Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR
OLEH: NI KADEK WIDIAGUSTININGSIH 1002105022
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015 LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Definisi
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. (Lazarus, 1994 dalam Potter & Perry, 2006;1853).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam. Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentukbentuk luka lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama (Smeltzer, 2001;1911).
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi ( Moenajat, 2001).
Gambar 1. Anatomi Kulit
2. Epidemiologi Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat setiap tahunnya. Dari kelompok ini, 200.000 pasien memerlukan penanganan rawat jalan dan 100.000 pasien dirawat di rumah sakit. Sekitar 12.000 meninggal setiap tahunnya akibat luka bakar dan cedera inhalansi yang
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015 berhubungan dengan luka bakar. Satu juta hari kerja hilang setiap tahunnya karena luka bakar. Lebih separuh dari kasus luka bakar yang dirawat dirumah sakit seharusnya dapat dicegah. Anak kecil dan orang tua merupakan populasi yang beresiko tinggi untuk mengalami luka bakar. Kaum remaja laki-laki dan pria dalam usia kerja juga lebih sering menderita luka bakar dibandingkan yang diperkirakan lewat representasinya dalam total populasi. Sebagian besar luka bakar terjadi dirumah. Memasak, memanaskan atau menggunakan alatalat listrik merupakan pekerjaan yang lazimnya terlibat dalam kejadian ini. Kecelakaan industri juga menyebabkan banyak kejadian luka bakar. The National Institusi of Burn Medicine yang mengumpulkan data-data statistik dari berbagai pusat luka bakar di seluruh Amerika Serikat mencatat bahwa sebagaian besar pasien (75%) merupakan korban dari perbuatan mereka sendiri. Tersiram air mendidih pada anak-anak yang baru belajar berjalan, barmain-main dengan korek api pada anak-anak usia sekolah, cidera karena arus listrik pada remaja laki-laki, dan penggunaan obat bius, alkohol serta sigaret pada orang dewasa semuanya ini turut memberikan kontribusinya pada angka
statistik
tersebut.
Cobb,
Maxwell
dan
Silverstein
(1992)
menemukan bahwa sekitar 13% pasien luka bakar yang dirawat di rumah sakit atau pun anggota keluarganya sudah pernah dirawat sebelumnya karena luka bakar. (Smeltzer, 2001;1911).
3. Penyebab / Faktor Predisposisi Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh melalui hantaran atau radiasi elektromagnetik (Smeltzer, 2001;1911). Berikut ini adalah beberapa penyebab luka bakar, antara lain : a.
Panas (misal api, air panas, uap panas) Contoh : pada kasus luka bakar tersiram air panas dari shower dengan suhu 68.90C dapat menimbulkan luka bakar yang merusak epidermis serta dermis sehingga terjadi cidera derajat-tiga (full-thickness yang serupa. Suhu yang kurang dari 440C dapat ditoleransi dalam periode waktu yang lama tanpa menyebabkan luka bakar.
b.
Radiasi
c.
Listrik
d.
Petir
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015 e.
Bahan kimia (sifat asam dan basa kuat)
f.
Ledakan kompor, udara panas
g.
Ledakan ban, bom
h.
Sinar matahari
i.
Suhu yang sangat rendah (frost bite)
4. Patofisologi Terjadinya Penyakit Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyebabkan edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi. Burn shock (syok Hipovolemik) merupakan komplikasi yang sering terjadi, manisfestasi sistemik tubuh terhadap kondisi ini adalah : a.
Respon kardiovaskuler Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar. Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang meningkatkan resistensi perifer (vasokontriksi) dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung. Resusitasi caian yang segera dilakukan memungkinkan dipertahankannya tekanan darah dalam kisaran normal yang rendah sehingga curah jantung membaik. Meskipun sudah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat, tekanan pengisian jantung, tekanan vena sentral, tekanan arteri pulmonalis, dan tekanan baji arteri pulmonalis tetap rendah selama periode syok luka bakar. Jika resusitasi cairan tidak adekuat, akan terjadi syok distributif. Efek pada Cairan, Elektrolit, dan Volume darah Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok luka bakar. Di samping itu, kehilangan cairan akibat evaporasi lewat luka bakar dapat mencapai 3 hingga 5 L atau lebih selama periode 24 jam sebelum permukaan kulit yang terbakar ditutup. Selama syok luka-bakar, respon kadar natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hiponatremia (deplesi natrium) terjadi. Hiponatremia
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015 juga sering dijumpai dalam minggu pertama fase akut karena air akan pindah dari ruang interstitial ke dalam ruang vaskuler. Segera setelah luka bakar, hiperkalemia (kadar kalium tinggi) akan dijumpai sebagai akibat dari destruksi sel yang massif. Hipokalemia (deplesi kalium) dapat terjadi kemudian dengan berpindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan. Pada saat luka bakar, sebagian sel darah merah dihancurkan dan sebagian lainnya mengalami kerusakan sehingga terjadi anemia. Kendati tejadi hal ini nilai hematokrit pasien dapat meninggi akibat kehilangan plasma. b.
Respon Renalis Ginjal berfungsi untuk menyaring darah jadi dengan menurunnya volume intravaskuler maka aliran ke ginjal dan GFR menurun mengakibatkan keluaran urin menurun dan bisa berakibat gagal ginjal. Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi cedera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Jika terjadi kerusakan otot (misalnya, akibat luka bakar listrik), mioglobin akan dilepaskan dari sel-sel otot dan diekskresikan oleh ginjal. Penggantian volume cairan yang memadai akan memulihkan aliran darah renal, menigkatkan laju filtrasi glomelurus dan menaikkan volume urin. Bila aliran darah lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul komplikasi nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
c.
Respon Gastro Intestinal Ada 2 komplikasi gastrointestinal yang potensial, yaitu ileus paralitik (tidak adanya peristaltik usus) dan ulkus curling. Berkurangnya peristaltik usus dan bising usus merupakan manifestasi ileus paralitik yang terjadi akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatkan vomitus kecuali jika segera dilakukan dekompresi lampung (dengan pemasangan sonde lambung). Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stres fisiologik yang masif dapat ditandai oleh darah dalam feses atau vomitus yang berdarah. Semua tanda ini menunjukkan erosi lambung atau duodenum (ulkus curling).
d.
Respon Imonologi Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan factor-factor
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015 inflamasi yang abnormal, perubahan kadar imunoglobin serta komplemen serum,
gangguan
fungsi
neutrofil,
penurunan
jumlah
limfosit
(limfositopenia). Imunosupresi membuat pasien luka bakar beresiko tinggi untuk mengalami sepsis.
Sebagian basis mekanik, kulit sebagai
mekanisme pertahanan dari organisme yang masuk. Terjadinya gangguan integritas kulit akan memungkinkan mikroorganisme masuk kedalam luka. Hilangnya kulit juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh untuk mengatur
suhunya.
Karena
itu
pasien-pasien
luka
bakar
dapat
memperlihatkan suhu tubuh yang rendah beberapa jam pertama pasca luka bakar, tetapi kemudian setelah keadaan hipermetabolisme menyetel kembali sehu inti tubuh, pasien luka bakar akan mengalami hipertermia selama sebagian besar periode pasca luka bakar kendati tidak terdapat infeksi. e.
Respon Pulmoner Pada luka bakar yang berat, konsumsi Oksigen oleh jaringan akan meningkat dua kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan respon lokal (White, 1993) . Cedera pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu cedera saluran napas atas terjadi akibat panas langsung atau edema. Cedera saluran nafas atas diatasi dengan intubasi nasotrakeal atau endotrakeal, cedera inhalasi di bawah glotis terjadi akibat menghirup produk pembakaran yang tidak sempurna atau gas berbahaya seperti karbon monoksida, sulfur oksida, nitrogen oksida, senyawa aldehid, sianida, amonia, klorin, fosgen, benzena, dan halogen. Cedera langsung terjadi akibat iritasi kimia jaringan paru pada tingkat alveoli. Cedera inhalasi dibawah glottis menyebabkan hilangnya fungsi silia, hipersekresi, edema mukosa berat, dan kemungkinan pula bronkospasme. Zat aktif permukaan (surfaktan) paru menurun sehingga timbul atelektasis (kolapsnya paru). Karbon monoksida mungkin merupakan gas yang paling sering menyebabkan cedera inhalasi karena gas ini merupakan produk sampingan pembakaran bahan-bahan organic dan dengan demikian akan terdapat dalam asap. Efek patofisilogiknya ditimbulkan oleh hipoksia jaringan yang terjadi ketika karbon monoksida berikatan dengan hemoglobin untuk membentuk karboksihemoglobin. Substansi ini
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015 bersaing
dengan
oksigen
dalam
memperebutkan
tempat-tempat
pengikatan hemoglobin. Terapi berupa intubasi dini dan ventilasi mekanis dengan oksigen 100%. Komplikasi pulmoner yang dapat terjadi akibat cedera inhalasi mencakup kegagalan akut respirasi dan ARDS (adult respiratory distress syndrome). (Smeltzer.2001, Keperawatan medical Bedah, Vol.3 Hal 1912-1916)
5.
Klasifikasi a) Berdasarkan penyebab -
Luka bakar karena api
-
Luka bakar karena air panas
-
Luka bakar karena bahan kimia
-
Laka bakar karena listrik
-
Luka bakar karena radiasi
-
Luka bakar karena suhu rendah (frost bite).
b) Berdasarkan kedalaman jaringan yang rusak Kedalaman dan
Bagian
Penyebab Luka
Kulit yang
bakar
terkena
Derajat Satu
Epidermis
Gejala
Penampilan
Perjalanan
Luka
Kesembuhan
Kesemutan
Memerah;
(Superfisial)
Hiperestesia
menjadi
Tersengat matahari
(supersensitivitas)
ketika ditekan
Terkena api dengan
Rasa nyeri mereda
Minimal
intensitas rendah
jika didinginkan
tanpa edema
Nyeri
Melepuh; dasar Kesembuhan
Derajat Dua
Epidermis
(Partial Thickness)
dan bagian Hiperestesia
Tersiram
air dermis
mendidih
Sensitif
putih lengkap
dalam
waktu
satu
atau minggu Pengelupasan kulit
luka berbintik- dalam waktu dua
terhadap bintik
udara yang dingin
Kesembuhan
merah; hingga
tiga
epidermis
minggu
Terbakar oleh nyala
retak;
Pembentuka parut
api
permukaan
dan depigmentasi
luka basah
Infeksi
Edema
mengubahnya menjadi
dapat
derajat
tiga Derajat tiga (Full Epidermis,
Tidak terasa nyeri, Kering,
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
luka Pembentukan
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015 Thickness)
keseluruhan
syok,
hematuria bakar berwarna eskar, diperlukan
Terbakar nyala api
dermis dan dan kemungkinan putih
Terkena
cairan kadang-
hemolisis,
bahan
mendidih
dalam kadang
kemungkinan
atau
waktu yang lama Tersengat
jaringan
arus subkutan
listrik
terdapat
luka kulit
seperti pencangkokan, kulit pembentukan gosong, parut
dan
retak hilangnya kontour
masuk dan keluar dengan bagian serta fungsi kulit, (pada luka bakar lemak listrik)
yang hilangnya satu jari
tampak, edema
tangan
atau
ekstremitas
bisa
terjadi
Sumber : Smeltzer (2001), Keperawatan Medikal Bedah, Hal. 1917
Umumnya luka bakar memiliki kedalaman yang tidak seragam. Pada saat pengkajian atau penilaian luka bakar mencakup daerah-daerah cedera superfisial pada bagian perifer luka dengan peningkatan kedalam disebelah proksimal (bagian tengah luka). Setiap daerah yang terbakar memiliki 3 zone cidera yaitu : a. Zona Koagulasi Daerah sebelah dalam yang langsung mengalami kerusakan akibat pengaruh panas, terdapat proses koagulasi protein pada luka dan kematian seluler. b. Zona Stasis Daerah yang berada langsung diluar zona koagulasi. Pada daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan leukosit sehingga terjadi gangguan perfusi diikuti perubahan permebilitas kapiler dan respon inflamasi lokal. c. Zona Hiperemia Daerah diliuar zona statis yang mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi seluler. Zona ketiga ini dapat mengalami penyembuhan secara spontan atau berubah ke zona kedua bahkan zona pertama.(Moenadjat,2003: Smeltzer, 2001;1916)
c) Berdasarkan tingkat keseriusan luka
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015 1) American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori, yaitu: Luka bakar mayor - LPTT (Luas Permukaan Tubuh Total) lebih dari 25% dengan derajat partial thickness pada orang dewasa dan lebih dari 20% dengan derajat partial thickness pada anak-anak. - LPTT ≥ 10% dengan derajat full thickness tanpa disertai komplikasi lain. - Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum. - Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan derajat dan luasnya luka. - Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi. - Luka bakar yang berkaitan dengan masalah-maslah ringan, seperti cedera pada jaringan lunak, fraktur, trauma lainnya, atau masalahmasalah kesehatan lain yang sudah ada sebelumnya. Luka bakar moderat - LPTT 15-25% dengan derajat partial thickness pada orang dewasa - LPTT 10% - 20% dengan derajat partial thickness pada anak-anak - LPTT ≤ 10% dengan derajat full thickness tanpa komplikasi lain. Luka bakar minor - Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofino (1991) dan Griglak (1992) adalah : - LPTT kurang dari 15% pada orang dewasa derajat partial thickness dan LPTT kurang dari 10 % dengan derajat partial thickness pada anakanak. - LPTT dengan derajat full thickness kurang dari 2% pada segala usia, tidak mengenai wajah, tangan, dan perenium. (Sumber : Hudak & Gallo 1996: Hal.542)
d) Fase Penyembuhan Luka No
Fase dan Fisiologi
Durasi
Implikasi
Fase
Luka
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
Penatalaksanaan
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015 1
Respon Inflamasi Akut Terhadap Cidera 0-3 hari
Hemostasis
Adanya jaringan yang mengalami
Fase Konstriksi sementara
devitalisasi secara terus menerus,
dari pembuluh darah yang
adanya
rusak,
pengelupasan jaringan yang luas,
terjadi
pada
saat
benda
asing,
sumbatan trombosit dibentuk
trauma
dan
penggunaan yang tidak tepat,
diperkuat
serabut
juga
fibrin
oleh untuk
kekambuhan,
preparat
topical
untuk
atau
luka
membentuk sebuah bekuan.
sehingga
Respon
diperlambat dan kekuatan regang
Jaringan
yang
penyembuhan
luka tetap rendah.
rusak : Jaringan yang rusak dan sel mast melepaskan histamine dan mediator lain sehingga menyebabkan pembuluh
vasodilatasi
darah
sehingga
kulit menjadi merah dan hangat. Permiabilitas kapiler darah menyebabkan edema local. 2
Fase Dekstruktif Pembersihan
terhadap 1-6 hari
jaringan
mati/yang
Polimorf&
makrofag
sangat
dipengaruhi oleh turunnya suhu
mengalami devitalisasi dan
tempat
bakteri
kimia, hipoksia, dan perluasan
oleh
polimorf
(menelan
dan
limbah
luka,
dihambat
metabolic
agen
yang
menghancurkan bakteri) dan
disebabkan oleh buruknya perfusi
makrofag
jar.
(menghancurkan
bakteri & mengeluarkan jar. Yang mengalami devitalisai serta fibrin yang berlebih, membentuk menghasilkan
fibroblast
&
factor
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015 perangsang
angiogenesis
(Fase 3) 3
Fase Proliferatif Fibroblast
meletakkan 3-24 hari
Gelung kapiler baru jumlahnya
substansi dasar dan serabut-
sangat banyak dan rapuh serta
serabut
mudah
kolagen
serta
sekali
ruasak
karena
pembuluh darah baru mulai
penekanan yang kasar sehingga
infiltrasi
perlu vitamin C yang cukup.
luka.
Kapiler
dibentuk
oleh
tunas
endothelial,
suatu
Factor
proses
sistemik
memperlambat
yang
penyembuhan
yang disebut angiogenesis.
adalah
Jar
hipoproteinemia dan hipoksia.
yang
dibentuk
dari
defisiensi
besi,
gelung kapiler baru, yang menopang substansi
kolagen dasar
dan disebut
jar.granulasi. 4
Fase Maturasi (Remodeling) Epitelisasi, Kontraksi, dan 24-356 hari
Reorganisasi jar.ikat
Epitelisasi terjadi 3x lebih cepat dilingkungan
yang
lembab
Sel-sel epitel pada pinggir
(dibawah balutan yang oklusif
luka dan dari sisa-sisa folikel
atau
rambut, serta granula sebasea
daripada
dan
sudorifera
kering. Kadang jar. Fibrosa pada
mulai
dermis menjadi sangat hipertropi,
jar.
kemerahan dan menonjol yang
Granula baru. Kontraksi luka
pada kasus ekstrem menyebabkan
disebabkan
jar. Parut, koloid tidak sedap
granula
membelah
dan
bermigrasi
diatas
karena
miofibroblast kontraktil yang membantu menyatukan tepitepi
luka.
Terjadi
suatu
penurunan progresif dalam vaskularisasi penampilan
jar.
Parut,
yang
merah
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
balutan
dipandang.
semipermiable)
dilingkungan
yang
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015 kehitaman
menjadi
putih.
Serabut kolagen mengadakan reorganisasi dan kekuatan regang luka meningkat. Sumber : Marison (2003:2), Manajemen Luka
e) Fase Luka Bakar FASE
DURASI
PRIORITAS
Fase
Dari awiatan cidera hingga
Pertolongan pertama.
Resusitasi/darurat
selesainya resusitasi cairan
Pencegahan syok
Pencegahan
gangguan
pernafasan
Deteksi dan penanganan cedera yang meyertai
Penilaian
luka
dan
perawatan pendahuluan Fase Akut
Dari
dimulainya
dieresis
hingga hampir selesainya proses penutupan luka.
Perawatan
dan
penutupan luka
Pencegahan
atau
penanganan komplikasi, termasuk infeksi.
Fase Rehabilitasi
Dari penutupan luka yang besar
hingga
Dukungan nutrisi.
Pencegahan parur dan
kembalinya
kepada tingkat penyesuaian
kontraktur
Rehabilitasi
fisik dan psikososial yang
oksupasional,
optimal.
vokasional.
fisik, dan
Rekonstruksi fungsional dan kosmetik.
Konseling psikososial.
Sumber : Smeltzer.2001_Keperawatan Medikal-Bedah,Vol.3, Hal 1919)
6.
Gejala Klinis
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015 Luka bakar derajat I: -
Kerusakan terbakar pada lapisan epidermis (superficial).
-
Rasa nyeri mereda jika didinginkan
-
Kesemutan
-
Hiperestesia (super sensitivitas)
-
Memerah dan menjadi putih jika ditekan.
-
Minimal atau tanpa edema
-
Contohnya adalah luka bakar akibat sengatan matahari yang lepuh/bullae.
Luka bakar derajat II -
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis
-
Hiperestesia
-
Sensitif terhadap udara dingin
-
Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
-
Melepuh, dasar luka berbintik-bintik merah.
-
Folikel rambut masih utuh.
-
Edema
Derajat II dangkal (superficial). -
Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
-
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.
-
Penyembuhan spontan dalam waktu 10-14 hari, tanpa skin graft
Derajat II dalam (deep). -
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis.
-
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
-
Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung biji epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan lebih dari satu bulan. Bahkan perlu dengan operasi penambalan kulit (skin graft).
Luka bakar derajat III -
Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam.
-
Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian.
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015 -
Syok
-
Hematuria dan kemungkinan hemolisis (detruksi sel darah merah).
-
Kering : luka bakar berwarna putih atau gosong, merah, cokelat, dan hitam.
-
Edema (Brunner & Suddarth, 2002, edisi 8 : vol. 3.Hal.1917)
7.
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi: - Menentukan derajat luka - Area kulit yang tidak terbakar mungkin dingin dan pucat - Area kulit yang terbakar akan melepuh, ulkus, nekrosis, atau jaringan parut tebal. - Mukosa bibir kering - Tanda-tanda inflamasi Ukuran luas luka bakar Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa metode yaitu :
Rule of nine Cara yang tepat untuk menghitung luas daerah yang terbakar. System ini mengguanakan presentase kelipatan Sembilan terhadap luas permukaan tubuh. -
kepala dan leher : 9%
-
Dada depan dan belakang : 18%
-
Abdomen depan dan belakang : 18%
-
Tangan kanan dan kiri : 18%
-
Paha kanan dan kiri : 18%
-
Kaki kanan dan kiri : 18%
-
Genital : 1%
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015
Gambar 6.
Skema pembagian luas luka bakar dengan Role Of Nine
Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak tangan penderita adalah 1 % dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak-anak dipakai modifikasi Rule of Nine menurut Lund and Brower, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.
Diagram Penentuan luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan diagram Lund dan Browder sebagai berikut: LOKASI
USIA (Tahun) 0-1
1-4
5-9
10-15
DEWASA
KEPALA
19
17
13
10
7
LEHER
2
2
2
2
2
DADA & PERUT
13
13
13
13
13
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015 PUNGGUNG
13
13
13
13
13
PANTAT KIRI
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
PANTAT KANAN
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
KELAMIN
1
1
1
1
1
LENGAN ATAS KA.
4
4
4
4
4
LENGAN ATAS KI.
4
4
4
4
4
LENGAN BAWAH KA 3
3
3
3
3
LENGAN BAWAH KI.
3
3
3
3
3
TANGAN KA
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
TANGAN KI
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
PAHA KA.
5,5
6,5
8,5
8,5
9,5
PAHA KI.
5,5
6,5
8,5
8,5
9,5
BAWAH 5
5
5,5
6
7
BAWAH 5
5
5,5
6
7
TUNGKAI KA TUNGKAI KI
KAKI KANAN
3,5
3,5
3,5
3,5
3,5
KAKI KIRI
3,5
3,5
3,5
3,5
3,5
Metode lund dan Browder Metode
ini lebih tepat dalam memperkirakan luas permukaan
tubuh yang terbakar. Menyatakan bahwa prosentase luka bakar pada berbagai bagian anatomi, khususnya kepala dan tungkai, akan berubah menurut pertumbuhan
Metode Telapak Tangan Pada banyak pasien dengan luka bakar yang menyebar, metode yang dipakai memperkirakan prosentase luka bakar adalah metode telapak tangan ( palm methode). Lebar telapak tangan pesien kurang lebih sebesar 1 % LPTT.
Palpasi: - Denyut nadi (frekuensi, kuat lemahnya) - Suhu pada luka
Auskultasi:
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015 - Auskultasi bunyi nafas pada paru - Auskultasi bising usus
8.
Pemeriksaan Penunjang
Hitung
darah
lengkap
:
peningkatan
Ht
awal
menunjukkan
hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan/kehilangan cairan.
Elektrolit serum : kalium meningkat karena cedera jaringan /kerusakan SDM dan penurunan fungsi ginjal. Natrium awalnya menurun pada kehilangan air.
Alkalin fosfat : peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan interstitiil/ganguan pompa natrium.
Urine : adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan jaringan dalam dan kehilangan protein.
Foto rontgen dada : untuk memastikan cedera inhalasi
Skan paru : untuk menentukan luasnya cedera inhalasi
EKG untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka bakar listrik.
BUN dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.
Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
Albumin serum dapat menurun karena kehilangan protein pada edema cairan.
Fotografi luka bakar : memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya.
(Marilynn E. Doenges, 2000, Edisi 8. Hal.806-807)
9. Diagnosis / kriteria diagnosis Apabila terjadi kerusakan kulit akibat agen-agen thermal, dan kimia, kemudian ditentukan derajatnya dengan rule of nine’s untuk mengetahui luas daerah yang terbakar.
10. Penatalaksanaan Fase Darurat/Resusitasi Perawatan Luka Bakar 1. Penatalaksanaan ditempat kejadian
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015 Lakukan
langkah
6c,
yaitu
:
clothing,
cooling,
cleaning,
chemoprophylaxis, covering and comforting (contoh pengurang nyeri). Untuk pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling, kemudian dilakukan pada fasilitas kesehatan.
Clothing : singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase cleaning.
Cooling : Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif samapai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar. Kompres dengan air dingin sebagai analgesik untuk luka yang terlokalisasi. Jangan pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah vasokonstriksi sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia. Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang mengalir.
Cleaning : pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.
Chemoprophylaxis : pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam dari superficial partial- thickness. Pemberian krim silver sulvadiazin untuk penanganan infeksi dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyususi dengan bayi kurang dari 2 bulan.
Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainnya. Pembalutan luka yang dilakukan setelah pendinginan bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015 berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi.
Comforting : dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri, berupa paracetamol dan codein (PO-per oral)- 20-30mg/kg, morphine (IVintra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus, morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg.
Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda bahaya dari ABC yaitu
Airway and breathing Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak berwana
jelaga (black sputum), gagal napas, bulu hidung yang terbakar, bengkak pada wajah. Luka bakar pada daerah orofaring dan leher membutuhkan tatalaksana intubasi (pemasangan pipa saluran napas ke dalam trakea/batang tenggorok) untuk menjaga jalan napas yang adekuat/tetap terbuka. Intubasi dilakukan di fasilitas kesehatan yang lengkap.
Circulation Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka
bakar untuk perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan intravena (melalui infus) diberikan bila luas luka bakar >10%. Bila kurang dari itu dapat diberikan cairan melalui mulut. Cairan
merupakan
komponen
penting karena pada luka bakar terjadi kehilangan cairan baik melalui penguapan karena kulit yang berfungsi sebagai proteksi sudah rusak dan mekanisme dimana terjadi perembesan cairan dari pembuluh darah ke jaringan
sekitar
pembuluh
darah
yang
mengakibatkan
timbulnya
pembengkakan (edema). Bila hal ini terjadi dalam jumlah yang banyak dan tidak tergantikan maka volume cairan dalam pembuluh darah dapat berkurang dan mengakibatkan kekurangan cairan yang berat dan mengganggu fungsi organ-organ tubuh. Cairan infus yang diberikan adalah cairan kristaloid (ringer laktat, NaCl 0,9%/normal Saline). Kristaloid dengan dekstrosa (gula) di dalamnya dipertimbangkan untuk diberikan pada bayi dengan luka bakar. Jumlah cairan yang diberikan berdasarkan formula dari Parkland : 3-4 cc x berat badan (kg) x %TBSA + cairan rumatan (maintenance per 24 jam). Cairan
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015 rumatan adalah 4cc/kgBB dalam 10 kg pertama, 2cc/kgBB dalam 10 kg ke 2 (11-20kg) dan 1cc/kgBB untuk tiap kg diatas 20 kg. Cairan formula parkland (3-4ccx
kgBB x %TBSA) diberikan setengahnya dalam 8 jam
pertama dan setengah sisanya
dalam 16 jam berikutnya. Pengawasan
kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat dari produksi urin yaitu 1cc/kgBB/jam
2. Penatalaksanaan Medis Darurat Setelah penanganan di tempat kejadian, pasien luka bakar segera dibawa ke rumah sakit terdekat. Berikut cara penanganannya : Prioritas pertama dalam ruangan darurat tetap ABC Untuk cedera paru yang ringan, udara pernapasan dilembabkan dan pasien didorong untuk batuk batuk agar sekret saluran napas bisa dikeluarkan. Untuk cedera yang lebih parah, lakukan penghisapan bronkus dan pemberian preparat bronkodilator. Jika sirkulasi dan respirasinya sudah adekuat, perhatian harus diberikan pada luka bakarnya. Petugas harus menggunakan APD Lakukan pengkajian luka bakar, riwayat kesehatan pasien, dan menentukan rencana penanganan menurut kondisi pasien. Pada sebagian pasien, mungkin harus dipasang kateter vena sentral untuk pemberian infus dalam jumlah besar. Jika luka bakar melampaui 20% atau jika merasa mual, pasang selang nasogastrik dan dihubungkan dengan alat penghisap untuk mencegah ileus paralitik. Kateter
urine
indwelling
dipasang
untuk
memungkinkan
pemantauan haluaran urin dan faal ginjal yang lebih akurat. Perawat harus memperhatikan kebutuhan psikologis pasien dan keluarga. 3. Penatalaksanaan Kehilangan Cairan dan syok Setelah menangani kesulitan pernapasan, kebutuhan yang paling mendesak adalah terjadinya syok ireversibel dengan menggantikan cairan dan elektrolit yang hilang. Tujuan terapi penggantian cairan adalah untuk
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015 mempertahankan cairan dan elektrolit dalam tubuh pasien. Beberapa kombinasi kategori cairan yang dapat digunakan adalah -
Koloid, whole blood, plasma serta plasma expander.
-
Kristaloid/elektrolit, larutan natrium klorida fisiologik atau larutan ringer laktat.
Terapi Penggantian Cairan Kebutuhan cairan yang diproyeksikan dalan 24 jam pertama dihitung berdasarkan luas luka bakar. Resusitasi cairan yang adekuat menghasilkan sedikit penurunan volume darah selama 24 jam pertama pasca luka bakar dan mengembalikan kadar plasma pada nilai yang normal pada akhir periode 48 jam. Beberapa rumus telah dikembangkan untuk memperbaiki kehilangan cairan berdasarkan estimasi persentase luas permukaan tubuh yang terbakar dan berat badan pasien.
Rumus Konsesus Lartutan ringer laktat (atau larutan saline seimbang lainnya): 2-4 ml x kg berat badan x % luas luka bakar. Separuh diberikan dalam 8 jam pertama: sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
Rumus Evans 1. Koloid
: 1ml x kg berat badan x % luas luka
bakar 2. Elektrolit (Salin)
: 1ml x kg berat badan x % luas luka
bakar 3. Glukosa (5%dalam air)
: 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh diberikan dalam 8 jam pertama: separuh sisanya dalam 16 jam berikutnya Hari 2 : separuh dari cairan elektrolit dan koloid yang diberikan pada hari sebelumnya: seluruh penggantian cairan insesibel Maksimum 10.000 ml selama 24 jam. Luka bakar derajat dua dan tiga yang melebihi 50% luas permukaan tubuh dhitung berdasarkan 50% luas permukaan tubuh.
Rumus Brooke Army
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015 1. Koloid
: 0,5ml x kg berat badan x % luas luka
bakar 2. Elektrolit (RL)
: 1,5 ml x kg berat badan x % luas luka
bakar 3. Glukosa (5%dalam air)
: 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama: separuh sisanya dalam 16 jam berikutnya Hari 2 : separuh dari cairan koloid: separuh dari cairan elektrolit: seluruh penggantian cairan insensibel Luka bakar derajat dua dan tiga yang melebihi 50% luas permukaan tubuh dhitung berdasarkan 50% luas permukaan tubuh.
Rumus Parkland/Baxter Larutan Ringer Laktat: 4 ml kg berat badan x % luas luka bakar Hari 1 : Separuh diberikan dalam 8 jam pertama: separuh sisanya dalam 16 jam berikutnya Hari 2 : Bervariasi. Ditambahkan koloid
Larutan Salin Hipertonik Larutan pekat natrium klorida (NaCl) dan laktat dengan konsentrasi 250-300mEq natrium perliter yang diberikan pada kecepatan yang cukup untuk mempertahankan volume keluaran urine yang diinginkan. Jangan meningkatkan kecepatan intfus selama 8 jam pertama pasca luka bakar. Kadar natrium serum harus dipantau ketat. Tujuan: meningkatkan kadar natrium serum dan osmolalitas untuk mengurangi edema dan mencegah komplikasi paru.
4. Pemindahan ke Unit Luka Bakar Kriteria Perhimpunan Luka Bakar Amerika untuk Rujukan ke Pusat Luka Bakar : - Luka bakar derajat 3 yang melebihi 5% luas permukaan tubuh pada segala kelompok usia - Luka bakar derajat 2 dan 3 yang melebihi 10% luas permukaan tubuh pada pasien < 10 tahun atau < 50 tahun
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015 - Luka bakar derajat 2 dan 3 yang melebihi 20% luas permukaan tubuh pada segala kelompok usia yang lain. - Luka bakar derajat 2 dan 3 yang mengenai muka, tangan, kaki, genetalia, perineum, serta persendian yang besar. - Luka bakar listrik yang mencakup luka bakar tersambar petir - Luka bakar kimia dengan ancaman ganguan fungsional atau kosmetik yang serius - Cedera inhalasi dengan luka bakar - Luka bakar yang melingkar pada ektremitas dan dada - Luka bakar pada pasien yang sebelumnya sudah menderita sakit dapat memperumit penanganan - Luka bakar dengan trauma dimana luka bakar tersebut menghadapi risiko yang terbesar. Fase Akut atau Intermediet Perawatan Luka Bakar Pada fase akut ini dilakukan perawatan luka umum seperti : Pada fase ini diperlukan perhatian khusus pada pengkajian dan pemeliharaan yang berkesinambungan pada status respirasi, dan sirkulasi, keseimbangan cairan dan elektrolit, serta fungsi gastrointestinal. Perawatan luka dan pengendalian nyeri menjadi prioritas dalam fase ini. Untuk pengendalian nyeri biasanya diberikan NSAID atau golongan narkotik jika terdapat nyeri hebat pada luka bakar yang luas. Selain itu, meminimalkan rasa nyeri juga dapat dilakukan dengan teknik non farmakologi seperti Guidetimageri, teknik relaksasi, dan distraksi, terapi music dan lainnya. Pemberian obat anlgetik 30 menit sebelum perawatan luka juga sangat penting menigkatkan rasa nyaman pasien selama perawatan luka bakar. Luka bakar meliputi sejumlah besar jaringan mati ( eskar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama. Eskar pada luka bakar merupakan krusta yang nonviable tanpa memiliki suplai aliran darah sehingga leukosit PMN atau antibody tidak dapat menjangkau daerah tersebut. Maka dari itu, luka bakar rentan terinfeksi oleh bakteri dan dapat terjadi sepsis. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan pemberian antibiotic topical, perawatan luka dan penggantian balutan yang khusus dengan teknik steril. Perawatan luka dapat dilakukan dengan tekni tertutup atau terbka sesuai dengan kebijakan masingmasing rumah sakit. Pada prinsipnya, perawatan luka dilakukan untuk
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015 mencegah terjadinya infeksi. Pemilihan terapi antibiotic topical berfungsi untuk mengurangi jumlah bakteri agar keseluruhan populasi mikroba dapat dikendalikan oleh mekanisme pertahanan tubuh pasien sendiri bukan untuk mensterilkan luka bakar.( Smeltzer, 2001:1935 ). 1) Pembersihan Luka Hidroterapi dengan perendaman total dan bedside bath adalah terapi rendaman disamping tempat tidur. Selama berendam, pasien didorong agar sedapat mungkin bergerak aktif. Hidroterapi merupakan media yang sangat baik untuk melatih ekstremitas dan membersihkan luka seluruh tubuh. Pembersihan luka dapat dilakukan degan perendaman total atau disebut hidroterapi. Selama berendam pasien didorong bergerak aktif untuk melatih ekstremitas dan membersihkan seluruh tubuh. Hidroterapi hars dibatasi dalam periode 20 -30 menit untuk mencegah gejala menggigil dan stress metabolic tambahan. Pembersihan luka biasanya dilakukan sehari sekali pada daerah luka yang tidak menjalani tindakan pembedahan. Jika ada eskar yang mulai terpish dengan jaringan viable dibawahnya yang terjadi kurang lebih 11/2 sampai 2 minggu paska luka bakar, maka diperlukan tindakan pembersihan dan debridement secara berturut-turut harus lebih sering dilakukan. 2) Terapi Antibiotik Topikal Ada tiga preparat topikal yang sering digunakan yaitu silver sulfadiazin, silver nitrat, dan mafenide asetat. 3) Penggantian Balutan Dalam mengganti balutan, perawat harus menggunakan APD. Balutan atau kasa yang menempel pada luka dapat dilepas tanpa menimbulkan sakit jika sebelumnya dibasahi dengan larutan salin atau bial pasien dibiarkan berandam selama beberapa saat dalam bak rendaman. Pembalut sisanya dapat dilepas dengan hati-hati memakai forseps atau tangan yang menggunakan sarung tangan steril. Kemudian luka dibersihkan dan didebridemen untuk menghilangkan debris, setiap preparat topikal yang tersisa, eksudat, dan kulit yang mati. Selama penggantian balutan ini, harus dicatat mengenai warna, bau, ukuran, dan karakteristik lain dari luka. 4) Debridemen
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015 Tujuannya adalah untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda asing sehingga pasien dilindungi dari invasi bakteri dan untuk menghilangkan jaringan yang sudah mati. Debridemen ada 3 yaitu -
Alami : jaringan mati akan memisahkan diri secara spontan
- Mekanis : penggunaan gunting bedah dan forsep untuk memisahkan dan mengangkat jaringan mati. - Bedah : tindakan operasi dengan melibatkan eksisi primer seluruh tebal kulit sampai mengupas kulit yang terbakar. 5) Graft Pada Luka Bakar Adalah pencacokan kulit. Selama proses penyembuhan luka akan terbentuk jaringan granulasi. Jarinagn ini akan mengisi ruangan ditimbulkan oleh luka, membentuk barier yang merintangi bakteri dan berfungsi sebagai dasar untk pertumbuhan sel epitel. 6) Dukungan Nutrisi Nutrisi yang diberikan adalah TKTP untuk membantu mempercepat penyembuhan luka.
Fase Rehabilitasi Meskipun aspek jangka panjang pada perawatan luka bakar berada pada tahap akhir, tetapi proses rehabilitasi harus segera dimulai segera setelah terjadinya luka bakar sama seperti periode darurat. Fase ini difokuskan pada perubahan citra diri dan gaya hidup yang dapat terjadi. Kesembuhan luka, dukungan psikososial dan pemulihan aktifitas fungsional tetap menjadi prioritas. Fokus perhatian terus berlanjut pada pemeliharaan keseimbangan cairan dan elekrolit serta perbaikan status nutrisi. Pembedahan rekonstruksi pada bagian anggota tubuh dan fungsinya yang terganggu mungkin diperlukan. Untuk perawatan lanjutan dapat bekerjasama dengan fisioterapi agar dapat melatih rentang gerak. (Brunner & Suddarth, 2002, edisi 8 : vol. 3)
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Data Subjektif
Pasien mengeluh sesak nafas
Pasien mengeluh nyeri pada daerah sekitar luka
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015
Pasien mengeluh jantung berdebar-debar.
Pasien mengeluh sering menggigil.
Pasien mengeluh haus.
b. Data Objektif Pasien tampak meringis ↑ TD Penurunan suhu tubuh Terdapat bullae Lesi Kulit bersisik atau kering Kulit memerah Kulit melepuh Adanya oedema. Nafas mengi. Pengkajian Luas Luka Bakar Metode Rule of Nine’s Sistem ini menggunakan prosentase kelipatan sembilan terhadap luas permukaan tubuh.
Dewasa : kepala = 9 %, tangan kanan-kiri = 18%, dada dan perut = 18%, genetalia = 1%, kaki kanan-kiri = 36%, dan punggung = 18%
Child : kepala = 18%, tangan kanan-kiri = 18% , dada dan perut = 18%, kaki kanan-kiri = 28%, dan punggung = 18%
Infant : kepala = 18%, tangan kanan-kiri =18%, dada dan perut = 18%, kaki kanan-kiri = 28%, dan punggung = 18%
Pengkajian Sistem Tubuh a) Aktifitas/istirahat Penurunan kekuatan dan tahanan otot, keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit, gangguan massa otot, perubahan tonus. b) Sirkulasi (dengan cedera luka bakar APTT >20%)
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015 Hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera, vasokonstriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik), takikardia (syok/ansietas/nyeri), disritmia (syok listrik), pembentukan edema jaringan (semua luka bakar). c) Integritas ego Pengungkapan masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Adanya
ansietas,
menangis,
ketergantungan,
menyangkal, menarik diri, dan marah. d) Eliminasi Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat, warna mungkin hitam, kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam, diuresis
(setelah kebocoran kapiler dan
mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi), penurunan bising usus/tak ada, khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltic gastrik. e) Makanan/cairan Edema jaringan umum, anoreksia, mual/muntah. f) Neurosensori Adanya keluhan area batas dan kesemutan. Adanya perubahan orientasi; afek, perilaku, penurunan reflex tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas, aktifitas kejang (syok listrik), laserasi korneal, kerusakan retinal, penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik), ruptur membran timpanik (syok listrik), paralisis (cedera listrik pada aliran saraf). g) Nyeri/kenyamanan Keluhan berbagai nyeri, misalnya; luka bakar derajat pertama secara ekstrem sensitive untuk disentuh, ditekan, gerakan udara dan perubahan suhu, luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri, sementara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf, luka bakar derajat tiga tidak nyeri. h) Pernafasan
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015 Adanya keluhan terkurung dalam ruang tertutup dan terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi). Adanya tanda suara serak; batuk mengi; sianosis, indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada, jalan nafas atas stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, edema laryngeal), bunyi nafas: gemericik (edema paru), stridor (edema laryngeal), sekret jalan nafas dalam (ronki). i) Keamanan Kulit umum : destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama
3-5
hari
sehubungan
dengan
proses
thrombus
mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok. Cedera api : terdapat area cedera campuran dalam sehubungan dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong, mukosa hidung dan mulut kering, merah, lepuh pada faring posterior, edema lingkar mulut dan atau lingkar nasal. Cedera kimia : tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seperti kulit samak halus, lepuh, ulkus, nekrosisi, atau jaringan parut tebal. Cedera secara umum lebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera. Cedera listrik : cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit dibawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan melaporkan rasa nyeri, dan tampak meringis.
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015 b. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan kerusakan jaringan. c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif melalui rute abnormal ditandai dengan peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidakcukupan pemasukan, kehilangan perdarahan. d. Hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan intoleransi aktivitas
ditandai dengan kesulitan membolak-balik posisi. e. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang tidak adekuat (integritas kulit yang tidak utuh, jaringan yang mengalami trauma karena luka bakar). f. Defisit perawatan diri : mandi berhubungan dengan nyeri ditandai dengan ketidakmampuan mengakses kamar mandi. g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit ditandai dengan respon nonverbal terhadap perubahan actual pada tubuh, perubahan actual pada struktur. 3. Rencana Asuhan Keperawatan (terlampir) 4. Implementasi Implementasi dilaksanakan berdasarkan intervensi yang telah dibuat dalam rencana perawatan 5. Evaluasi Evaluasi yang dibuat bisa dalam bentuk formatif dan sumatif (SOAP). Evaluasi yang dilakukan berdasarkan pencapaian yang didapatkan sesuai dengan criteria hasil/ kriteria evaluasi yang dibuat dalam rencana perawatan.
Praktik Profesi Keperawatan Intensif
Program Studi Ilmu Keperawatan A & B Tahun 2015 DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC Guyton, Arthur C., dkk. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo. 2001. Pendidikan Keperawatan Berkelanjutan (PKB V) Tema: Asuhan Keperawatan Luka Bakar Secara Paripurna. Surabaya. Joanne & Gloria. 2004. Nursing Intervention Classification Fourth Edition, USA: Mosby Elsevier. McCloskey & Bulechek. 2004. Nursing Interventions Classification, Fourth Edition. USA: Mosby Elsevier NANDA. 2012-2014. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda: Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta:
Prima
Medika
Oswari.
2006.
Penyakit
dan
Penanggulangannya. Jakarta: Gaya Baru. Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik, Ed.4. Vol.2. Jakarta: EGC. Price, A. Sylvia & Wilson. 1995. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC Subhan. 2002. Laporan Kasus Asuhan Keperawatan Klien dengan Luka Bakar Di Ruang Bedah G RSUD Dr. Soetomo. Surabaya. Sue Marion, Meridean, Elizabeth. 2008. Nursing Outcomes Classification Fourth Edition. USA: Mosby Elsevier.
Praktik Profesi Keperawatan Intensif