BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemodelan merupakan upaya yang sangat penting baik untuk mengetahui perilaku maupun untuk mengatur suatu sistem. Dengan model orang dapat menjelaskan bagaimana suatu sistem berperilaku. Dengan adanya model maka biaya untuk menganalisa dan memperbaiki sistem menjadi sangat murah dan tidak beresiko tinggi[ CITATION Jon00 \l 1057 ]. Air tanah pada dasarnya adalah sebuah sumber daya yang tersembunyi, karena itu studi tentang air tanah di bawah kedua kondisi batas alami dan buatan memerlukan teknik pemodelan dalam aplikasinya[ CITATION Tho11 \l 1057 ]. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam makalah permodelan air tanah sebagai berikut: 1. 1.3 Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah air tanah sebagai berikut: 1.4 Batasan Masalah 1.5 Manfaat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi. Air dapat berubah wujud: dapat berupa zat cair atau sebutannya “air”, dapat berupa benda padat yang disebut “es”, dan dapat pula berupa gas yang dikenal dengan nama “uap air”. Perubahan fisik bentuk air ini tergantung dari lokasi dan kondisi alam. Ketika dipanaskan sampai 100oC maka air berubah menjadi uap dan pada suhu tertentu uap air berubah kembali menjadi air. Pada suhu yang dingin di bawah 0oC air berubah menjadi benda padat yang disebut es atau salju. (Rizqi Rizal Hidayat,2011) 2.2 Air Permukaan Air permukaan adalah air yang terkumpul di atas tanah atau di mata air, sungai danau, lahan basah, atau laut. Air permukaan berhubungan dengan air bawah tanah atau air atmosfer.Air permukaan secara alami terisi melalui presipitasi dan secara alami berkurang melalui penguapan dan rembesan ke bawah permukaan sehingga menjadi air bawah tanah. Macam-macam air permukaan secara umum, ada tiga bentuk penampung air tawar di permukaan bumi, yakni sungai, danau, dan rawa. 2.3 Sungai Sungai adalah aliran air tawar dari sumber di daratan yang bermuara ke danau, laut, atau tempat lain yang lebih besar. Air sungai berasal dari hujan yang berlebihan serta tidak diserap lagi oleh tanah atau tumbuhan. Aliran sungai umumnya berposisi miring sehingga mengakibatkan pengikisan dan pengendapan seiring dengan aliran airnya. Bila derajat kemiringannya sudah ekstrem, maka akan mengakibatkan erosi dan penurunan tanah. Berdasarkan pembentuknya, sungai dapat dibedakan menjadi: a. Sungai Hujan, yakni sungai dengan sumber air berasal dari air hujan yang volumenya berlebih dan tidak diserap tanah atau pun tumbuhan. b. Sungai Gletser, yaitu sungai yang sumbernya berasal dari salju yang telah mencair. Lapisan gletser bergerak menuruni pegunungan es, karenanya banyak terdapat pada daerah beriklim dingin di sekitar kutub. c. Sungai Campuran, yakni sungai yang sumbernya adalah air hujan dan gletser.
Sedangkan berdasarkan debit airnya, sungai dibedakan menjadi dua jenis yaitu : a. Sungai Tetap, ialah sungai dengan aliran air sepanjang tahun. b. Sungai Periodik, adalah sungai dengan aliran air yang bergantung pada musim. Bila musim penghujan maka alirannya deras, namun mengering pada musim kemarau. 2.4 Pencemaran Air Dalam PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air didefinisikan sebagai : “pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiaan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya” (Pasal 1, angka 2). 2.5 Indikator Pencemaran Air Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi : 6 Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya perubahan warna, bau dan rasa - Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH - Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen. Indikator yang umum diketahui pada pemeriksaan pencemaran air adalah pH atau konsentrasi ion hydrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO), kebutuhan oksigen biokimia (Biochemiycal Oxygen Demand, BOD) serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD). (Lina Warlina,2004) 2.5.1. Oksigen terlarut (DO) Tanpa adanya oksegen terlarut, banyak mikroorganisme dalam air tidak dapat hidup karena oksigen terlarut digunakan untuk proses degradasi senyawa organic dalam air. Oksigen dapat dihasilkan dari atmosfir atau dari reaksi fotosintesa algae. Oksigen yang dihasilkan dari reaksi fotosintesa algae tidak efisien, karena oksigen yang terbentuk akan digunakan kembali oleh algae untuk proses metabolisme pada saat tidak
ada cahaya. Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada temperature dan tekanan atmosfir. Berdasarkan data-data temperature dan tekanan, maka kalarutan oksigen jenuh dalam air pada 25oC dan tekanan 1 atmosfir adalah 8,32 mg/L (Warlina, 1985). Kadar oksigen terlarut yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologis bagi manusia. Ikan dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut dengan jumlah cukup banyak. Kebutuhan oksigen ini bervariasi antar organisme. Keberadaan logam berta yang berlebihan di perairan akan mempengaruhi system respirasi organisme akuatik, sehingga pada saat kadar oksigen terlarut rendah dan terdapat logam berat dengan konsentrasi tinggi, organisme akuatik menjadi lebih menderita (Tebbut, 1992 dalam Effendi, 2003). 2.5.2. Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD) Dekomposisi bahan organic terdiri atas 2 tahap, yaitu terurainya bahan organic menjadi anorganik dan bahan anorganik yang tidak stabil berubah menjadi bahan anorganik yang stabil, misalnya ammonia mengalami oksidasi menjadi nitrit atau nitrat (nitrifikasi). Pada penentuan nilai BOD, hanya dekomposisi tahap pertama ynag berperan, sedangkan oksidasi bahan anorganik (nitrifikasi) dianggap sebagai zat pengganggu. Dengan demikian, BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam lingkungan air untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organic yang ada dalam air menjadi karbondioksida dan air. (Lina Warlina,2004) 2.5.3. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD) COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi. Bahan buangan organic tersebut akan dioksidasi oleh kalium bichromat yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta sejumlah ion chrom. (Lina Warlina,2004)
2.6 Komponen Pencemaran Air Erat kaitannya dengan masalah indikator pencemaran air, ternyata komponen pencemaran air turut menentukan bagaimana indikator tersebut terjadi. Menurut Wardhana (1995), komponen pencemaran air yang berasal dari industri, rumah tangga (pemukiman) dan pertanian dapat dikelompokkan sebagai bahan buangan: 1. Padat 2. Organic dan olahan bahan makanan 3. Anorganik 4. Cairan berminyak 5. Berupa panas 6. Zat kimia 2.6.1. Bahan buangan padat Yang dimaksud bahan buangan padat adalah adalah bahan buangan yang berbentuk padat, baik yang kasar atau yang halus, misalnya sampah. Buangan tersebut bila dibuang ke air menjadi pencemaran dan akan menimbulkan pelarutan, pengendapan ataupun pembentukan koloidal. Apabila bahan buangan padat tersebut menimbulkan pelarutan, maka kepekatan atau berat jenis air akan naik. Kadang-kadang pelarutan ini disertai pula dengan perubahan warna air. Air yang mengandung larutan pekat dan berwarna gelap akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air. Sehingga proses fotosintesa tanaman dalam air akan terganggu. Jumlah oksigen terlarut dalam air menjadi berkurang, kehidupan organisme dalam air juga terganggu. 2.6.2. Bahan buangan organic dan olahan bahan makanan Bahan buangan organic umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme, sehingga bila dibuang ke perairan akan menaikkan populasi mikroorganisme. Kadar BOD dalam hal ini akan naik. Tidak tertutup kemungkinan dengan berambahnya mikroorganisme dapat berkembang pula bakteri pathogen yang berbahaya bagi manusia. Demikian pula untuk buangan olahan bahan makanan yang sebenarnya adalah juga bahan buangan organic yang baunya lebih menyengat. Umumnya buangan olahan makanan mengandung protein dan
gugus amin, maka bila didegradasi akan terurai menjadi senyawa yang mudah menguap dan berbau busuk (misal. NH3). 2.6.3. Bahan buangan anorganik Bahan buangan anorganik sukar didegradasi oleh mikroorganisme, umumnya adalah logam. Apabila masuk ke perairan, maka akan terjadi peningkatan jumlah ion logam dalam air. Bahan buangan anorganik ini biasanya berasal dari limbah industri yag melibatkan penggunaan unsureunsur logam seperti timbal (Pb), Arsen (As), Cadmium (Cd), air raksa atau merkuri (Hg), Nikel (Ni), Calsium (Ca), Magnesium (Mg) dll. Kandungan ion Mg dan Ca dalam air akan menyebabkan air bersifat sadah. Kesadahan air yang tinggi dapat merugikan karena dapat merusak peralatan yang terbuat dari besi melalui proses pengkaratan (korosi). Juga dapat menimbulkan endapan atau kerak pada peralatan. 2.6.4. Bahan buangan cairan berminyak Bahan buangan berminyak yang dibuang ke air lingkungan akan mengapung menutupi permukaan air. Jika bahan buangan minyak mengandung senyawa yang volatile, maka akan terjadi penguapan dan luas permukaan minyak yang menutupi permukaan air akan menyusut. Penyusutan minyak ini tergantung pada jenis minyak dan waktu. Lapisan minyak pada permukaan air dapat terdegradasi oleh mikroorganisme tertentu, tetapi membutuhkan waktu yang lama. Lapisan minyak di permukaan akan mengganggu mikroorganisme dalam air. Ini disebabkan lapisan tersebut akan menghalangi diffusi oksigen dari udara ke dalam air, sehingga oksigen terlarut akan berkurang. 2.6.5. Bahan buangan berupa panas (polusi thermal) Perubahan kecil pada temperatur air lingkungan bukan saja dapat menghalau ikan atau spesies lainnya, namun juga akan mempercepat proses biologis pada tumbuhan dan 14 hewan bahkan akan menurunkan tingkat oksigen dalam air. Akibatnya akan terjadi kematian pada ikan atau
akan terjadi kerusakan ekosistem. Untuk itu, polusi thermal inipun harus dihindari. Sebaiknya industri-industri jika akan membuang air buangan ke perairan harus memperhatikan hal ini. 2.6.6. Bahan buangan zat kimia Bahan buangan zat kimia banyak ragamnya, tetapi dalam bahan pencemar air ini akan dikelompokkan menjadi : a. Sabun (deterjen, sampo dan bahan pembersih lainnya) b. Bahan pemberantas hama (insektisida) c. Zat warna kimia d. Zat radioaktif. 2.7 Pengertian Pemodelan Pemodelan merupakan upaya yang sangat penting baik untuk mengetahui perilaku maupun untuk mengatur suatu sistem. Dengan model orang dapat menjelaskan bagaimana suatu sistem berperilaku[ CITATION Jon00 \l 1057 ]. Model adalah suatu pendekatan terhadap kenyataan di alam yang kompleks dan bukan merupakan kenyataan itu sendiri (Kinzelbach 1986, 1987; Ruber, 1991 dalam Hendrayana, 1994 dalam Putranto, 2011). Ketepatan hasil dari suatu model tergantung tingkat penyederhanaan serta ketepatan dan kelengkapan dari parameter-parameter yang dipakai dalam menentukan model. Pada dasarnya pemodelan dilakukan untuk dua tujuan yang berbeda yaitu pemodelan untuk mengetahui perilaku suatu sistem dan pemodelan untuk merancang suatu sistem pengatur. Secara umum model menunjukkan hubungan sebab akibat antar komponen dalam sistem dan antara sistem dengan lingkungannya. Semakin kompleks suatu model semakin banyak parameter yang ditinjau, sehingga hasilnya semakin mendekati kenyataan dan dapat diterapkan pada beberapa macam kasus dengan hasil cukup baik. 2.8 Pemodelan Kualitas Sungai Mahakam Dalam penelitian ini pemodelan kualitas air dibatasi pada bahan polutan organik yang dapat terdegradasi secara alami. Salah satu contoh polutan
organik adalah berupa limbah cair yaitu aliran air yang berasal dari lahan pertanian dengan pemupukan intensif. Kelebihan pupuk yang tidak terserap tanaman dan tidak tertahan di tanah akan tercuci oleh air hujan dan menjadi air limbah yang masuk kedalam badan air. Air limbah tersebut mengandung senyawa nutrisi (nutrient), fosfat dan nitrogen, yang dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi di badan air. Eutrofikasi adalah pencemaran air yang disebabkan oleh adanya senyawa nutrisi yang berlebihan di dalam ekosistem air yang berakibat adanya pertumbuhan tumbuhan air secara tidak terkontrol. Bahan organik dan senyawa nutrisi yang terdapat di badan air, didekomposisi oleh bakteri menggunakan oksigen terlarut (Dissolved Oxygen /DO) untuk proses biokimia maupun proses biodegradasi. Pada badan air yang mengalami eutrofikasi, alga (tumbuhan air berukuran mikro) akan tumbuh berkembang biak dengan pesat akibat ketersediaan fosfat yang berlebihan serta kondisi lain yang mendukungnya, hingga terjadi peledakan populasi ganggang (blooming). Setelah alga mati dan tenggelam ke dasar badan air, terjadi pembusukan oleh dekomposer yang akhirnyaterbentuk detritus yang berlebihan. Proses pembusukan detritus juga menyerap oksigen dan akhirnya akan semakin menurunkan konsentrasi DO di badan air. Dalam penelitian ini, pemodelan kualitas air Sungai Mahakam meliputi beberapa tahap (Gambar 2) yaitu perancangan model, penyusunan model awal, kalibrasi dan validasi model dan penerapan model untuk analisis skenario perubahan pemanfaatan lahan terhadap beban polutan dan kualitas air Sungai Mahakam. 2.8.1. Perancangan Model Perancangan model meliputi pembatasan dan pendefinisian sistem dan sub-sistem yang saling berinteraksi. Ditentukan parameter serta variabel masukan (input)
dan
luaran
(output)
serta
proses-proses
yang
terjadi
untuk
merepresentasikan sistem tersebut. Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap parameter yang dapat dikendalikan (forcing function), yaitu parameter yang dapat dikontrol dan diskenariokan untuk mendapatkan sistem yang optimal. Selanjutnya dilakukan pengumpulan data awal untuk menyusun model konseptual. Berdasarkan model konseptual selanjutnya disusun model matematis dan model awal. Kalibrasi dan validasi model awal dilakukan menggunakan data pengukuran
di lapangan. Pada tahap ini dilakukan optimasi antara tujuan pemodelan dan ketersediaan data serta biaya yang harus dikeluarkan untuk penyediaan data. 2.8.2. Penyusunan Model Awal Model awal disusun menggunakan data hidrodinamika dan kualitas air hasil pengukuran lapangan. Nilai-nilai koefisien diambil dari data literatur dan hasil penelitian laboratorium maupun hasil penelitian terdahulu. Selanjutnya, dilakukan kalibrasi model dengan cara mengubah-ubah (tuning) nilai koefisien model, meliputi, koefisien hidrodinamika dan koefisien reaksi kinetik,hingga diperoleh model yang mendekati (fit) data pengukuran lapangan. Validasi model dilakukan melalui pengujian model terhadap data pengukuran lapangan yang belum digunakan dalam penyusunan model awal. Model dapat dinyatakan valid bila nilai penyimpangan (error) model terhadapdata validasi tidak melebihi nilai toleransi yang ditetapkan. Model yang dikembangkan ditujukan untuk melakukan identifikasi sistem yaitu untuk mengetahui karakteristik sistem perairan Sungai Mahakam. Selain itu pemodelan ditujukan untuk analisis skenario (what if analysis) dan sebagai simulator terhadap beberapa alternatif skenario perubahan pemanfaatan lahan terhadap beban polutan dan kualitas air Sungai Mahakam. Analisis skenario ditujukan sebagai data pendukung dan dasar perencanaan pengelolaan lahan di wilayah DAS Mahakam. Dalam penelitian ini, pemodelan pencemaran organik pada sistem perairan menggunakan model matematis deterministik berdasarkan model eutrofikasi, meliputi proses fisik, biologi, kimia pada sistem perairan. Proses angkutan polutan pada sistem sungai atau saluran terbuka dimodelkan sebagai proses aliran air satu dinemsi, meliputi debit dan kecepatan aliran. Proses reaksi kinetik polutan meliputi proses-proses yang berkaitan dengan kesetimbangan oksigen terlarut dalam sistem perairan. Pemodelan dilakukan menggunakan algoritma dan perangkat lunak Qual2e (Brown dan Barnwell ,1987). 2.8.3. 2.9