LAPORAN PENDAHULUAN RJD. ATMA HUSADA MAHAKAM SAMARINDA Mata kuliah : Keperawatan Jiwa II
Disusun oleh :
Nuzul Prima Diyella NIM : 16.0478.813.01
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIYATA HUSADA SAMARINDA 2019
WAHAM
A. Masalah Utama Keadaan yang timbul sebagai akibat dari pada proyeksi dimana seseorang melemparkan kekurangan dan rasa tidak nyaman ke dunia luar. Individu itu biasanya peka dan mudah tersinggung , sikap dingin dan cenderung menarik diri. Keadaan ini sering kali disebabkan karena merasa lingkungannya tidak nyaman , merasa benci , kaku , cinta pada diri sendiri yang berlebihan angkuh dan keras kepala. Dengan seringnya memakai mekanisme proyeksi dan adanya kecenderungan melamun serta mendambakan sesuatu secara berlebihan , maka keadaan ini dapat berkembang menjadi waham.
B. Proses Terjadinya Masalah 1. Pengertian Waham
adalah keyakinan yang salah secara kokoh dipertahankan walaupun
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal (Stuart dan Sundeen, 2012). 2. Tanda dan gejala Untuk mendapatkan data waham saudara harus melakukan observasi perilaku berikut ini : a.
Waham Kebesaran Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus , diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh : “saya ini pejabat di departemen kesehatan lho..” atau “saya punya tambang emas”
b.
Waham Curiga Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan / mencederai dirinya , diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh : “saya tahu… seluruh saudara ingin mneghancurkan hidup saya karena merasa iri dengan kesuksesan saya.”
c.
Waham Agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan , diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh : “kalau saya masuk surge saya harus menggunakan pakaian putih setiap hari.” d.
Waham Somatic Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu / terserang penyakit , diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh : “saya sakit kanker” , setelah pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda – tanda kanker namun pasien terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.
e.
Waham Nihilistic Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia / meninggal , diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh : “ini kana lam kubur ya , semua yang ada adalah roh – roh”.
3. Rentang Respon Respon Adaptif
-
Pikiran Logis
Respon Maladaptif
- Distorsi Pikiran
-
Gangguan
Proses Piker -
Persepsi Akurat
- Ilusi
- Waham
-
Emosi Konsisten
- Reaksi Emosi Berlebihan
-
Perilaku
Disorganisasi Dengan Pengalama Atau Kurang -
Perilaku Sesuai
- Perilaku Aneh Atau Tidak Biasa
- Isolasi
Sosial -
Berhubungan Sosial
- Perilaku Sesuai
Bersepon Emosi
- Menarik Diri
-
Sulit
4. Penyebab a
Faktor Predisposisi Meliputi perkembangan sosial kultural , psikologis , genetik , biokimia. Jika tugas perkembangan terhambat dan hubungan interpersonal terganggu maka individu mengalami stress dan kecemasan.
b
Faktor Presipitasi Rangsangan lingkungan yang sering menjadi pencetus terjadinya waham yaitu klien mengalami hubungan yang bermusuhan , terlalu lama diajak bicara , objek yang ada dilingkungannya dan suasana sepi (isolasi). Suasana ini dapat meningkatkan stress dan kecemasan.
5. Sumber Koping a.
Keluarga
b.
Lingkungan
6. Mekanisme Koping Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan reson neurobiologis yang maladaptif meliputi : a. Regresi : berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi ansietas b. Proyeksi : sebagai upaya untuk menjelaskan keracunan persepsi c. Menarik diri d. Pada keluarga : mengingkari
C. Pohon Masalah
Efek/Akibat
Kerusakan komunikasi verbal Effect
Core/Problem
Perubahan pola pikir : waham Care problem
Harga diri rendah Penyebab/ Etiologi
Causa
D. Masalah Keperawatan yang mungkin muncul a. Ds : merasa curiga, merasa cemburu, merasa diancam/diguna-guna, merasa sebagai orang hebat, merasa memiliki kekuatan luar biasa, merasa sakit/rusak organ tubuh b. Do : marah-marah tanpa sebab, banyak kata (longorhoe), menyendiri, sirkumtansial, inkoheren
E. Data Yang Perlu Dikaji a. Data mayor b. Data miror
F. Diagnosis Keperawatan a.
Kerusakan komunikasi verbal
b.
Gangguan proses pikir : waham
c.
Harga diri rendah kronik
G. Rencana Tindakan Keperawatan Tgl No Diagnos a
1
2
Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan Keperawatan Tujuan Tindakan Keperawatan (Umum dan Khusus) 3 4 5 Gangguan 1. Klien 1.1 Bina hubungan saling percaya dengan proses pikir : dapat klien: beri salam terapeutik (panggil waham membina nama klien), sebutkan nama perawat, hubungan jelaskan tujuan interaksi, ciptakan saling lingkungan yang tenang, buat kontrak percaya yang jelas (topik yang dibicarakan, waktu dan tempat). 1.2 Jangan membantah dan mendukung waham klien : - Katakan perawat menerima keyakinan klien “saya menerima keyakinan anda” disertai ekspresi menerima - Katakan perawat tidak mendukung “sukar bagi saya untuk mempercayainya” disertai ekspresi ragu tapi empati - Tidak membicarakan isi waham klien
1.3 Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terkindung : - Anda berada di tempat aman, kami akan menemani anda. - Gunakan keterbukaan dan kejujuran. - Jangan tinggalkan klien sendirian 1.4 Observasi apakan waham klien mengganggu aktifitas sehari-hari dan perawatan diri
2. Klien 2.1 Beri pujian pada penampilan dan dapat kemampuan klien yang realistis menidenti 2.2 Diskusikan dengan klien tentang fikasikan kemampuan yang dimiliki pada waktu kemempu lalu dan saat ini yang realistis (hati-hati an yang terlibat diskusi tentang waham). dimiliki 2.3 Tanyakan apa yang bisa klien lakukan (kaitkan dengan aktifitas sehari-hari dan perawatan diri) kemudian anjurkan untuk melakukannya saat ini. 2.4 Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham tidak ada. Perawat perlu memperhatikan bahwa klien penting.
3. Klien 3.1 Observasi kebutuhan klien sehari-hari dapat 3.2 Diskusikan kebutuhan klien yang tidak mengident terpenuhi baik selama dirumah atauppun ifikasi dirumah sakit (rasa takut, ansietas, kebutuhan marah). yang tidak 3.3 Hubungan kebutuhan yang tidak terpenuhi terpenuhi dengan waham 3.4 Tingkatkan aktifitas yang dapat terpenuhi kebutuhan klien dan memerlukan waktu dan tenga (aktifitas dapat dipilih bersama klien, jika mungkin buat jadwal). 3.5 Atur situasi agar klien mempunyai waktu untuk menggunakan wahmnya. 4. Klien dapat berhubun gan dengan realistis
4.1 Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (realitas diri, realitas orang lain, realitas tempat dan realitas waktu). 4.2 Sertakan klien dalam terapi aktifitas kelompok: orientasi realitas 4.3 Berikan pujian pada setiap kegiatan positif yang dilakukan klien
5. Klien
5.1 Diskusikan dengan keluarga dengan :
mendapat dukungan keluarga
- Gejala waham - Cara merawatnya - Lingkungan keluarga - Folow-up obat 5.2 Anjurkan keluarga melaksanakan 5.1. Dengan bantuan perawat
6. Klien 6.1 Diskusikan dengan klien dan keluarga dapat tentang obat, dosis, frekuensi, dan efek mengguna samping akibat penghentian. kan obat 6.2 Diskusikan perasaan klien setelah makan dengan obat benar 6.3 Berikan obat dengan prinsip 5 (lima) benar.
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan A. Proses Keperawatan NO Klien 1. 2.
3. 4.
1. 2. 3. 1. 2.
3.
Keluarga
SP1P Membantu orientasi realita.
SP1K Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluar dalam merawat pasien. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan terpenuhi. jenis waham yang dialami pasien serta proses terjadinya. Membantu pasien memenuhi kebutuhannya Menjelaskan cara merawat pasien waham Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian SP2P SP2K Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien. pasien dengan waham Berdiskusi tentang kemampuan yang Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat dimiliki langsung kepada pasien waham Melatih kemampuan yang dimiliki SP3P SP3K Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas pasien di rumah termasuk minum obat Memberikan pendidikan kesehatan Menjelaskan follow up pasien setelah pulang tentang penggunakan obat secara teratur Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan ( latihan fase orientasi, kerja dan terminasi setiap SP)
Tgl
No. Diagnosa
Diagnosa Keperawatan
Evaluasi
3
Rencana Tindakan Keperawa Keperawatan tan 4 5
1
2 1
Gangguan
SP1P
S:
Melakukan
6
“saya hanya mau berbincang10 menit saja” “mereka tidak percaya kalau saya ini presiden” “presiden kan enak bisa ngatur dan perintah, saya gak senang kalau diatur” “bapak saya yang suka ngatur” “saya ingin ikut temanteman pergi ke ruang rehabilitasi terus bisa main tenis meja” “saya mau latihan setiap pagi pukul 09:00” O: - Pembicaraan cepat - Afek labil - Klien memasukkan latihan tenis meja kedalam jadwal harian setiap hari pukul 09:00” A: SP1P tercapai P: Perawat : lanjutkan SP2P pukul 09:30 diteras depan ruang rehabilitasi Klien: motivasi klien untuk latihan olahraga tenis meja pada pukul 09:00 sesuai jadwal harian. Gangguan SP2P Melakukan S: proses pikir : Gangguan SP2P “sekarang kita berbincang waham proses gangguan 15 menit yah” pikir : proses pikir: “saya tadi main tenis meja waham waham loh, dan menang” - Mengevalua “saya juga bisa main gitar proses pikir : Gangguan waham proses pikir : waham
09:30
1
SP1P gangguan proses pikir : waham - Membantu orientasi realita - Mendiskus ikan kebutuhan yang tidak terpenuhi - Membantu klien memenuhi kebutuhan nya - Menganjur kan klien memasukk an dalam jadwal kegiatan harian klien
si jadwal kegiatan klien - Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki
11:00
lho, waktu SMA saya punya band sama temanteman” “mari saya tunjukkan kehebatan saya main gitar” “karena jadwal main musik disini setipa hari selasa dan kamis pukul 09.00 saya akan latihan sesuai jadwal” O: - Klien kooperatif - Kontak mata baik - Klien membuat jadwal latihan main gitar sesuai jadwal di rumah sakit A: SP2P tercapai P: Perawat: lanjutkan SP3P pukul 11:00 di ruang perawatan klien Klien : motivasi klien latihan memainkan gitar setiap hari Selasa dan Kamis pukul 09.00 Gangguan SP3P Melakukan S: proses pikir : Gangguan SP3P “kita berbincang 10 menit waham proses gangguan ya” pikir : proses pikir : “saya dapat obat 3 macam waham waham dari dokter” - Mengevalu “oh, berarti yang warnanya asi jadwal orange itu CPZ gunanya kegiatan untuk menenangkan” harian “terus yang warna putih itu klien supaya saya rileks dan - Memberika tidak tegang ya disebut n THP” pendidikan “yang warna merah jambu
kesehatan tentang penggunaa n obat secara teratur - Menganjur kan klien memasukk an dalam jadwal kegiatan harian
itu disebut HPL supaya saya tenang juga kan?” “semua obatnya harus saya minum sehari 3kali kan?” “saya akan minum obat sesuai jadwal dan teratur, baik di rumah sakit sekarang atau sudah pulang ke rumah nanti” “saya akan minum obat setiap hari pukul 7pagi, 1siang, dan 7malam” O: - Kontak mata baik - Klien kooperatif - Klien memasukkan kedalam jadwal harian minum obat setiap pukul 7pagi, 1siang dan 7malam A: SP3P tercapai P: Perawat : lanjutkan SP budaya gangguan proses pikir : waham Klien : motivasi klien untuk minum obat sesuai dengan jadwal
DEFISIT PERAWATAN DIRI
A. Masalah Utama Defisit Perawatan Diri
B. Proses Terjadinya Masalah Pengertian Defisit Perawatan Diri adalah kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri terdiri dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri antaranya mandi, makan minum secara mandiri, berhias secara mandiri, toileting (BAK/BAB), (Damaiyanti 2012).
C. Tanda dan gejala Tanda dan gejala Defisit Perawatan Diri menurut (Damaiyanti, 2012) sebagai berikut: a. Fisik 1) Badan bau, pakaian kotor 2) Rambut dan kulit kotor 3) Kuku panjang dan kotor 4) Gigi kotor disertai mulut bau 5) Penampilan tidak rapi. b. Psikologis 1) Malas, tidak ada inisiatif 2) Menarik diri, isolasi diri 3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina. c. Sosial 1) Interaksi kurang 2) Kegiatan kurang 3) Tidak mampu berprilaku sesuai norma 4) Cara makan tidak teratur 5) BAK dan BAB di sembarang tempat
D. Rentang Respon Adatif
Pola
Maladatif
perawatan Kadang
diri seimbang
perawatan
Tidak melalukan diri perawatan
kadang tidak
diri
pada saat stress
a. Pola perawatan diri seimbang : saat pasien mendapatkan stressor dan mampu untuk berprilaku adaptif maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien masi melakukan perawatan diri b. Kadang melakukan perawatan diri kadang tidak : saat pasien mendapat stressor kadang-kadang pasien tidak memperhatikan perawatan dirinya c. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak bisa melakukan perawatan saat stressor, (Ade, 2011). E. Penyebab a. Faktor Predisposisi Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011) penyebab kurang perawatan diri adalah kelelahan fisik dan penurunan kesadaran : 1) Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan mamanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu 2) Biologis Penyakit kronik yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri 3) Kemampuan Realitas Turun Klien dengan gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang
menyababkan ketidakmampuan dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri 4) Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
b. Faktor Presipitasi Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perseptual, cemas, lelah atau lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri. Menurut depkes : 1) Body Image Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak pedulidengan kebersihan dirinya 2) Praktik Sosial Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene 3) Status Sosial Ekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya 4) Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes millitus ia harus menjaga kebersihan kakinya. 5) Budaya Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan 6) Kebiasaan Seseorang Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampo dan lain-lain 7) Kondisi Fisik atau Psikis Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
F. Sumber a. Melatih pasien cara perawatan kebersihan diri b. Melatih pasien berhias/berdandan
Koping
c. Melatih pasien makan dengan benar d. Melatih pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri G. Mekanisme Koping a. Mekanisme koping adaptif Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi pertumbuhan belajar
dan
mencapai tujuan. Kategori ini adalah klien bisa memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri. b. Mekanisme koping maladaptif Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkingan. Kategori adalah tidak mau merawat diri (Damaiyanti, 2012) H. Pohon Masalah
Efek/Akibat
Resiko Prilaku Kekerasan
Core/Problem
Penyebab/ Etiologi
Defisit Perawatan Diri
Harga Diri Rendah Kronis
Koping Individu Tidak Efektif
I.
Masalah Keperawatan Yang Mungkin Muncul 1.
Defisit perawatan diri
2.
Harga diri rendah
3.
Resiko tinggi isolasi sosial
J. Data Yang Perlu Dikaji 1.
Data subyektif b) Pasien merasa lemah
c) Malas untuk beraktivitas d) Merasa tidak berdaya. 2.
Data obyektif a) Rambut kotor, acak – acakan b) Badan dan pakaian kotor dan bau c) Mulut dan gigi bau. d) Kulit kusam dan kotor e) Kuku panjang dan tidak terawat
K. Diagnosis Keperawatan a. Hygiene Diri b. Berhias c. Makan d. BAK/BAB
L. Rencana Tindakan Keperawatan Tujuan
Intervensi
Tujuan umum :
1. Bina hubungan saling percaya dengan
Pasien
tidak
mengalami
defisit
perawatan diri.
menggunakan prinsip komunikasi teraupetik : a. Sapa pasien dengan ramah, baik vokal maupun non verbal
TUK 1 : Pasien
bisa
membina
hubungan
saling percaya dengan perawat
b. Perkenalkan diri dengan sopan c. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai pasien d. Jelaskan tujuan pertemuan e. Jujur dan menepati janji f. Tunjukkan sikap empati dan menerima pasien apa-adanya g. Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan da bgsar pasien.
1. Melatih
TUK 2 : Pasien
mampu
melakukan
kebersihan diri secara mandiri
pasien
cara-cara
perawatan
kebersihan diri : a. Menjelaskan
pentingnya
menjaga
kebersihan diri b. Menjelaskan
alat-alat untuk menjaga
kebersihan diri c. Menjelaskan cara-cara melakukan diri d. Melatih
pasien
mempratekkan
cara
menjaga kebersihan diri. 1. Melatih pasien berdandan/berhias :
TUK 3 : Pasien mampu melakukan berhias/
a. Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :
berdandan secara baik
1) Berpakaian 2) Menyisir rambut 3) Bercukur b. Untuk pasien wanita, latihannya meliputi : 1) Berpakaian 2) Menyisir rambut 3) Berhias
1. Melatih pasien makan secara mandiri :
TUK 4 : Pasien mampu
melakukan makan
dengan baik
a. Menjelaskan cara mempersiapkan makan b. Menjelaskan cara makan yang tertib c. Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan d. Praktek makan sesuai 15 dengan tahapan makan yang baik 1. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK
TUK 5 : Pasien
mampu
BAB/BAK secara mandiri
melakukan
secara mandiri : a. Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b. Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK c. Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan A. Proses Keperawatan NO Klien 1. 2.
3. 4.
1. 2. 3. 1. 2.
3.
SP1P Membantu orientasi realita.
Keluarga
SP1K Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluar dalam merawat pasien. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan terpenuhi. jenis waham yang dialami pasien serta proses terjadinya. Membantu pasien memenuhi kebutuhannya Menjelaskan cara merawat pasien waham Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian SP2P SP2K Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien. pasien dengan waham Berdiskusi tentang kemampuan yang Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat dimiliki langsung kepada pasien waham Melatih kemampuan yang dimiliki SP3P SP3K Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas pasien di rumah termasuk minum obat Memberikan pendidikan kesehatan Menjelaskan follow up pasien setelah pulang tentang penggunakan obat secara teratur Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
C. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan ( latihan fase orientasi, kerja dan terminasi setiap SP)
Tgl
No. Diagnosa
Diagnosa Keperawatan
Rencana Tindakan Keperawa Keperawatan tan 4 5
1
2
3
1
Gangguan SP1P proses pikir : Gangguan waham proses pikir : waham
Melakukan SP1P gangguan proses pikir : waham - Membantu orientasi realita - Mendiskus ikan kebutuhan yang tidak terpenuhi - Membantu klien memenuhi kebutuhan nya - Menganjur kan klien memasukk an dalam jadwal kegiatan harian klien
Evaluasi
6 S: “saya hanya mau berbincang10 menit saja” “mereka tidak percaya kalau saya ini presiden” “presiden kan enak bisa ngatur dan perintah, saya gak senang kalau diatur” “bapak saya yang suka ngatur” “saya ingin ikut temanteman pergi ke ruang rehabilitasi terus bisa main tenis meja” “saya mau latihan setiap pagi pukul 09:00” O: - Pembicaraan cepat - Afek labil - Klien memasukkan latihan tenis meja kedalam jadwal harian setiap hari pukul 09:00” A: SP1P tercapai P: Perawat : lanjutkan SP2P pukul 09:30 diteras depan ruang rehabilitasi Klien: motivasi klien
09:30
11:00
1
untuk latihan olahraga tenis meja pada pukul 09:00 sesuai jadwal harian. Gangguan SP2P Melakukan S: proses pikir : Gangguan SP2P “sekarang kita berbincang waham proses gangguan 15 menit yah” pikir : proses pikir: “saya tadi main tenis meja waham waham loh, dan menang” - Mengevalua “saya juga bisa main gitar si jadwal lho, waktu SMA saya kegiatan punya band sama temanklien teman” - Berdiskusi “mari saya tunjukkan tentang kehebatan saya main gitar” kemampuan “karena jadwal main yang musik disini setipa hari dimiliki selasa dan kamis pukul 09.00 saya akan latihan sesuai jadwal” O: - Klien kooperatif - Kontak mata baik - Klien membuat jadwal latihan main gitar sesuai jadwal di rumah sakit A: SP2P tercapai P: Perawat: lanjutkan SP3P pukul 11:00 di ruang perawatan klien Klien : motivasi klien latihan memainkan gitar setiap hari Selasa dan Kamis pukul 09.00 Gangguan SP3P Melakukan S: proses pikir : Gangguan SP3P “kita berbincang 10 menit waham proses gangguan ya”
pikir waham
: proses pikir : waham - Mengevalu asi jadwal kegiatan harian klien - Memberika n pendidikan kesehatan tentang penggunaa n obat secara teratur - Menganjur kan klien memasukk an dalam jadwal kegiatan harian
“saya dapat obat 3 macam dari dokter” “oh, berarti yang warnanya orange itu CPZ gunanya untuk menenangkan” “terus yang warna putih itu supaya saya rileks dan tidak tegang ya disebut THP” “yang warna merah jambu itu disebut HPL supaya saya tenang juga kan?” “semua obatnya harus saya minum sehari 3kali kan?” “saya akan minum obat sesuai jadwal dan teratur, baik di rumah sakit sekarang atau sudah pulang ke rumah nanti” “saya akan minum obat setiap hari pukul 7pagi, 1siang, dan 7malam” O: - Kontak mata baik - Klien kooperatif - Klien memasukkan kedalam jadwal harian minum obat setiap pukul 7pagi, 1siang dan 7malam A: SP3P tercapai P: Perawat : lanjutkan SP budaya gangguan proses pikir : waham Klien : motivasi klien untuk minum obat sesuai dengan jadwal
Harga Diri Rendah
A. Masalah Utama Gangguan Masalah HDR (Harga Diri Rendah)
B. Proses Terjadinya Masalah 1. Pengertian Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri. ( Yosep,2009)
2. Tanda dan gejala Menurut Carpenito dalam keliat (2011), perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah antara lain : a. Data Subjectif : mengkritik diri sendiri atau orang lain perasaan tidak mampu, pandangan hidup yang pemsimis, perasaan lemah dan takut, penolakan terhadap kemampuan diri sendiri, pengurangan diri/ mengejek diri sendiri, hidup yang berpolarisasi, ketidak mapuan menentukan tujuan mengungkapkan kegagalan pribadi, merasionalkan penolakan. b. Data Objektif, produktivitas menurun, perilaku destruktiv pada diri sendiri dan orang lain penyalahgunaan zat, menarik diri dari hubungan social, ekspresi wajah malu dan rasa bermasalah, menunjukkan tanda depresi (sukarr tidur sukar makan), tampak mudah tersinggung/mudah marah. (Eko, 2014 :106) Ciri khas dari harga diri rendah menurut Damainyanti (2008), tanda geja dan gejala harga diri rendah kronik adalah sebagai berikut : a. Mengkritiik diri sendiri b. Persaan tidak mampu c. Pandangan hidup yang peseimis d. Penurunan produktivitas e. Penolakan terhadap kemampuan diri.
Selaian data diatas, dapat juga mengamati penampilan seseorang dengan harga diri rendah, terlihat darikurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan kurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebbih banyak menunduk, bicara lambat dengan suara nada lemah. (Iskandar, 2014: 40) 3. Rentang Respon Respon
Respon
Adaptif
Maladaptif
Aktualisasi
Konsep Diri Harga Diri
Diri
Positif
Keracunan Rendah
Depersonalisasi Identitas
(Iskandar, 2014:38) a. Respon adaptif Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya 1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima. 2) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang negatif dari dirinya. (Eko, 2014: 102) b. Respon Maladaptif Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu krtika dia tidakmampu lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi. 1) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya yang negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain. 2) Kerancuan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas sehingga tidak memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan. 3) Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu mempunyai kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu berhubungan dengan orang lain secara intim. Tidak ada rasa percaya diri atau tidak dapat membina hubungan baik dengan orang lain. (Eko, 2014:102)
4. Penyebab a. Faktor Predisposisi 1) Factor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tangguang jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan idial diri yang tidak realistis. 2) Factor yang mempengaruhi performa peran adalah stereotype peran gender, tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya. 3) Factor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan orang tua,
tekanan
dari
kelompok
sebaya,
dan
perubahan
struktur
social.
(Iskandar,2014:39) b. Faktor Presipitasi Menurut yosep (2009), factor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan atau produktifitas yang menuurun. Secara umum, gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi secara situasional atau kronik. Secara situasional karena trauma yang muncul secara tibatiba, misalnya harus dioperasi, kecelakan, perkosaan atau dipenjara, termasuk dirumah sakit bisa menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena penyakit fisik atau pemasanagan alat bantu yang mebuat yang mebuat klien tidak nyaman. Harga diri rendah kronik biasanya dirasakan klien sebelum sakit atau sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negative dan meningkt saat dirawat. (Iskandar, 2014:39-40)
5. Sumber Koping a. Aktivitas olahraga dan aktivitas lain di luar rumah b. Hobi dan kerajinan tangan c. Seni yang ekpresif d. Kesehatan dan kerawatan diri e. Pekerjaan, vokasi, atau posisi f. Bakat tertentu g. Kecerdasan
h. Imaginasi dan kreativitas i. Hubungan interpersonal
6. Mekanisme Koping Mekanisme koping jangka pendek yang bisa dilakukan pasien harga diri rendah adalah kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis, misalnya pemakaian obatobatan, kerja keras, nonton tv terus menerus. Kegiatan mengganti identitas sementara, misalnya ikut kelompok social, keagamaan dan politik. Kegiatan yang memberi dukungan sementara, seperti menikuti suatu kompetisi atau kontes popularitas, kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara, seperti penyaahgunaan obat-obatan. Jika mekanisme koping jangka pendek tidak memberi hasil yang diharapkan individu akan mengembangkan mekanisme koping jangka panjang. (Eko, 2014:106)
C. Pohon Masalah Efek/Akibat
isolasi social
Core/Problem
Penyebab/ Etiologi
Harga diri rendah kronik
koping individ tidak efektif
D. Masalah Keperawatan yang mungkin muncul Masalah konsep dir nerkaitan dengan perasaan ansietas, bermusuhan dan rasa bersalah. Masalah ini sering menimbulkan proses penyebaran diri dan sirkular bagi individu yang dapat menyebabkan respon koping maladaptive. Respon ini dapat terlihat pada berbagai macam individu yang mengalami ancaman integritas fisik atau sistem diri. Diagnosa tunggal adalah: 1. Harga diri rendah kronik 2. Koping individu tidak efektif
3. Isolasi social Diagnosa ganda adalah: 1. Isolasi sosial berhubungan denga harga diri rendah kronik 2. Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif
(Iskandar,
2014:45)
E. Data Yang Perlu Dikaji 1. Masalah utama Gangguan konsep diri : harga diri rendah Data subyektif : a. Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya b. Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli c. Mengungkapkan tidak bisa apa-apa d. Mengungkapkan dirinya tidak berguna e. Mengkritik diri sendiri Data obyektif : a. Merusak diri sendiri b. Merusak orang lain c. Menarik diri dari hubungan sosial d. Tampak mudah tersinggung e. Tidak mau makan dan tidak tidur 2. Masalah keperawatan : Penyebab gangguan citra tubuh Data subyektif : a. Mengkritik diri sendiri b. Mengungkapkan perasaan main terhadap diri sendiri c. Mengungkapkan malu dan tidak bisa bila diajak melakukan sesuatu d. Perasaan tidak mampu e. Perasaan negatif mengenai dirinya sendiri Data obyektif : a. Tampak sedih dan tidak melakukan aktivitas yang seharusnya dapat dilakukan
b. Wajah tampak murung c. Klien terlihat lebih suka sendiri d. Bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan 3. Masalah keperawatan Akibat Isolasi sosial : menarik diri Data subyektif : a. Mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi b. Mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain c. Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain Data obyektif : a. Ekspresi wajah kosong b. Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara c. Suara pelan dan tidak jelas
F. Diagnosis Keperawatan 1. Harga diri rendaj 2. Isolasi sosial 3. Koping keluarga inefektif
G. Rencana Tindakan Keperawatan Isolasi sosial berhubungan denga harga diri rendah kronik Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif 1. Tujuan Umum Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal 2. Tujuan Khusus a. TUK 1 :Klien dapat membenina hubungan saling percaya Kreteria hasil : 1) Ekspresi wajah klien bersahabat 2) Menunjukan rasa tenang dan ada kontak mata 3) Mau berjabat tangan dan mau menyebutkan nama 4) Mau menjawab salam dan mau duduk berdampingan dengan perawat
5) Mau mengutamakan masalah yang dihadapi Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik: 1) Sapa klien dengan rama dan baik secara verbal dan non verbal 2) Perkenalkan diri dengan sopan 3) Tanyakan nama lengkap klien dengan nama panggilan yang disukai klien. 4) Jelaskan tujuan pertemuan. 5) Jujur dan menepati janji 6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya 7) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasr untuk kelancaran hubungan interaksi selanjutnya. (Kartika, 2015:54) b. TUK II : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki Kreteria evaluasi : Klien mampu mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien : 1) Kemampuan yang dimiliki klien. 2) Aspek positif keluarga 3) Aspek positif lingkungan yang dimiliki klien Intervensi : 1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien. Rasional : Mendiskusikan tingkat kemampuan klien menilai realitas, control diri atau integritas ego diperlukan sebagai dasar asuhan keperawatannya. 2) Setiap bertemu hindarkan dari memberi nilai negatif Rasional : Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri klien 3) Usahakan memberikan pujian yang realistik Rasional : Pujian yang reaslistik tidak menyebabkan klien melakukan kegiatan hanya ingin mendapatkan pujian. (Kartika, 2015:54-55)
c. TUK III : klien dapat menilai kemampuan yang digunakan Kreteria evaluasi : Klien menilai kreteria yaang dapat digunakann Intervensi : 1) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat dilakukan dalam sakit. Rasional : Keterbukaan dan pengertian tentang kemampuan yang dimiliki adalah prasarat untuk berubah 2) Diskusikan kemampuan yangb masih dapat dilanjutkan penggunaannya. Rasional : Pengertian tentang kemampuan yang masih dimiliki klien memotivasi ubtuk tetap mempertahankan penggunaannya.(Kartika, 2015:55) d. TUK IV : Klien dapat merencanakan kegiatan dengan kemampuan yang dimilik. Kreteria Evaluasi ; Klien membuat rencana kegiatan harian Intervensi 1) Rencanakan bersama klien aktivitasyang dapat dilakukan setiap hari sesuai denagan kemampuan : kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan sebagaian kegiatan yang membutuhkan bantuan total. Rasional : Membentuk individu yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri. 2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien Rasional : Klien perlu bertindak secara realistik dalam kehidupannya 3) Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang boleh dilakuak klien. Rasioanal : Contoh perilaku yang dilihat klien akan memotivasi klien untuk melaksanakan kegiatan. (Kartika, 2015:56) e. TUK V : Klien dapat melaksanakan kegiatan yang boleh dilakuakan Kreteria Evaluasi : Klien melakuka kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
Intervensi : 1) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncakan. Rasional : Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dapat meningkatkan motivasi dan haarga diri klien 2) Beri pujian atas keberhasilan klien 3) Diskusikan kemngkinan pelaksanaan di rumah Rasionak : Memberikan kesempatan kepada klien untuk tetap melakukan kegiatan yang biasa dilakukan. (Kartika, 2015:56-57) f. TUK VI : klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada di keluarga. Krteria evaluasi Klien memanfaatkan sistem pendukung yang ada dikeluarga Intervensi 1) Beri pendiidkan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah. Rasional : Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri di rumah. 2) Banntu keluarga memberikan dukungan selama klien di rawat Rasional : Support sytem keluarga akan sangat mempengaruhi dalam mempercepat proses penyembuhan klien 3) Bantu keluargamenyiapkan lingkungan rumah Rasional : Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah. (Kartika, 2015:57)
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan A. Proses Keperawatan NO Klien 1. 2.
3. 4.
1. 2. 3. 1. 2.
3.
Keluarga
SP1P Membantu orientasi realita.
SP1K Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluar dalam merawat pasien. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan terpenuhi. jenis waham yang dialami pasien serta proses terjadinya. Membantu pasien memenuhi kebutuhannya Menjelaskan cara merawat pasien waham Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian SP2P SP2K Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien. pasien dengan waham Berdiskusi tentang kemampuan yang Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat dimiliki langsung kepada pasien waham Melatih kemampuan yang dimiliki SP3P SP3K Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas pasien di rumah termasuk minum obat Memberikan pendidikan kesehatan Menjelaskan follow up pasien setelah pulang tentang penggunakan obat secara teratur Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
D. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan ( latihan fase orientasi, kerja dan terminasi setiap SP)
Tgl
No. Diagnosa
Diagnosa Keperawatan
Evaluasi
3
Rencana Tindakan Keperawa Keperawatan tan 4 5
1
2 1
Gangguan
SP1P
S:
Melakukan
6
“saya hanya mau berbincang10 menit saja” “mereka tidak percaya kalau saya ini presiden” “presiden kan enak bisa ngatur dan perintah, saya gak senang kalau diatur” “bapak saya yang suka ngatur” “saya ingin ikut temanteman pergi ke ruang rehabilitasi terus bisa main tenis meja” “saya mau latihan setiap pagi pukul 09:00” O: - Pembicaraan cepat - Afek labil - Klien memasukkan latihan tenis meja kedalam jadwal harian setiap hari pukul 09:00” A: SP1P tercapai P: Perawat : lanjutkan SP2P pukul 09:30 diteras depan ruang rehabilitasi Klien: motivasi klien untuk latihan olahraga tenis meja pada pukul 09:00 sesuai jadwal harian. Gangguan SP2P Melakukan S: proses pikir : Gangguan SP2P “sekarang kita berbincang waham proses gangguan 15 menit yah” pikir : proses pikir: “saya tadi main tenis meja waham waham loh, dan menang” - Mengevalua “saya juga bisa main gitar proses pikir : Gangguan waham proses pikir : waham
09:30
1
SP1P gangguan proses pikir : waham - Membantu orientasi realita - Mendiskus ikan kebutuhan yang tidak terpenuhi - Membantu klien memenuhi kebutuhan nya - Menganjur kan klien memasukk an dalam jadwal kegiatan harian klien
si jadwal kegiatan klien - Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki
11:00
lho, waktu SMA saya punya band sama temanteman” “mari saya tunjukkan kehebatan saya main gitar” “karena jadwal main musik disini setipa hari selasa dan kamis pukul 09.00 saya akan latihan sesuai jadwal” O: - Klien kooperatif - Kontak mata baik - Klien membuat jadwal latihan main gitar sesuai jadwal di rumah sakit A: SP2P tercapai P: Perawat: lanjutkan SP3P pukul 11:00 di ruang perawatan klien Klien : motivasi klien latihan memainkan gitar setiap hari Selasa dan Kamis pukul 09.00 Gangguan SP3P Melakukan S: proses pikir : Gangguan SP3P “kita berbincang 10 menit waham proses gangguan ya” pikir : proses pikir : “saya dapat obat 3 macam waham waham dari dokter” - Mengevalu “oh, berarti yang warnanya asi jadwal orange itu CPZ gunanya kegiatan untuk menenangkan” harian “terus yang warna putih itu klien supaya saya rileks dan - Memberika tidak tegang ya disebut n THP” pendidikan “yang warna merah jambu
kesehatan tentang penggunaa n obat secara teratur - Menganjur kan klien memasukk an dalam jadwal kegiatan harian
itu disebut HPL supaya saya tenang juga kan?” “semua obatnya harus saya minum sehari 3kali kan?” “saya akan minum obat sesuai jadwal dan teratur, baik di rumah sakit sekarang atau sudah pulang ke rumah nanti” “saya akan minum obat setiap hari pukul 7pagi, 1siang, dan 7malam” O: - Kontak mata baik - Klien kooperatif - Klien memasukkan kedalam jadwal harian minum obat setiap pukul 7pagi, 1siang dan 7malam A: SP3P tercapai P: Perawat : lanjutkan SP budaya gangguan proses pikir : waham Klien : motivasi klien untuk minum obat sesuai dengan jadwal
ISOLASI SOSIAL (MENARIK DIRI)
A. Masalah Utama Isolasi sosial. (Menarik diri) B. Proses Terjadinya Masalah Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak ( Carpenito, 1998 ). Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Towsend,1998). Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (DepKes, 1998).
C. Tanda dan gejala a. Gejala subjektif 1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain 2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain 3) Klien merasa bosan 4) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan 5) Klien merasa tidak berguna b. Gejala objektif 1) Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak” dengan pelan 2) Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada 3) Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri 4) Menyendiri dalam ruangan, sering melamun 5) Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan secara
berulang-ulang 6) Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan) 7) Ekspresi wajah tidak berseri 8) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri 9) Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk 10) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya (Trimelia, 2011: 15) D. Rentang Respon
Adaptif
Maladaptif
Menyendiri Otonomi Bekerja sama
kesepian menarik diri ketergantungan
manipulasi impulsif narcisme
Interdepende
Respon adaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya lingkungannya yang umum berlaku dan lazim dilakukan oleh semua orang.. respon ini meliputi: a. Solitude (menyendiri) Adalah respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya juga suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya. b. Otonomi Adalah kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam berhubungan sosial. c. Mutualisme (bekerja sama) Adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu mampu untuk saling memberi dan menerima. d. Interdependen (saling ketergantungan) Adalah suatu hubungan saling tergantung antara individu dengan orang lain dalam rangka membina hubungan interpersonal.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya lingkungannya yang umum berlaku dan tidak lazim dilakukan oleh semua orang. Respon ini meliputi: a. Kesepian adalah kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing dari lingkungannya, merasa takut dan cemas. b. Menarik diri adalah individu mengalami kesulitan dalam membina hubungan dengan orang lain. c. Ketergantungan (dependen) akan terjadi apabila individu gagal mengembangkan rasa percaya diri akan kemampuannya. Pada gangguan hubungan sosial jenis ini orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan pada orang lain. d. Manipulasi adalah individu memperlakuakan orang lain sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri. e. Impulsif adalah individu tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman dan tidak dapat diandalkan. f. Narcisisme adalah individu mempunyai harga diri yang rapuh, selalu berusaha untuk mendapatkan penghargaan dan pujian yang terus menerus, sikapnya egosentris, pencemburu, dan marah jika orang lain tidak mendukungnya.(Trimelia, 2011: 9)
E. Penyebab Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif. Menurut Stuart dan Sundeen (2007), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal. Faktor yang mungkin mempengaruhi antara lain yaitu: Faktor Predisposisi 1) Faktor perkembangan Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi
individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian, dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri dan dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak merasa diperlakukan sebagai objek. 2) Faktor sosial budaya Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga, seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial. 3) Faktor biologis Genetik merupakan salah satu faktor pendukung yang menyebabkan terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang jelas mempengaruhi adalah otak Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarganya ada yang menderita skizofrenia. Klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial terdapat kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat volume otak serta perubahan struktur limbik. 4) Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal maupun eksternal meliputi: a. Stresor sosial budaya Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat di rumah sakit atau dipenjara. b. Stresor psikologi Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.(Damaiyanti, 2012: 79).
F. Sumber Koping Menurut Stuart (2007, hlm. 280) sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial maladaptif adalah sebagai berikut : 1) Keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas dan teman. 2) Hubungan dengan hewan peliharaan yaitu dengan mencurahkan perhatian pada hewan peliharaan. 3) Penggunaan kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal (misalnya: kesenian, musik, atau tulisan) Menurut Stuart & Laraia (2005, hlm. 432 ) terkadang ada beberapa orang yang ketika ada masalah mereka mendapat dukungan dari keluarga dan teman yang membantunya dalam mencari jalan keluar, tetapi ada juga sebagian orang yang memiliki masalah, tetapi menghadapinya dengan menyendiri dan tidak mau menceritakan kepada siapapun, termasuk keluarga dan temannya G. Mekanisme Koping Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme yang sering digunakan pada isolasi sosial adalah regresi, represi, isolasi. (Damaiyanti, 2012: 84) a.
Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.
b.
Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran pikiran yang tidak dapat diterima secara sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
c.
Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya
kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau bertentangan antara sikap dan perilaku. Mekanisme koping yang muncul yaitu: 1) Perilaku curiga : regresi, represi 2) Perilaku dependen: regresi 3) Perilaku manipulatif: regresi, represi 4) Isolasi/menarik diri: regresi, represi, isolasi. (Prabowo, 2014:113).
H. Pohon Masalah
I.
Efek
Resiko perubahan sensori-persepsi : Halusinasi
Core/Problem
Isolasi Sosial: menarik diri
Causa
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
Masalah Keperawatan yang mungkin muncul 1. Perubahan persepsi – sensori : halusinasi 2. Isolasi Sosial : menarik diri 3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
J.
Data Yang Perlu Dikaji a.
Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi Data Subjektif: 1) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata 2) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata 3) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus 4) Klien merasa makan sesuatu 5) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya 6) Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar 7) Klien ingin memukul/melempar barang-barang
Data Objektif: 1) Klien berbicara dan tertawa sendiri 2) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
3) Klien berhebti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu 4) Disorientasi b.
Isolasi Sosial : menarik diri Data Subyektif: Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri. Data Obyektif: Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
c.
Gangguan konsep diri : harga diri rendah Data subyektif: Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri. Data obyektif: Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
K. Diagnosis Keperawatan a. Perubahan sensori persepsi halusinasi b/d menarik diri b. Isolasi sosial menarik diri b/d harga diri rendah (Prabowo, 2014: 114) L. Rencana Tindakan Keperawatan Diagnosa 1: Isolasi Sosial Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi Tujuan Khusus : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan : Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik dengan cara : a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal b. Perkenalkan diri dengan sopan c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai d. Jelaskan tujuan pertemuan e. Jujur dan menepati janji f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien 2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri Tindakan: a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya. b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau mau bergaul c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang muncul d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya 3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. Tindakan : a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll) b. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain 1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain 2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain 3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain c. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
1) beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain 2) diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain 3) beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain 4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial Tindakan: a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap : 1) K – P 2) K – P – P lain 3) K – P – P lain – K lain 4) K – Kel/Klp/Masy c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai. d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan 5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain Tindakan: a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang lain. c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain 6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga Tindakan: a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga : 1) Salam, perkenalan diri 2) Jelaskan tujuan 3) Buat kontrak 4) Eksplorasi perasaan klien
b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang : 1) Perilaku menarik diri 2) Penyebab perilaku menarik diri 3) Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi 4) Cara keluarga menghadapi klien menarik diri c. Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain. d. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal satu kali seminggu e. Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga
Diagnosa 2 : harga diri rendah Tujuan Umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal Tujuan khusus : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan : Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik dengan cara : a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal b. Perkenalkan diri dengan sopan c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai d. Jelaskan tujuan pertemuan e. Jujur dan menepati janji f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien 2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien b. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif c. Utamakan memberikan pujian yang realistik 3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan Tindakan: a. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit. b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya. 4. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki Tindakan: a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan 1) Kegiatan mandiri 2) Kegiatan dengan bantuan sebagian 3) Kegiatan yang membutuhkan bantuan total b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien. c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan 5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya Tindakan: a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan b. Beri pujian atas keberhasilan klien. c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah 6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada Tindakan: a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah. b. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat. c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan A. Proses Keperawatan NO Klien
Keluarga
SP1P Membantu orientasi realita.
SP1K Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluar dalam merawat pasien. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan terpenuhi. jenis waham yang dialami pasien serta proses terjadinya. Membantu pasien memenuhi kebutuhannya Menjelaskan cara merawat pasien waham Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian SP2P SP2K Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien. pasien dengan waham Berdiskusi tentang kemampuan yang Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat dimiliki langsung kepada pasien waham Melatih kemampuan yang dimiliki SP3P SP3K Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas pasien di rumah termasuk minum obat Memberikan pendidikan kesehatan Menjelaskan follow up pasien setelah pulang tentang penggunakan obat secara teratur Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
1. 2.
3. 4.
1. 2. 3. 1. 2.
3.
B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan ( latihan fase orientasi, kerja dan terminasi setiap SP)
Tgl
No. Diagnosa
Diagnosa Keperawatan
Evaluasi
3
Rencana Tindakan Keperawa Keperawatan tan 4 5
1
2 1
Gangguan
SP1P
S:
Melakukan
6
“saya hanya mau berbincang10 menit saja” “mereka tidak percaya kalau saya ini presiden” “presiden kan enak bisa ngatur dan perintah, saya gak senang kalau diatur” “bapak saya yang suka ngatur” “saya ingin ikut temanteman pergi ke ruang rehabilitasi terus bisa main tenis meja” “saya mau latihan setiap pagi pukul 09:00” O: - Pembicaraan cepat - Afek labil - Klien memasukkan latihan tenis meja kedalam jadwal harian setiap hari pukul 09:00” A: SP1P tercapai P: Perawat : lanjutkan SP2P pukul 09:30 diteras depan ruang rehabilitasi Klien: motivasi klien untuk latihan olahraga tenis meja pada pukul 09:00 sesuai jadwal harian. Gangguan SP2P Melakukan S: proses pikir : Gangguan SP2P “sekarang kita berbincang waham proses gangguan 15 menit yah” pikir : proses pikir: “saya tadi main tenis meja waham waham loh, dan menang” - Mengevalua “saya juga bisa main gitar proses pikir : Gangguan waham proses pikir : waham
09:30
1
SP1P gangguan proses pikir : waham - Membantu orientasi realita - Mendiskus ikan kebutuhan yang tidak terpenuhi - Membantu klien memenuhi kebutuhan nya - Menganjur kan klien memasukk an dalam jadwal kegiatan harian klien
si jadwal kegiatan klien - Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki
11:00
lho, waktu SMA saya punya band sama temanteman” “mari saya tunjukkan kehebatan saya main gitar” “karena jadwal main musik disini setipa hari selasa dan kamis pukul 09.00 saya akan latihan sesuai jadwal” O: - Klien kooperatif - Kontak mata baik - Klien membuat jadwal latihan main gitar sesuai jadwal di rumah sakit A: SP2P tercapai P: Perawat: lanjutkan SP3P pukul 11:00 di ruang perawatan klien Klien : motivasi klien latihan memainkan gitar setiap hari Selasa dan Kamis pukul 09.00 Gangguan SP3P Melakukan S: proses pikir : Gangguan SP3P “kita berbincang 10 menit waham proses gangguan ya” pikir : proses pikir : “saya dapat obat 3 macam waham waham dari dokter” - Mengevalu “oh, berarti yang warnanya asi jadwal orange itu CPZ gunanya kegiatan untuk menenangkan” harian “terus yang warna putih itu klien supaya saya rileks dan - Memberika tidak tegang ya disebut n THP” pendidikan “yang warna merah jambu
kesehatan tentang penggunaa n obat secara teratur - Menganjur kan klien memasukk an dalam jadwal kegiatan harian
itu disebut HPL supaya saya tenang juga kan?” “semua obatnya harus saya minum sehari 3kali kan?” “saya akan minum obat sesuai jadwal dan teratur, baik di rumah sakit sekarang atau sudah pulang ke rumah nanti” “saya akan minum obat setiap hari pukul 7pagi, 1siang, dan 7malam” O: - Kontak mata baik - Klien kooperatif - Klien memasukkan kedalam jadwal harian minum obat setiap pukul 7pagi, 1siang dan 7malam A: SP3P tercapai P: Perawat : lanjutkan SP budaya gangguan proses pikir : waham Klien : motivasi klien untuk minum obat sesuai dengan jadwal
RESIKO PERILAKU KEKERASAN
A. Masalah Utama Resiko prilaku kekerasan
B. Proses Terjadinya Masalah 1. Pengertian Perilaku kekerasan adalah salah satu respons marah yang diespresikan dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain, dan atau merusak lingkungan. Respons tersebut biasanya muncul akibat adanya stresor. Respons ini dapat menimbulkan kerugian baik bagi diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Keliat,dkk, 2011:180). Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol (Kusumawati,dkk.2010:81).
2. Tanda dan gejala Jelaskan tanda dan gejala kepada klien pada tahap marah, kritis atau perilaku kekerasa, dan kemungkinan bunuh diri. Muka merah, tegang, pandangan mata tajam, mondarmandi, memukul, iritable, sensitif dan agresif (Kusumawati, dkk. 2010:83). Tanda dan gejala, perilaku kekerasan yaitu suka marah, pandangan mata tajam, otot tegang dan nada suara tinggi, berdebat, sering pula memaksakan kehendak ,merampas makanan dan memukul bila tidak sengaja (Prabowo,2014:143). a. Motor agitaton Gelisah, mondar mandir, tidak dapat duduk tenang, otot tegang, rahang mengencang, pernapasan meningkat, mata melotot, pandangan mata tajam. b. Verbal Memberikan kata-kata ancaman melukai, disertai melukai ptingkat ringan, bicara keras, nada suara tinggi, berdebat c. Efek Marah, bermusuhan, kecemasan berat, efek baik, mudah tersinggung d. Tingkat kesadaran
Binggung, kacau, perubahan sttus mental, disorientasi, dan gaya ingat menurun (Prabowo, 2014:143). Pada pengkajian awal dapat dietahui alasan utama klien ke rumah sakit adalah perilaku kekerasan dirumah. Kemudian perawat dapat melakukan pengkajian dengan cara : 1) Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat. Seringpula tampak klien memaksakan kehendak : merampas makanan, memukul jika tidak senang. 2) Wawancara : diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah yang dirasakan klien (Kusumawati, dkk. 2010:83).
3. Rentang Respon Adaptif
Asertif
Maladaptif
Frustasi
Pasif
Agresif
Amuk/PK
Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol. Gambar 1. Rentang Respons Marah (Kusumawati, dkk. 2010:81). a. Respon adaptif 1) Peryataan ( Assertion) Respon marah dimana individu mampu menyatakan atau mengungkapkan rasa marah, rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain. Hal ini biasanya akan memberikan kelegaan. 2) Frustasi Respons yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan, kepuasan atau rasa aman yang tidak biasanya dalam keadaan tersebut individu tidak menemukan alternatif lain. b. Respon maladaftif 1) Pasif Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mampu untuk mengungkapkan perasaan yang sedang dialami untuk menghindari suatu tuntutan nyata 2) Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan individu untuk menuntut suatu yang dianggapnya benar. 3) Amuk dan kekerasan Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilang kontrol, dimana individu dapat merusak diri sendiri, serta lain maupun lingkungan (Prabowo,2014:141142). 4. Penyebab a. Faktor predisposisi Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu (Prabowo.2014:142). 1) Psikologis ,kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak,dihina, atau sanksi penganiayaan (Prabowo.2014:142). 2) Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan. 3) Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permisssive) 4) Bioneurologis banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan (Prabowo.2014:143). 5) Faktor sosial budaya
Seseorang akan berespons terhadap peningkatan
emosionalnya secara agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai dengan teori menurut Bandura bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu memdefinisikan espresi marah yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima (Kusumawati,dkk.2010:81).
6) Faktor biologis Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus (pada sistem limbik) ternyata meniumbulan perilaku agresif, di mana jika terjadi kerusakan fungsi limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal ( untuk interpretasi indra penciuman dan memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatasi dan hendak menyerang objek yang ada disekitarnya (Kusumawati,dkk.2010:81-82). b. Faktor presipitasi Faktor predisposisi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau interaksi interaksi dengan orang lain. Kondisi pasien seperti ini kelemahan fisik (penyakit fisik), keputus asaan, ketidak berdayaan,percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi dengan lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan,kehilangan orang yang dicinta/pekerjaan dan kekerasanmerupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi yang profokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan (Prabowo.2014:143) Secara umum seseorang akan marah jia dirinya merasa terancam, baik berupa injuri secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut : 1) Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidaberdayaan, kehidupan yang penuh dengan aresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan. 2) Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun esternal dari lingungan. 3) Lingkungan : panas, padat, dan bising (Kusumawati, dkk.2010 : 82). 5. Sumber Koping Sumber koping dapat berupa aset ekonomi, kemampuan dan keterampilan, teknik defensive, dukungan social, dan motivasi. Hubungan antara individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sangat berperan penting pada saat ini. Sumber koping lainnya termasuk kesehatan dan energy, dukungan spiritual, keyakinan positif, keterampilan menyelesaikan masalah dan social, sumber daya sosian dan material, dan kesejahteraan fisik.
Keyakinan spiritual dan melihat diri positif dapat berfungsi sebagai dasar harapan dan dapat mempertahankan usaha seseorang mengatasi hal yang paling buruk. Keterampilan pemecahan masalah termasuk kemampuan untuk mencara informasi, mengidentifikasi masalah, menimbang alternative, dan melaksanakan rencana tindakan. 6. Mekanisme Koping Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk melindungi diri antara lain : a. Sublimasi Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluran secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiasakan kemarahanya kepada objek lain seperti meremas remas adonan kue ,meninju tembok dan sebagainya, tujuanya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah. b. Proyeksi Menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginannya yang tidak baik, misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temanya tersebut mencoba merayu, menyumbuny. c. Represi Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk kedalam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuannya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa benci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu ditekankan dan akhirnya ia dapat melupakanya. d. Reaksi formasi d. Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan melebihi lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan mengunakanya sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang tetarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orng tersebut dengan kuat. e. Deplacement Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada objek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya, Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan 14 hukuman dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermain pedang-pedangan dengan temannya (Prabowo,2014:144).
C. Pohon Masalah Efek/Akibat
resiko mencederai diri sendiri, lingkungan, dan orang lain.
Core/Problem
Penyebab/ Etiologi
perilaku kekerasan
Koping individu in efektif
(Prabowo, 2014: 146)
D. Masalah Keperawatan yang mungkin muncul Diagnosa keperawatan menurut (Prabowo,2014:146). 1. Resiko mencederai diri sendiri b/d perilaku kekerasan 2. Perilaku kekerasan b/d koping individu inefetif
E. Data Yang Perlu Dikaji a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan Data Subyektif : -
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
-
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang
kesal atau marah. -
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif : -
Mata merah, wajah agak merah.
-
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
-
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
-
Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perilaku kekerasan / amuk Data Subyektif : -
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
-
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang
kesal atau marah. -
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif ; -
Mata merah, wajah agak merah.
-
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
-
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
-
Merusak dan melempar barang-barang.
c. Gangguan harga diri : harga diri rendah Data subyektif: -
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif: -
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
F. Diagnosis Keperawatan 1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
G. Rencana Tindakan Keperawatan 1. Resiko mencederai diri sendiri (Yudi Hatono.2010:82) 2. Tujuan : TUM : klien tidak mencederai diri TUK 1: a. klien dapat membina hubungan saling percaya 3. kriteria hasil : a. klien mau membalas salam
b. klien mau menjabat tangan c. klien mau menyebutkan nama d. klien mau tersenyum e. klien mau kontak mata f. klien mau mengetahui nama perawat Intervensi a. Beri salam/panggilan nama. 1) Sebutkan nama perawat 2) Jelaskan maksud hubungan interaksi 3) Jelaskan akan kontrak dan sikap empati 4) Beri rasa aman dan sikap empati 5) Lakukan kontak singkat tapi sering
TUK 2: a. Pasien dapat mengindentifikasi penyebab perilaku kekerasan Kriteria hasil 1) klien dapat menggungkapkan perasaanya 2) klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesal (dari diri sendiri, orang lain ,lingkungan). Intervensi a. berikan kesempatan untuk mengungkapkan perasaanyan b. bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel
TUK 3: a. Klien dapat mengindentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan. Kriteria hasil 1) klien dapat menggungkapkan perasaan saat marah/jengkel 2) Klien dapat menyimpulkan tanda dan gejala jengkel/kesal yang dialaminya. Intervensi a. Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan dirasakan saat marah/ jengkel b. Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien.
TUK 4: a. Klien dapat mengindentifikasikan perilaku kekerasan yang biasa dialami Kriteria hasil. 1) klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan 2) klien dapat bermain peran sesuai perilaku kekerasan yang diasa dilakukan Intervensi a. anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien (verbal,pada orang lain,pada lingkungan dan diri sendiri. b. bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
TUK 5: a. Klien dapat mengindentifikasi akibat perilaku kekerasan Kriteria hasil 1) Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien
Intervensi a. Bicarakan akibat dari cara yang dilakukan klien b. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang dilakukan oleh klien c. Tanyakan kepada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat.
TUK 6: a. Klien dapat mendemontrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan Kriteria hasil a. Klien dapat menyebutkan contoh pencegahan perilaku kekerasan secara fisik: 1) Tarik nafas dalam 2) Pukul kasur atau bantal Intervensi a. Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien b. Beri pujian atas kegiatan fisik klien yang biasa digunakan
TUK 7: a. Klien dapat mendemontrasikan cara sosial untuk mencegah perilaku kekerasan
Kriteria hasil a. Klien dapat menyebutkan cara bicara verbal yang baik dalam mencegah perilaku kekerasan b. klien dapat mendemontrasikan cara verbal yang baik Intervensi a. Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien b. Beri contoh bicara yang baik c. Meminta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik d. Minta klien mengulangi sendiri e. Beri pujian atas keberhasilan klien.
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan A. Proses Keperawatan NO Klien
Keluarga
SP1P Membantu orientasi realita.
SP1K Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluar dalam merawat pasien. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan terpenuhi. jenis waham yang dialami pasien serta proses terjadinya. Membantu pasien memenuhi kebutuhannya Menjelaskan cara merawat pasien waham Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian SP2P SP2K Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien. pasien dengan waham Berdiskusi tentang kemampuan yang Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat dimiliki langsung kepada pasien waham Melatih kemampuan yang dimiliki SP3P SP3K Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas pasien di rumah termasuk minum obat Memberikan pendidikan kesehatan Menjelaskan follow up pasien setelah pulang tentang penggunakan obat secara teratur Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
1. 2.
3. 4.
1. 2. 3. 1. 2.
3.
C. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan ( latihan fase orientasi, kerja dan terminasi setiap SP)
Tgl
No. Diagnosa
Diagnosa Keperawatan
Evaluasi
3
Rencana Tindakan Keperawa Keperawatan tan 4 5
1
2 1
Gangguan
SP1P
S:
Melakukan
6
“saya hanya mau berbincang10 menit saja” “mereka tidak percaya kalau saya ini presiden” “presiden kan enak bisa ngatur dan perintah, saya gak senang kalau diatur” “bapak saya yang suka ngatur” “saya ingin ikut temanteman pergi ke ruang rehabilitasi terus bisa main tenis meja” “saya mau latihan setiap pagi pukul 09:00” O: - Pembicaraan cepat - Afek labil - Klien memasukkan latihan tenis meja kedalam jadwal harian setiap hari pukul 09:00” A: SP1P tercapai P: Perawat : lanjutkan SP2P pukul 09:30 diteras depan ruang rehabilitasi Klien: motivasi klien untuk latihan olahraga tenis meja pada pukul 09:00 sesuai jadwal harian. Gangguan SP2P Melakukan S: proses pikir : Gangguan SP2P “sekarang kita berbincang waham proses gangguan 15 menit yah” pikir : proses pikir: “saya tadi main tenis meja waham waham loh, dan menang” - Mengevalua “saya juga bisa main gitar proses pikir : Gangguan waham proses pikir : waham
09:30
1
SP1P gangguan proses pikir : waham - Membantu orientasi realita - Mendiskus ikan kebutuhan yang tidak terpenuhi - Membantu klien memenuhi kebutuhan nya - Menganjur kan klien memasukk an dalam jadwal kegiatan harian klien
si jadwal kegiatan klien - Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki
11:00
lho, waktu SMA saya punya band sama temanteman” “mari saya tunjukkan kehebatan saya main gitar” “karena jadwal main musik disini setipa hari selasa dan kamis pukul 09.00 saya akan latihan sesuai jadwal” O: - Klien kooperatif - Kontak mata baik - Klien membuat jadwal latihan main gitar sesuai jadwal di rumah sakit A: SP2P tercapai P: Perawat: lanjutkan SP3P pukul 11:00 di ruang perawatan klien Klien : motivasi klien latihan memainkan gitar setiap hari Selasa dan Kamis pukul 09.00 Gangguan SP3P Melakukan S: proses pikir : Gangguan SP3P “kita berbincang 10 menit waham proses gangguan ya” pikir : proses pikir : “saya dapat obat 3 macam waham waham dari dokter” - Mengevalu “oh, berarti yang warnanya asi jadwal orange itu CPZ gunanya kegiatan untuk menenangkan” harian “terus yang warna putih itu klien supaya saya rileks dan - Memberika tidak tegang ya disebut n THP” pendidikan “yang warna merah jambu
kesehatan tentang penggunaa n obat secara teratur - Menganjur kan klien memasukk an dalam jadwal kegiatan harian
itu disebut HPL supaya saya tenang juga kan?” “semua obatnya harus saya minum sehari 3kali kan?” “saya akan minum obat sesuai jadwal dan teratur, baik di rumah sakit sekarang atau sudah pulang ke rumah nanti” “saya akan minum obat setiap hari pukul 7pagi, 1siang, dan 7malam” O: - Kontak mata baik - Klien kooperatif - Klien memasukkan kedalam jadwal harian minum obat setiap pukul 7pagi, 1siang dan 7malam A: SP3P tercapai P: Perawat : lanjutkan SP budaya gangguan proses pikir : waham Klien : motivasi klien untuk minum obat sesuai dengan jadwal
RESIKO BUNUH DIRI
A. Masalah Utama Resiko Bunuh Diri B. Proses Terjadinya Masalah 1. Pengertian Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Gail W. Stuart, 2006). Bunuh diri adalah pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri (Isaacs, Ann, 2005). Bunuh diri adalah ide, isyarat dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai gangguan depresif dan sering terjadi pada remaja (Harold Kaplan, 2004). Perilaku bunuh diri meliputu isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka atau mernyakiti diri sendiri (Yosep, Iyus. 2009). 2. Tanda dan gejala a. Keputusasaan b. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna c. Alam perasaan depresi d. Agitasi dan gelisah e. Insomnia yang menetap f. Penurunan BB g. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial. 3. Petunjuk psikiatrik : a. Upaya bunuh diri sebelumnya b. Kelainan afektif c. Alkoholisme dan penyalahgunaan obat d. Kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja e. Dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia 4. Riwayat psikososial: a. Baru berpisah, bercerai/ kehilangan b. Hidup sendiri
c. Tidak bekerja, perbahan/ kehilangan pekerjaan baru dialami 5. Faktor-faktor kepribadian : a. Implisit, agresif, rasa bermusuhan b. Kegiatan kognitif dan negative c. Keputusasaan d. Harga diri rendah e. Batasan/gangguan kepribadian antisocial (Rastirainia, 2009) C. Rentang Respon Respon Adatif
ResponMaladaptif
Peningkatkan Berisiko destruktif Destruktif diri Pencederaan Bunuh Diri tidak langsung Diri Diri Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adatif pada diri seseorang. a.
Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahan diri secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertolongan diri. Sebagai contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.
b.
Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku destruktif atau menyalakan diri sendri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpimnan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
c.
Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat atau maladaptive terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan
diri. misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal. d.
Pencederaan diri. Seorang melakukan percobaan bunuh diri tau pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e.
Bunuh diri. Seseorang telah melakukan tindakan bunuh diri sampai dengan nyawanya hilang.
D. Penyebab Faktor Predisposisi Menurut Stuart dan Sundeen (2004), faktor predisposisi bunuh diri antara lain : 1.
Sifat kepribadian Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
2.
Lingkungan psikososial Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
3.
Riwayat keluarga Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.
4.
Faktor biokimia Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.
Faktor Presipitasi Menurut Stuart (2006) faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah: 1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres. 3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri. 4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan. E. Sumber Koping Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
F. Mekanisme Koping a.
Mood/affek: Depresi yang persisten, merasa hopelessness, helplessness, isolation, sedih, merasa jauh dari orang lain, afek datar, sering mendengar atau melihat bunyi yang sedih dan unhappy, membenci diri sendiri, merasa dihina, sering menampilkan sesuatu yang tidak adekuat di sekolah, mengharapkan untuk dihukum.
b.
Perilaku/behavior: Perubahan pada penampilan fisik, kehilangan fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest, kurang mendengarkan, gangguan tidur, sensitive, mengeluh sakit perut, kepala sakit, perilaku antisocial : menolak untuk minum, menggunakan obatobatan, berkelahi, lari dari rumah.
c.
Sekolah dan hubungan interpersonal: Menolak untuk ke sekolah, bolos dari sekolah, sosial teman-temannya, kegiatan-kegiatan sekolah dan hanya interest pada hal – hal yang menyenangkan, kekurangan system pendukung sosial yang efektif.
d.
Keterampilan koping: Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan diri, tidak menggunakan support system, melihat diri sebagai orang yang secara total tidak berdaya.
G. Pohon Masalah
Efek/Akibat
Risiko perilaku kekerasan ( pada diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal)
Core/Problem Resiko Bunuh Diri Penyebab/ Etiologi Harga Diri Rendah Kronik H. Masalah Keperawatan yang mungkin muncul Resiko Bunuh Diri I.
Data Yang Perlu Dikaji Subjektif : 1. Mengungkapkan keinginan bunuh diri. 2. Mengungkapkan keinginan untuk mati. 3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan. 4.
Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari keluarga.
5.
Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat yang mematikan.
6.
Mengungkapkan adanya konflik interpersonal.
7.
Mengungkapkan telah menjadi korban perilaku kekeasan saat kecil.
Objektif : 1. Impulsif. 2. Menunujukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh). 3. Ada riwayat panyakit mental (depesi, psikosis, dan penyalahgunaan alcohol). 4. Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal).
5.
Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau kegagalan dalam karier).
6. Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun. 7. Status perkawinan yang tidak harmonis J.
Diagnosis Keperawatan Resiko Bunuh Diri
K. Rencana Tindakan Keperawatan Diagnosa keperawatan: Resiko Bunuh Diri 1.
Intervensi pada pasien a.
Tujuan keperawatan Pasien tetap aman dan selamat
b.
Tindakan keperawatan Melindungi pasien dengan cara -
Temani pasien terus menerus sampai pasien dipindahkan ditempat yang aman
-
Jauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau,gelas,silet,dan tali pinggang)
-
Periksa apakah pasien telah benar-benar meminum obatnya jika pasien mendapatkan obatnya
-
Dengan lembut,jelaskan pada pasien bahwa anda akan melindungi sampai tidak ada keinginan untuk bunuh diri
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan D. Proses Keperawatan NO Klien
Keluarga
SP1P Membantu orientasi realita.
SP1K Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluar dalam merawat pasien. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan terpenuhi. jenis waham yang dialami pasien serta proses terjadinya. Membantu pasien memenuhi kebutuhannya Menjelaskan cara merawat pasien waham Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian SP2P SP2K Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien. pasien dengan waham Berdiskusi tentang kemampuan yang Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat dimiliki langsung kepada pasien waham Melatih kemampuan yang dimiliki SP3P SP3K Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas pasien di rumah termasuk minum obat Memberikan pendidikan kesehatan Menjelaskan follow up pasien setelah pulang tentang penggunakan obat secara teratur Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
1. 2.
3. 4.
1. 2. 3. 1. 2.
3.
E. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan ( latihan fase orientasi, kerja dan terminasi setiap SP)
Tgl
No. Diagnosa
Diagnosa Keperawatan
Evaluasi
3
Rencana Tindakan Keperawa Keperawatan tan 4 5
1
2 1
Gangguan
SP1P
S:
Melakukan
6
“saya hanya mau berbincang10 menit saja” “mereka tidak percaya kalau saya ini presiden” “presiden kan enak bisa ngatur dan perintah, saya gak senang kalau diatur” “bapak saya yang suka ngatur” “saya ingin ikut temanteman pergi ke ruang rehabilitasi terus bisa main tenis meja” “saya mau latihan setiap pagi pukul 09:00” O: - Pembicaraan cepat - Afek labil - Klien memasukkan latihan tenis meja kedalam jadwal harian setiap hari pukul 09:00” A: SP1P tercapai P: Perawat : lanjutkan SP2P pukul 09:30 diteras depan ruang rehabilitasi Klien: motivasi klien untuk latihan olahraga tenis meja pada pukul 09:00 sesuai jadwal harian. Gangguan SP2P Melakukan S: proses pikir : Gangguan SP2P “sekarang kita berbincang waham proses gangguan 15 menit yah” pikir : proses pikir: “saya tadi main tenis meja waham waham loh, dan menang” - Mengevalua “saya juga bisa main gitar proses pikir : Gangguan waham proses pikir : waham
09:30
1
SP1P gangguan proses pikir : waham - Membantu orientasi realita - Mendiskus ikan kebutuhan yang tidak terpenuhi - Membantu klien memenuhi kebutuhan nya - Menganjur kan klien memasukk an dalam jadwal kegiatan harian klien
si jadwal kegiatan klien - Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki
11:00
lho, waktu SMA saya punya band sama temanteman” “mari saya tunjukkan kehebatan saya main gitar” “karena jadwal main musik disini setipa hari selasa dan kamis pukul 09.00 saya akan latihan sesuai jadwal” O: - Klien kooperatif - Kontak mata baik - Klien membuat jadwal latihan main gitar sesuai jadwal di rumah sakit A: SP2P tercapai P: Perawat: lanjutkan SP3P pukul 11:00 di ruang perawatan klien Klien : motivasi klien latihan memainkan gitar setiap hari Selasa dan Kamis pukul 09.00 Gangguan SP3P Melakukan S: proses pikir : Gangguan SP3P “kita berbincang 10 menit waham proses gangguan ya” pikir : proses pikir : “saya dapat obat 3 macam waham waham dari dokter” - Mengevalu “oh, berarti yang warnanya asi jadwal orange itu CPZ gunanya kegiatan untuk menenangkan” harian “terus yang warna putih itu klien supaya saya rileks dan - Memberika tidak tegang ya disebut n THP” pendidikan “yang warna merah jambu
kesehatan tentang penggunaa n obat secara teratur - Menganjur kan klien memasukk an dalam jadwal kegiatan harian
itu disebut HPL supaya saya tenang juga kan?” “semua obatnya harus saya minum sehari 3kali kan?” “saya akan minum obat sesuai jadwal dan teratur, baik di rumah sakit sekarang atau sudah pulang ke rumah nanti” “saya akan minum obat setiap hari pukul 7pagi, 1siang, dan 7malam” O: - Kontak mata baik - Klien kooperatif - Klien memasukkan kedalam jadwal harian minum obat setiap pukul 7pagi, 1siang dan 7malam A: SP3P tercapai P: Perawat : lanjutkan SP budaya gangguan proses pikir : waham Klien : motivasi klien untuk minum obat sesuai dengan jadwal
HALUSINASI A. Masalah Utama Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi B. Proses Terjadinya Masalah 1. Pengertian Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002). Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu (Maramis, 2005). Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007). Menurut Varcarolis (2006: 393), halusinasi dapat didefenisikan sebagai terganggunya proses sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.
2. Tanda dan gejala a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri b. Menarik diri dan menghindar dari orang lain c. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata d. Tidak dapat memusatkan perhatian e. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut f. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung (Budi Anna Keliat, 2005)
3. Rentang Respon Respon adaptif
Respon maladaptif
Menyendiri
Kesendirian
Manipulasi
Otonomi
Menarik
Impulsif Kebersamaan
Ketergantungan hartono;2012;107)
Narsisme
Keadaan
Saling
tergantung
(Yudi
4. Penyebab a. Faktor Predisposisi Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah: 1) Biologis Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut : a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik. b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia. c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem). 2) Psikologis Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien. 3) Sosial Budaya Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress. b. Faktor Presipitasi Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah: 1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan. 2) Stress lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku. 5. Sumber Koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor. 6. Mekanisme Koping Pada halusinasi terdapat 3 mekanisme koping yaitu : a. With Drawal Menarik diri dan klien sudah asik dengan pelaman internalnya b. Proyeksi Menggambarkan dan menjelaskan persepsi yang membingungkan c. Regresi Terjadi dalam hubungan sehari hari untuk memproses masalah dan mengeluarkan sejumlah energi dalam mengatasi cemas(Iskandar;2012;58)
C. Pohon Masalah Efek/Akibat
Resiko mencederai diri sendri dan orang lain
Core/Problem
Perubahan persepsi sensori Halusinasi
Penyebab/ Etiologi
Isolasi sosial (Menarik diri)
D. Masalah Keperawatan yang mungkin muncul 1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan 2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi 3. Isolasi sosial : menarik dir E. Data Yang Perlu Dikaji 1.
Data Subyektif a. Klien mengatakan melihat atau mendengar sesuatu. Klien tidak mampu mengenal tempat, waktu, orang. b. Klien mengatakan merasa kesepian. c. Klien mengatakan tidak dapat berhubungan sosial. d. Klien mengatakan tidak berguna. e. Klien mengungkapkan takut. f. Klien mengungkapkan apa yang dilihat dan didengar mengancam dan membuatnya takut.
2.
Data Objektif a. Tampak bicara dan ketawa sendiri. b. Mulut seperti bicara tapi tidak keluar suara. c. Berhenti bicara seolah mendengar atau melihat sesuatu. Gerakan mata yang cepat. d. Tidak tahan terhadap kontak yang lama. e. Tidak konsentrasi dan pikiran mudah beralih saat bicara. f. Tidak ada kontak mata. g. Ekspresi wajah murung, sedih. h. Tampak larut dalam pikiran dan ingatannya sendiri. i. Kurang aktivitas. j. Tidak komunikatif. k. Wajah klien tampak tegang, merah. l. Mata merah dan melotot. m. Rahang mengatup. n. Tangan mengepal. o. Mondar mandir
F. Diagnosis Keperawatan 1. Perubahan sensori persepsi : halusinasi
G. Rencana Tindakan Keperawatan Diagnosa
I
:
perubahan
sensori
persepsi
halusinasi
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan Tujuan khusus : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran hubungan interaksi seanjutnya. Tindakan : a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik dengan cara : 1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal. 2) Perkenalkan diri dengan sopan. 3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai 4) Jelaskan tujuan pertemuan. 5) Jujur dan menepati janji. 6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya. 7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien 2. Klien dapat mengenal halusinasinya Tindakan : a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap. b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-olah ada teman bicara. c. Bantu klien mengenal halusinasinya. 1) Tanyakan apakah ada suara yang didengar. 2) Apa yang dikatakan halusinasinya. 3) Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun perawat sendiri tidak mendengarnya. . 4) Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu. 5) Katakan bahwa perawat akan membantu klien
d. Diskusikan dengan klien : 1) Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi 2) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam) e. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya 3. Klien dapat mengontrol halusinasinya Tindakan : a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll). b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber pujian. c. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi : 1) Katakan “ saya tidak mau dengar” 2) Menemui orang lain. 3) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari 4) Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien tampak bicara sendiri d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya secara bertahap. e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih. f. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil. g. Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi 4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya. Tindakan : a. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan rumah): 1) Gejala halusinasi yang dialami klien. 2) Cara yang dapat dilakukan klien dan keuarga untuk memutus halusinasi. 3) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama. 4) Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri atau orang lain
5. Klien memanfaatkan obat dengan baik Tindakan : a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat minum obat. b. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya. c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping minum obat yang dirasakan. d. Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi. e. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 6 benar.
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan F. Proses Keperawatan NO Klien
Keluarga
SP1P Membantu orientasi realita.
SP1K Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluar dalam merawat pasien. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan terpenuhi. jenis waham yang dialami pasien serta proses terjadinya. Membantu pasien memenuhi kebutuhannya Menjelaskan cara merawat pasien waham Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian SP2P SP2K Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien. pasien dengan waham Berdiskusi tentang kemampuan yang Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat dimiliki langsung kepada pasien waham Melatih kemampuan yang dimiliki SP3P SP3K Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas pasien di rumah termasuk minum obat Memberikan pendidikan kesehatan Menjelaskan follow up pasien setelah pulang tentang penggunakan obat secara teratur Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
1. 2.
3. 4.
1. 2. 3. 1. 2.
3.
G. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan ( latihan fase orientasi, kerja dan terminasi setiap SP)
Tgl
No. Diagnosa
Diagnosa Keperawatan
Evaluasi
3
Rencana Tindakan Keperawa Keperawatan tan 4 5
1
2 1
Gangguan
SP1P
S:
Melakukan
6
“saya hanya mau berbincang10 menit saja” “mereka tidak percaya kalau saya ini presiden” “presiden kan enak bisa ngatur dan perintah, saya gak senang kalau diatur” “bapak saya yang suka ngatur” “saya ingin ikut temanteman pergi ke ruang rehabilitasi terus bisa main tenis meja” “saya mau latihan setiap pagi pukul 09:00” O: - Pembicaraan cepat - Afek labil - Klien memasukkan latihan tenis meja kedalam jadwal harian setiap hari pukul 09:00” A: SP1P tercapai P: Perawat : lanjutkan SP2P pukul 09:30 diteras depan ruang rehabilitasi Klien: motivasi klien untuk latihan olahraga tenis meja pada pukul 09:00 sesuai jadwal harian. Gangguan SP2P Melakukan S: proses pikir : Gangguan SP2P “sekarang kita berbincang waham proses gangguan 15 menit yah” pikir : proses pikir: “saya tadi main tenis meja waham waham loh, dan menang” - Mengevalua “saya juga bisa main gitar proses pikir : Gangguan waham proses pikir : waham
09:30
1
SP1P gangguan proses pikir : waham - Membantu orientasi realita - Mendiskus ikan kebutuhan yang tidak terpenuhi - Membantu klien memenuhi kebutuhan nya - Menganjur kan klien memasukk an dalam jadwal kegiatan harian klien
si jadwal kegiatan klien - Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki
11:00
lho, waktu SMA saya punya band sama temanteman” “mari saya tunjukkan kehebatan saya main gitar” “karena jadwal main musik disini setipa hari selasa dan kamis pukul 09.00 saya akan latihan sesuai jadwal” O: - Klien kooperatif - Kontak mata baik - Klien membuat jadwal latihan main gitar sesuai jadwal di rumah sakit A: SP2P tercapai P: Perawat: lanjutkan SP3P pukul 11:00 di ruang perawatan klien Klien : motivasi klien latihan memainkan gitar setiap hari Selasa dan Kamis pukul 09.00 Gangguan SP3P Melakukan S: proses pikir : Gangguan SP3P “kita berbincang 10 menit waham proses gangguan ya” pikir : proses pikir : “saya dapat obat 3 macam waham waham dari dokter” - Mengevalu “oh, berarti yang warnanya asi jadwal orange itu CPZ gunanya kegiatan untuk menenangkan” harian “terus yang warna putih itu klien supaya saya rileks dan - Memberika tidak tegang ya disebut n THP” pendidikan “yang warna merah jambu
kesehatan tentang penggunaa n obat secara teratur - Menganjur kan klien memasukk an dalam jadwal kegiatan harian
itu disebut HPL supaya saya tenang juga kan?” “semua obatnya harus saya minum sehari 3kali kan?” “saya akan minum obat sesuai jadwal dan teratur, baik di rumah sakit sekarang atau sudah pulang ke rumah nanti” “saya akan minum obat setiap hari pukul 7pagi, 1siang, dan 7malam” O: - Kontak mata baik - Klien kooperatif - Klien memasukkan kedalam jadwal harian minum obat setiap pukul 7pagi, 1siang dan 7malam A: SP3P tercapai P: Perawat : lanjutkan SP budaya gangguan proses pikir : waham Klien : motivasi klien untuk minum obat sesuai dengan jadwal