembungkus visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah lapisan tunggal dari sel-sel mesoepitelial diatas dasar fibroelastik. Terbagi menjadi bagian viseral, yang menutupi usus dan mesenterium; dan bagian parietal yang melapisi dinding abdomen dan berhubungan dengan fasia muskularis. Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf autonom dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan. Dengan demikian sayatan atau penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa dirasakan oleh pasien. Akan tetapi bila dilakukan tarikan atau regangan organ, atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot yang menyebabkan iskemia misalnya pada kolik atau radang seperti apendisitis, maka akan timbul nyeri. Pasien yang merasaka nyeri viseral biasanya tidak dapat menunjuk dengan tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya untuk menujuk daerah yang nyeri. Peritoneum parietale dipersarafi oleh saraf tepi, sehingga nyeri dapat timbul karena adanya rangsang yang berupa rabaan, tekanan, atau proses radang. Nyeri dirasakan seperti seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjukkan
dengan
tepat
lokasi
nyeri.
Area permukaan total peritoneum sekitar 2 meter, dan aktivitasnya konsisten dengan suatu membran semi permeabel.
1.2 Rumusan Masalah 1. Mahasiswa/i dapat mengetahui defenisi dari peritonitis? 2. Mahasiswa /i dapat membuat Asuhan Keperawatan dari kasus peritonitis? 1.3 Tujuan 1. Tujuan Umum Adapun tujuan umum penulis menyusun makalah ini untuk mendukung kegiatan belajar-mengajar jurusan keperawatan khususnya di mata kuliah ” Peritonitis ”
3
2.
Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus penulis menyusun makalah ini karena merupakan tugas yang harus diselesaikan untuk medapat nilai tugas dan dapat melakukan presentasi berkaitan dengan mata kuliah yang bersangkutan.
4
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Defenisi Peritonitis adalah suatu peradangan dan peritoneum, pada membrane serosa, pada bagian rongga perut. Peritonitis adalah inflamasi peritoneum – lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronik / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular dan tanda – tanda umum inflamasi. Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum) lapisan membrane serosa rongga abdomen dan dinding perut bagian dalam. Peritonitis adalah radang peritoneum dengan eksudasi serum, fibrin, sel – sel, dan pus, biasanya disertai dengan gejala nyeri abdomen dan nyeri tekan pada abdomen, konstipasi, muntah, dan demam peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada peritoneum. Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh. Peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum parietal, dan peritoneum visceral, yang berfungsi menutupi sebagian besar dari organ – organ abdomen dan pelvis, membentuk perbatasan halus yang memungkinkan organ saling bergeseran tanpa ada penggesekan. Organ–organ digabungkan bersama dan menjaga kedudukan mereka tetap, dan mempertahankan hubungan perbandingan organ – organ terhadap dinding posterior abdomen. Sejumlah besar kelenjar limfe dan pembuluh darah yang termuat dalam peritoneum, membantu melindunginya terhadap infeksi Peritonitis
adalah
peradangan
pada
peritonium
yang
merupakan
pembungkus visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah lapisan tunggal dari sel-sel mesoepitelial diatas dasar fibroelastik. Terbagi menjadi bagian viseral, yang menutupi usus dan mesenterium; dan bagian parietal yang melapisi dinding abdomen
dan
berhubungan
dengan
fasia
muskularis.
Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf autonom dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan. Dengan demikian sayatan atau penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa dirasakan oleh pasien.
5
Akan tetapi bila dilakukan tarikan atau regangan organ, atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot yang menyebabkan iskemia misalnya pada kolik atau radang seperti apendisitis, maka akan timbul nyeri. Pasien yang merasaka nyeri viseral biasanya tidak dapat menunjuk dengan tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya untuk menujuk daerah yang nyeri. 2.2 Etiologi Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak lambung, perforasi tifus abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena perforasi organ berongga karena trauma abdomen. Infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan tergantung dari penyakit yang mendasarinya. Penyebab utama peritonitis adalah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. SBP terjadi bukan karena infeksi intrabdomen, namun biasanya terjadi pada pasien dengan asites akibat penyakit hati kronik. Penyebab lain yang menyebabkan peritonitis sekunder ialah perforasi appendiksitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat devertikulisis, volvusus atau kanker dan strangulasi colon asenden. Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ – organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal. Adapun penyebab spesifik dari peritonitis adalah : 1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi 2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual. 3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang disebabkan oleh gonore dan infeksi clamedia. 4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana bisa terjadi asites dan mengalami infeksi. 5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan. 2.3 Klasifikasi Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Peritonitis bakterial primer. 6
Merupakan
peritonitis
akibat
kontaminasi
bakterial
secara
hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Streptococus atau Pneumococus. Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites. 2. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa) Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractus gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis. 3. Peritonitis non bakterial akut Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine. Peritonitis
bakterial
kronik
(tuberkulosa)
Secara primer dapat terjadi karena penyebaran dari fokus di paru, intestinal atau tractus urinarius. 4. Peritonitis non bakterial kronik (granulomatosa) Peritoneum dapat bereaksi terhadap penyebab tertentu melaluii pembentukkan granuloma, dan sering menimbulkan adhesi padat. Peritonitis granulomatosa kronik dapat terjadi karena talk (magnesium silicate) atau tepung yang terdapat disarung tangan dokter. Menyeka sarung tangan sebelum insisi, akan mengurangi masalah ini. 2.4 Patofisiologi Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga
7
membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus. Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia. Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organorgan tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen
termasuk
jaringan
retroperitoneal
menyebabkan
hipovolemia.
Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta
muntah.
Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
8
2.5 PATHWAY / WOC Interna (appendicitis
Bakteri E. Coli,
Eksterna (trauma, operasi
perrforasi, tukak peptikum,
Pseudomonas, Streptococus,
yg tidak steril)
tumor, divetikulosis)
klebsiella)
Invasi bakteri
Infeksi
Leukosit
Kontaminasi Bakteri
Peristaltic
Kompresi jaringan
Permeabilitas kapiler
Konstipasi
Lambung tertekan
Inflamasi
Usus
Distensi abdomen
peradangan
Mual muntah
Akumulasi rongga abdomen
Penumpukan cairan dlm rongga peritoneum
Keb. Nutrisi
Nyeri
tidak terpenuhi
Kebocoran isi dari organ dalam abdomen masuk ke rongga peritoneum
Gg pemenuhan
Hipertermi
mengalami paralysis
nutrisi
9
2.6 Manefestasi Klinis Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda – tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.
2.7 Komplikasi Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu : (chushieri) 1. Komplikasi dini a. Septikemia dan syok septic b. Syok hipovolemik c. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi system d. Abses residual intraperitoneal e. Portal Pyemia (misal abses hepar) 2. Komplikasi lanjut a. Adhesi b. Obstruksi intestinal rekuren
2.8 Pemeriksaan Diagnostik 1.
Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang meningkat dan asidosis metabolik. Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 10
gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur.
Biopsi
peritoneum
per
kutan
atau
secara
laparoskopi
memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat. 2.
Pemeriksaan X-Ray Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasuskasus perforasi. Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen
3.
Posisi a. Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior(AP). b. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan c. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal, proyeksi AP.
2.9 Penatalaksanaan Prinsip umum pengobatan adalah pemberian antibiotik yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal, penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pembuangan fokus septik atau penyebab radang lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan tindakan – tindakan menghilangkan nyeri9. Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama bila disertai appendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis. Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan. Cairan dan elektrolit bisa diberikan melalui infus1.
11
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian: 1. Identitas pasien 2. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama : klien datang kerumah sakit dengan diantar keluarganya dengan keluhan pingsan, keluarga mengatakan nyeri diseluruh perutnya. b. Riwayat kesehatan sekarang : Pasien mengalami peritonitis c. Riwayat kesehatan dahulu : sebelum klien mempunyai apendisitis yang diobati sendiri dengan antibiotic dari salinan resep dokter 3 bulan terakhir d. Riwayat kesehatan keluarga : 3. Pemeriksaan fisik
3.2 Diagnosa Keperawatan Analisa Data: NO
DATA DIAGNOSA
ETIOLOGI
MASALAH KEPERAWATAN
1
DS : keluarga klien
akumulasi cairan dalam rongga abdomen
mengatakan nyeri diseluruh perutnya DO: 1. KU : Lemah, 2. TD 90/60 mmHg, 3. RR 16x / menit, 4. N 96x/ menit, S 36,7
12
Nyeri
2.
DS :
penurunan peristaltik
Pesien Sulit Buang Air
Konstipasi
usus
Besar DO: 1. tubuh pasien lemas 2. TD 90/60 mmHg, 3. RR 16x / menit, 4. N 96x/ menit, S 36,7 3.
DS:
Usus mengalami
nutrisi kurang dari
paralysis
kebutuhan tubuh
keluarganya klien mengeluh mual sering muntah, nafsu makan
Anoreksia, Mual,
menurun
muntah
DO: 1. klien pusing , klien
Kurang vitamin dan
kekurangan vitamin
mineral
dan mineral 2. TD 90/60 mmHg,
Kebutuhan nutrisi tidak
3. RR 16x / menit,
terpenuhi
4. N 96x/ menit, S 36,7
DIAGNOSA KEPERAWATAN : 1. Nyeri berhubungan dengan akumulasi cairan dalam rongga abdomen 2. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan denagan anoreksia, mual muntah.
13
3.3 INTERVENSI NO DATA DIAGNOSA 1.
Nyeri dengan
NOC
berhubungan ●Pain Level akumulasi ●Pain Control
cairan dalam rongga ●Comfort Level abdomen Kriteria Hasil : 1. Mampu mengontrol
NIC -
Pain Management 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor
nyeri 2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang 3. Mampu mengenali nyeri 4. Menyatakan rasa
presipitasi 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3. Gunakan teknik komunikasi
nyaman setelah nyeri
terapeutik untuk mengetahui
berkurang
pengalaman nyeri pasien 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau Analgesic Administration 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat 2. Cek intruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi 3. Cek riwayat alergi 4. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala
14
2
Hipertermi
●Thermoregulation
Fever Treatment
berhubungan dengan Kriteria Hasil : proses peradangan
1. Monitor suhu sesering mungkin
1. Suhu tubuh dalam
2. Monitor warna dan suhu kulit
rentang normal 2. Nadi dan RR dalam
3. Monitor tekanan darah darah, nadi dan RR
rentang normal 3. Tidak ada perubahan
4. Monitor penurunan tingkat
warna kulit dan tidak ada
kesadaran
pusing
Temperature Regulation 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam 2. Monitor TD, nadi, dan RR 3. Monitor tanda-tanda hipertermi
3.
Perubahan nutrisi
●Nutritional Status
kurang dari
●Nutritional Status : food 1. Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh
and fluid intake
berhubungan dengan
●Nutrional Status :nutrient
untuk menentukan jumlah
anoreksia, mual
intake
kalori dan nutrisi yang
muntah.
●Weight Control
dibutuhkan pasien
Nutrition Management
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
3. Berikan informasi tentang
Kriteria Hasil : 1. Adanya berat
peningkatan badan
sesuai
dengan tujuan 2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
kebutuhan nutrisi Nutrition Monitoring 1. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
3. Mampu mengidentifikasi 2. Monitor pertumbuhan dan perkembangan kebutuhan nutrisi 4. Tidak ada tanda-tanda 3. Monitor kalori dan intake nutrisi manultrisi
15
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Peritonitis adalah suatu peradangan dan peritoneum, pada membrane serosa, pada bagian rongga perut. Peritonitis adalah inflamasi peritoneum – lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronik / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular dan tanda – tanda umum inflamasi. Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum) lapisan membrane serosa rongga abdomen dan dinding perut bagian dalam. Peritonitis adalah radang peritoneum dengan eksudasi serum, fibrin, sel – sel, dan pus, biasanya disertai dengan gejala nyeri abdomen dan nyeri tekan pada abdomen, konstipasi, muntah, dan demam peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada peritoneum. Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh. Peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum parietal, dan peritoneum visceral, yang berfungsi menutupi sebagian besar dari organ – organ abdomen dan pelvis, membentuk perbatasan halus yang memungkinkan organ saling bergeseran tanpa ada penggesekan. Organ–organ digabungkan bersama dan menjaga kedudukan mereka tetap, dan mempertahankan hubungan perbandingan organ – organ terhadap dinding posterior abdomen. Sejumlah besar kelenjar limfe dan pembuluh darah yang termuat dalam peritoneum, membantu melindunginya terhadap infeksi
4.2 Saran Semoga dengan pembuatan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. kami mengucapkan terima kasih kepada yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam pembuatan makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
16
Kami menyadari bahwa penyusun makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan malakah ini yang nantinya akan memberikan manfaat kepada kita semua.semoga sukses untuk kita semua.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC 2. Inayah, Iin Skp. 2004. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pencernaan. Jakarta: Salemba Medika 3. Nanda. 2002. Diagnosa Keperawatan Nanda : Definisi dan Klasifikasi 20012002: Diterjemahkan oleh Mahasiswa PSIK-B UGM Angkatan 2002. 4. Juanda, Edy. 1999. Penyakit Pencernaan. Bakti Mulia :Surabaya. 5. Suesmasto, Atiek S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Jakarta : Media Aesulapius
18