Lp Fraktur.docx

  • Uploaded by: Naomi Abshari
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Fraktur.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,399
  • Pages: 13
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR A.

Pengertian Fraktur Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2011). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2008). Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2008).

B.

Klasifikasi 1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, femur, tibia, clavicula, ulna, radius, dan cruris dst). 2. Berdasarkan sifat fraktur: a. Fraktur tertutup (closed) Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: -

Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya.

-

Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.

-

Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.

-

Tingkat 3: Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.

b. Fraktur terbuka (opened) Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang memungkinkan/ potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah. Derajat patah tulang terbuka terdiri dari: 1. Derajat I: Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal. 2. Derajat II: Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen jelas 3. Derajat III: Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar. 3. Berdasarkan komplit dan ketidakkomplitan fraktur: a. Patah tulang lengkap (Complete fraktur) Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya, atau garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang biasanya berubak tempat. b. Patah tulang tidak lengkap (Incomplete fraktur) Bila antara patahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi patah yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut green stick. Menurut Price dan Wilson (2006) kekuatan dan sudut dari tenaga fisik,keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. 4. Bedasarkan bentuk dan jumlah garis dan hubungan dengan mekanisme trauma: a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya malintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung. b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga. c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di sebabkan oleh trauma rotasi. d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang kearah permukaan lain. e. Fraktur Afulsi: fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.

5. Berdasarkan jumlah garis patahan ada 3 antara lain: a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan. b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan. c. Fraktur Multiple: fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama. C.

Etiologi Menurut Carpenito (2010) adapun penyebab fraktur antara lain: 1. Kekerasan Langsung: menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring. 2. Kekerasan tidak langsung: menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Biasanya yang patah adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan. 3. Kekerasan akibat tarikan otot: patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan. Menurut (Doenges, 2010) adapun penyebab fraktur antara lain: 1. Trauma Langsung: fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa misalnya benturan atau pukulan pada anter brachi yang mengakibatkan fraktur 2. Trauma Tak Langsung: suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat kejadian kekerasan. 3. Fraktur Patologik: stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal (kongenital, peradangan, neuplastik dan metabolik).

D.

Patofisiologi Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai

dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur: 1.

Faktor Ekstrinsik Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

2.

Faktor Intrinsik Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

E.

Pathway Trauma langsung

Trauma tidak langsung

Kondisi patalogis

Perdarahan

FRAKTUR

Syok Hipovolemik

Tindakan Bedah

Pre Op

Intra Op

Kurang pengetahuan

Perdarahan

Post OP Efek anastesi

Syok Hipovolemik Anxietas

Mual,muntah Inflamasi bakteri

Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan

Perubahan status kesehatan Kurang informasi Kurang Pengetahuan

v

Diskontuinitas fragmen tulang

Cedera sel Degranulasi sel mast Perlepasan mediator kimia Medula spinal Korteks serebri

Nyeri

Gg. Mobilitas Fisik

Terabsorbsi masuk kealiran darah

Resiko Infeksi

Emboli Oklusi arteri paru Gangguan Pertukaran Gas

Resiko Infeksi

Luka terbuka

Lepasnya lipid pada sum- Post de’ entri sum tulang kuman

Terapi restrictif

Luka insisi

Nekrosis jaringan paru Penurunan laju difusi

Gg. Integritas Kulit

F.

Manifestasi Klinis 1. Deformitas Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti: a. Rotasi pemendekan tulang. b. Penekanan tulang. 2. Bengkak : Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstra vaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur. 3. Echimosis dari perdarahan Subculaneous. 4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur. 5. Tenderness atau keempukan. 6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur didaerah yang berdekatan 7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf/perdarahan). 8. Pergerakan abnormal. 9. Dari hilangnya darah 10.

G.

Krepitasi

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya 2. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. 3. Pemeriksaan jumlah darah lengkap 4. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai 5. Kreatinin : trauma otot meningkatkanbeban kreatinin untuk klirens ginjal

H.

PENATALAKSANAAN 1. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmenfragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak semula. 2. Imobilisasi fraktur Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna 3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi a. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan b. Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri c. Status neurovaskuler (misal: peredarandarah, nyeri, perabaan gerakan) dipantau.

d. Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah 4. Pembedahan a. ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. b. OREF (Open Reduction Eksternal Fixation) adalah reduksi terbuka dengan fiksasi internal dimana prinsipnya tulang ditransfiksasikan di atas dan di bawah fraktur , sekrup atau kawat ditransfiksi di bagian proksimal dan distal kemudian dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain.

I.

KOMPLIKASI a. Komplikasi awal: 1.

Kerusakan arteri

2.

Kompartement syndrome

3.

Fat embolism syndrome

4.

Infeksi

5.

Avaskuler nekrosis

6.

Shock

7.

Osteomyelitis

b. Komplikasi dalam waktu lama: 1.

Malunion: tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.

2.

Delayed union: proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.

3.

J.

Non union: tulang yang tidak menyambung kembali.

Proses Penyembuhan Tulang 1. Tahap Hematoma. Pada tahap terjadi fraktur, terjadi kerusakan pada kanalis Havers sehingga masuk ke area fraktur setelah 24 jam terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk ke area fraktur, terbentuklah hematoma kemudian berkembang menjadi jaringan granulasi. 2. Tahap Poliferasi. Pada area fraktur periosteum, endosteum dan sumsum mensuplai sel yang berubah menjadi fibrin kartilago, kartilago hialin dan jaringan panjang.

3. Tahap Pembentukkan Kallus Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal 4. Tahap Konsolidasi Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal. 5. Tahap Remodelling Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.

K.

Konsep Asuhan Keperawatan 1.

Pengkajian 1) Pengkajian Primer A. Airway Kebersihan jalan napas, adanya sumbatan benda asing atau sputum, suara jalan napas, reflek batuk. B. Breathing Frekuensi napas, irama pernapasan, pengembangan paru, suara napas,

kedalaman

pernapasan,

pernapasan

cuping

hidung,

penggunaan otot-otot pernapasan, kaji adanya sesak napas. C. Circulation Kaji adanya perdarahan, tekanan darah, MAP, frekuensi nadi, irama jantung, bunyi jantung, warna kulit, kapiler reffil, sianosis. D. Disability Penurunan kesadaran, GCS menurun E. Eksposure Symptom: A M P E L

2) Pengkajian Sekunder a. Aktivitas/istirahat - Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena - Keterbatasan mobilitas b. Sirkulasi - Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas) - Hipotensi (respon terhadap kehilangan darah) - Tachikardi - Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera - Cailary refil melambat - Pucat pada bagian yang terkena - Masa hematoma pada sisi cedera c. Neurosensori - Kesemutan

- Deformitas, krepitasi, pemendekan - Kelemahan d. Kenyamanan - Nyeri tiba-tiba saat cidera - Spasme/ kram otot e. Keamanan - Laserasi kulit - Perdarahan - Perubahan warna - Pembengkakan lokal 3) Pemeriksaan Fisik 1. B1 (Breating). Pada pemeriksaan sistem pernapasan, didapatkan bahwa klien fraktur humerus tidak mengalami kelainan pernapasan. Pada palpasi toraks, didapatkan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak ditemukan suara napas tambahan. 2. B2 ( Blood). Inspeksi tidak ada iktus jantung,pada palpasi nadi meningkat, iktus tidak teraba, pada auskultasi suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur. 3. B3 ( Brain) Tingkat kesadaran biasanya komposmentis. a.

Kepala: Tidak ada gangguan, yaitu simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada sakit kepala.

b.

Leher: Tidak ada gangguan, yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflex menelan ada.

c.

Wajah: Wajah terlihat menahan sakit dan tidak ada perubahan fungsi dan bentuk wajah simetris, tidak ada lesi dan edema.

d.

Mata: Tidak ada gangguan, seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi pendarahan hebat).

e.

Telinga: Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.

f.

Hidung: Tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping hidung.

g.

Mulut dan Faring: Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.

h.

Pemeriksaan

fungsi

serebral.

Status

mental:

observasi

penampilan dan tingkah laku klien. Biasanya tidak mengalami perubahan 4. B4 (Bladder) Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Biasanya klien pada fraktur humerus tidak mengalami kelainan pada sistem ini. 5. B5 (Bowel) Inspeksi abdomen: Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi : Turgor baik, tidak ada defans muscular dan hepar tidak terabah. Perkusi : Suara timpani, ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi : Peristaltik usus nomal: 20 kali/menit. Inguinal-genitalia-anus : Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe. L.

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI a.

Nyeri b.d spasme tot , pergeseran fragmen tulang Tujuan ; nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama 30 menit Kriteria hasil: -

Klien menyatakan nyei berkurang

-

Tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat

-

Tekanan darah normal

-

Tidak ada peningkatan nadi dan RR

Intervensi: a. Observasi tanda-tanda vital R/ mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan b. Kaji lokasi, intensitas dan type nyeri R/ menunnjukkan tingkat nyeri secara subyektif c. Jelaskan prosedur sebelum memulai tindakan R/ memungkinkan klien untuk siap secara mental d. Ajari klien teknik distraksi dan relaksasi R/ mengurangi ketegangan otot dan mengalihkan rasa nyeri e. Kolaborasi dengan pemberian analgetik R/ membantu menghilangkan rasa nyeri

b.

Gangguan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitasr fraktur, kerusakan rangka neuromuskuler Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x20 menit diharapkan gangguan mobilitas fisik dapat berkurang Kriteria hasil: -

Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin

-

Mempertahankan posisi fungsinal

-

Meningkaatkan kekuatan /fungsi yang sakit

-

Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas

Intervensi: a. Observasi tanda-tanda vital R/ mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan b. Kaji keadaan mobilisasi dan persepsi klien terhadap imobilisasi R/ informasi yang benar dapat meningkatkan kemajuan kesehatan c. Bantu dan dorong klien untuk melakukan mobilisasi R/ menurunkan resiko komplikasi tirah baring d. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik untuk melatih klien. R/ berguna dalam pembuatan aktivitas program latihan mobilisasi

M. IMPLEMENTASI Realisasi tindakan untuk mencapai tujuan yang telah dilakukan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan.

N. EVALUASI Penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan klien dengan tujuan dan criteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta. Ircham Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika Smeltzer, S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Related Documents

Lp
August 2019 105
Lp
November 2019 101
Lp
May 2020 74
Lp
October 2019 102
Lp
October 2019 96
Lp Pneumoia.docx
December 2019 0

More Documents from "imam masrukin"