TUBERKULOSIS
KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2002). Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paruparu dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia, sehingga selama ini kasus tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru/TB Paru (Indriani et al., 2005). Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan pada saat penderita batuk. Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan menularkan penyakit tuberkulosis kepada manusia melalui kotorannya (Wiwid, 2005). Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI, 2007). Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009). B. KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PASIEN Menurut Depkes (2006), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan: 1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena: a. Tuberkulosis paru Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. b. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. 2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
a. Tuberkulosis paru BTA positif. 1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. 2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis. 3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif. 4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. b. Tuberkulosis paru BTA negatif Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi: 1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif 2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis. 3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan. 3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk. b. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu: 1) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal. 2) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin. 4. Tipe Pasien Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu: a. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). b. Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur). c. Kasus setelah putus berobat (Default ) Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. d. Kasus setelah gagal (failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. e. Kasus Pindahan (Transfer In) Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya. f. Kasus lain : Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan. C. ETIOLOGI Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um. Tergolong dalam kuman Myobacterium tuberculosae complex adalah : 1. M. Tuberculosae 2. Varian Asian 3. Varian African I 4. Varian African II 5. M. bovis. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant, tertidur lama selama bertahuntahun dan dapat bangkit kembali menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid.
Cara penularan TB (Depkes, 2006) a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. b. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. c. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. d. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. e. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
D. PATOFISIOLOGI Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi. Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat). Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus
dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar
ke
organ-organ
tubuh.
Pathway
E. MANIFESTASI KLINIS Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes, 2006). Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai (Asril Bahar. 2001): 1. Demam Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam influenza ini. 2. Batuk/Batuk Darah Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produkproduk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus. 3. Sesak Napas Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru. 4. Nyeri Dada Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.\ 5. Malaise Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat pada malam hari tanpa
aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur. F. KOMPLIKASI Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) : 1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas. 2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial. 3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru. 4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru. 5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya. 6. insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Diagnosis TB menurut Depkes (2006): 1. Diagnosis TB paru a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. d. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit. e. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru. 2. Diagnosis TB ekstra paru. a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lainlainnya. b. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain. 3. Diagnosis TB menurut Asril Bahar (2001): a. Pemeriksaan Radiologis Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru.
b. Pemeriksaan Laboratorium 1) Darah Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadangkadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. 2) Sputum Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan
sputum
juga
dapat
memberikan
evaluasi
terhadap
pengobatan yang sudah diberikan. 3) Tes Tuberkulin Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi BCG dan Myobacteriapatogen lainnya. H. PENATALAKSANAAN 1. Tujuan Pengobatan Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. 2. Prinsip pengobatan Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut: a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1) Tahap awal (intensif) a) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. b) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. c) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. 2) Tahap Lanjutan a) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama b) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan 3. Jenis, sifat dan dosis OAT
4. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia a. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia: 1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3. 2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE) 3) Kategori Anak: 2HRZ/4HR b. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. c. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
d. Paket Kombipak. Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan. e. KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB: 1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping. 2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep. 3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. Pengumpulan data Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu : a. Identitas klien Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain. b. Riwayat penyakit sekarang Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan. c. Riwayat penyakit dahulu Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif. d. Riwayat penyakit keluarga Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya. e. Riwayat psikososial Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain f. Pola fungsi kesehatan 1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek. 2) Pola nutrisi dan metabolik Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun. 3) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi 4) Pola aktivitas dan latihan Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas 5) Pola tidur dan istirahat Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat. 6) Pola hubungan dan peran Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular. 7) Pola sensori dan kognitif Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada gangguan. 8) Pola persepsi dan konsep diri Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya. 9) Pola reproduksi dan seksual Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena kelemahan dan nyeri dada. 10) Pola penanggulangan stress Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan. 11) Pola tata nilai dan kepercayaan Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien. 12) Pemeriksaan fisik Berdasarkan sistem – sistem tubuh a) Sistem integumen Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun b) Sistem pernapasan Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
Palpasi : Fremitus suara meningkat.
Perkusi
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki
: Suara ketok redup.
basah, kasar dan yang nyaring. c) Sistem pengindraan Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan d) Sistem kordiovaskuler Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras. e) Sistem gastrointestinal Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun. f) Sistem muskuloskeletal Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan. g) Sistem neurologis Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456 h) Sistem genetalia Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret kental atau sekret darah 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-kapiler 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia 4. Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis 5. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi
C. RENCANA KEPERAWATAN TUJUAN
DAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN KRITERIA HASIL (NOC) 1
Bersihan
Jalan
Nafas
tidak NOC :
Efektif
INTERVENSI (NIC) NIC :
v Respiratory status : Airway suction Ventilation
§ Pastikan
kebutuhan
Definisi : Ketidakmampuan untuk v Respiratory status : oral / tracheal suctioning membersihkan
sekresi
atau Airway patency
§ Auskultasi suara nafas
obstruksi dari saluran pernafasan v Aspiration Control
sebelum
untuk
suctioning.
mempertahankan
kebersihan jalan nafas.
Batasan Karakteristik :
dan
Kriteria Hasil :
§ Informasikan
v Mendemonstrasikan
klien
dan
sesudah
pada keluarga
batuk efektif dan suara tentang suctioning
o Dispneu, Penurunan suara nafas nafas
yang
bersih, § Minta
klien
nafas
tidak ada sianosis dan dalam sebelum suction
o Orthopneu
dyspneu
o Cyanosis
mengeluarkan sputum, § Berikan
o Kelainan suara nafas (rales, mampu wheezing)
(mampu dilakukan.
ada pursed lips)
o Batuk, tidak efekotif atau v Menunjukkan tidak ada
dengan
bernafas menggunakan
dengan mudah, tidak untuk
o Kesulitan berbicara
O2
nasal
memfasilitasi
suksion nasotrakeal jalan § Gunakan
alat
yang
nafas yang paten (klien steril sitiap melakukan
o Mata melebar
tidak merasa tercekik, tindakan
o Produksi sputum
irama nafas, frekuensi § Anjurkan pasien untuk
o Gelisah
pernafasan
o Perubahan
frekuensi
irama nafas
dalam istirahat dan napas dalam
dan rentang normal, tidak setelah ada
suara
nafas dikeluarkan
abnormal)
o Lingkungan menghirup
§ Monitor status oksigen
mengidentifikasikan
berhubungan: : asap
pasien
merokok, dan mencegah factor § Ajarkan rokok, yang
dari
nasotrakeal
yang v Mampu
Faktor-faktor
kateter
dapat bagaimana
keluarga cara
perokok pasif-POK, infeksi o Fisiologis
:
neuromuskular,
menghambat
disfungsi nafas hiperplasia
jalan melakukan suksion § Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila
dinding bronkus, alergi jalan
pasien
nafas, asma.
bradikardi,
o Obstruksi
jalan
nafas
:
menunjukkan peningkatan
saturasi O2, dll.
spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus,
Airway Management
adanya jalan nafas buatan,
·
sekresi
guanakan teknik chin lift
bronkus,
adanya
Buka jalan nafas,
eksudat di alveolus, adanya
atau jaw thrust bila perlu
benda asing di jalan nafas.
·
Posisikan
untuk
pasien
memaksimalkan
ventilasi ·
Identifikasi pasien
perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan ·
Pasang mayo bila
perlu ·
Lakukan fisioterapi
dada jika perlu ·
Keluarkan
dengan
sekret
batuk
atau
Auskultasi
suara
suction ·
nafas, catat adanya suara tambahan ·
Lakukan
suction
pada mayo ·
Berikan
bronkodilator bila perlu ·
Berikan pelembab
udara Kassa basah NaCl
Lembab ·
Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan. ·
Monitor
respirasi
dan status O2
2.
Gangguan Pertukaran gas
NOC :
NIC :
v Respiratory Status : Airway Management Definisi
:
Kelebihan
atau Gas exchange
·
Buka jalan nafas,
kekurangan dalam oksigenasi dan v Respiratory Status : guanakan teknik chin lift atau pengeluaran karbondioksida ventilation
atau jaw thrust bila perlu
di dalam membran kapiler alveoli
v Vital Sign Status
·
Kriteria Hasil :
untuk
Batasan karakteristik :
v Mendemonstrasikan
ventilasi
Gangguan penglihatan
peningkatan
Penurunan CO2
dan oksigenasi yang perlunya pemasangan alat
Takikardi
adekuat
jalan nafas buatan
Hiperkapnia
v Memelihara
·
Keletihan
kebersihan paru paru perlu
Somnolen
dan bebas dari tanda ·
Iritabilitas
tanda
Hypoxia
Kebingungan
Dyspnoe
Nasal faring
AGD Normal
Sianosis
Warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)
Hipoksemia
Hiperkarbia
ventilasi ·
Posisikan
pasien
memaksimalkan
Identifikasi pasien
Pasang mayo bila
Lakukan fisioterapi
distress dada jika perlu
pernafasan
·
Keluarkan
v Mendemonstrasikan dengan
sekret
batuk
atau
Auskultasi
suara
batuk efektif dan suara suction nafas
yang
bersih, ·
tidak ada sianosis dan nafas, catat adanya suara dyspneu
(mampu tambahan
mengeluarkan sputum, · mampu
Lakukan
suction
bernafas pada mayo
dengan mudah, tidak · ada pursed lips)
Berika
bronkodilator bial perlu
v Tanda tanda vital ·
Barikan pelembab
Sakit kepala ketika bangun
Frekuensi
dan
kedalaman
Faktor
faktor
yang
Ketidakseimbangan
·
Atur intake untuk
perfusi
mengoptimalkan
keseimbangan. ·
berhubungan :
udara
cairan
nafas abnormal
dalam rentang normal
Monitor
respirasi
dan status O2
ventilasi
Perubahan membran kapiler-
Respiratory Monitoring
alveolar
·
Monitor rata – rata,
kedalaman,
irama
dan
usaha respirasi ·
Catat
pergerakan
dada,amati kesimetrisan, penggunaan
otot
tambahan, retraksi otot supraclavicular
dan
intercostal ·
Monitor
suara
nafas, seperti dengkur ·
Monitor
nafas
:
pola bradipena,
takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne
stokes, biot ·
Catat lokasi trakea
·
Monitor kelelahan
otot diagfragma (gerakan paradoksis) ·
Auskultasi
nafas,
catat
suara area
penurunan / tidak adanya ventilasi tambahan
dan
suara
·
Tentukan
kebutuhan dengan
suction mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada jalan napas utama ·
auskultasi
paru
setelah
untuk
suara tindakan
mengetahui
hasilnya
3.
Ketidakseimbangan
nutrisi NOC :
kurang dari kebutuhan tubuh
NIC :
v Nutritional Status : Nutrition Management food and Fluid Intake
Definisi : Intake nutrisi tidak Kriteria Hasil : cukup
untuk
§ Kaji
adanya
alergi
makanan
keperluan v Adanya peningkatan § Kolaborasi dengan ahli
metabolisme tubuh.
berat
Batasan karakteristik :
badan
sesuai gizi untuk menentukan
dengan tujuan
jumlah kalori dan nutrisi
v Berat badan ideal yang dibutuhkan pasien.
- Berat badan 20 % atau lebih sesuai dengan tinggi § Anjurkan pasien untuk di bawah ideal - Dilaporkan
badan adanya
meningkatkan intake Fe
intake v Mampu
§ Anjurkan pasien untuk
makanan yang kurang dari RDA mengidentifikasi
meningkatkan
(Recomended Daily Allowance)
dan vitamin C
- Membran
mukosa
dan v Tidak
konjungtiva pucat - Kelemahan
otot
yang v Tidak
yang berarti
Luka, inflamasi pada rongga
mulut
sesaat makanan
tanda § Berikan substansi gula § Yakinkan terjadi dimakan
untuk penurunan berat badan tinggi
menelan/mengunyah
- Mudah
ada
tanda malnutrisi
digunakan
-
kebutuhan nutrisi
setelah
kenyang, mengunyah
diet
yang
mengandung serat
untuk
mencegah konstipasi § Berikan makanan yang terpilih
merasa
protein
(
dikonsultasikan
sudah dengan
ahli gizi) § Ajarkan
pasien
- Dilaporkan atau fakta adanya
bagaimana
kekurangan makanan
catatan makanan harian.
- Dilaporkan adanya perubahan
§ Monitor jumlah nutrisi
sensasi rasa
dan kandungan kalori
- Perasaan
ketidakmampuan
membuat
§ Berikan
informasi
untuk mengunyah makanan
tentang kebutuhan nutrisi
- Miskonsepsi
§ Kaji
kemampuan
pasien
untuk
- Kehilangan
BB
dengan
makanan cukup
mendapatkan nutrisi yang
- Keengganan untuk makan
dibutuhkan
- Kram pada abdomen - Tonus otot jelek
Nutrition Monitoring
- Nyeri abdominal dengan atau
§ BB pasien dalam batas
tanpa patologi
normal
- Kurang
berminat
terhadap
§ Monitor
adanya
makanan
penurunan berat badan
- Pembuluh darah kapiler mulai
§ Monitor
rapuh
jumlah
- Diare dan atau steatorrhea
biasa dilakukan
- Kehilangan
§ Monitor interaksi anak
rambut
yang
tipe
dan
aktivitas
yang
cukup banyak (rontok)
atau
- Suara usus hiperaktif
makan
- Kurangnya
§ Monitor
informasi,
misinformasi
orangtua
selama
lingkungan
selama makan § Jadwalkan
Faktor-faktor yang berhubungan :
pengobatan dan tindakan
Ketidakmampuan
tidak selama jam makan
pemasukan
atau mencerna makanan atau
§ Monitor kulit kering
mengabsorpsi
dan
berhubungan biologis, ekonomi.
zat-zat
gizi
dengan
faktor
psikologis
atau
perubahan
pigmentasi § Monitor turgor kulit § Monitor rambut
kekeringan, kusam,
dan
mudah patah § Monitor
mual
dan
muntah § Monitor albumin,
kadar total
protein,
Hb, dan kadar Ht § Monitor
makanan
kesukaan § Monitor pertumbuhan dan perkembangan § Monitor
pucat,
kemerahan,
dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva § Monitor
kalori
dan
intake nuntrisi § Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik
papila lidah dan cavitas oral. § Catat
jika
berwarna
lidah magenta,
scarlet
4.
Hipertermia
NOC :
NIC :
Thermoregulation
Fever treatment
Definisi : suhu tubuh naik diatas Kriteria Hasil : rentang normal
v Suhu tubuh dalam mungkin rentang normal
Batasan Karakteristik: ·
serangan
v Tidak atau
§ Monitor IWL
v Nadi dan RR dalam § Monitor
kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
rentang normal ·
§ Monitor suhu sesering
warna
dan
suhu kulit ada § Monitor tekanan darah,
konvulsi perubahan warna kulit nadi dan RR
(kejang)
dan tidak ada pusing, § Monitor
·
kulit kemerahan
merasa nyaman
·
pertambahan RR
§ Monitor
·
takikardi
dan Hct
·
saat disentuh tangan terasa
§ Monitor
hangat
penurunan
tingkat kesadaran WBC,
Hb,
intake
dan
output § Berikan anti piretik
Faktor faktor yang berhubungan :
§ Berikan
-
penyakit/ trauma
untuk
-
peningkatan metabolisme
penyebab demam
-
aktivitas yang berlebih
§ Selimuti pasien
-
pengaruh
§ Lakukan tapid sponge
medikasi/anastesi
§ Berikan
-
intravena ketidakmampuan/penurunan
pengobatan mengatasi
cairan
§ Kompres pasien pada
kemampuan untuk berkeringat
lipat paha dan aksila
-
§ Tingkatkan
terpapar
dilingkungan
panas
sirkulasi
udara
-
dehidrasi
§ Berikan
-
pakaian yang tidak tepat
untuk
pengobatan mencegah
terjadinya menggigil
Temperature regulation § Monitor suhu minimal tiap 2 jam § Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu § Monitor TD, nadi, dan RR § Monitor suhu kulit
warna
dan
§ Monitor
tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi § Tingkatkan
intake
cairan dan nutrisi § Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya
kehangatan tubuh § Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas § Diskusikan pentingnya
tentang pengaturan
suhu dan kemungkinan efek
negatif
dari
kedinginan § Beritahukan indikasi
tentang terjadinya
keletihan dan penanganan emergency
yang
diperlukan § Ajarkan indikasi dari hipotermi
dan
penanganan
yang
diperlukan § Berikan
anti
piretik
jika perlu
Vital sign Monitoring
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat
adanya
fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
atau
berdiri
Auskultasi
TD
pada
kedua
lengan
dan
bandingkan
Monitor TD, nadi, RR,
sebelum,
selama,
dan
setelah aktivitas
Monitor
kualitas
dari nadi
Monitor frekuensi dan
irama
pernapasan
Monitor
suara
paru
Monitor
pola
pernapasan abnormal
Monitor
suhu,
warna,
dan
kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor
adanya
cushing
triad
(tekanan
nadi
yang
melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
Identifikasi penyebab
dari
perubahan
vital
sign
5.
Nyeri
Definisi : Sensori
yang
NOC :
NIC :
v Pain Level,
Pain Management
v Pain control,
§ Lakukan
tidak v Comfort level
pengkajian
nyeri
menyenangkan dan pengalaman Kriteria Hasil :
secara
komprehensif
emosional yang muncul secara v Mampu mengontrol lokasi,
termasuk
karakteristik,
aktual atau potensial kerusakan nyeri (tahu penyebab durasi, frekuensi, kualitas jaringan
atau
menggambarkan nyeri,
mampu dan faktor presipitasi
adanya kerusakan (Asosiasi Studi menggunakan
tehnik § Observasi
reaksi
Nyeri Internasional): serangan nonfarmakologi untuk nonverbal mendadak
atau
pelan mengurangi
nyeri, ketidaknyamanan
intensitasnya dari ringan sampai mencari bantuan) berat
dari
§ Gunakan
teknik
yang dapat diantisipasi v Melaporkan bahwa komunikasi
terapeutik
dengan
akhir
yang
dapat nyeri
berkurang untuk
mengetahui
diprediksi dan dengan durasi dengan menggunakan pengalaman nyeri pasien kurang dari 6 bulan.
manajemen nyeri v Mampu
Batasan karakteristik : -
kultur
yang
mengenali mempengaruhi
respon
nyeri (skala, intensitas, nyeri
Laporan secara verbal atau frekuensi
dan
non verbal
nyeri)
-
Fakta dari observasi
v Menyatakan
-
Posisi
antalgic
§ Kaji
tanda § Evaluasi
pengalaman
nyeri masa lampau rasa § Evaluasi
bersama
untuk nyaman setelah nyeri pasien dan tim kesehatan
menghindari nyeri
berkurang
lain
tentang
-
Gerakan melindungi
v Tanda vital dalam ketidakefektifan
-
Tingkah laku berhati-hati
rentang normal
-
Muka topeng
kontrol
nyeri masa lampau § Bantu
pasien
dan
-
Gangguan
tidur
(mata
keluarga untuk mencari
sayu, tampak capek, sulit atau
dan
gerakan kacau, menyeringai)
dukungan
-
Terfokus pada diri sendiri
§ Kontrol
-
Fokus
yang
dapat
mempengaruhi
nyeri
menyempit
(penurunan
persepsi
kerusakan
proses
waktu, berpikir,
seperti
menemukan
lingkungan
suhu
penurunan interaksi dengan orang
pencahayaan
dan lingkungan)
kebisingan
-
Tingkah
laku
distraksi,
ruangan, dan
§ Kurangi
faktor
contoh : jalan-jalan, menemui
presipitasi nyeri
orang lain dan/atau aktivitas,
§ Pilih
aktivitas berulang-ulang)
penanganan
-
(farmakologi,
Respon autonom (seperti
dan
lakukan nyeri non
diaphoresis, perubahan tekanan
farmakologi
darah, perubahan nafas, nadi dan
personal)
dilatasi pupil)
§ Kaji tipe dan sumber
-
Perubahan
autonomic
dan
inter
nyeri untuk menentukan
dalam tonus otot (mungkin dalam
intervensi
rentang dari lemah ke kaku)
§ Ajarkan tentang teknik
-
Tingkah
(contoh
:
menangis,
laku
ekspresif
non farmakologi
gelisah,
merintih,
§ Berikan
waspada,
iritabel,
untuk mengurangi nyeri
nafas panjang/berkeluh kesah)
§ Evaluasi
-
kontrol nyeri
Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
analgetik
keefektifan
§ Tingkatkan istirahat § Kolaborasikan dengan
Faktor yang berhubungan :
dokter jika ada keluhan
Agen injuri (biologi, kimia, fisik,
dan tindakan nyeri tidak
psikologis)
berhasil § Monitor
penerimaan
pasien manajemen nyeri
tentang
Analgesic Administration § Tentukan
lokasi,
karakteristik,
kualitas,
dan derajat nyeri sebelum pemberian obat § Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi § Cek riwayat alergi § Pilih analgesik yang diperlukan
atau
kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu § Tentukan
pilihan
analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri § Tentukan
analgesik
pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal § Pilih rute pemberian secara
IV,
IM
untuk
pengobatan nyeri secara teratur § Monitor sebelum
vital dan
pemberian
sign
sesudah analgesik
pertama kali § Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
§ Evaluasi analgesik,
efektivitas tanda
dan
gejala (efek samping)
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta: EGC Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta. Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalamedisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta. Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.