LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Pengertian a. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. b. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. c. Fraktur adalah pemecahan suatu bagian, khususnya tulang; pecahan atau rupture pada tulang. 2. Epidemiologi Insiden fraktur terbuka sebesar 4% dari seluruh fraktur dengan perbandingan laki-laki dan perempuan sebesar 3,64 berbanding 1, dengan kejadian terbanyak pada kelompok umur decade kedua dan ketiga yang relative mempunyai aktivitas fisik dan mobilitas yang tinggi. Pada analisis epidemiologi menunjukkan bahwa 40% fraktur terbuka terjadi pada ekstremitas bawah, terutama daerah tibia dan femur tengah. 3. Faktor Predisposisi Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrim. Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, rupture tendo, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang. 4. Klasifikasi a. Fraktur Komplit, adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal). b. Fraktur Tidak Komplit, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang
c. Fraktur tertutup (fraktur simpel) tidak menyebabkan robeknya kulit. d. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/ kompleks) merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang. Grade I dengan luka bersih kurang dari 1cm panjangnya; Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif; dan Grade III, yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak yang ekstensif, merupakan yang paling berat. e. Greenstic, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok. f. Transfersal,fraktur sepanjang garis tengah tulang. g. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak stabil disbanding transfersal). h. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang. i. Kominutif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen. j. Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah). k. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang). l. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit Peaget, metastasis tulang, tumor). m. Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendo pada perlekatannya. n. Epifiseal, fraktur melalui epifisis. o. Impaksi,fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya. Fraktur yang sering terjadi pada lansia a.
Fraktur Kompresi Vertebra Suatu gejala osteoporosis yang sering dijumpai adalah sakit punggung, akibat fraktur kompresi vertebra. Fraktur kompresi vertebra ini dapat terjadi setelah trauma minimal, seperti melepaskan kancing pada bagian punggung, membuka jendela, atau bahkan merapikan tempat tidur. Focus dari perawatan untuk fraktur kompresi akut adalah mengurangi gejala sesegera mungkin dengan tirah baring pada posisi apapun yang mampu memberikan kenyamanan maksimum. Relaksan otot, seperti panas dan
analgesic dapat digunakan jika ada indikasi. Penggunan relaksan otot jangka pendek dalam jumlah sedikit dapat mengurangi spasme otot yang sering menyertai fraktur-fraktur ini. b.
Fraktur Panggul Klien lansia biasanya mengalami cedera ini karena jatuh. Walaupun hanya 3% dari semua fraktur adalah fraktur panggul, tipe cedera ini diperhitungkan menimbulkan 5 sampai 20% kematian diantara lansia akibat fraktur. Fraktur panggul adalah hal yang tidak menyenangkan karena fraktur tersebut dapat juga menyebabkan cedera intraabdomen yang serius, seperti laserasi kolon, paralysis ileum, perdarahan intrapelvis, dan rupture uretra serta kandung kemih.
c.
Fraktur Pinggul Walaupun fraktur tulang belakang yang mengarah pada deformitas dan fraktur panggul menyebabkan disfungsi tubuh, tetapi fraktur pinggullah yang sangat berat memengaruhi kualitas hidup dan menantang kemampuan bertahan hidup pada lansia. Manifestasi klinis dari fraktur tulang pinggul adalah rotasi eksternal, pemendekan ekstremitas yang terkena, dan nyeri berat serta nyeri tekan di lokasi fraktur. Perubahan letak akibat fraktur pada bagian leher tulang femur dapat menyebabkan gangguan serius pada suplai darah ke kaput femur, yang dapat mengakibatkan nekrosis avaskular. Perbaikan dengan pembedahan lebih disukai dalam menangani fraktur tulang pinggul. Penanganan melalui pembedahan memungkinkan klien untuk bangun dari tempat tidur lebih cepat dan mencegah komplikasi yang lebih besar yang dihubungkan dengan immobilitas.
5. Pathway (Terlampir) 6. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilaangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya.
Pergeseran
fragmen
pada
fraktur
lengan
atau
tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot. c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci). d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. (uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat). e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera. 7. Pemeriksaan Diagnostik d. Pemeriksaan rontgen: menentukan lokasi/ luasnya fraktur/ trauma e. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur; juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan tulang. f. Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vascular dicurigai. g. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma. h. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal. i. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multiple atau cedera hati.
8. Terapi Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi dan kekuatan. a. Reduksi fraktur (setting tulang) Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode reduksi fraktur diantaranya : 1) Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya dengan manipulasi dan traksi manual. 2) Traksi digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi 3) Reduksi terbuka dilakukan dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. b. Imobilisasi fraktur Setelah
fraktur
direduksi
fragmen
tulang
harus
diimobilisasi
atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna atau eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu,atau pun fiksasi eksterna. c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Latihan isometric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan aliran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur yaitu: 1) Mempercepat penyembuhan fraktur a) Imobilisasi fragmen tulang b) Kontak fragmen tulang maksimal c) Asupan darah yang memadai d) Nutrisi yang baik e) Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang f) Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D
2) Menghambat penyembuhan tulang a) Trauma lokal ekstensif b) Kehilangan tulang c) Imobilisasi tidak memadai d) Rongga atau adanya jaringan diantara fragmen tulang e) Infeksi f) Keganasan lokal g) Nekrosis avaskuler h) Usia (pada lansia sembuh lebih lama)
d. Faktor Praoperasi Sebelum operasi, klien harus diajarkan tentang cara menggunakan trapeze yang dipasang pada bagian atas tempat tidur dan sisi pengaman tempat tidur yang berlawanan untuk membantunya dalam mengubah posisi. Karena ambulasi pada umumnya dimulai pada hari kedua sesudah operasi klien perlu mempraktikkan bagaimana cara bangun dari tempat tidur dan pindah ke kursi. Rencana untuk pemulangan klien harus didiskusikan dan pengaturan dilakukan bersama pekerja sosial atau manajer kasus untuk perawatan di rumah atau perawatan terampil. e.
Faktor Pascaoperasi Perwatan awal hampir sama pada setiap klien lansia yang mengalami operasi yaitu, memantau tanda vital serta asupan dan haluaran, memeriksa perubahan status mental (sensori), mengawasi aktivitas pernapasan seperti napas dalam dan batuk, memberikan pengobatan untuk rasa nyeri, dan mengobservasi balutan luka terhadap tanda-tanda perdarahan dan infeksi. Sebelum dan setelah reduksi fraktur, selalu ada potensial untuk mengalami gangguan sirkulasi, sensai, dan pergerakan. Denyut nadi perifer pada bagian distal tungkai yang fraktur harus dikaji. Perawat mengakji kemampuan jari kaki klien untuk bergerak, kehangatan dan warma merah muda pada kulit, perasaan mati rasa atau kesemutan, dan edema. Tungkai klien tetap diangkat untuk mencegah edema. Sebuah bidai abduktor dapat digunakan diantara lutut
klien ketika mengubah posisi klien dari satu sis ke sisis yang lain. Karung yang berisi pasir dan bantal dapat sangat membantu untuk mempertahankan agar tungkai tidak berputar secara eksternal. Pengguanaan transcutaneus elektrical nerve stimulator(TENS) sesudah operasi dapat menurunkan kebutuhan akan penggunaan narkotika secara signifikan. Bila fraktur tulang panggul telah ditangani dengan menyisipkan prostesis kaput femur, klien dan keluarga harus menyadari sepenuhnya tentang posisi dan aktvitas yang mungkin dapat menyebabkan dislokasi (fleksi, adduksi dengan rotasi internal). Banyak aktivitas sehari-hari yang dapat menimbulkan posisi ini seperti menggunakan kaos kaki dan sepatu, menyilangkan kaki pada saat duduk, berbaring miring dengan posisi yang salah, posisi tubuh relatif fleksi ke arak kursi pada saat akan berbaring atau duduk, dan duduk pada tempat duduk yang rendah. Aktivitas ini harus dihindari secara ketat sedikitya 6 minggu ampai jaringan lunak disekitar tulang panggul telah cukup pulih untuk menstabilkan prostesis yang dipasang. Rasa nyeri yang berat dan mendadak dan rotasi eksternal yang ekstrim mengindikasikan adanya perubahan letak prostesis tersebut. Untuk
mencegah
dislokasi
prostesis,
perawat
harus
selalu
menempatkan 3 bantal diantara tungkai klien ketika mengubah posisi, pertahankan bidai abduktor tungkai pada klien kecuali ketika sedang mandi, hindari fleksi tulang panggul secara ekstrim, dan hindari mengubah posisi klien ke sisi yang mengalami fraktur. Jika fraktur tulang pinggul ditangani dengan tindakan fiksasi agar klien tidak dapat bergerak, tindakan pencegahan dislokasi tidak perlu dilakukan. Pada umumnya, klien perlu didorong untuk bangun dari tempat tidur pada pertama sesudah operasi. Menahan beban berat pada ekstremitas yang terkena tidak diizinkan sampai pemeriksaan radiologi menunjukkan adanya tanda-tanda penyembuhan yang adekuat, biasanya dalam waktu 3-5 bulan.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Kaji tingkat kesadaran pasien dengan GCS. a. Aktifitas/ Istirahat Tanda: keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri) b. Sirkulasi Tanda: hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah) Takikardi (respon stress, hipovolemia) Penurunan/ tak ada nadi pada bagian distal yang cedera; pengisisa kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera c. Neurosensori Gejala: hilang gerakan/ sensasi, spasme otot Kebas/ kesemutan (parestesis) Tanda: deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ ansietas atau trauma lain). d. Nyeri/ Kenyamanan Gejala: Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan/ kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi); tak ada nyeri akibat kerusakan saraf. Spasme/ kram otot (setelah imobilisasi). e. Keamanan Tanda: laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba). 2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik (mis. prosedur oprasi trauma, abses, amputasi, terbakar) b. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi) c. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup) d. Perfusi perifer tidak efektif b/d penurunan aliran arteri dan / vena e. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
3. Rencana Keperawatan Dx 1
Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
Setelah diberikan asuhan keperawatan
1.
Monitoring vital sign dan kaji pqrst
selama .. x ... diharapkan klien
2.
Pertahankan
imobilasasi
bagian
mengatakan nyeri berkurang atau hilang
yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat
dengan kriteria hasil :
dan atau traksi
1. Mampu mengontrol nyeri
3.
(mampu mengontrol nyeri menggunakan tehnik
4.
pasien dan nyeri pasien 2.
Tinggikan posisi ekstremitas yang
nyeri berkurang
malformasi.
Lakukan dan awasi latihan gerak
3.
3. Vital sign dalam batas normal
tindakan
untuk
kenyamanan
(masase,
mengurangi edema/nyeri. 4.
perubahan posisi) 6.
Ajarkan
penggunaan
teknik
imajinasi visual, aktivitas dipersional)
8.
dan meningkatkan sirkulasi vaskuler. 5.
Lakukan kompres dingin selama
Meni ngkatkan sirkulasi umum,
fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
menurunakan area tekanan
keperluan.
lokal dan kelelahan otot.
Kolaborasi
pemberian
analgetik
sesuai indikasi. 9.
Mem pertahankan kekuatan otot
manajemen nyeri (latihan napas dalam, 7.
Meni ngkatkan aliran balik vena,
Lakukan meningkatkan
Men gurangi nyeri dan mencegah
pasif/aktif. 5.
Untu k mengetahui keadaan umum
terkena trauma.
nonfarmakologi) 2. Menyatakan rasa nyaman setelah
1.
Evaluasi
6.
Men galihkan perhatian terhadap
keluhan
nyeri
(skala,
nyeri, meningkatkan kontrol
petunjuk verbal dan non verval, perubahan
terhadap nyeri yang mungkin
tanda-tanda vital)
berlangsung lama. 7.
Men urunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.
8.
Men urunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara sentral maupun perifer.
9.
Meni lai perkembangan masalah
2.
Setelah diberikan asuhan keperawatan
1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi
selama .. x ... Klien dapat meningkatkan/
terapeutik
mempertahankan mobilitas fisik dengan
teman/keluarga) sesuai keadaan klien.
kriteria hasil : 1)
Klien meningkat Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
3)
koran,
kunjungan
mempergerakan
ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien. trokanter/tangan sesuai indikasi. dan
dorong
menurunkan isolasi sosial. 2. Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal,
3. Berikan papan penyangga kaki, gulungan 4. Bantu
meningkatakan rasa kontrol diri/harga diri, membantu
2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada
dalam aktifitas fisik 2)
(radio,
klien. 1. Memfokuskan perhatian,
perawatan
mempertahankan tonus otot, mempertahakan gerak sendi,
diri
mencegah kontraktur/atrofi
penggunaan alat bantu untuk mobilisasi
(kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien. 5. Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.
kalsium karena imobilisasi. 3. Mempertahankan posisi
6. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.
fungsional ekstremitas. 4. Meningkatkan kemandirian
7. Berikan diet TKTP. 8. Kolaborasi
dan mencegah reabsorbsi
pelaksanaan
klien dalam perawatan diri fisioterapi
sesuai
indikasi. 9. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.
sesuai kondisi keterbatasan klien. 5. Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus, atelektasis, penumonia) 6. Mempertahankan hidrasi adekuat, men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi. 7. Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-pertahankan fungsi fisiologis tubuh. 8. Kerjasama dengan
fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara individual. 9. Menilai perkembangan 3.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama .. x ... diharapkan klien tidak
luka.
terjadi gangguan pada integritas kulit kulit
2. Mencegah iritasi dan
yang longgar. yang
baik
bisa
dipertahankan. 2. Tidak ada luka / lesi pada kulit. 3. Mampu
umum pasien.
5.Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
dengan kriteria hasil : 1. Integritas
4.Monitoring vital sign dan peradangan pada
masalah klien. 1. Untuk mengetahui keadaan
melindungi
kulit
dan
tekanan dari pakaian.
6.Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih.
3. Area yang lembab dan
7.Lakukan perawatan luka.
terkontaminasi merupakan
8.Mobilisasi pasien dan monitor kulit akan
media untuk pertumbuhan
adanya kemerahan.
organismen patogenik.
mempertahankan kelembapan kulit.
4. Agar luka pasien dapat sembuh. 5. Meningkatkan sirkulasi cegah tekanan lama pada lasi dan perfusi dengan jaringan.
4
Setelah diberikan asuhan keperawatan
1. Dorong
klien
untuk
selama ...x... diharapkan klien akan
melakukan
latihan
menunjukkan fungsi neurovaskuler
jari/sendi distal cedera.
secara
rutin
menggerakkan
1.
Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi.
baik dengan kriteria hasil : 1. Vital sign dalam batas normal 2. Akral hangat,
2. Hindarkan
restriksi
sirkulasi
akibat
2.
tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat.
Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk
3. Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang
perlunya penyesuaian
3. Tidak pucat dan syanosis,
cedera kecuali ada kontraindikasi adanya
keketatan bebat/spalk.
4. Bisa bergerak secara aktif
sindroma kompartemen.
3.
4. Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila
Meningkatkan drainase vena dan
diperlukan.
menurunkan edema kecuali
5. Pantau kualitas nadi perifer, aliran kapiler,
pada adanya keadaan
warna kulit dan kehangatan kulit distal
hambatan aliran arteri yang
cedera, bandingkan dengan sisi yang
menyebabkan penurunan
normal.
perfusi. 4.
Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena.
5.
Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi
5
Setelah diberikan asuhan keperawatan
1. Monitoring TTV
selama .. x ... klien mencapai
2. Monitoring tanda-tanda infeksi.
penyembuhan luka sesuai waktu, dengan
3. Lakukan cuci tangan efektif
sesuai keadaan klien. 1. Peningkatan TTV menunjukkan terjadinya infeksi 2. Salah
satu
cara
untuk
KH :
4. Berikan antibiotik sesuai indikasi.
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi. 2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah terjadinya infeksi. 3. Jumlah leukosit dalam batas normal. 4. Menunjukkan perilaku hidup sehat. 4. Implementasi Implementasi sesuai dengan intervensi. 5. Evaluasi a.
Diganosa 1 1) Mampu mengontrol nyeri (mampu mengontrol nyeri menggunakan tehnik nonfarmakologi) 2) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
b.
3) Vital sign dalam batas normal Diganosa 2 1) Klien meningkat dalam aktifitas fisik 2) Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas 3) mempergerakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi
c.
Diganosa 3 1) Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan. 2) Tidak ada luka / lesi pada kulit. 3) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit.
mengetahui secara dini adanya infeksi adalah dengan mengkaji adanya tanda-tanda infeksi. 3. Untuk
mencegah
infeksi. 4. Mengatasi infeksi
terjadinya
d.
Diganosa 4 1) Vital sign dalam batas normal 2) Akral hangat, 3) Tidak pucat dan syanosis, 4) Bisa bergerak secara aktif
e.
Diagnosa 5 1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi. 2) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah terjadinya infeksi. 3) Jumlah leukosit dalam batas normal. 4) Menunjukkan perilaku hidup sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Nanda, Internasional. 2012.Diagnosis Keperawatan definisi dan klasifikasi 20122014.Jakarta: EGC Nanda, NIC-NOC. 2013.Aplikasi Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 1.Jakarta: MedAction
Pathways Trauma langsung
Trauma tidak langsung
Kondisi patologis
Fraktur
Pergeseran fragmen tulang
Diskontinuitas tulang
Nyeri
Diskontinuitas tulang perubahan jaringan sekitar Pergeseran fragmen tulang Deformitas
Spasme otot
Laserasi kulit
tekanan kapiler Pelepasan histamin
Resiko Infeksi
gangguan fungsi ekstremitas Gg. Mobilitas fisik
protein plasma hilang edema Penekanan pemnuluh darah Perfusi perifer tidak efektif
Gg. Integritas kulit