1. Pengertian Menurut Winjosastro (2015: 159) kista ovarium merupakan suatu tumor, baik yang kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak atau ganas. Kehamilan kista ovarium yang dijumpai yang paling sering adalah kista dermonal, kista coklat atau kista lutein, kista ovarium yang cukup besar dapat disebabkan kelainan letak janin dalam rahim atau dapat menghalang-halangi masuknya kepala ke dalam panggul. Menurut Nugroho, T (2012: 92) kista berarti kantung yang berisi cairan. Kista ovarium (kista indung telur) berarti kantung berisi cairan, normalnya berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium). Kista indung telur dapat terbentuk kapan saja, pada masa pubertas sampai menopause, juga selama masa kehamilan. Menurut Saraswati, S (2010: 188) kista ovarium (kista indung telur) biasanya berupa kantong yang tidak bersifat kanker yang berisi material cairan setengah cair. Meskipun kista tersebut biasanya kecil dan tidak menghasilkan gejala. Menurut Robinson, J. M & Saputra, L (2014: 251) kista ovarium merupakan kantung pada ovarium yang mengandung materi cairan atau semisolid, biasanya tidak ganas. Kista ovarium biasanya berbentuk kecil dan tidak menunjukkan gejala, namun memerlukan investigasi mendalam karena adanya kemungkinan perubahan menjadi ganas. An ovarian cyst is a sac or pouch filled with fluid or other tissue that forms on the ovary. Ovarian cysts are quite common in women during their childbearing years. A woman can develop one cyst or many cysts. Ovarian cysts can vary in size. There are different types of ovarian cysts. Most cysts are benign (not cancerous). Rarely, a few cysts may turn out to be malignant (cancerous). (The American College of Obstetricians and Gynecologists, 2015) Arti kutipan di atas adalah: Kista ovarium adalah sebuah kantung atau kantung di isi dengan cairan atau jaringan lainnya pada ovarium. Kista ovarium yang cukup umum terjadi pada wanita usia reproduksi. Seorang wanita dapat memiliki satu kista atau banyak kista. Kista ovarium dapat bervariasi
dalam ukuran, ada berbagai jenis kista ovarium, kebanyakan kista adalah jinak. Beberapa kista mungkin berubah menjadi ganas.
Jadi kista ovarium adalah suatu kantong abnormal pada satu ovarium yang mengandung cairan atau materi semi padat yang dipengaruhi oleh hormonal dengan siklus menstruasi.
2. Etiologi Menurut Winjosastro (2015:159) kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan abdomen dari epithelium ovarium, dibagi menjadi 2, yaitu: a.
Kista non neoplasma
Disebabkan karena ketidakseimbangan hormon ekstrogen dan progesteron diantaranya adalah: 1)
Kista non fungsional Kista serosa inklusi, berasal dari permukaan epithelium yang berkurang didalam korteks.
2)
Kista fungsional a)
Kista folikel, disebabkan karena folikel yang matang menjadi rupture atau folikel yang tidak matang direabsorbsi cairan folikuler diantara siklus menstruasi. Banyak terjadi pada wanita yang menarche kurang dari 12 tahun.
b)
Kista korpus luteum, terjadi karena bertambahnya sekresi progesteron setelah ovulasi.
c)
Kista tuba lutein, disebabkan karena meningkatnya kadar HCG terdapat pada molahidatidosa.
d)
Kista stein laventhal, disebabkan karena peningkatan kadar LH yang menyebabkan hiperstimuli ovarium.
b.
Kista neoplasma
1)
Kistoma ovarii simpleks adalah suatu jenis kista deroma serosum yang kehilangan epitel kelenjarnya karena tekanan cairan dalam kista.
2)
Kistadenoma ovarii musinosum Asal kista ini belum pasti, mungkin berasal dari suatu terutama yang pertumbuhannya elemen mengalahkan elemen yang lain.
3)
Kistadenoma ovarii serosum. Berasal dari epitel permukaan ovarium (germinal ovarium).
4)
Kista endrometreid. Belum diketahui penyebab dan tidak ada hubungannya dengan endometroid.
5)
Kista dermoid. Tumor berasal dari sel telur melalui proses pathogenesis. Pada kehamilan yang dijumpai dengan kista ovarium ini memerlukan tindakan operasi untuk mengangkat kista tersebut (pada kehamilan 16 minggu) karena dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin yang akhirnya mengakibatkan abortus, kematian dalam rahim.
3. Tanda dan gejala Menurut Nurarif, A.H & Kusuma, H (2015: 160) tanda gejala kista ovariumyaitu, kadangkadang kista ovarium ditemukan pada pemeriksan fisik, tanpa ada gejala (asimtomatik). Mayoritas penderita kista ovarium tidak menunjukkan adanya gejala sampai periode waktu tertentu. Hal ini disebabkan perjalanan penyakit ini berlangsung secara tersembunyi sehingga diagnosa sering ditemukan pada saat pasien dalam keadaan stadium lanjut sampai pada waktu klien mengeluh adanya ketidakteraturan menstruasi, nyeri pada perut bawah, timbul benjolan pada perut. Pada umumnya kista adenoma ovarii serosim tidak mempunyai ukuran yang amat besar dibandingkan dengan kista denoma musinosu. Permukaan tumor biasanya licin, akan tetapi dapat pula berbagai karena ovarium pun dapat berbentuk multivokuler. Meskipun lazimnya berongga satu,warna kista putih ke abu-abuan. Ciri khas kista ini adalah potensi pertumbuhan
papiler kedalam rongga kista sebesar 0% dan keluar pada permukaan kista sebesar 5% isi kista cair kuning dan kadang-kadang coklat karena campuran darah. Tidak jarang kistanya sendiri pun kecil tetapi permukaannya penuh dengan pertumbuhan papiler (solid papiloma). Menurut Nugroho, T (2012: 94) tanda dan gejala kista ovarium yaitu:
4.
a.
Sering tanpa gejala
b.
Nyeri saat menstruasi
c.
Nyeri diperut bagian bawah
d.
Nyeri pada saat berhubungan badan
e.
Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki
f.
Terkadang disertai nyeri saat buang air kecil dan atau buang air besar
g.
Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar banyak.
Pemeriksaan Penunjang Menurut Nurarif, A.H & Kusuma, H (2015: 160) pemeriksaan penunjang kista ovarium yaitu: a.
Pap smear Untuk mengetahui displosia seluler menunjukkan kemungkinan adanya kanker/kista.
b.
Ultrasound/scan CT Membantu mengidentifikasi ukuran/lokasi massa.
c.
Laparoskopi Dilakukan untuk melihat tumor perdarahan perubahan endometrial.
d.
Hitung darah lengkap
e.
Foto rontgen Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks. Menurut Nugroho, T (2012: 95) penegakan diagnosis kista ovarium ditegakkan
melalui pemeriksaan ultrasonografi atau USG (abdomen atau transvaginal), kolposkopi screening, dan pemeriksaaan darah (tumor marker atau penanda tumor).
Menurut Nugroho, T (2012: 95) pemeriksaan laboratorium kista ovarium melakukan pemeriksaan sekret yang meliputi trichomonas, candida/jamur, bakteri batang, bakteri kokus, epitel, lekosit, eritrosit, epitel, PH dan hematologi misalnya HB (hemoglobin). 5. Penatalaksanaan Menurut Nugroho, T (2012: 95) penatalaksanaan kista ovarium yaitu. a.
Observasi Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor (dipantau) selama 1-2 bulan, karena kista fungsional akan menghilang dengan sendirinya setelah satu atau dua siklus haid. Tindakan ini diambil jika tidak curiga ganas (kanker)
b.
Operasi Jika kista membesar, maka dilakukan tindakan pembedahan, yang dilakukan pengambilan kista dengan tindakan laparoskopi atau laparatomi. Biasanya untuk laparoskopi dan diperbolehkan pulang pada hari ke 3 atau hari ke 4, sedangkan untuk laparatomi anda diperbolehkan pulang pada hari ke 8 atau ke 9.
6. Komplikasi Menurut Kowalak (2011: 663) komplikasi kista ovarium dapat berupa torsi atau ruptur yang menyebabkan tanda-tanda akut abdomen (nyeri tekan, distensi dan rigiditas pada abdomen) akibat perdarahan intraperitoneal yang masif atau peritonitis. Komplikasi lain meliputi infertilitas dan amenore.
7. Cara mencegah kista Ovarium Menurut Nurarif, A.H & Kusuma, H (2015: 161) ada beberapa cara pencegahan terhadap kista ovarium yaitu: 1.
Hindari faktor-faktor pencetus penyakit dan istirahat yang cukup.
2.
Biasakan olahraga teratur dan hidup bersih serta konsumsi makanan yang banyak mengandung gizi.
3.
Pakailah alat kontrasepsi jika ingin melakukan senggama.
4.
Pemakaian kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium.
Beberapa cara pencegahan terhadap kista, yaitu: a.
Kurangi makanan yang berkadar lemak tinggi.
Konsumsi lemak dalam kuantitas yang besar mampu akan menyebabkan gangguan hormon dan meningkatkan hormon kotisol (hormon penyebab stress). b.
Konsumsi lebih banyak sayur dan buah.
Sayur dan buah yang mengandung banyak vitamin dan mineral yang mampu meningkatkan stamina tubuh dan menetralisir bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh. Namun bagi penderita kista hindari mengkonsumsi sayuran seperti tauge yang dapat mendorong pertumbuhan sel dikhawatirkan akan mengembangkan penyakit kista, sayuran sawi putih dan kangkungakan mengurangi efektivitas penyerapan obat. c.
Konsumsi makanan yang mengandung antioksidan.
Makanan dengan kandungan antioksidan akan melawan radikal bebas yang mungkin dihasilkan karena polusi, debu dan bahan kimia lainnya. d.
Hindari minuman beralkohol dan bersoda.
Minuman beralkohol dan bersoda pada dasarnya akan memberikan pengaruh yang buruk pada kesehatan. e.
Hindari makanan yang diawetkan
Penderita kista sebaiknya menghindari makanan yang diawetkan karena kandungan senyawa kimia yang berbahaya untuk kesehatan. f.
Menjaga pola hidup sehat
Menghindari rokok dan mulai berolahraga. g.
Lakukan pemeriksaan medis.
Pemeriksaan medis dapat berupa pemeriksaan klinis genekologik untuk dapat melihat apakah ada gejala yang memungkinkan pembesaran ovarium, pemeriksaan USG menggunakan alat Doppler untuk mendeteksi aliran darah
dan pemeriksaan CT-Scan. h.
Gunakan pil KB.
Kontrasepsi oral atau pil KB mampu meminimalisir risiko terkena kista karena mencegah produksi sel telur. i.
Menjaga kebersihan area kewanitaan.
Pencegahan sel-sel tumor agar tidak berkembang dapat dilakukan dengan senantiasa membersihkan dan menjaga kelembapan area kewanitaan. (Diakses pada 25 April 2015).
ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian
Riwayat
a.
Ketidaknyamanan pelvis yang ringan.
b.
Urgensi berkemih.
c.
Nyeri pinggang bawah.
d.
Dispareunia.
e.
Perdarahan tidak teratur.
Temuan pemeriksaan fisik
a. Nyeri tekan abdomen. b. Distensi abdomen. c. Abdomen kaku. d. Pembesaran ovarium.
2. Diagnosis keperawatan Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan kista ovarium, yaitu: 1. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit. 2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (luka post operasi).
3. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic usus. 4. Resiko infeksi berhubungan dengan poste de entry kuman, trauma jaringan (luka operasi). 5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.
3. Intervensi keperawatan 1. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit. Tujuan:rasa cemas berkurang hingga rasa cemas hilang. Kriteria evaluasi: klien mampu mengidentifikasi, mengungkapkan, dan menunjukkan tehnik untuk mengontrol cemas, postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan. Intervensi: a.
Kaji tingkat kecemasan klien. Rasional:mengetahui sejauhmana tingkat kecemasan klien..
b.
Observasi tanda-tanda vital. Rasional: mengetahui perubahan tanda-tanda vital terhadap kecemasan.
c.
Instruksikan klien menggunakan teknik relaksasi. Rasional:membatu mengurangi rasa cemas.
d.
Dorong klien untuk mengungkapkan perasaan, kecemasan. Rasional: mengidentifikasi tingkat kecemasan.
e.
Kolaborasi dengan keluarga atau orang terdekat klien sebagai sistem pendukung. Rasional:mengurangi tingkat kecemasan.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (luka post operasi). Tujuan: nyeri dapat berkurang hingga teratasi. Kriteria evaluasi : klien mengatakan nyeri berkurang, skala nyeri 0. Intervensi:
a.
Kaji karakteristik nyeri dengan PQRST. Rasional:membantu dalam mengidentifikasi derajat nyeri.
b.
Observasi tanda-tanda vital. Rasional: mengetahui respon klien terhadap nyeri.
c.
Ajarkan teknik manajemen nyeri (distraksi dan relaksasi) Rasional:teknik
manajemen
nyeri
dapat
mengurangi
nyeri
secara
non
farmakologis. d.
Anjurkan untuk membatasi aktivitas yang meningkatkan rasa nyeri. Rasional: dapat menurunkan frekuensi dan tingkat nyeri.
e.
Kolaborasi dalam pemberian terapi analgetik. Rasional: obat-obatan dapat mengurangi nyeri.
3. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic usus. Tujuan: konstipasi klien teratasi, klien mampu BAB. Kriteria evaluasi : pola BAB normal, peristaktik usus normal (5-35×/ menit). Intervensi: a.
Kaji kebiasan pola BAB, penyebab konstipasi, kenali tanda-tanda sumbatan seperti tidak adanya feses yang terbentuk selama beberapa hari, persaan penuh pada abdomen dan auskultasi bising usus. Rasional: intervensi dini perlu untuk mengatasi konstipasi secara efektif dan mengurangi risiko komplikasi.
b.
Observasi adanya distensi abdomen jika bising usus tidak ada atau berkurang. Rasional: hilangnya peristaltik melumpuhkan usus, membuat distensi ileus dan usus.
c.
Lakukan masase lembut pada abdomen searah jarum jam dengan sebelumnya anjurkan minum air putih. Rasional: menstimulasi pengeluaran feses.
d.
Anjurkan klien untuk makan makanan tinggi serat, pemasukan cairan yang adekuat (minimal 2000 ml/ hari), termasuk konsumsi jus atau sari buah. Rasional: meningkatkan konsistensi feses untuk dapat melewati usus dengan mudah.
e.
Anjurkan klien untuk mengatur posisi sim/miring ke kiri diwaktu subuh atau pagi hari. Rasional: agar sisa atau ampas dari penyerapan nutrisi dapat dengan mudah masuk ke kolon sigmoid untuk dikeluarkan saat BAB.
f.
Kolaborasi dengan ahli gizi. Rasional: membantu merencanakan makanan yang sesuai dengan kebutuhan dan fungsi pencernaan.
g.
Kolaborasi terapi dengan pemberian obat antikonsipasi atau obat saluran cerna. Rasional: antikonstipasi berguna untuk melancarkan BAB.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan poste de entry kuman, trauma jaringan (luka operasi) Tujuan: infeksi tidak terjadi, luka membaik. Kriteria evaluasi: tidak terdapat tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, kalor dan fungsiolaisa), hasil pemeriksaan leukusit normal (4-10 ribu/uL). Intervensi: a.
Kaji adanya tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, kalor dan fungsiolaisa) Rasional: dengan memperhatikan tanda infeksi sehingga dapat dicegah sejak dini.
b.
Observasi hasil pemeriksaan darah terutama leukosit. Rasional: mendeteksi sejak dini peningkatan leukosit sebagai indikasi infeksi.
c.
Lakukan perawatan luka dengan teknik steril dan aseptik. Rasional: perawatan luka dengan teknik steril dan aseptik meminimalkan masuknya mikroorganisme infeksi pada luka.
d.
Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan dan balutan agara tidak basah pada area disekitar luka serta asupan nutrisi yang bergizi cukup. Rasional:mengurangi trasmisi mikroorganisme infeksi dan mempercepat proses penyembuhan.
e.
Kolaborasi terapi antibiotic. Rasional: antibiotik berfungsi mencegah infeksi.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan. Tujuan : klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri. Kriteria hasil: mampu untuk membersihkan tubuh sendiri dengan atau tanpa alat bantu, mampu untuk mempertahankan kebersihan dan penampilan yang rapi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu. a. Kaji kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri (hygiene). Rasional: mengetahui kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri. b. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Rasional: membantu klien dalam memenuhi kebutuhan. c. Berikan pendidikan tentang pentingnya perawatan diri (hygiene). Rasional:untuk menambah pengetahuan klien. d. Anjurkan/libatkan keluarga dalam membantu dalam pemenuhan kebutuhan seharihari. Rasional:mempermudah klien dalam melakukan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. 4. Implementasi keperawatan Implementasi merupakan tindakan keperawatan yang sesuai dengan yang telah direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisa dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain. Sedangkan tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.
5. Evaluasi keperawatan Evaluasi merupakan hasil perkembangan klien dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak dicapai.
DAFTAR PUSTAKA Bilota, K.A.J. (2011). Kapita Selekta Penyakit dengan Implikasi Keperawatan. Jakarta: EGC. Fadhilah, E. Hiswani & Jemadi.(2013). Karakteristik Wanita Penderita Kista Ovarium Di Rumah Sakit Vita Insani. (Internet) Termuat dalam: (Diakses tanggal 6 Juni 2016). Indra, D. (2014). Aplikasi Untuk Mendiagnosa Penyakit Kista Ovarium Menggunakan Metode Forward Chaining. (Internet) Termuat dalam: (Diakses tanggal 6 Juni 2016). Irianto, K. (2013). Anatomi dan Fisiologi. Bandung: Alfabeta Kowalak, J. P. (2014). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC. Linawati, L. (2013). Asuhan Keperawatan Kista Ovarium. (Internet). Termuat dalam: (Diakses Tanggal 25 April 2016). Mashudi, (2011).Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Dasar. Jakarta: Salemba Medika. Mitayani, (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika. Nugroho, T. (2012). Obsgyn: Obstetri dan Ginekologi. Yogyakarta: Nuha Medika Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015).Nanda Nic Noc Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis. Yogyakarta: Mediaction. Purwaningsih, W. & Fatmawati, S. (2010). Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha Medika. Saraswati, S. (2010). 52 Penyakit Perempuan: Mencegah & Mengobati 52 Penyakit Yang Sering Diderita perempuan. Yogyakarta: Katahati. Tarwono, Aryani R, Wartonah. (2009). Anatomi dan fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media. The American College of Obstetricians and Gynecologists. (2015, July). From (DiaksesTanggal 26 April 2016).