LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI DI RSJ MENUR
DI SUSUN OLEH: THEODORIC CAHYO P, S.Kep
PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA MITRA HUSADA KEDIRI 2019
KONSEP TEORI a.
Defenisi Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perubahan atau penghiduan. Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata,
artinya
klien
menginterpretasikan
sesuatu
yang
nyata
stimulus/rangsangan dari luar. b. Rentang respon
Adaptif
Mal Adaptif
Pikiran logis Persepsi akurat Emosi konsisten dengan pengalaman
Perilaku cocok Hubungan sosial harmonis
c.
Kadang-kadang proses pikir terganggu Ilusi Emosi berlebihan Perilaku yang tidak biasa Menarik diri
Penyebab 1. Faktor predisposisi a. Genetika b. Neurobilogi c. Meurotransmitter d. Abnormal perkembangan syaraf e. Psikologis 2. Faktor presipitasi a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan b.
Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
Waham Halusinasi Kerusakan proses emosi Perilaku tidak terorganisasi Isolasi sosial
c.
Adanya gejala pemicu
d. Proses Terjadinya Halusinasi Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut : a.
Fase pertama Disebut
juga
dengan
fase
menyenangkan.Pada
tahap
ini
comporting
yaitu
masuk
dalam
fase
yang
golongan
nonpsikotik.Karakteristik : klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara. Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri. b.
Fase kedua Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikkan, termasuk dalam psikotik ringan.Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya. Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system syaraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bias membedakan realitas.
c.
Fase ketiga Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa.Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, dan tidak mampu mematuhi perintah.
d.
Fase keempat Adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan halusinasinya.Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik
:
halusinasinya
berubah
menjadi
mengancam,
memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang control, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan. Perilaku klien : Perilaku terror akibat panic, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespons lebih dari satu orang. e.
Jenis dan Tanda-Tanda Halusinasi Jenis halusinasi
Data objektif
Data subjektif
Halusinasi
Bicara atau ketawa sendiri
Mendengar
pendengaran
Marah-marah tanpa sebab
kegaduhan
Mengarahkan telinga kearah tertentu Menutup telinga
Mendengar
suara
atau
suara
yang
bercakap-cakap Mendengar menyuruh
suara
yang
melakukan
sesuatu yang berbahaya
Halusinasi
Menujuk-nunjuk kearah tertentu
penglihatan
Ketakutan kepada sesuatu yang tidak bentuk geometris, bentuk jelas
Melihat bayangan, sinar
kartoon, melihat hantu atau monster
Halusinasi
Menghidu Seperti Sedang Membaui Membaui bau-bauan
penghidu
bau-bauan tertentu Menutup hidung
seperti bau darah, urine, fases kadang-kadang bau itu menyenangkan
Halusinasi
Sering meludah
Merasakan rasa seperti
pengecap
Muntah
darah, urine atau fases
Halusinasi
Menggaruk-garuk permukaan kulit
Menyatakan ada serangga
perabaan
di permukaan kulit Merasakan tersengat listrik
f.
Proses keperawatan 1. Faktor predisposisi a.
Genetika
b.
Neurobiology
c.
Neurotransmitter
d.
Abnormal perkembangan syaraf
e.
Psikologis
2. Faktor presipitasi a.
Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b.
Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
3. Mekanisme koping a.
Regresi
b.
Proyeksi
c.
Menarik diri
4. Perilaku halusinasi
g.
a.
Isi halusinasi
b.
Waktu terjadinya
c.
Frekuensi
d.
Situasi pencetus
e.
Respon klien saat halusinasi
Iintervensi Keperawatan klien Gangguan sensori persepsi halusinasi Tujuan
Kriteria evaluasi
Pasien mampu :
Setelah …………..x
Mengenali
halusinasi pertemuan, pasien dapat
Intervensi SP 1
Bantu
pasien
yang dialaminya Mengontrol halusinasinya Mengikuti pengobatan
menyebutkan : Isi
waktu,
mengenal halusinasi frekuensi,
(isi,
pencetus,
terjadinya, frekuensi,
situasi
situasi
program perasaan Mampu
waktu
perasaan saat terjadi
memperagakan
halusinasi)
cara dalam mengontrol
halusinasi.
pencetus,
Latih
mengontrol
halusinasi
dengan
cara menghardik. Tahapan tindakannya meliputi :
Jelaskan
cara
menghardik halusinasi
Peragakan
cara
menghardik
Minta
pasien
memperagakan ulang
Pantau cara
penerapan ini,
penguatan
beri perilaku
pasien
Masukkan jadwal
dalam kegiatan
pasien Setelah ……..x
SP 2
pertemuan, pasien
mampu : Menyebutkan
Evaluasi
kegiatan
yang lalu (SP 1) kegiatan
yang sudah dilakukan Memperagakan
cara
bercakap-cakap
dengan
Latih berbicara/bercakap dengan orang lain saat
halusinasi
orang lain
muncul
Masukkan
dalam
jadwal
kegiatan
pasien Setelah …..x pertemuan
SP 3
pasien mampu :
Menyebutkan
kegiatan
yang sudah dilakukan Membuat
Evaluasi
kegiatan
lalu (SP2)
jadwal
Latih kegiatan agar halusinasin
kegiatan sehari-hari dan
tidak
muncul
mampu
Tahapannya :
memperagakannya
Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk
mengatasi
halusinasi
Diskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien
Latih
pasien
melakukan aktivitas
Susun
jadwal
aktivitas sehari-hari sesuai aktivitas yang telah
dilatih
(dari
bangun pagi sampai tidur malam) Pantau
pelaksanaan
jadwal
kegiatan,
berikan
penguatan
terhadap yang ( + )
perilaku
Setelah …….x
SP 4
pertemuan, pasien
mampu : Menyebutkan
kegiatan
yang lalu ( SP 1, 2, kegiatan
yang sudah dilakukan Menyebutkan
Evaluasi
dan 3)
manfaat
dari program pengobatan
Tanyakan
program
pengobatan
Jelaskan pentingnya penggunaan
obat
pada gangguan jiwa
Jelaskan akibat bila tidak
digunakan
sesuai program
Jelaskan akibat bila putus obat
Jelaskan
cara
mendapatkan obat/berobat
Jelaskan pengobatan (5B)
Latih pasien minum obat
Masukkan dlm jdwal harian pasien
Keluarga mampu :
Setelah ……x pertemuan SP 1
Merawat psien di
keluarga mampu
rumah dan menjadi
menjelaskan tentang
keluarga
system pendukung
halusinasi
merawat pasien
yang efektif untuk
pasien
Identifikasi masalah
Jelaskan
dalam
tentang
halusinasi -
Pengertian halusinasi
-
Jenis halusinasi yang
dialami pasien -
Tanda
dan
gejala
halusninasi -
Cara merawat pasien halusinasi
(
cara
berkomunikasi, pemberian obat, dan pemberian aktivitas kepada pasien) -
Sumber-sumber pelayanan
ksehatan
yang bias dijangkau -
Bermain peran cara merawat
-
Rencana
tindak
lanjut
keluarga,
jadwal
keluarga
untuk merawat psien Setelah…….x pertemuan SP 2
keluarga mampu : Menyelesaikan kegiatan yang sudah dilakukan Memperagakan
keluarga (SP 1)
cara
Latih
keluarga
merawat pasien
merawat pasien
Evaluasi kemampuan
RTL keluarga/jadwal keluarga
untuk
merawat pasien Setelah …….x
SP 3
pertemuan keluarga
mampu : Menyebutkan
keluarga (SP 2) kegiatan
yang sudah dilakukan Memperagakan
Evaluasi kemampuan
cara
Latih
keluarga
merawat pasien RTL keluarga/jadwal
merawat
pasien
serta
keluarga
mampu membuat RTL
merawat pasien
Setelah …….x
SP4
pertemuan keluarga
mampu : Menyebutkan
Evaluasi kemampuan keluarga
kegiatan
yang sudah dilakukan
Evaluasi kemampuan pasien
Melaksanakan Follow up rujukan
untuk
RTL keluarga
-
Follow up
-
Rujukan
LAPORAN PENDAHULUAN PERUBAHAN PROSES PIKIR WAHAM DI RSJ MENUR
DI SUSUN OLEH: THEODORIC CAHYO P, S.Kep
PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA MITRA HUSADA KEDIRI 2019
KONSEP TEORI
a.
Defenisi
Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara kukuh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal (Stuart dan Sundeen, 1998).
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasa; dari pemikiran klien yang sudah kehilangan control (Depkse RI, 2000).
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya, ketidakmampuan merespons stimulus internal dan eksetrnal melalui proses interaksi atau informasi secara akurat (Keliat, 1999).
b. Rentang respon
Pikiran logis Persepsi akurat Emosi konsisten dengan pengalaman Perilaku sesuai Hubungan sosial
Kadang-kadang proses pikir terganggu Ilusi Emosi berlebihan Perilaku yang tidak biasa Menarik diri
Gangguan isi Halusinasi Perubahan proses emosi Perilaku tidak terorganisasi Isolasi sosial
Gambar : rentang perubahan proses pikir waham, sumber Keliat, 1999 c.
Tanda dan gejala Tanda dan gejala pada klien dengan perubahan proses pikir : waham adalah sebagai beriku :
Menolak makan
Tidak ada perhatian pada perawatan diri
Ekspresi wajah sedih/gembira/ketakutan
Gerakan tidak terkontrol
Mudah tersinggung
Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dan bukan kenyataan
Menghindar dari orang lain
Mendominasi pembicaraan
Berbicara kasar
Menjalankan kegiatan keagamaan secara berlebihan
d. Faktor predisposisi
Faktor perkembangan Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakhir dengan
gangguan
persepsi,
klien
menakan
perasaannya
sehingga
pengamatan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
Faktor sosial budaya Sesorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan timbulnya waham
Faktor psikologis Hubungan
yang
tidak
harmonis,
peran
ganda/bertentangan,
dapat
menimbulkan ansietas dan berakhir dengan peningkaran terhadap kenyataan
Faktor biolgis Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran vertical di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic.
e.
Faktor genetik
Faktor presipitasi
Faktor sosial budaya Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang berarti atau diasingkan dari kelompok
Faktor biokimia Dopamine, neropinerpin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat menjadi penyebab waham pada seseorang
Faktor psikologis Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang menyenangkan.
f.
Jenis waham
Waham kebesaran
Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki kekuatan khusus atau kelebihan yang berbeda dengan orang lain, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh : “saya ini pejabat di kementrian kesehatan” “saya punya perusahaan paling besar di dunia lho…..”
Waham agama Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulangulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh : “kalau saya mau masuk syurga, saya harus memakai pakaian serba putih dan mengalungkan tasbih setiap hari” “ saya adalah tuhan yang bias mengendalikan makhluk ”
Waham curiga Keyakinan seseorang atau sekelompok orang berusaha merugikan atau mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh : “saya tahu…..semua keluarga saya ingin menghancurkan hidup saya kerna mereka semua iri dengan kesuksesan yang dialami saya”
Waham somatic Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian tubunha terganggu atau terserang penyakit, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh: “saya menderita kanker ” (padahal hasil pemeriksaan lab tidak ada sel kenker pada tubuhnya)
Waham nihilistic Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh : “ini alam kubur kan ya, semua yang ada disini adalah roh-roh”
g.
Status mental Berdandan dengan baik dan berpakain rapi, tetapi mungkin terlihat eksentrik dan aneh. Tidak jarang bersikap curiga atau bermusuhan terhadap orang lain. Klien
biasanya
cerdik
ketika
dilakukan
pemeriksaan
sehingga
dapat
memanipulasi data.Selain itu perasaan hatinya konsisten dengan isi waham. h. Sensori dan kognisi Tidak memiliki kelainan dalam orientasi kecuali klien waham spesifik terhadap orang, tempat, dan waktu.Daya ingat atau kognisi lainnya biasanya akurat. Pengendalian implus pada klien waham perlu diperhatikan bila terlihat adanya rencana untuk bunuh diri, membunuh, atau melakukan kekerasan pada orang lain. Gangguan proses pikir : waham biasanya diawali dengan adanya riwayat penyakit berupa kerusakan pada bagian korteks dan limbic otak. Bias dikerenakan terjatuh atau didapat ketika lahir. Hal ini mendukung terjadinya perubahan emosional seseorang yang tidak stabil. Bila berkepanjangan akan menimbulkan perasaan rendah diri, kemudian mengisolasi diri dari orang lain dan lingkungan. Waham kebesaran akan timbul sebagai manifestasi ketidak mampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhannya. Bila respons lingkungan kurang mendukung terhadap perilakunya dimungkinkan akan timbul risiko perilaku kekerasan pada orang lain.
Pohon masalah
Effect
Risiko perilaku kekerasan
Core problem
Perobahan sensori waham
Causa
Isolasi sosial : menarik diri
Harga diri rendah kronis Gambar……….. pohon masalah perubahan proses pikir waham Sumber : Fitria (2009)
i.
Masalah keperawatan yang mungkin muncul 1. Risiko tinggi perilaku kekerasan 2. Perubahan proses pikir : waham 3. Isolasi sosial 4. Harga diri rendah
j.
Data yang perlu dikaji Masalah keperawatan Perubahan prose pikir : waham
Data yang perlu dikaji Subjektif : Klien mengatakan bahwa dirinya adalah orang yang paling hebat Klien mengatakan bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus. Objektif : Klien
terlihat
terus
ngoceh
tentang
kemampuan yang dimilikinya Pembicaraan klien cenderung berulang Isi
pembicaraan
kenyataan
tidak
sesuai
dengan
k.
Diagnosa keperawatan Perubahan proses pikir : waham
l.
Rencana tindakan keperawatan Tujuan Pasien mampu : Berorientasi kepada realitas secara bertahap Mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan Menggunakan obat dengan prinsip 6 benar
Keluarga mampu : Mengidentifikasi waham pasien Memfasilitas pasien untuk memenuhi kebutuhannya Mempertahankan program pengobatan pasien secara optimal
Kriteria evaluasi Intervensi Setelah ……..x SP 1 pertemuan, pasien dapat Identifikasi kebutuhan memenuhi pasien kebutuhannya Bicara konteks realita (tidak mendukung atau membantah waham pasien) Latih pasien untuk memenuhi kebutuhannya “dasar” Masukkan dalam jadwal harian pasien Setelah …….x SP 2 pertemuan, pasien Evaluasi kegiatan yang mampu : lalu (SP1) Menyebutkan kegiatan Identifikasi yang sudah dilakukan potensi/kemampuan Mampu menyebutkan yang dimiliki serta memilih Pilih dan latih potensi kemampuan yang /kemampuan yang dimiliki dimiliki Masukkan dalam jadual kegiatan pasien Setelah …….x SP 3 pertemuan, pasien dapat Evaluasi kegiatan yang menyebutkan kegiatan lalu (SP1 2) yang sudah dilakukan Pilih kemampuan yang dan mampu memilih dapat dilakukan kemampuan lain yang Pilih dan latih potensi dimiliki /kemampuan lain yang dimiliki Masukkan dalam jadual kegiatan pasien Setelah …… x SP 1 pertemuan, keluarga Identifikasi masalah mampu keluarga dalam merawa mengidentifikasi pasien masalah dan Jelaskan proses menjelaskan cara terjadinya waham merawat pasien Jelaskan tentang cara merawat pasien waham Latih (stimulasi) cara
merawat RTL keluarga/jadwal merawat pasien Setelah …….x SP 2 pertemuan, keluarga Evaluasi kegiatan yang mampu : lalu (SP1) Menyebutkan kegiatan Latih keluarga cara yang sesuai dilakukan merawat pasien Mampu memperagakan (langsung ke pasien) cara merawat pasien RTL Keluarga Setelah……x SP 3 pertemuan, keluarga Evaluasi kegiatan yang mampu lalu (SP2) mengidentifikasi Evaluasi kemampuan masalah dan mampu pasien menjelaskan cara RTL Keluarga merawat pasien - Follow up - Rujukan
LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL DI RSJ MENUR
DI SUSUN OLEH: THEODORIC CAHYO P, S.Kep
PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA MITRA HUSADA KEDIRI 2019
KONSEP TEORI a.
Pengertian
Menurut depkes RI (2000), kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gangguang interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku menimbulkan perilaku maladatif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial.
Menurut Balitbang (2007), merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam hubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup berbagi pengalaman.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998), kerusakan interaksi sosial adalah suatu gangguan kepribadian yang tidak fleksibel, tingkah maladaptive, dan mengganggu fungsi individu dalam hubungan sosial.
Menurut Towsend (1998), kerusakan interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seseorang beradaptasi dalam pertukaran sosial dengan kuantitas dan kualitas yang tidak efektif. Klien yang mengalami kerusakan interaksi sosial mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain salah satunya mengarah pada menarik diri.
Menurut Rawlins, (1993), dikutip Keliat (2001), menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
b. Etiologi Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi di antaranya perkembangan dan sosial budaya.Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan.Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan kegiatan sehari-hari terabaikan.
c.
Faktor Predisposisi Faktor tumbuh kembang Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak dipenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial
yang nantinya akan dapat
menimbulkan masalah. Tahap perkembangan Masa bayi Masa bermain
Tugas Menetapkan rasa percaya Mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri Masa pra sekolah Belajar menunjukkan inisiatif, rasa tanggung jawab, dan hati nurani Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerjasama dan berkompromi Masa pra remaja Menjalin hubungan intim dengan teman sesame jenis kelamin Masa remaja Menjadi intim dengan teman lawan jenis atau bergantung Masa dewasa muda Menjadi saling bergantungan antara orang tua dan teman, mencari pasangan, menikah dan mempunyai anak Masa tengah baya Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah dilalui Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan mengembangkan perasaan keterikatan dengan budaya Sumber : stuart dan Sundeen (1995), hlm. 346 dikutip dalam fitria (2009)
Faktor komunikasi dalam keluarga Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial.Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.
Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut, berpenyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosial
Faktor biologis Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial.Organ tubuh yang dapat memengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak sepeti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah kortikal.
d. Faktor presipitasi Terjadinya gangguan hubungana sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Faktor eksternal Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga
Faktor internal Contohnya adalah stressor psikologis yaitu stress terjadi akibat ansietas atau kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu.
e.
Tanda dan gejala Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial : Kurang spontan Apatis (acuh terhdap lingkungan) Ekspresi wajah kurang berseri Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
Mengisolasi diri Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya Asupan makanann dan minuman terganggu Retensi urine dan feses Aktivitas menurun Kurang energy (tenaga) Rendah diri Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur). Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang manila dirinya rendah, sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan perubahan persepsi sensori : halusinasi dan resiko mencederai diri, orang lain, bahkan lingkungan. Perilaku yang tertutup dengan orang lain juga bias menyebabkan intoleransi aktivitas yang akhirnya bias berpengaruh terhadap ketidakmampuan untuk melakukan perawatan secara mandiri. Seseorang yang mempunyai harga diri rendah awalnya disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah dalam hidupnya, sehingga orang tersebut berperilaku tidak normal (koping individu tidak efektif).Peranan keluarga cukup besar dalam mendorong klien agar mampu menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, bila system pendukungnya tidak baik (koping keluarga tidak efektif) maka akan mendukung seseorang memiliki harga diri rendah. f.
Rentang respons
Adaptif
Maladaptif
Menyendiri Otonomi Bekerjasama Interdependen
Merasa sendiri Depedensi Curiga
Menarik diri Ketergantunga Manipulasi Curiga
Gambar 3.1.rentang respons isolasi sosial Berikut ini akan dijelaskan tentang respons yang terjadi pada isolasi sosial :
Respons adaptif Respons adaptif adalah respons yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah. Berikut ini adalah sikap yang termasuk respons adaptif. a.
Menyendiri, respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah terjadi di lingkungan sosialnya.
b.
Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menpaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
c.
Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.
d.
Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
Respons maladaptif a.
Respons maladaptif adalh respons yang menyimpang dari norma sosial dan kehidupan disuatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk respons maladaptif.
b.
Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain
c.
Ketergantungan,
seseorang
gagal
mengembangkan
rasa
percaya
dirisehingga tergantung dengan orang lain. d.
Manipulasi, seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam
e.
Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.
g.
Pohon masalah Risti mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Defisit perawatan diri
GPS : Halusinasi
Intoleransi Aktivitas
Isolasi sosial
Harga diri rendah kronis
Koping individu tidak efektif
Koping keluarga tidak efektif
Gambar 3.2. Pohon Masalah Isolasi Sosial Sumber : Fitria (2009)
h. Masalah keperawatan yang mungkin muncul
i.
1.
Isolasi sosial
2.
Harga diri rendah kronis
3.
Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4.
Koping individu tidak efektif
5.
Koping keluarga tidak efektif
6.
Intoleransi aktivitas
7.
Defisit perawatan diri
8.
Risiko tinggi mencederai diir, orang lain, dan lingkungan
Data yang perlu dikaji
Masalah keperawatan
Data yang perlu dikaji Subjektif : Klien mengatakan malas bergaul Klien mengatkan dirinya tidak ingin dietmani perawat dan meminta untuk sendirian Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain Tidak mau berkomunikasi Data tentang klien biasanya didapat dari keluarga yang mengetahui keterbatasan klien (suami, istri, anak, ibu, ayah, atau teman dekat). Objektif :
j.
Kurang spontan Apatis (acuh terhadap lingkungan) Ekspresi wajah kurang berseri Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri Tidak ada atau kurang komunikasi verbal Mengisolasi diri Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya Asupan makanan dan minuman terganggu Retensi urine dan feses Aktivitas menurun Kurang berenergi atau bertenaga Rendah diri Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus atau janin (khususnya pada posisi tidur).
Diagnosa keperawatan Isolasi sosial
k. Rencana Tindakan Keperawatan Tujuan Pasien mampu : Menyadari penyebab isolasi sosial Berinteraksi dengan orang lain
Kriteria evaluasi Setelah ..x pertemuan, pasien mampu : Membina hubungan saling percaya Menyadari penyebab isolasi sosial, keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain. Melakukan interaksi dengan orang lain secara bertahap
Intervensi SP 1 Identifikasi penyebab Siapa yang satu rumah dengan pasien Siapa yang dekat dengan pasien Siapa yang tidak dekat dengan pasien Tanyakan keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berintraksi dengan orang lain. Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berintraksi dengan orang lain Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki bnaykan teman dan bergaul akrab dengan
mereka Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien Latih berkenalan Jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain Berikan contoh cara berinteraksi dengan orang lain Berikan kesempatan pasien mempraktekkan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan dihadapan perawat. Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang teman/anggota keluarga Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatan jumlah interaksi dengan 2, 3, 4 orang dan seterusnya. Beri kemajuan untuk setiap interaksi yang telah dilakukan oleh pasien Siap mendegarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan orang lain, mungkin pasien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya, beri dorongan terus menerus agar pasien
tetap semangat meningkatkan interaksinya. Masukkan jadwal kegiatan pasien SP 2 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1) Latih berhubungan sosial secara bertahap Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien SP 3
Keluarga mampu merawat pasien dengan isolasi sosial di rumah
Setelah ……x pertemuan, keluarga mampu menjelaskan tentang : Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien Penyebab isolasi sosial Sikap keluarga untuk membantu pasien mengatasi isolasi sosialnya Pengobatan yang berkelanjutan dan mencegah putus obat Tempat rujukan dan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien
Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1dan SP 2) Latih cara berkenalan dengan 2 orang atau lebih Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien SP 1 Identifikasi masalah yang dihadapi dalam merawat pasein Penjelasan isolasi sosial Cara merawat pasien isolasi sosial Latih (stimulus) RTL Keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien SP 2 Evaluasi kemampuan SP 1 Latih (langsung ke pasien) RTL Keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien SP 3 Evaluasi kemampuan SP 2 Latih (langsung ke pasien) RTL Keluarga/jadwal
keluarga untuk merawat pasien SP 4 Evaluasi kemampuan keluarga Evaluasi kemampuan pasien Rencana tindak lanjut keluarga Follow up - Rujukan
LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN DI RSJ MENUR
DI SUSUN OLEH: THEODORIC CAHYO P, S.Kep
PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA MITRA HUSADA KEDIRI 2019
KONSEP TEORI a.
Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (kusumawati dan hartono, 2010)
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (stuart dan sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (berkowitz, dalam harnawati, 1993)
Setiap aktifitas bila tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (stuart dan sundeen, 1998)
Suatu keadaan dimana individu mengalami perilaku yang dapat melukai secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain (Towsend, 1998)
Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain, dan barang-barang (Maramis, 1998)
Perilaku kekerasan dapat dibagi menjadi dua perilaku kekerasan secara verbal dan fisik (Ketner et al…1995)
b. Tanda dan gejala
Fisik Mata melotot/pendangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku
Verbal Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, ketus
Perilaku Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan, amuk/agresif
Emosi Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan, dan menuntut
Intelektual Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme
Spiritual Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan kreativitas terhambat.
Sosial Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran
Perhatian Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.
c.
Rentang respons
Respon Adaptif
Asertif
Respons Maladaptif
frustasi
Pasif
Agresif
Kekerasan
Gambar : rentang respons perilaku kekerasan Sumber : Keliat 1991 Keterangan : 1.
Asertif Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan ketenagan
2.
Frustasi Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan alternatif
3.
Pasif Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya
4.
Agresif Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut tetapi masih terkontrol
5.
Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya control
Tabel : perbandingan antara perilaku asertif, pasif, dan agresif/kekerasan PASIF ISIPEMBICARAAN Negatif dan merendahkan diri, contohnya perkataan : “dapatkah saya?” “kamu?”
ASERTIF Postif dan menawarkan diri, contohnya perkataan : “saya dapat…..” “saya akan …..”
TEKANAN SUARA Cepat, lambat, mengeluh POSISI BADAN Menundukkan kepala JARAK Menjaga jarak dengan sikap acuh/mengab aikan PENAMPILAN Loyo, tidak dapat tenag KONTAK MATA Sedikit/sama sekali tidak
Sedang Tegap dan santai Mempertahankan jarak yang nyaman Sikap tenang Mempertahankan kontak mata sesuai dengan dapatkah hubungan
AGRESIF Menyombongkan diri, merendahkan orang lain, contohnya perkataan : “kamu selalu””kamu tidak pernah…” Keras dan ngotot Kaku, condong ke depan Siap dengan jarak akan menyerang orang lain Mengancam, posisi menyerang Mata melotot dan dipertahankan
Sumber :Keliat (1999) dalam Fitria (2009) d. Faktor predisposisi 1.
Faktor psikologis a.
Terjadi asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotivasi perilaku kekerasan
b.
Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masakecil yang tidak menyenangkan
c.
Rasa frustasi
d.
Adanya kekerasan dalam rumah tangga, keluarga atau lingkungan
e.
Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri serta memberikan arti dalam kehidupannya. Teori lainnya berasumsi bahwa perilaku agresif dan tindakan kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri perilaku tindak kekerasa.
f.
Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilku yang dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor predsiposisi biologic
2.
Faktor sosial budaya Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai dengan teori menurut Bandura bahwa agresif tidak berbeda dengan respons-respons yang lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering
mendapatkan
penguatan
maka
semakin
besar
kemungkinan
terjadi.Budaya juga dapat membantu mendefenisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima. Control masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam measyarakat merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasa. 3.
Faktor biologis Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus (system limbic) ternyata menimbulkan perilaku agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi limbic (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi indera penciuman dan memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatsi, danhendak menyerang objek yang ada disekitarnya.
Selain itu berdasarkan teori biologic, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai berikut: a.
Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen system neurologis mempunyai implikasi dan memfasiliats dan menghambat implus agresif. System limbic sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respons agresif.
b.
Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996) menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epinerprin, neropineprin, dopamine,
asetilkolin,
dan
serotonin)
sangat
berperan
dalam
memfasilitasi dan menghambat implus agresif. Peningkatan hormone androgen dan nerofienrprin serta penurunan serotonin dan GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal merupakan faktor predisposisi penting yang menyebabkan timbulnya perilaku agresif pada seseorang. c.
Pengaruh genetic, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat kaitannya dengan genetic termasuk genetic tipe kariotipe XYY, yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara tindak criminal (narapidana).
d.
Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan dengan berbagai gangguan serebral, tumor otak (khsususnya pada limbic dan lobus temporal), trauma otak, penyakit ensefalitis, epilepsy (epilepsy lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
e.
Faktor presipitasi Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa injuri secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa fakor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut : 1.
Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2.
Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari lingkunga.
3.
Lingkungan : panas, padat, dan bising
Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2009), hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai berikut : 1.
Kesulitan kondisi sosial ekonomi
2.
Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu
3.
Ketidaksipan
seoarng
ibu
dalam
merawat
anaknya
danketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang dewasa 4.
Pelaku mungkin mempunyiai riwayat antisocial seperti penyalahgunaan obat dan alcohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat menghadapi rasa frustasi
5.
Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
f.
Mekanisme koping Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme kpoing yang konstruktif dan mengeksplorasikan kemarahannya.Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi, represif, denial dan reaksi formal. Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan anatara lain : 1.
Menyerang atau menghindar Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan system syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi epinerprin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, mual sekresi HCL meningkat, peristaltic gaster menurun, pengeluaran juga meningkat, tangan mengepal, tubuh menjadi kaku dan diserta reflek yang cepat
2.
Menyatakan secara asertif Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik, individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis dan dengan perilaku tersebut individu juga dapat mengembangkan diri.
3.
Memberontak
Perilaku yang muncul biasanya diserta kekerasan akibat konflik perilaku untuk menarik perhatian orang lain 4.
Perilaku kekerasan Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
g.
Pohon masalah
Perilaku kekerasan
GPS : Halusinasi
RPK
Regimen terapeutik inefektif
Isolasi sosial : menarik diri
Koping keluarga tidak efektif
Berduka disfungsinoal
Gambar 8.2. Pohon masalah perilaku kekerasan Sumber : Fitria (2009)
h. Masalah keperawatan 1.
Perilaku kekerasan
2.
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
3.
Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4.
Harga diri rendah kronis
5.
Isolasi sosial
6.
Berduka disfungsional
7.
Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif
8.
Koping keluarga inefektif
i.
Data yang perlu dikaji Masalah keperawatan Perilaku kekerasan
Data yang perlu dikaji Subjektif : Klien mengancam Klien mengumpat dengan kata-kata kotor Klien mengatakan dendam dan jengkel Klien mengatakan ingin berkelahi Klien menyalhkan dan menuntut Klien meremehkan Objektif Mata melotot/pandangan tajam Tangan mengepal Rahang mengatup Wajah memerah dan tegang Postur tubuh kaku Suara keras Faktor-faktor yang berhubungan dengan maslah perilaku kekerasan antara lain sebagai berikut :
j.
1.
Ketidakmanpuan mengendalikan dorongan marah
2.
Stimulus lingkungan
3.
Konflik interpersonal
4.
Status mental
5.
Putus obat
6.
Penyalahgunaan narkoba/alcohol
Diagnose keperawatan Perilaku kekerasan
k. Rencana asuhan keperawatan Tujuan Asuhan Pasien mampu : Setelah …….x pertemuan, pasien Mengidentifikasi mampu : penyebab dan tanda perilaku kekerasan Menyebutkan penyebab tanda, Menyebutkan jenis gejala, dan akibat perilaku kekerasan yang perilaku kekerasan pernah dilakukan Menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan Setelah ……..x pertemuan, pasien Menyebutkan cara
Interven SP 1 Identifikasi penyebab, tanda dan gejala serta akibat perilaku kekerasan Latih cara fisik 1 : tarik nafas dalam Masukkan dalam jadwal harian pasien SP 2 Evaluasi kegiatan
-
mengontrol perilaku mampu : kekerasan Menyebutkan Mengontrol perilaku kegiatan yang sudah kekerasannya dengan dilakukan cara : Memperagakan cara Fisik fisik untuk Sosial/verbal mengontrol perilaku Spiritual kekerasan Terapi Setelah……x pertemuan Psikofarmaka (obat pasien mampu : Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan Memperagakan cara sosial/verbal untuk mengontrol perilaku kekerasan
Setelah ……x pertemuan pasien mampu : Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan Memperagakan cara spiritual
Setelah ….x pertemuan, pasien mampu : Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan Memperagakan cara patuh obat
Keluarga mampu : Merawat pasien di rumah
Setelah…….x pertemuan, keluarga mampu menkjelaskan penyebab, tanda dan gejala, akibat serta mampu memperagakan cara merawat
yang lalau (SP1) Latih fisik 2 : pukul kasur/bantal Masukkan dalam jadwal harian pasien
SP3 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1dan 2) Latih secara sosial/verbal Menolak dengan baik Meminta dengan baik Mengungkapkan dengan baik Masukkan dalam jadwal harian pasien SP 4 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1, 2, dan 3) Latih secara spiritual Berdoa Sholat Masukkan dalam jadwal harian pasien SP 5 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1, 2, 3 dan 4 ) Latih patuh obat : Minum obat secara prinsip 5 B Susun jadwal minum obat secara teratur Masukkan dalam jadwal hariam pasien SP 1 Identifikasi masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien Jelaskan tentangg perilaku kekerasan : Penyebab Akibat
Setelah…..x pertemuan keluarga mampu menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu merawat serta dapat membuat RTL
Setelah…..x pertemuan keluarga mampu menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu merawat serta dapat membuat RTL Setelah …….x pertemuan keluarga mampu melaksanakan follow up dan rujukan serta mampu menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan
Cara merawat Latih cara merawat RTL keluarga/jadwal untuk merawat pasien
SP 2 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1) Latih (stimulus) 2 cara lain untuk merawat pasien Latih Langsung ke pasien RTL keluarga/jadwal untuk merawat pasien SP 3 Evaluasi SP 1 dan SP 2 Latih langsung ke pasien RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien SP 4 Evaluasi SP 1, 2, 3, Latih langsung ke pasien RTL keluarga Follow up Rujukan
LAPORAN PENDAHULUAN HARGA DIRI RENDAH DI RSJ MENUR
DI SUSUN OLEH: THEODORIC CAHYO P, S.Kep
PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA MITRA HUSADA KEDIRI 2019
KONSEP TEORI a.
Pengertian
Harga diri rendah kronis adalah evaluasi diri/perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negative dan dipertahankan dalam waktu yang lama (nanda, 2005)
Individu cenderung untuk menilai dirinya negative dan merasa lebih rendah dari orang lain (depkes RI, 2000)
Evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negative dan dapat secara langsung atau tidak langsung diekspersikan (Townsend, 1998)
Perasaan negative terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan (Keliat, 1998)
b. Tanda dan gejala Manifestasi yang biasa muncul pada klien gangguna jiwa dengan harga diri rendah, fitria (2009) :
Mengkritik diri sendiri
Perasaan tidak mampu
Pandangan hidup yang pesimistis
Tidak menerima pujian
Penurunan produktivitas
Penolakan terhadap kemampuan diri
Kurang memperhatikan perawatan diri
Berpakaian tidak rapi selera amakan berkurang tidak berani menatap lawan bicara
c.
Lebih banyak menunduk
Bicara lambat dengan nada suara lemah
Proses terjadinya masalah Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga diri rendah situasional yang tidak diselesaikan atau dapat juga terjadi terjadi karena invidu tidak pernah mendapat feeed back dari lingkunga tentang perilaku
klien sebelumnya bahkan meungkin kecenderungan lingkungan yang selalu member respon negative mendorong individu menjadi harga diri rendah. Harga adiri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor. Awalnya individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis), individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak tunutas sehingga timbul pikiran bahwa diri tidak mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan penilaian individu terhadap diri sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi dan peran adalah kondisi diri rendah situasional, jika lingkungan tidak member dukungan positif atau justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis. d. Rentang respons
ResponAdaptif
Respons Maladaptif
aktualisasi konsep diri diri
positif
Harga diri
keracunan
rendah
depersonalisasi
identitas
gambar 2.1 rentang respon harga diri rendah kronis sumber : Keliat 1999
Harga diri rendah merupakan komponen episode depresi mayor, dimana aktifitas merupakan bentuk hukuman atau punishment (Stuart dan laraia, 2005). Depresi adalah emosi normal manusia, tapi secara klinis dapat bermakna patologik apabila mengganggu perilaku sehari-hari, menjadi pervasive dan muncul bersama penyakit lain. Menurut Nanda 2005 tanda dan gejala yang dimunculkan sebagai perilkau telah dipertahankan dalam waktu yang lama atau kronik yang meliputi mengatakan hal yang negative tentang diri sendiri dalam waktu lama dan terus menerus, mengekspresikan sikap malu/minder/rasa bersalah, kontak mata kurang/tidak ada.Selalu mengatakan ketidakmampuan/kesulitan untuk mencoba sesuatu, bergantung pada orang lain, tidak asertif, pasif dan hipoaktif, bimbang
dan ragu-ragu serta menolak umpan balik positif dan membesarkan umpan balik negtaif mengenai dirinya. Mekanisme koping jangka pendek yang biasa dialkukan klien harga diri rendah adalah kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis, missalnya
pemakian
obat-obatan,
kerja
keras,
nonton
TV
terus
menerus.Kegiatan mengganti identitas sementara, misalnya ikut kelompok sosial, keagamaan dan politik.Kegiatan yang memberi dukungan sementara, seperti mengikuti suatu kompetisi atau konteks popularitas.Kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara, seperti penyalahgunaan obat-obatan. Jika mekanisme koping jangka pendek tidak memberi hasil yang diharapakn individu akan mengembangkan mekanisme koping jangka panjang, antara lain adalah menutup identitas, dimana klien terlalu cepat mengadopsi identitas yang disenangi dari orang-orang yang berarti tanpa mengindahkan hasrat, aspirasi atau potensi diri sendiri. Identitas negative, dimana asumsi yang bertentangan dengan nilai dan harapan masyarakat. Sedangkan mekanisme pertahanan ego yang sering diguanakan adalah fantasi, eregresi, disasosiasi, isolasi, proyeksi, mengalihakn marah berbalik pada diri sendiri dan orang lain. Terjadinya gangguan konsep diri harga diri rendah kronis juga dipengaruhi beberapa faktor predisposisi seperti faktor biologis, psikologis, sosial dan cultural. Faktor biologis biasanya karena ada kondisi sakit fisik secra yang dapat mempenagaruhi kerja hormone secara umum, yang dapat pula berdampak pada keseimbangan neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonim yang menurun dapat mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien depresi kecenderungan haga diri rendah kronis semakin besar karena klien lebih dikuasai oleh pikiran-pikiran negative dan tidak berdaya. Struktur otak yang mungkin mengalami gangguan pada kasus harga diri rendahh kronis adalah : 1.
System limbic yaitu pusat emosi, dilihat dari emosi pada klien dengan harga diri rendah yang kadang berubah seperti sedih, dan terus merasa tidak berguna atau gagal terus menerus
2.
Hypothalamus yang juga mengatur mood dan motivasi. Karena melihat kondisi klien dengan harga diri rendah yang membutuhkan lebih banyak motivasi dan dukungan dari perawat dalam melaksanakan tindakan yang sudah dijadwalkan bersama-sama dengan perawat padahal klien mengatakan bahwa membutuhkan latihan yang telah dijadwalkan tersebut.
3.
Thalamus, system pintu gerbang atau menyaring fungsi emngatur arus informasi sensori yang berhubungan dengan perasaan untuk mencegah berlebihan di korteks. Kemungkinan pada klien dengan harga diri rendah apabila ada kerusakan pada thalamus ini maka arus informasi snesori yang masuk tidak dapat dicegah atau dipilah sehingga menjadi berlebihan yang mengakibatkan perasaan negative yang ada selalu mendominasi pikiran dari klien
4.
Amigdala yang berfungsi untuk emosi.
Adapun jenis alat untuk mengetahui gangguan struktur otak yang dapat digunakan adalah : 1.
Electroencephalogram
(EEG),
suatu
pemeriksaan
yang
bertujuan
memberikan informasi penting tentang kerja dan fungsi otak 2.
CT Scan, untuk mendapatkan gambaran otak tiga dimensi
3.
Single photon emission computed tomography (SPECT), melihat wilayah otak dan tanda-tanda abnormalitas pada otak dan menggambarkan perubahan-perubahan aliran darah yang terjadi.
4.
Magnetic resonance imaging (MRI), suatu tehnik radiologi dengan menggunakan magnet, gelombang radio computer untuk mendapatkan gambaran struktur tubuh atau otak dan dapat mendeteksi perubahan yang kecil sekalipun dalam struktur tubuh atau otak. Beberapa posedur menggunakan kontras gadolinium untuk meningkatkan akurasi gambar.
Selain gangguan pada struktur otak, apabila dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan alat-alat tertentu kemungkinan akan ditemukan ketidakseimbangan neurotransmitter di otak seperti : 1.
Acetycholine (ach), untuk pengaturan atensi dan mood, mengalami penurunan
2.
Neropinephrine, mengatur fungsi kesiagaan, puast perhatian dan orientasi, mengatur “fight-flight” dan proses pembelajaran dan memori, mengalami penurunan yang mengakibatkan kelemahan dan depresi.
3.
Serotonim,
mengatur
status
mood,
mengalami
penurunan
yang
mengakibatkan klien lebih dikuasia oleh pikiran-pikiran negative dan tidak berdaya 4.
Glutamate, mengalami penurunan, terlihat dari kondisi klien yang kurang energy, selalu terlihat mengantuk. Selain itu berdasarkan diagnose medis klien yaitu skizofrenia yang sering mengindikasikan adanya penurunan glutamate
Adapun jenis alat untuk pengukuran neurotransmitter yang adapat diguanakan adalah : 1.
PositronEmisssion (PET),mengukur emisi/pancaran
dari bahan kimia
radioktif yang diberi label dan telah di suntik kedalam aliran darah untuk mengasilkan gambarandua atau tiga dimensi melalui distribusi dari bahan kimia tersebut
di dalam tubuh dan otak.pet
dapat memperlihatkan
gambaran aliran darah,oxygen, metabolism glukosa dan kosentrasi obat dalam jaringan otak. Yang merefleksikan aktivitas otak sehingga dapat dipelajari lebih lanjut tetang fisiologi dan neuro – kimiawi otak. 2.
Transcranial magnetic stimulations (TMS)dikombinasikan dengan MRI, para ahli dapat melihat dan mengetahui fungsi spesifik dari otak. TMS dapat
menggambarkan
proses
motorik
dan
visual
dan
dapat
menghubungkan antara kimiawi dan struktur otak dengan perilaku manusia dan hubungannya dengan gangguan jiwa. Berdasarkan faktor psikologi , harga diri rendah konis sangat berhubungan dengan pola asuh dan kemampuan individu menjalankan peran dan fungsi. Hal-halyang dapat mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis meliputi penolakan orang tua,harapan orang tua yang tidak realitas,orang tua yang tidak percaya pada anak,tekanan teman sebaya peran yang tidak susai dengan jenis kelamin dan peran dalam pekerjaan. Faktor sosial : secara sosial status ekonomi sangat mempengaruhi proses terjadinya harga diri rendah kronis, antara lain kemiskinan,tempat
tinggal di daerah kumuh dan rawan kultur social yang berubah missal ukuran keberhasilan individu. Faktor
cultural
:
tuntutan
pada
sesuai
kebudayaan
sering
meningkatkan kejadian harga diri rendah kronis antara lain : wanita sudah harus menikah jika umur sudah mencapai dua puluhan, perubahan kultur kearah gaya hidup individualisme. Akumulasi faktor predisposisi ini baru menimbulkan kasus harga diri rendah kronis setelah adanya faktor presipitasi.faktor presiptasi dapat disebabkan dari dalam diri sendiri ataupun dari luar,antara lain ketengangan peran,koflik peran yang tidak jelas,peran berlebihan,perkembngan transisi, situasi transisi peran dan trransisi peran sehat – sakit. e.
Faktor predisposisi Faktor prediposisi terjadinya harga dirirendah kronis adalah penolakan orang tua yang tidak realistis,kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain,ideal diri yang tidak realistis
f.
Faktor Presipitasi Faktor presipistasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami kegagalan, serta menurunnya produktivitas. Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis in dapat terjadi secara situasional maupun kronik.
g.
Pohon masalah Risiko tinggi perilaku kekerasan
Effect
Perubahan persepsi sensori : halusinasi
Isolasi sosial
Core problem
Causa
Harga diri rendah kronis
Koping individu tidak efektif
Gambar 2.2 Pohon masalah harga diri rendah
h. Masalah keperawatan yang mungkin muncul
i.
1.
Harga diri rendah kronis
2.
Koping individu tidak efetif
3.
Isolasi sosial
4.
Perubahan persepsi sensori : halusinasi
5.
Risiko tinggi perlaku kekerasan
Data yang perlu dikaji Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji Harga diri rendah Subjektif : kronis Mengungkapkan dirinya merasa tidak berguna Mengungkapkan dirinya merasa tidak mampu Mengungkapkan dirinya tidak semangat untuk beraktivitas atau bekerja Mengungkapkan dirinya malas melakukan perawatan diri (mandi, berhias, makan atau toileting) Objektif : Mengkriktik diri sendiri Persaan tidak mampu pandangan hidup pesimis Tidak menerima pujian Penurunan produktivitas Penolakan terhadap kemampuan diri Kurang memperhatikan perawatan diri Berpakaian tidak rapi Berkurang selera makan Tidak berani menatap lawan bicara Lebih banyak menunduk Bicara lambat dengan nada suara lemah
j.
Diagnose keperawatan Harga diri rendah kronis
k. Rencana asuhan keperawatan Tujuan Criteria evaluasi Pasien mampu : Setelah….x pertemuan, pasien Mengidentifikasi mempu : kemampuan dan aspek positif yang dimiliki Mengidentifikasi
Intervensi SP 1 Identifikasi kemampuan yang dimiliki
positif
Menilai kemampuan yang dapat digunakan Menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai dengan kemampuan Melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan Merencanakan kegiatan yang sudah dilatihnya.
kemampuan aspek postitf yang dimilik Memiliki kemampuan yang dapat digunakan Memilih kegiatan sesuai kemampuan Melakukan kegiatan yang sudah dipilih Merencanakan kegiatan yang sudah dilatih -
-
-
-
Diskusikan bahwa pasien masih memiliki sejumlah kemampuan dan aspek positif seperti kegiatan di rumah adanya keluarga dan lingkungan terdekat pasien Beri pujian yang realitas dan hindarkan setiap kali bertemu dengan pasien penilaian yang negative Nilai kemampuan yang dapat dilakukan saat ini Diskusikan dengan pasien kemampuan yang masih digunakan saat ini Bantu pasien menyebutkannya dan memberi penguatan terhadap kemampuan diri yang diungkapkan pasien Perlihatkan respon yang kondusif dan menjaadi pendegar yang aktif. Pilih kemampuan yang akan dilatih Diskusikan dengan pasien beberapa aktivitas yang dapat dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan yang akan pasien lakukan sehari-hari Bantu pasien menetapkan aktivitas mana yang dapat pasien lakukan secara mandiri Aktivitas yang memerlukan bantuan
-
-
-
-
-
-
-
-
minimal dari keluarga Aktivitas apa saja yang perlu bantuan penuh dari keluarga atau lingkungan terdeekat pasien Beri contoh cara pelaksanaan aktifitas yang dapat dilakukan pasien Susun bersama pasien aktivitas atau kegiatan sehari-hari pasien Nilai kemampuan pertama yang telah dipilih Diskusikan dengan pasien untuk menetapkan urutan kegiatan (yang sudah dipilih pasien) yang akan dilatihkan Bersama pasien dan keluarga memperagakan beberapa kegiatan yang akan dilakukan pasien Beri dukungan atau pujian yang nyata sesuai kemajuan yang diperlihatkan pasien Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien Beri kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan Beri pujian atas aktifitas/kegiatan yang dapat dilakukan pasien setiap hari Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi dan perubahan sikap Susun daftar aktifitas yang sudah dilatihkan
Keluarga mampu merawat pasien dengan HDR di rumah dan menjadi system pendukung yang efektif bagi pasien
Setelah.…..x pertemuan, keluarga mampu : Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien Menyediakan fasilitas untuk pasien melakukan kegiatan Mendorong pasien melakukan kegiatan Memuji pasien saat pasien dapat melakukan kegiatan Membantu melatih pasien Membantu menyusun jadwal kegiatan pasien
bersama pasien dan keluarga - Berikan kesempatan mengungkapkan perasaannya setelah pelaksanaan kegiatan. Yakinkan bahwa keluarga mendukung setiap aktifitas yang dilakukan pasien. Sp 2 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1) Pilih kemampuan kedua yang dapat dilakukan Latih kemampuan yang dipilh Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien SP 3 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1dan 2) Memilih kemampuan ketiga yang dapat dilakukan Masukkan dalam jadwal egiatan pasien SP 1 Identifikasi masalah yang dirasakan dalam merawat pasien Jelaskan proses terjadinya HDR Jelaskan tentang cara merawat pasien Main peran dalam merawat pasien HDR Susun RTL Keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien SP 2 Evaluasi kemampuan SP1 Latih keluarga langsung ke pasien Menyusun RTL
Membantu perkembangan pasien -
keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien SP 3 Evaluai kemampuan keluarga Evaluasi kemampuan pasien RTL kleuarga Follow up Rujukan
LAPORAN PENDAHULUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI DI RSJ MENUR
DI SUSUN OLEH: THEODORIC CAHYO P, S.Kep
PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA MITRA HUSADA KEDIRI 2019
KONSEP TEORI a.
Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan adasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (depkes 2000)
Deficit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (nurjannaj, 2004)
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Poter pery (2005)
Kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan dirinya (tarwoto dan Wartonah, 2000).
b. Tanda dan gejala
Mandi/hygiene Klien mengalami
ketidakmampuan dalam
membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur sushu, atau aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi
Berpakaian/berhias Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan pakaian, menanggalkan pakain, serta memperoleh atau menukar pakaian.Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan alat tambahan, mengguanakan kancing
tarik,
melepaskan
pakaian,
menggunakan
kaos
kaki,
mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian, dan mengenakan sepatu.
Makan Klien mempunyai dalam menelan makanan, mempersiapkan, mengunyah makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan, membuka container, memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil makanan dari
wadah lalu memasukkannya ke mulut, melengkapi makanan, mencerna makanan menurut cara yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup makanan dengan aman
BAB/BAK Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan dari setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil Keterbatasan perawatan diri atas biasanya diakibatkan karena stressor yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien (klien bisa mengalami harga diri rendah), sehingga dirinya tidak mau mengurus atau merawat dirinya sendiri baik dalam hal mandi, pakaina, berhias, makan, maupun BAB dan BAK.Bila tidak dilakukan intervensi oleh perawat, maka kemungkinan klien bisa mengalami risiko tinggi isolasi sosial.
c.
Pohon masalah Effect
Gangguan pemeliharaan kesehatan
Core problem
defisit perawatn diri
Causa
Harga diri rendah kronis
Koping individu tidak efektif
Gambar 2.2 Pohon masalah deficit perawatan diri
d. Masalah keperawatan yang mungkin muncul 1.
Defisit perawatan diri
2.
Harga diri rendah
3.
Risiko tinggi isloasi social
e.
Data yang perlu dikaji Masalah keperawatan Defisit perawatan diri
f.
Data yang perlu dikaji Subjektif : Klien mengatakan dirinya malas mandi karena airnya dingin atau di RS tidak tersedia alat mandi Klien mengatakan dirinya malas berdandan Klien mengatakan inigin disuapi makan Klien mengatakan jarang membersihkan alat kelaminnya setelah BAK mupun BAB Objektif : Ketidakmampuan mandi/membersihkan diri ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki, dan berbau, serta kuku panjang dan kotor Ketidakmampuan berpakaian/berhias ditandai dengan rambut acak-acakan. Pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai tidak bercukur (laki-laki), atau tidak berdandan (wanita) Ketidakmampuan makan secra mandiri ditandai dengan ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada tempatnya. Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri ditandai BAB/BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik steleh BAB/BAK.
Diagnosa keperawatan Defisit perawatan diri
g.
Rencana asuhan keperawatan Tujuan Pasien mampu : Melakukan kebersihan sendiri
Kriteria evaluasi Seteleh …..x pertemuan, pasien dapat menjelaskan diri pentingnya : secara
Intervensi SP 1 Identifikasi kebersihan diri, berdandan, makan,
mandiri Melakukan berhias/berdanda secara baik Melakukan makan dengan baik Melakukan BAB/BAK secara mandiri
Kebersihan diri Berdandan/berhias Makan BAB/BAK Dan mampu melakukan cara merawat diri
dan BAB/BAK Jelaskan pentingnya kebersihan diri Jelaskan alat dan cara kebersihan diri Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 2 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1) Jelaskan pentingnya berdanda Latih cara berdandan Untuk pasien lakilaki meliputi cara : Berpakaian Menyisir rambut Bercukur Untuk pasien perempuan Berpakaian Menyisir rambut Berhias Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien SP 3 Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 dan 2) Jelaskan cara dan alat makan yang benar Jelaskan cara menyiapkan makanan Jelaskan cara merapikan perlatan makan setelah makan dan sesudah makan Praktek makan sesuai tahapan makan yang baik Latih kegiatan makan Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
Setelah…….x pertemuan, keluarga mampu meneruskan melatih pasien dan mendukung agar kemampuan pasien dalam perawatan dirinya meningkat
SP 4 Evaluasi kemampuan pasien yang lalu (SP 1, 2, dan 3) Latih cara BAB dan BAK yang baik Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB/BAK SP 1 Identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien dengan masalah kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK Jelaskan defisit perawatan diri Jelaskan cara merawat kbersihan diri, berdandan, makan dan BAB/BAK Bermain peran cara merawat Rencana tindak lanjut keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien SP 2 Evaluasi SP1 Latih keluarga merawat langsung ke pasien, kebersihan diri, dan berdandan RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien SP 3 Evaluasi kemampuan SP 2 Latih keluarga merawat langsung ke pasien cara
makan RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien
SP 4 Evaluasi kemampuan keluarga Evaluasi kemapuan pasien Rencan tindak lanjut keluarga Follow up Rujukan
LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO BUNUH DIRI DI RSJ MENUR
DI SUSUN OLEH: THEODORIC CAHYO P, S.Kep
PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA MITRA HUSADA KEDIRI 2019
KONSEP TEORI a.
Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami risiko untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. (fitria, 2009)
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh seseorang untuk mengakhiri kehidupannya
Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan (stuart dan Sundeen, 1995)
b. Tanda dan gejala Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien masuk kerumah sakit adalah p[erilaku kekerasan di rumah. Dapat dilakukan pengkajian dengan cara :
Observasi Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara ynag tinggi, berdebat. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak : merampas makanan, memukul jika tidak senang
Wawancara Diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah.Tanda-tanda marah yang dirasakan klien. -
Mempunyai ide untuk bunuh diri
-
Mengungkapkan keinginan untuk mati
-
Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
-
Implusif
-
Menunjukkanperilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh)
-
Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
-
Verbal terselubung (bicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan)
-
Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah, dan mengasingkan diri)
-
Kesehatan mental (secara klinis, klien tyerlihatsebagai orang yang depresi, psikotis, dan menyalahgunakan alkohol)
-
Kesehatan fisik (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam karier)
c.
-
Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan)
-
Konflik interpersonal
-
Latarbelakang keluarga
-
Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil
Rentang respons Rentang respons protektif diri
Respon Adaptif
ResponsMaladaptif
Peningkatan berisiko
destruktif diri
diri Destruktif
pencederaan
Bunuh diri
tidak langsung diri
gambar 2.1 rentang respon protektif diri sumber : Keliat 1999 Peningkatan diri Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri.Sebagai contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai loyalitas terhadap pimpinan di tempat kerjanya. Berisiko deskruktif Seseorang memiliki kecenderungan atau berisiko mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang segharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal. Deskruktif diri tidak langsung
Seseorang tidak mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptive) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya, karena apandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal Pencederaan diri Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada. Bunuh diri Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya hilang. d. Faktor predisposisi Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor preidisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu :
Psikologis Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk.Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiya atau saksi penganiayaan.
Perilaku Reinforcement yang dietrima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
Sosial budaya Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan control sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasaan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (premisive).
Bioneurolggis, banyak pendapat bahwa kerusakan system limbic, lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan
e.
Faktor presipitasi Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang rebut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasaan merupakan faktor penyebab yang lain. Interkasi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
f.
Mekanisme koping Seorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization, dan magical thinking.Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping allternatif. Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping.Ancaman bunuh diri mungkin menujukkan upaya terakhir upaya terkahir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatsi masalah.Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada diri seseorang.
g.
Pohon masalah Effect
Bunuh diri
Core problem
Risiko bunuh diri
Causa
isolasi sosial
Harga diri rendah kronis
Gambar 2.2 Pohon risiko bunuh diri
h. Masalah keperawatan yang mungkin muncul 1.
Risiko bunuh diri
2.
Bunuh diri
3.
Isolasi sosial
4.
Harga diri rendah kronis
i.
Data yang perlu dikaji Masalah keperawatan Risiko bunuh diri
Data yang perlu dikaji Subjektif :
Mengungkapkan keinginan bunuh diri
Mengungkapkan keinginan untuk mati
Mengungkapkan
rasa
bersalah
dan
keputusasaan
Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari keluarga
Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat yang mematikan
Mengungkapkan
adanya
konflik
interpersonal
Mengungkapkan
telah
menjadi
korban
perilaku kekerasaan saat kecil. Objektif :
Implusif
Menujukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh)
Ada riwayat penyakit mental (depresi), psikosis, dan penyalahgunaan alcohol
Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis, atau penyakit terminal)
Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau kegagalan dalam karier0
Status perkawinan yang tidak haromins
j.
Diagnose keperawatan Risiko bunuh diri
k. Rencana asuhan keperawatan Tujuan Pasien tetap aman dan selamat
Criteria evaluasi
Intervensi
Setelah……x pertemuan,
SP 1
pasien mampu
Identifikasi
benda-
Mengidentifikasi benda-
benda
benda yang dapat
membahayakan pasien
mengendalikan dorongan
bunuh diri
yang
dapat
Amankan benda-benda yang
dapat
membahayakan pasien
Lakukan
kontrak
treatment
Ajarkan
cara
mengendalikan dorongan bunuh diri
Latih
cara
mengendalikan dorongan bunuh diri Setelah…….x pertemuan,
SP 2
pasien mampu
mengidentifikasi aspek positif dan mampu
Identifikasi
aspek
positif pasien
Dorong pasien untuk
menghargai diri sebagai
berfikir positif terhadap
individu
diri
Dorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu yang berharga
Setelah …….x pertemuan,
SP 3
pasien mampu
Identifikasi pola koping
mengidentifikasi pola
yang biasa diterapkan
koping yang konstruktif
pasien
dan mampu menerapkannya
Nilaip pola koping yang bisa dilakukan
Identifikasi pola koping yang konstruktif
Dorong pasien memilih pola
koping
yang
konstuktif
Anjurkan
pasien
menerapkan
pola
koping yang konstruktif dalam kegiatan harian Setelah ...... kali
SP 4 P
pertemuan pasien mampu
Buat
rencana
membuat rencana masa
depan
yang
depan yang realistis dan
bersama pasien
mampu melakukan
kegiatan
masa realistis
Identifikasi
cara
mencapai rencana masa depan yang realistis
Beri dorongan pasien melakukan
kegiatan
dalam rangka meraih masa
depan
yang
realistis Keluarga mampu
Setelah .... kali pertemuan
SP 1 K
merawat pasien dengan
keluarga mampu merawat
resiko bunuh diri
pasien dan mampu
yang
menjelaskan pengertia,
keluarga
tanda dan gejala serta jenis
merawat pasien
perilaku bunuh diri
Diskusikan
masalah dirasakan
Jelaskan
dalam
pengertian,
tanda dan gejala resiko bunuh diri dan jenis perilaku yang
bunuh
dialami
beserta
diri pasien proses
terjadinya
Jelaskan
cara-cara
merawat pasien resiko bunuh diri SP 2 K
Latih
keluarga
mempraktekkan
cara
merawat pasien dengan resiko bunuh diri
Latih
keluarga
melakukan
cara
merawat
langsung
kepada pasien resiko bunuh diri SP 3 K
Bantu
keluarga
membuat aktifitas
jadwal di
rumah
termasuk minum obat
Jelaskan
follow
pasien setelah pulang
up