LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESAREA (SC)
I. Konsep Dasar Penyakit A.
Anatomi dan fisiologi 1. Anatomi fisiologi kulit abdomen
1.
Lapisan epidermis, merupakan lapisan luar, terdiri dari epitel skuamosabertingkat. Sel-sel yang menyusunnya dibentuk oleh lapisan germinaldalam epitel silindris dan mendatar, ketika didorong oleh sel-sel baru kearah permukaan, tempat kulit terkikis oleh gesekan. Lapisan luar terdiridari keratin, protein bertanduk, Jaringan ini tidak memiliki pembuluhdarah dan selselnya sangat rapat.
2.
Lapisan dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen, jaringan fibrosa dan elastin. Lapisan superfasial menonjol ke dalam epidermis berupa sejumlah papila kecil. Lapisan yang lebih dalam terletak pada jaringan subkutan dan fasia. Lapisan ini mengandung pembuluh darah, pembuluhlimfe dan saraf.
3.
Lapisan subkutan mengandung sejumlah sel lemak, berisi banyak pembuluh darah dan ujung saraf. Lapisan ini mengikat kulit secara longgar dengan organ-organ yang terdapat dibawahnya. Dalam hubungannya dengan tindakan SC, lapisan ini adalah pengikat organorgan yang ada di abdomen, khususnya
uterus. Organ-organ di abdomen dilindungi oleh selaput tipis yang disebut peritonium. Dalam tindakan SC, sayatan dilakukan dari kulit lapisan terluar (epidermis) sampai dinding uterus.
2. Anatomi otot perut dan fasia
a.
Fasia Di bawah kulit, fasia superfisialis dibagi menjadi lapisan lemak yang dangkal, Camper's fasia, dan yang lebih dalam lapisan fibrosa. Fasia profunda terletak pada otot-otot perut. menyatu dengan fasia profunda paha. Susunan ini membentuk pesawat antara Scarpa's fasia dan perut dalam fasia membentang dari bagian atas paha bagian atas perut. Di bawah lapisan terdalam
otot abdominis transverses, terletak fasia transversalis. Para fasia transversalis dipisahkan dari peritoneum parietalis oleh variabel lapisan lemak. Fascias adalah lembar jaringan ikat atau mengikat bersama-sama meliputi struktur tubuh.
b.
Otot Perut Otot perut terdiri dari : otot dinding perut anterior dan lateral, serta otot dinding perut posterior. Otot dinding perut anterior dan lateral (rectus abdominis) meluas dari bagian depan margo costalis di atas dan pubis di bagianbawah. Otot itu disilang oleh beberapa pita fibrosa dan berada di dalam selubung. Linea albaadalah pita jaringan yang membentang pada garis tengah dari procecuss xiphodius sternum ke simpisis pubis,memisahkan kedua musculus rectus abdominis. Obliquus externus, obliquus internus
dan
transverses
adalah
otot
pipih
yang
membentukdinding abdomen pada bagian samping dan depan. Serat obliquusexternus berjalan ke arah bawah dan atas, serat obliquus internusberjalan ke atas dan ke depan ; serat transverses (otot terdalam dariotot ketiga dinding perut) berjalan transversal di bagian depan ketigaotot terakhir otot berakhir dalam satu selubung bersama yangmenutupi rectus abdominis.
Otot dinding perut posterior (Quadrates lumbolus) adalah ototpendek persegi pada bagian belakang abdomen, dari costa keduabelasdiatas ke krista iliaca (Gibson, J. 2016).
A.Definisi Sectio caesarea merupakan metode yang paling umum untuk melahirkan bayi, tetapi masih merupakan prosedur operasi besar, dilakukan pada ibu dalam keadaan sadar kecuali dalam keadaan darurat (Hartono,2014).
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2017).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2017).
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2016).
B. Klasifikasi Klasifikasi sectio caesarea menurut Rasjidi (2015): 1.
Sectio caesarea klasik atau corporal: insisi memanjang pada segmen atas uterus.
2.
Sectio caesarea transperitonealis profunda: insisi pada segmen bawah rahim, paling sering dilakukan, adapun kerugiannya adalah terdapat kesulitan dalam mengeluarkan janin sehingga memungkinkan terjadinya perluasan luka insisi dan dapat menimbulkan pendarahan.
3.
Melintang (secara kerr).
4.
Sectio caesarea ekstra peritonealis: dilakukan tanpa insisi peritoneum dengan mendorong lipatan peritoneum keatas dan kandung kemih ke
bawah atau ke garis tengah, kemudian uterus dibuka dengan insisi di segmen bawah. 5.
Sectio caesarea hysterectomi: dengan indikasi atonia uteri, plasenta akreta, myoma uteri, infeksi intra uterin berat.
C. Etiologi Menurut Nanda 2016, etiologi sectio caesarea adalah sebagai berikut: 1. CPD ( chepalo pelvik disproportion) CPD adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala ajanin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris, dan ukuranukuran bidang panggul menjadi abnormal. 2. PEB ( pre-eklamsi berat) Pre eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalamilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi. 3. KPD (ketuban pecah dini) Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm diatas 37 minggu 4. Bayi kembar Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor hambatan jalan lahir Adanya gangguan pada jalan lahir misalnya jalan lahir tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat dan ibu sulit bernafas 6. Kelainan letak janin a) Kelainan pada letak kepala - Letak kepala tengadah Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah
D. Tanda dan gejala (manifestasi klinis) Menurut Nanda, 2016 tanda dan gejala SC: 1.
Plasenta previa
2.
CPD
3.
Ruptur uteri mengancam
4.
Partus lama
5.
Partus tak maju
6.
Distosia serviks
7.
Preeklamsi dan hipertensi
8.
Kehilangan darah selama prodedur pembedahan 600-800 ml.
9.
terpasang kateter : urin jernih dan pucat.
10. Abdomen lunak dan tidak ada distensi. 11. Bising usus tidak ada. 12. Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan, berlebihan dan banyak 13. Malpresentasi janin a.
Letak lintang
b.
Letak bokong
c.
Presentasi dahi dan muka (letak deflekasi)
d.
Gameli
E. Patofisiologi SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal.
Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2016)
Pathway Indikasi Sectio Caesarea
Pinggul sempit Plasenta previa Desproporsi sefalopelvik Rupture uteri mengancam Partus tak maju Partus kala lama
Detosia serviks Pre eklamsi dan hipertensi Stenosis serviks uteri/vagina Tumor jalan lahir Incordinate uterin action Malpresentasi janin
Sectio Caesarea
Fisik
Trauma Jaringan
Psikologis Cemas Prosedur pembedahan
Nyeri Akut Trauma jaringan Resiko infeksi
Efek anastesi Kehilangan vaskuler berlebihan Resti kekurangan volume cairan
Sumber : Judith (2017)
F. Pemeriksaan Penunjang (Diagnostik) 1.
Pemeriksaan darah lengkap
2.
USG
3.
Urinalisis
4.
Kultur
5.
Pelvimetri
6.
Amneosentesis
7.
Tes stres kontraksi atau tes nonstres
8.
Pemantauan elektronik continue (Judith 2017)
G. Komplikasi Komplikasi yang terjadi pada post sectio caesarea, antara lain : 1.
Infeksi puerperal (nifas). Tahapan ringan suhu meningkat beberapa hari; tahapan sedang suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung; sedangkan pada tahapan berat terjadi peritonealis, sepsis, dan usus paralitik.
2.
Perdarahan karena banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka serta perdarahan pada plasenta bed.
3.
Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi terlalu tinggi.
4.
Kemungkinan ruptur uteri pada kehamilan berikutnya (Bobak, 2015).
H. Penatalaksanaan medis 1.
Analgesik diberikan setiap 3 – 4 jam atau bila diperlukan seperti Asam Mefenamat, Ketorolak, Tramadol.
2.
Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan partum yang hebat.
3.
Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan lain-lain. Walaupun pemberian antibiotika sesudah Sectio Caesaria efektif dapat dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
4.
Pemberian
cairan
parenteral
seperti
Ringer
Laktat
dan
NaCl
(bobak,2015)
II. Rencana Asuhan Keperawatan Klien dengan SC A. Pengkajian 1.
Identitas Terdiri dari identitas pasien (nama, tanggal lahir/umur pasien, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, diagnosa medis, no RM dan tanggal masuk rumah sakit). Identitas penanggung jawab/suami (nama, tanggal lahir/umur pasien, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat).
2.
Riwayat penyakit sekarang, dahulu dan keluarga a.
Riwayat penyakit sekarang Keadaan atau apa yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian.
b.
Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit hepatik, alergi terhadap obat, makanan, plester, dan larutan.
c.
Riwayat penyakit keluarga Adakah keluarga yang menderita hipertermia malignan atau reaksi anastesi.
3.
Pemeriksaan fisik a.
Sirkulasi
Riwayat masalah jantung, edema pulmonal, penyakit vaskuler perifer ataustasis vaskuler (peningkatan pembentukan trombus).
b.
Integritas ego Perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya faktor stres multipel.Dengan tanda tidak dapat beristirahat dan peningkatan tegangan.
c.
Makanan/cairan Malnutrisi, membran mukosa yang kering, pembatasan puasa praoperasi.
d.
Pernafasan Adanya kondisi kronik/batuk, merokok.
e.
Keamanan Riwayat transfusi darah dan tanda munculnya proses infeksi.
4.
Pemeriksaan penunjang a.
Pemeriksaan darah lengkap, golongan darah, dan pencocokan silang, tes Coombs.
b.
USG : melokalisasi plasenta, menentukan pertumbuhan, kedudukan, danpresentasi janin.
c.
Urinalisis : menentukan kadar albumin/glukosa.
d.
Kultur : mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tipe II.
e.
Pelvimetri : menentukan CPD.
f.
Amniosentesis : mengkaji maturitas paru janin.
g.
Tes stres kontraksi atau tes nonstres : mengkaji respon janin terhadapgerakan/stres dari pola kontraksi uterus atau pola abnormal.
h.
Pemantauan elektronik kontinue : memastikan status janin atau aktivitasuterus (Doengoes, 2015).
B. Diagnosa keperawatan 1.
Diagnosa 1 : nyeri akut
2.
Diagnosa 2 : risiko infeksi
3.
Diagnosa 3: resti kekurangan volume cairan
4.
Diagnosa 4: cemas (NANDA 2015-2017)
C. Perencanaan 1.
Diagnosa 1 : nyeri akut Tujuan dan criteria hasil (NOC) Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 1-3 kali 24 jam nyeri pasien dapat berkurang dengan criteria hasil sebagai berikut: a.
Keluhan nyeri berkurang
b.
Skala berkurang (0-2)
c.
Pasien tanpak rileks
Intervensi keperawatan dan rasional (NIC) a.
Pengkajian 1) Lakukan pengkajian nyeri yang komperhensip meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri dan factor presipitasinya. Rasional
:
memberikan
informasi
untuk
membantu
memudahkan tindakan keperawatan. 2) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada pasien yang tidak mampu berkomunikasi efektif. Rasional : mengetahui tingkat nyeri pasien dari ekspresi pasien. b.
Penyuluhan pada pasien/keluarga
Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (misalnya : teknik relaksasi dan distraksi, terapi music, kompres hangat atau dingin, masase dan tindakan pereda nyeri lainnya. Rasional : membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamananklien. c.
Kolaboratif 1) Kelola nyeri pascabedah awal dengan pemberian opiat yang terjadwal (misalnya : setiap 4 jam selama 36 jam) atau PCA.Rasional : mengurangi nyeri. 2) Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat.Rasional : penanganan dini pada nyeri yang dirasa pasien. 3) Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien di masa lalu. Rasional : menentukan tindakan penanganan nyeri lebih lanjut.
d.
Mandiri 1) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan. Rasional : lingkungan yang panas, gaduh dan sebagainya dapat mempengaruhi keadaan pasien yang dapat berdampak pada rasa nyeri. 2) Pastikan
pemberian
nonfarmakologi
analgesia
sebelum
terapi
melakukan
atau prosedur
strategi yang
menimbulkan nyeri. Rasional : mencegah bertambahnya rasa nyeri yang dirasakan pasien.
2.
Diagnosa 2 : risiko infeksi Tujuan dan criteria hasil (NOC) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1-5 hari infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil sebagai berikut : a.
Luka kering dan membaik
b.
Tanda-tanda infeksi (-)
Intervensi keperawatan dan rasional (NIC) a.
Pengkajian 1) Pantau tanda gan gejala infeksi (misalnya :suhu tubuh, denyut jantung, penanpilan luka, suhu tubuh,lesi kulit, keletihan dan malaise). Rasional : suhu yang meningkat, dapat menunjukkan terjadinya infeksi (color). 2) Kaji faktor yang dapat meningkatkan reaksi terhadap infeksi (usia dan nutrisi). Rasional
:usia
pasien
dan
kurangnya
nutrisi
dapat
mempengaruhi terjadinya infeksi. 3) Pantau hasil lab. Rasional : risiko infeksi pasca melahirkan dan penyembuhan burukmeningkat bila kadar hemoglobin rendah dan kehilangan darahberlebihan. 4) Amati penampilan praktik hygiene personal untuk melindungi terhadap infeksi. Rasional :mencegah kontaminasi silang/penyebaran organisme infeksius.
b.
Penyuluhan untuk pasien/keluarga 1) Instruksikan untuk menjaga hygiene untuk melindungi tubuh terhadap infeksi. Rasional :mencegah kontaminasi silang/penyebaran organisme infeksius. 2) Ajarkan pasien teknik mencuci tanagan yang benar. Rasional : mencuci tangan merupakan cara terbaik untuk mencegah kontaminasi silang/penyebaran organisme infeksius.
c.
Kolaborasi Berikan terapi antibiotic, jika perlu. Rasional : mencegah terjadinya proses infeksi.
d.
Mandiri 1) Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang. Rasional : mencegah terjadinya proses infeksi. 2) Bersihkan lingkungan dengan benar. Rasional :mencegah kontaminasi silang/penyebaran organisme infeksius. 3) Batasi pengunjung, jika perlu. Rasional : pengunjung yang datang dapat membawa organisme infeksius karena telah terpapar dengan lingkungan luar.
3.
Diagnosa 3: resti kekurangan volume cairan Tujuan dan criteria hasil (NOC) a.
Pasien normovolemia yang dibuktikan dengan TD sistolik lebih besar dari atau sama dengan 90 mm HG (atau garis dasar pasien),
tidak adanya ortostasis, HR 60 sampai 100 denyut / menit, keluaran urin lebih besar dari 30 mL / jam dan turgor kulit normal. b.
Pasien menunjukkan perubahan gaya hidup untuk menghindari perkembangan dehidrasi.
c.
Pasien mengungkap kesadaran akan faktor penyebab dan perilaku yang penting untuk memperbaiki defisit cairan.
d.
Pasien menjelaskan tindakan yang dapat dilakukan untuk mengobati atau mencegah kehilangan volume cairan.
e.
Pasien menggambarkan gejala yang mengindikasikan kebutuhan untuk berkonsultasi dengan petugas kesehatan.
Intervensi keperawatan dan rasional (NIC) a.
Monitor tanda-tanda kekurangan cairan Rasional : Mengetahui seberapa jauh cairan yang hilang
b.
Monitor TTV Rasional :Kekurangan / perpindahan cairan meningkat frekuensi jantung TD menurun, mengurangi volume nadi
c.
Monitor intake dan output Rasional : Memberikan informasi tentang status cairan umum
d.
Ganti kekurangan cairan lewat oral Rasional : Memperbaiki / mempertahankan vol sirkulasi dan tekanan asmotik
4.
Diagnosa 4: cemas Tujuan dan criteria hasil (NOC) a.
Klien mampu untuk mengurangi rasa cemas.
b.
Pasien mampu mengontrol rasa cemas.
c.
Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukan teknik untuk mengontrol cemas.
Intervensi keperawatan dan rasional (NIC)
a.
Identifikasi tingkat kecemasan. Rasional : Untuk mengetahui tingkat kecemasan
b.
Ajarkan pasien teknik relaksasi. Rasional : Pasien dapat relaks
c.
Beri edukasi pasien untuk menurunkan rasa cemas/takut. Rasional : Pasien dapat mengatasi rasa cemas
d.
Dengarkan dengan penuh perhatian. Rasional : Dapat mengetahui penyebab kecemasan
e.
Libatkan keluarga untuk mendampingi pasien. Rasional : Keluarga mendampingi pasien sehingga pasien merasa lebih tenang (Nanda,2017)
DAFTAR PUSTAKA
Bobak. (2015). Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC. Gulardi & Wiknjosastro. (2017). Ilmu Kebidanan Edisi 4 Cetakan Ke 2.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Mansjoer, A. (2016). Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta: Salemba Medika Nurarif. A. H. dan Kusuma. H. (2016). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Medi Action. Rasjidi, Imam. (2015). Manual Sectio Caesarea & Laparatomi Kelainan Adneksa. Sarwono, Prawiroharjo. (2017). Ilmu Kebidanan Edisi 4 Cetakan II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Syaifuddin, AB. (2016). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Heather.2017.Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi.jakarta :EGC