I.
KONSEP PENYAKIT
A. DEFINISI Hiperplasia endometrium dalah suatu kondisi dimana lapisan dalam rahim (endometrium) tumbuh secara berlebihan. Kondisi ini merupakan proses yang jinak (benign), tetapi pada beberapa kasus (hiperplasia tipe atipik) dapat menjadi kanker rahim. Kanker merupakan bentuk kelainan progresif pada usia lanjut. Kejadian ini diawali dengan adanya hipertrofi atau pun hiperplasia. Hipertrofi adalah bertambahnya isi/volume suatu jaringan atau alat tubuh, bertambah besarnya alat tubuh terjadi oleh karena masing-masing sel yang membentuk alat tubuh tersebut membesar, dan bukan oleh karena bertambahnya jumlah unsur atau sel baru. Bila suatu alat tubuh membesar karena pembentukan atau tumbuhnya sel-sel baru maka disebut hiperplasia. Pada hiperplasia dan hipertrofi kelainan bersifat kuantitatif baik dalam ukuran maupun jumlah daripada sel.
B. KLASIFIKASI Menurut World Health Organization (WHO) dan the International Society of Gynecologic Pathologists terdapat 4 jenis hiperplasia yakni, simpel non atipik, kompleks non atpik , simpel atipik, dan kompleks atipik. Klasifikasi ini berdasarkan ada dan tidaknya gambaran sel atipik dan selanjutnya berdasarkan kompleksitas kelenjarnya yaitu menjadi simpleks dan kompleks. 1.
Hiperplasia Simpel Non Atipik Sebelumnya disebut sebagai hiperplasia kistika atau ringan dengan gambaran yang tampak adalah banyak kelenjar yang mengalami proliferasi dan dilatasi dengan tepi yang tidak teratur dan terdapat penonjolan dan perlekukan kelenjar yang menonjol serta sering ada gambaran kistik, dan dipisahkan oleh stroma yang masih banyak.
2.
Hiperplasia Kompleks Non Atipik Hiperplasia kompleks sebelumnya dikenal sebagai hiperplasia moderat atau adenomatosa, dengan tampak suatu gambaran susunan kelenjar yang padat. Pada kelenjar terdapat gambaran irreguler, dengan ukuran bervariasi, sebagian berdilatasi bercabang dengan lekukan dan tonjolan. Lebih banyak adanya penonjolan dan perlekukan kelenjar dan kadangkadang kelenjar saling berdekatan dan menempel karena padatnya (backto-back position), dengan hanya sedikit stroma yang masih terlihat. Rasio kelenjar dan stroma lebih dari 2:1. Derajat kepadatan kelenjar inilah yang membedakan hiperplasia simpleks dan kompleks. Gambaran kelenjar kistik kadang juga ditemukan.
3.
Hiperplasia Simpel Atipik Hiperplasia atipik simpleks memperlihatkan gambaran kelenjar yang kurang padat dibandingkan dengan jenis kompleks, sehingga risiko untuk berkembangnya menjadi adenokarsinoma endometrium lebih tinggi.
4.
Hiperplasia Kompleks Atipik Secara umum hiperplasia atipik berbentuk kompleks dengan kelenjar yang padat sekali. Bentuk dan ukuran kelenjar sangat tidak beraturan berbentuk papiler atau bertumpuk, dengan sedikit inti fibrovaskuler dalam lumen. Walaupun kompleks dan sangat padat, kelenjar pada hiperplasia endometrium atipik dikelilingi oleh stroma dengan adanya gambaran kelenjar yang saling menempel, tiap kelenjar mempunyai membran basalis dengan tepi tipis.
C. ETIOLOGI Hormon yang ada di tubuh wanita: estrogen dan progesteron mengatur perubahan endometrium dimana estrogen merangsang pertumbuhannya dan progesterone mempertahankannya. Sekitar pertengahan siklus haid, terjadi ovulasi (lepasnya sel telur dari indung telur). Jika sel telur ini tidak dibuahi (oleh sperma), maka kadar hormon (progesteron) akan menurun sehingga timbullah haid/ menstruasi.
Hiperplasia endometrium disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron, yang dihasilkan oleh ovarium. Perubahan level kedua hormon ini tiap bulannya yang mengatur siklus menstruasi. Tetapi, bila efek estrogen berlebihan atau tubuh memproduksi estrogen lebih banyak dari progesteron, maka sel-sel endometrium akan terstimulasi untuk bertumbuh dengan sangat cepat. Hiperplasia endometrium lebih sering terjadi pada gadis remaja yang baru mendapat menstruasi pertama, dan juga pada wanita yang mendekati masa menopause. Bagaimanapun, hiperplasia endometrium dapat terjadi pada wanita yang dalam masa reproduksi, yakni bila sering tidak terjadi ovulasi. Pada saat ovulasi, telur dilepaskan dari ovarium. Tetapi bila tidak terjadi ovulasi, maka ovarium tidak melepas progesteron, sehingga estrogen akan tetap tinggi. Wanita yang beresiko tinggi terjadi hiperplasia endometrium :
Tidak menstruasi
Obesitas
Sindrom polikistik ovarium
Perimenopause (mendekati menopause) dan siklus menstruasi tidak teratur
Terapi sulih hormon yang mengandung estrogen tetapi tanpa progesteron untuk mengurangi efek dari gejala menopause (estrogen berlebihan dapat meningkatkan resiko kanker endometrium)
Penggunaan tamoxifen untuk mencegah / mengobati kanker payudara
Ada tumor ovarium yang mensekresi estrogen (jarang)
D. TANDA DAN GEJALA Gejala dari hiperplasia endometrium, antara lain : siklus menstruasi tak teratur, tidak haid dalam jangka waktu lama (amenore) ataupun menstruasi terus-menerus dan banyak. Selain itu, akan sering mengalami plek bahkan muncul gangguan sakit kepala, mudah lelah dan sebagainya. Dampak berkelanjutan dari penyakit ini adalah penderita bisa mengalami kesulitan
hamil dan terserang anemia. Hubungan suami-istri pun terganggu karena biasanya terjadi perdarahan yang cukup parah.
E. PATOFISIOLOGI Hiperplasia endometrium ini diakibatkan oleh hiperestrinisme atau adanya
stimulasi
unoppesed
estrogen
(estrogen
tanpa
pendamping
progesteron / estrogen tanpa hambatan).Kadar estrogen yang tinggi ini menghambat produksi Gonadotropin (feedback mechanism). Akibatnya rangsangan terhadap pertumbuhan folikel berkurang, kemudian terjadi regresi dan diikuti perdarahan. Pada wanita perimenopause sering terjadi siklus yang anovulatoar sehingga terjadi penurunan produksi progesteron oleh korpus luteum sehingga estrogen tidak diimbangi oleh progesteron. Akibat dari keadaan ini adalah terjadinya stimulasi hormon estrogen terhadap kelenjar maupun stroma endometrium tanpa ada hambatan dari progesteron yang menyebabkan proliferasi berlebih dan terjadinya hiperplasia pada endometrium. Juga terjadi pada wanita usia menopause dimana sering kali mendapatkan terapi hormon penganti yaitu progesteron dan estrogen, maupun estrogen saja. Estrogen tanpa pendamping progesterone (unoppesed estrogen) akan menyebabkan penebalan endometrium. Peningkatan estrogen juga dipicu oleh adanya kista ovarium serta pada wanita dengan berat badan berlebih. Penebalan pada lapisan dinding dalam rahim terjadi karena kerja hormon estrogen, sehingga jika terjadi penebalan berlebih itu menunjukkan adanya peningkatan berlebih dari kadar hormon estrogen itu sendiri. Pada kasus umum, peningkatan hormon estrogen bisa terjadi akibat dipicu oleh tumbuhnya kista. Pada kasus lain, penebalan dinding rahim juga terjadi karena faktor ketidakseimbangan hormonal dimana peningkatan hormon estrogen tak diimbangi oleh peningkatan progesteron. Kondisi ini juga biasanya dialami oleh wanita yang tergolong berbadan gemuk karena produksi estrogennya berlebihan. Jadi, hiperplasia endometrium sebenarnya bisa dialami siapa pun, baik yang sudah memiliki anak maupun belum.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1.
Pemeriksaan Ultrasonography (USG) Pada wanita pasca menopause ketebalan endometrium pada pemeriksaan ultrasonografi transvaginal kira-kira < 4 mm. Untuk dapat melihat keadaan dinding cavum uteri secara lebih baik maka dapat dilakukan pemeriksaan hysterosonografi dengan memasukkan cairan kedalam uterus.
2.
Biopsi Biopsi adalah tindakan pengambilan sampel endometrium, selanjutnya diperiksa dengan mikroskop (PA). Diagnosis hiperplasia endometrium dapat ditegakkan melalui pemeriksaan biopsi yang dapat dikerjakan secara poliklinis dengan menggunakan mikrokuret. Metode ini juga dapat menegakkan diagnosa keganasan uterus.
3.
Dilatasi & Kuretase (D &C) Leher rahim dilebarkan dengan dilatator kemudian hiperplasianya dikuret. Hasil kuret lalau di PA-kan. Tindakan ini selain untuk menegakkan diagnosa sekaligus sebagai terapi untuk menghentikan perdarahan.
4.
Histerokopi Histeroskopi adalah tindakan dengan memasukkan peralatan teleskop kecil kedalam uterus untuk melihat keadaan dalam uterus. Dengan peralatan ini selain melakukan inspeksi juga dapat dilakukan tindakan pengambilan sediaan biopsi untuk pemeriksaan histopatologi.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS Pasien dengan hiperplasia dapat diterapi dengan terapi progestin atau histerektomi, tergantung dari usia dan adanya keinginan untuk memiliki anak. Wanita-wanita muda dengan hiperplasia sederhana seringkali berhasil diterapi dengan pil kontrasepsi oral, progesterone periodik withdrawal atau progestin dosis tinggi. Histerektomi dianjurkan pada pasien dengan hiperplasia atipikal kompleks. Pasien-pasien yang masih memiliki keinginan untuk memiliki anak atau mereka yang memiliki masalah kesehatan lain yang menyulitkan
operasi dapat diterapi dengan progestin dosis tinggi sambil diawasi dengan ketat melalui biopsi endometrial yang diulang setiap 3-6 bulan. Terapi progestin sangat efektif dalam mengobati hiperplasia endometrial tanpa atipi, akan tetapi kurang efektif untuk hiperplasia dengan atipi. Terapi cyclical progestin (medroxyprogesterone asetat 10-20 mg/hari untuk 14 hari setiap bulan) atau terapi continuous progestin (megestrol asetat 20-40 mg/hari) merupakan terapi yang efektif untuk pasien dengan hiperplasia endometrial tanpa atipi. Terapi continuous progestin dengan megestrol asetat (40 mg/hari) kemungkinan merupakan terapi yang paling dapat diandalkan untuk pasien dengan hiperplasia atipikal atau kompleks. Terapi dilanjutkan selama 2-3 bulan dan dilakukan biopsi endometrial 3-4 minggu setelah terapi selesai untuk mengevaluasi respon pengobatan. Biopsi endometrial berkala atau USG transvaginal dianjurkan untuk dilakukan pada pasien dengan hiperplasia atipikal setelah terapi progestin, karena kemungkinan adanya kanker yang tidak terdiagnosa pada 25% dari kasus, 29% kemungkinan progresi ke arah kanker dan angka kekambuhan yang tinggi setelah diterapi dengan progestin. Pada pasien peri- dan postmenopause dengan hiperplasia atipikal yang mengalami kekambuhan setelah terapi progestin atau yang tidak dapat mentoleransi efek samping maka dianjurkan untuk histerektomi vaginal atau abdominal. Beberapa macam terapi yang dapat dilakukan pada hiperplasia endometrium: •
:
Dilatasi dan kuretase Ini termasuk prosedur operasi kecil dimana dilakukan kerokan pada endometrium. Bagi wanita yang premenopause dan yang mengalami hiperplasia non atipikal, tindakan ini dapat memulihkan endometrium, dan masih ada kemungkinan untuk hamil lagi.
•
Terapi hormon Biasanya akan digunakan progestin, untuk mengimbangi efek estrogen terhadap dinding uterus. Tujuan utama terapi hormon adalah untuk
mengembalikan keseimbangan hormonal tubuh agar endometrium dapat bertumbuh secara normal. •
Histerektomi Ini merupakan prosedur operasi dimana dilakukan pengangkatan uterus secara keseluruhan. Bila terjadi perubahan prekanker pada endometrium, maka histerektomi dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya kanker endometrium. Setelah histerektomi, tidak ada lagi kemungkinan untuk hamil.
H. PENCEGAHAN Harus diambil langkah untuk menurunkan resiko hiperplasia endometrium : 1.
Penggunaan etsrogen pada masa pasca menopause harus disertai dengan pemberian progestin untuk mencegah karsinoma endometrium.
2.
Bila menstruasi tidak terjadi setiap bulan maka harus diberikan terapi progesteron untuk mencegah pertumbuhan endometrium berlebihan. Tderapi terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral kombinasi.
3.
Rubah gaya hidup untuk menurunkan berat badan.
II. PENDEKATAN PROSES KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN 1.
Identitas Pasien Identitas pasien meliputi: inisial, umur, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat dan lama menikah.
2.
Data Biologis / Fisiologis Meliputi keluhan utama, riwayat keluhan utama, riwayat kesehatan lalu, riwayat keluarga, riwayat reproduksi, riwayat aktivitas sehari-hari.
3.
Pemeriksaan Fisik Meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital, keadaan umum, tingkat kesadaran dan pemeriksaan head to toe.
4.
Data Psikologi / Sosiologis Meliputi respon emosional setelah diagnosa penyakit diketahui dan peranan pasien dalam keluarga.
5.
Data Spiritual Meliputi usaha pasien berdoa terhadap penyakitnya, pantangan dan keharusan menurut keyakinan pasien selama di rumah sakit.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1.
Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis
2.
Ansietas berhubungan dengan krisis situasi
3.
PK: Perdarahan
C. RENCANA KEPERAWATAN
DAFTAR PUSTAKA
Bagus, Ida.1998. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC.
Brunner and Suddarth.(2002). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
NANDA Internasional (2014). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Editor: T Heather Herdman. Alih Bahasa: Sumarwati, M & Subekt,. B. Jakarta: EGC.