Lp Ckd + Malnutrisi.docx

  • Uploaded by: Ifa
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Ckd + Malnutrisi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,935
  • Pages: 24
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISA DENGAN KOMPLIKASI MALNUTRISI DI RUANG HEMODIALISA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

SHELLA TIARA PUTRI P27820715018

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA JURUSAN KEPERAWATAN PRODI DIV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT 2019

LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL GINJAL KRONIK 1.

Definisi Chronic Kidney Disease (CKD) adalah sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerulus kurang dari 50ml/min (Suyono et al, 2001). Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan fungsi renal yang proresif

dan

mempertahankan

irreversible, metabolism

dimana dan

kemampuan keseimbangan

tubuh cairan

gagal dan

untuk

elektrolit.

Menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2002). 2.

Etiologi 1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis) 2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis) 3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis) 4. Gangguan jaringan penyambung (lupus eritematosus sistemik, poliarteritis

nodusa, sklerosis sitemik progresif) 5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus

ginjal) 6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme) 7. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal 8. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,

fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra. (Price & Wilson, 1994) 3.

Klasifikasi Berdasarkan stadium, gagal ginjal dibagi menjadi 3 : 1) Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadiumkadar kreatinin serum normal dan penderita asimptomatik 2) Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan teah rusak, Blood Urea Nitrogen (BUN) meningkat, dan kratinin serum meningkat. 3) Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia

Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) (Laju Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 60 ml/mnt/1.73m 2 dengan rumus Kockroft -Gault sebagai berikut : Derajat 1 2 3 4 5

Penjelasan Normal Kerusakan ginjal dengan LFG Kerusakan ginjal dengan LFG Kerusakan ginjal dengan LFG Gaga ginjal atau dialysis

atau ringan atau sedang atau berat

LFG (ml/mnt/1.73m2) >89% 60-89 30-59 15-29 <15

Sumber : Sudoyo, 2006 Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jakarta : FKUI 4.

Manifestasi klinis Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindron azotemia sangat kompleks,meliputi kelainan – kelainan berbagai organ seperti kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular (Sukandar, 2006). 1) Kardiovaskuler a) Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, pericarditis b) Pitting edema (kaki, tangan, sacrum), edema periorbital c)

Friction rub pericardial, pembesaran vena leher

2) Dermatologi

a) Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik b) Pruritus, ekimosis c) Kuku tipis dan rapuh d) Rambut tipis dan kasar 3) Pulmoner a)

Krekels, Sputum kental dan liat

b)

Pernafasan kusmaul

4) Gastrointestinal a) Anoreksia, mual, muntah, cegukan b) Nafas berbau ammonia c)

Ulserasi dan perdarahan mulut

d) Konstipasi dan diare e) Perdarahan saluran cerna 5) Neurologi a) Tidak mampu konsentrasi

b) Kelemahan dan keletihan c)

Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran

d) Disorientasi e) Kejang, Rasa panas pada telapak kaki f)

Perubahan perilaku

6) Muskuloskeletal a) Kram otot, kekuatan otot hilang b) Kelemahan pada tungkai c)

Fraktur tulang, foot drop

7) Reproduktif : amenore, atrofi testekuler

(Smeltzer & Bare, 2001) 5.

Patofisiologi Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak.Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa.Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%.Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.( Barbara C Long, 1996, 368) Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah.Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).

6.

Pathway

7.

Pemeriksaan penunjang 1. Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat),

Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin) 2. Pemeriksaan Urin : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein,

sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT 3. Pemeriksaan EKG : Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda

perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia) 4. Pemeriksaan USG : Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,

kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate 5. Pemeriksaan Radiologi : Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde

Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen 8.

Penatalaksanaan a. Terapi konservatif Tujuan terapi konservatif adalah mencegah meburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan – keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,

memperbaiki metaboisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006). a) Diet rendah protein, untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan cairan negatif nitrogen b) Menentukan

kebutuhan

jumlah

kalori

untuk

mempertahankan

keseimbangan positif nitrogen, memelihara nutrisi dan status gizi c) Kebutuhan cairan bila ureum serum >150mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya dieresis mencapai 2 per hari d) Kebutuhan elektroit dan mineral, tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar b. Terapi simtomatik a) Asidosis metabolic dengan memberikan suplemen alkali (sodium bikarbonat) untuk mencegah dan mengobati asidosis metaboik dan harus segera diberikan IV bia pH ≤7,35 atau serum bikarbonat ≤20mEq/L. b) Anemia dengan memberikan tranfusi darah Paked Red Cell (PRC) dengan hati hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak c) Keluhan gastrointestinal dengan memberikan terapi dialysis yang adekuat dan obat obatan simptomatik d) Kelainankulit dengan memberikan terapi sesuai keluhan e) Kelainan neuromuskuar dengan memberikan terapi hemodialisis regular yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi f) Hipertensi dengan memberikan obat antihipertensi c. Terapi pengganti ginjal Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15ml/menit. Terapi tersebut berupa hemodialisis, dialysis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006). 9.

Komplikasi Factor resiko gagal ginjal kronik, yaitu pasien dengan diabetes mellitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit gagal ginjal dalam keluarga (Nastional Kidney Foundation, 2009). Beberapa komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta Suwitra (2006) antara lain adalah : a) Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolic, kataboisme, dan masukan diit berlebih

b) Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dialysis yang tidak adekuat c) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin angiotensin aldosterone d) Anemia akibat penurunan eritropoitin e) Penyakit tulang serta klasifikasi metabolic akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum

yang

rendah,

metabolism

vitamin

D

yang

abnormal

dan

peningkatankadar aluminium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik f) Uremia akibat kadar urea dalam tubuh g) Gagal jantung akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik h) Gagal jantung akibat peningkatan kadar urea dalam tubuh i) Malnutrisi karena anoreksia, mual dan muntah j) Hiperparatiroid, hiperkalemia, dan hiperfosfatemia

LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA 1.

Definisi Dialisis adalah proses yang menggantikan secara fungsional pada gangguan fungsi ginjal dengan membuang kelebihan cairan dan akumulasi toksin endogen atau eksogen. Dialisis paling sering digunakan untuk pasien dengan penyakit ginjal akut atau kronis (tahap akhir)(Doenges, 2000).

2.

Tujuan a. Membuang produk sisa metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat. b. Membuang kelebihan air dengan mengetahui tekanan banding antara darah dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat c. Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh. d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh

3.

Indikasi Pada umumnya indikasi dialisis pada GGK alah bila laju filtrasi glomerulus (LFG sudah kurang dari 5mL/menit, yang di dalam praktek dianggap demikian bila (TKK) < 5mL/menit. Keadaan pasien yang hanya mempunyai TKK < 5mL/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu hal berikut : a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata b. Kreatinin serum > 6 mEq/L c. Ureum darah > 200mg/Dl d. pH darah < 7,1 e. Anuria berkepanjangan (>5 hari) f. Sindrom hepatorenal g. Intoksikasi obat dan zat kimia h. Fluid overload

4.

Kontraindikasi a. Gangguan pembekuan darah b. Anemia berat c. Trombosis/emboli pembuluh darah yang berat d. Suhu tubuh yang tinggi

5.

Efek samping Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram otot, mual muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil. Komplikasi yang cukup sering terjadi adalah gangguan hemodinamik, baik hipotensi maupun hipertensi. Komplikasi yang jarang terjadi adalah sindrom disekuilibrium, reaksi dialiser, aritmia, tamponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, emboli udara, neutropenia, aktivasi komplemen, hipoksemia (Daurgirdas et al.,2007)

6.

Proses hemodialisa Dialisis adalah suatu proses dimana komposisi zat terlarut dari satu larutan diubah menjadi larutan lain melalui membran semipermiabel. Molekul- molekul air dan zat-zat terlarut dengan berat molekul rendah dalam kedua larutan dapat melewati pori-pori membran dan bercampur sementara molekul zat terlarut yang lebih besar tidak dapat melewati barier membran semipermiabel. Proses penggeseran (eliminasi) zat-zat terlarut (toksin uremia) dan air melalui membran semipermiabel atau dializer berhubungan dengan proses difusi dan ultrafiltrasi (konveksi). a. Proses Difusi Proses difusi adalah proses pergerakan spontan dan pasif zat terlarut. Molekul zat terlarut dari kompartemen darah akan berpindah kedalam kompartemen dialisat setiap saat bila molekul zat terlarut dapat melewati membran semipermiabel demikian juga sebaliknya. b. Proses Ultrafiltrasi Proses ultrafiltrasi adalah proses pergeseran zat terlarut dan pelarut secara simultan dari kompartemen darah kedalam kompartemen dialisat melalui membran semipermiabel. Proses ultrafiltrasi ini terdiri dari ultrafiltrasi hidrostatik dan osmotik. 1) Ultrafiltrasi hidrostatik Transmembrane pressure (TMP) TMP adalah perbedaan tekanan antara kompartemen darah dan kompartemen dialisat melalui membran. Air dan zat terlarut didalamnya berpindah dari darah ke dialisat melalui membran semipermiabel adalah akibat perbedaan tekanan hidrostatik antara kompertemen darah dan kompartemen dialisat. Kecepatan ultrafiltrasi tergantung pada perbedaan tekanan yang melewati membran.

Koefisien ultrafiltrasi (KUf) Besarnya permeabilitas membran dializer terhadap air bervariasi tergantung besarnya pori dan ukuran membran. KUf adalah jumlah cairan (ml/jam) yang berpindah melewati membran per mmHg perbedaan tekanan (pressure gradient) atau perbedaan TMP yang melewati membran. 2) Ultrafiltrasi osmotik Dimisalkan ada 2 larutan “A” dan “B” dipisahkan oleh membran semipermiabel, bila larutan “B” mengandung lebih banyak jumlah partikel dibanding “A” maka konsentrasi air dilarutan “B” lebih kecil dibanding konsentrasi larutan “A”. Dengan demikian air akan berpindah dari “A” ke “B” melalui membran dan sekaligus akan membawa zat -zat terlarut didalamnya yang berukuran kecil dan permiabel terhadap membran, akhirnya konsentrasi zat terlarut pada kedua bagian menjadi sama

7.

Prinsip hemodialisa Ada tiga prinsip yang mendasar kerja hemodialisis yaitu: difusi, osmosis dan ultra filtrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah di keluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi lebih tinggi ke cairan dialisis dengan konsenterasi yang lebih rendah. Air yang berlebihan di keluarkan dari dalam tubuh di keluarkan melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat di kendalikan dengan menciptakan gradien tekanan, dengan kata lain bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialist). Gradient ini dapat di tingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltasi pada mesin dialis. Tekanan negatif diterapkan pada alat fasilitasi pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat mengekresikan air, kekuatan ini di perlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovolemia (keseimbangan cairan).

8.

Kompoen hemodialisa A. Dialyzer / Ginjal Buatan Suatu alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh, bila fungsi kedua ginjal sudah tidak memadai lagi, mengatur keseimbangan

cairan dan elektrolit, mengeluarkan racun-racun atau toksin yang merupakan komplikasi dari Gagal Ginjal. Sedangkan fungsi hormonal/ endokrin tidak dapat diambil alih oleh ginjal buatan. Dengan demikian ginjal buatan hanya berfungsi sekitar 70-80 % saja dari ginjal alami yang normal. Macam-macam ginjal buatan : 

Dialisis lempeng paralel, terdiri dari dua lapisan churophane yang dijepit oleh dua penyokong yang kaku untuk membentuk suatu amplop yang disusun secara paralel. Dimana darah mengalir melalui lapisan-lapisan membran, dan cairan dialisis dapat mengalir dalam arah yang sama, atau dengan alat yang berlawanan.



Hollow Fibre Dialyzer (dialisis serabut berongga), terdiri dari ribuan serabut mempunyai dinding setebal 30 µm, dan diameter sebesar 200 µm, dan panjangnya 20 cm.. darah mengalir dari bagian tengah tabung tabung kecil, dan cairan dialisis membasahi bagian luarnya. Aliran cairan dialisis berlawanan dengan aliran darah.

B. Dialisat Adalah cairan yang terdiri dari air, elektrolit dan zat-zat lain supaya mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan darah. Fungsi Dialisat pada dialisit: 

Untuk mengeluarkan dan menampung cairan dan sisa metabolisme



Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialisa

Tabel perbandingan darah dan dialisat : Komponen elektrolit Darah Natrium/sodium 136mEq/L Kalium/potassium 4,6mEq/L Kalsium 4,5mEq/L Chloride 106mEq/L Magnesium 1,6mEq/L Ada 3 cara penyediaan cairan dialisat : 

Dialisat 134mEq/L 2,6mEq/L 2,5mEq/L 106mEq/L 1,5mEq/L

Batch Recirculating Cairan dialisat pekat dicampur air yang sudah diolah dengan perbandingan 1 : 34 hingga 120 L dimasukan dalam tangki air kemudian mengalirkannya ke ginjal buatan dengan kecepatan 500 – 600 cc/menit.

 Batch Recirculating/single pas Hampir sama dengan cara batch recirculating hanya sebagian langsung buang.  Proportioning Single pas

Air yang sudah diolah dan dialisat pekat dicampur secara konstan oleh porpropotioning dari mesin cuci darah dengan perbandingan air : dialisat = 34 : 1 cairan yang sudah dicampur tersebut dialirkan keginjal buatan secara langsung dan langsung dibuang, sedangkan kecepatan aliran 400 – 600 cc/menit. C. Akses Vaskular Hemodialisis Untuk melakukan hemodialisis intermiten jangk apanjang,maka perlu ada jala n masuk kedalam system vascular penderita. Darah harus keluar dan masuk tubuh penderita dengan kecepatan 200 sampai 400 ml/menit. Teknik akses vascular diklasifikasikan sebagai berikut: - Akses Vaskuler Eksternal (sementara) a. Pirau arteriovenosa (AV) atau system kanula diciptakan dengan menempatkan ujung kanula dari Teflon dalam arteri dan sebuah vena yang berdekatan. Ujung kanula dihubungkan dengan selang karet silicon dan suatu sambungan Teflon yang melengkapi pirau. Pada waktu dilakukan dialisis, maka selang pirau eksternal dipisahkan dan dibuat hubungan dengan alat dialisis. Darah kemudian mengalir dari ujung arteri, melalui alat dialisis dan kembali ke vena. Kesulitan utama pirau eksternal adalah masa pemakaian yang panjang (9 bulan). Pirau eksternal dapat digunakan bila terapi dialitik diperlukan dalam jangka waktu pendek seperti pada dialisis karena keracunan, keebihan dosis obat, gagal ginjal akut, dan fase permulaan pada pengobatan gagal ginjal kronik. b. Kateter vena femoralis sering dipakai pada kasus gagal ginjal akut bila diperlukan akses vascular sementara atau bila teknik akses vaskuler lain tidak dapat berfungsi. Terdapat dua tipe kateter dialysis femoralis. Kateter shaldon adalah kateter berlumen tunggal yang memerlukan akses kedua. Tipe kateter femoralis yang lebih baru memiliki lumen ganda, satu lumen untuk mengeluarkan darah menuju alat dialysis dan satu lagi untuk mengembalikan darah ke tubuh penderita. Komplikasi pada kateter vena femoralis adalah laserasi arteria femoralis, perdarahan, thrombosis, emboli, hematoma dan infeksi. c. Kateter vena subklavia semakin banyak dipakai sebagai alat akses vascular karena pemasangan yang mudah dan komplikasinya lebih sedikit dibanding kateter vena femoralis. Kateter vena subklavia mempunyai lumen ganda untuk aliran masuk dan keluar. Kateter vena

subklavia dapat digunakan sampai empat minggu sedangkan kateter vena femoralis dibuang setelah satu sampai dua hari setelah pemasangan. Komplikasi yang disebabkan oleh katerisasi vena subklavia serupa dengan katerisasi vena femoralis yang termasuk pneumotoraks

robeknya arteria subklavia,

perdarahan,

thrombosis,

embolus, hematoma, dan infeksi. - AksesVaskular Internal (permanen) a. Fistula, yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan

yang

(biasanya dilakukan pada lengan bawah) dengan cara menghubungkan atau menyambungkan (anastomosis) pembuluh aretri dengan vena secara

side

to-side

(dihubungkan

antar-sisi)

atau

end-to-side

(dihubungkan antara ujung dan sisi pembuluh darah). Segmen-arteri fistula diganakan untuk aliran darah arteri dan segmen vena digunakan untuk memasukan kembali (reinfus) darah yang sudah didialisis. Umur fistula

AV

adalah empat

tahun dan

komplikasinya

lebih

sedikit dengan pirau AV. Masalah yang paling utama adalah nyeri pada pungsi vena, terbentuknya aneurisma, trombosis, kesulitan hemostasis pascadialisis, dan iskemia pada tangan. b. Tandur, dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum dialisis, sebuah tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong pembuluh arteri atau vena dari sapi, material Gore-Tex (heterograft) atau tandur vena safena dari pasien sendiri. Biasanya tandur tersebut dibuat bila pembuluh darah pasien sendiri tidak cocok untuk dijadikan fistula.Tandur biasanya dipasang pada lengan bawah, lengan atas atau paha bagian atas. Pasien dengan sistem vaskuler yang terganggu, seperti pasien diabetes, biasanya memerlukan pemasangan tandur sebelum menjalani hemodialisis. Karena tandur tersebut merupakan pembuluh darah artifisial risiko infeksi akan meningkat. Komplikasi tandur AV sama dengan fistula AV. Trombosis, infeksi, aneurisma dan iskemia tangan yang disebabkan oleh pirau darah melalui prosthesis dan jauh dari sirkulasi distal.

LAPORAN PENDAHULUAN MALNUTRISI 1.

Definisi Malnutrisi merupakan kekuragan pangan secara relative atau absout untuk periode tertentu (Bakri dan utfiana, 2013). Menurut Depker RI (2001), malnutrisi merupakan keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam keadaan sehari hari sehingga tidak memenuhi dalam angka kecukupan gizi.

2.

Klasifikasi Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmuskwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda. a. Marasmus adalah suatu keadaan kekurangan kalori protein berat. Namun, lebih kekurangan kalori daripada protein. Penyebab marasmus adalah sebagai berikut : 

Intake kalori yang sedikit.



Infeksi yang berat dan lama, terutama infeksi enteral.



Kelainan struktur bawaan.



Prematuritas dan penyakit pada masa neonates.



Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup.



Gangguan metabolism.



Tumor hipotalamus.



Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang kurang.



Urbanisasi.

b. Kwashiorkor adalah suatu keadaan di mana tubuh kekurangan protein dalam jumlah besar. Selain itu, penderita juga mengalami kekurangan kalori. Penyebabnya adalah : 1. Intake protein yang buruk. 2. Infeksi suatu penyakit. 3. Masalah penyapihan.

Table klasifikasi IMT menurut WHO :

3.

Klasifikasi

IMT (kg/ m2)

Malnutrisi berat

< 16,0

Malnutrisi sedang

16,0 – 16,7

Berat badan kurang/ malnutrisi ringan

17,0 – 18,5

Berat badan normal

18,5 – 22,9

Berat badan kurang

≥ 23

Dengan resiko

23 – 24,9

Obes I

25 – 29,9

Obes II

≥ 30

Penyebab a) Penyebab langsung: 1) Kurangnya asupan makanan: Kurangnya asupan makanan sendiri dapat disebabkan oleh kurangnya jumlah makanan yang diberikan, kurangnya kualitas makanan yang diberikan dan cara pemberian makanan yang salah. 2) Adanya penyakit: Terutama penyakit infeksi, mempengaruhi jumlah asupan makanan dan penggunaan nutrien oleh tubuh. b) Penyebab tidak langsung: 1) Kurangnya ketahanan pangan keluarga: Keterbatasan keluarga untuk menghasilkan atau mendapatkan makanan. 2) Kualitas perawatan ibu dan anak. 3) Buruknya pelayanan kesehatan. 4) Sanitasi lingkungan yang kurang.

4.

Manifestasi klinis Baik pasien dengan kurang gizi maupun gizi buruk, hampir selalu disertai defisiensi nutrient lain selain kalori dan protein. Gejala yang timbul bergantung pada jenis nutrient yang kurang di dalam dietnya, seperti : a. Kekurangan vitamin A, akan menderita defisiensi vitamin A (xeroftalmia). Vitamin A berfungsi pada penglihatan (membantu regenerasi visual purple bila mata terkena cahaya). Xeroftalmia berlanjut menjadi keratomalasia (buta).

b. Defisiensi vitamin B1 (tiamin) disebut atiaminosis. Tiamin berfungsi sebagai koenzim dalam metabolisme karbohidrat. Defisiensi vitamin B 1 menyebabkan penyakit beri-beri dan mengakibatkan kelainan saraf, mental, dan jantung. c. Defisiensi vitamin B2 atau ariboflavinosis. Vitamin B2 atau riboflavin berfungsi sebagai koenzim pernapasan. d. Kekurangan vitamin B2 menimbulkan stomatitis angularis (retak-retak pada sudut mulut), glositis, kelainan kulit dan mata. e. Defisiensi vitamin B6 yang berperan dalam fungsi saraf. f. Defisiensi vitamin B12 dapat terjadi anemia pernisiosa. Vitamin B12 dianggap sebagai komponen antianemia dalam faktor ekstrinsik. g. Defisiensi asam folat akan menyebabkan timbulnya anemia makrositik megaloblastik, granulositopenia, dan trombositopenia. h. Defisiensi vitamin C menyebabkan skorbut (scurvy). Vitamin C diperlukan untuk pembentukan jaringan kolagen oleh fibroblast karena merupakan bagian dalam pembentukan zat intrasel. Kekurangan vitamin C akan mengganggu integrasi dinding kapiler. Vitamin C diperlukan pula pada proses pematangan eritrosit, pembentukan tulang, dan dentin. Vitamin C mempunyai peranan penting dalam respirasi jaringan. i. Defisiensi mineral seperti kalsium, fosfor, magnesium, zat besi, dengan segala akibatnya missal osteoporosis tulang dan anemia, yang paling serius adalah kekurangan yodium karena dapat menyebabkan gondok (goiter) yang merugikan tumbuh kembang anak. Tanda gejala umu seperti : a) Kelelahan dan kekurangan energi b) Pusing c) Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan

untuk melawan infeksi) d) Kulit yang kering dan bersisik e) Gusi bengkak dan berdarah f) Gigi yang membusuk g) Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat h) Berat badan kurang i) Pertumbuhan yang lambat j) Kelemahan pada otot k) Perut kembung l) Tulang yang mudah patah m) Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh

5.

Patofisiologi Sebenarnya malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolong-kan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet (makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan. Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mem-pergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan; karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. Pada Malnutrisi, di dalam tubuh sudah tidak ada lagi cadangan makanan untuk digunakan sebagai sumber energi. Sehingga tubuh akan mengalami defisiensi nutrisi yang sangat berlebihan dan akan mengakibatkan kematian

6.

Pathway

7.

Pemeriksaan penunjang Pada data laboratorium penurunan albumin serum merupakan perubahan yang paling khas. Ketonuria sering ada pada stadium awal kekurangan makan tetapi seringkali menghilang pada stadium akhir. Harga glukosa darah rendah, tetapi kurva toleransi glukosa dapat bertipe diabetic. Ekskresi hidroksiprolin urin yang berhubungan dengan kreatinin dapat turun. Angka asam amino esensial plasma dapat turun relatif terhadap angka asam amino non-esensial, dan dapat menambah aminoasiduria. Defisiensi kalium dan magnesium sering ada. Kadar kolesterol serum rendah, tetapi kadar ini kembali ke normal sesudah beberapa hari pengobatan. Angka amilase, esterase, kolinesterase, transaminase, lipase dan alkalin fosfatase serum turun. Ada penurunan aktivitas enzim pancreas dan santhin oksidase, tetapi angka ini kembali normal segera sesudah mulai pengobatan. Anemia dapat normositil, mikrositik, atau makrositik. Tanda-tanda defisiensi vitamin dan mineral biasanya jelas. Pertumbuhan tulang biasanya terlambat. Sekresi hormon pertumbuhan mungkin bertambah. Diagnosa banding kehilangan protein adalah infeksi kronik, penyakit yang menyebabkan kehilangan protein berlebihan melalui urin atau tinja, dan keadaan ketidakmampuan metabolik untuk mensintesis protein.

8.

Penatalaksanaan a. Pengobatan  Pada stadium ringan dengan perbaikan gizi.  Pengobatan pada stadium berat cenderung lebih kompleks karena masingmasing penyakit harus diobati satu persatu. Penderitapun sebaiknya dirawat di Rumah Sakit untuk mendapat perhatian medis secara penuh. b. Pencegahan  Berikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.  Rajin menimbang dan mengukur tinggi badan jika terjadi malnutrisi maka konsultasikan dengan dokter.  Jika telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari. c. Diit  Bagi penderita Penyakit gizi lebih (overnutrition) contohnya yaitu obesitas tekanan darah yang tinggi, jantung koroner, stroke, kanker paru-paru, dan lain sebagainya. Disarankan untuk mengkonsumsi makanan yang rendah lemak atau kalori.  Bagi penderita Penyakit gizi kurang (undernutrition) contohnya yaitu kwashiorkor,marasmus dan busung lapar. Untuk penyakit kwashiorkor disarankan mengkonsumsi makanan yang mengandung kalori dan protein, Untuk penyakit marasmus disarankan mengkonsumsi makanan yang mengandung kalori. Untuk busung lapar disarankan mengkonsumsi makanan yang mengandung protein.  Selain itu bagi penderita malnutrisi disarankan untuk memenuhi asupan makanan yang sehat dan tidak harus mahal, asal mengandung 4 sehat 5

sempurna. Makanan tidak perlu mahal. Asal ada unsur sayuran, protein dan buah-buahan. Bisa tahu, tempe, sayur bayam, wortel. Disarankan pula untuk mengurangi konsumsi karbohidrat dan minyak. Harusnya konsumsi karbohidrat hanya 50%.

d.

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

1.

Pengkajian 1) Biodata Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria. 2) Keluhan

utama

Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan (anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada kulit. 3) Riwayat penyakit a. Sekarang: Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan kardiogenik. b. Dahulu: Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia, prostatektomi. c. Keluarga: Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM). 4) Tanda vital: Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat dan dalam (Kussmaul), dyspnea. 5) Body Systems : a. Pernafasan (B 1 : Breathing) Gejala : nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum, kental dan banyak, Tanda ; takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif dengan / tanpa sputum. b. Cardiovascular (B 2 : Bleeding) Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau angina dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema. Tanda : Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak tangan, Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction

rub

perikardial,

pucat,

kulit

coklat

kehijauan,

kuning.kecendrungan perdarahan. c. Persyarafan (B 3 : Brain) Kesadaran : Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma. d. Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder) Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing. Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi. Tanda: Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria. e. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)

Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan Diare f. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone) Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi. Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada kulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi keterbatasan gerak sendi.

2.

Diagnose Keperawatan 1. Penurunan curah jantung b.d beban jantung yang meningkat 2. Hipervolemia b.d edema sekunder 3. Resiko deficit nutrisi b.d anoreksia, mual, muntah 4. Gangguan pertukaran gas b.d hipervetilasi sekunder 5. Gangguan integritas kulit b.d pruritus 6. Intoleransi aktivitas b.d Oksigenasi jaringan tidak adekuat 7. Defisit pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan tindakan medis

3. Intervensi 1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat. Tujuan : Penurunan curah jantung tidak terjadi Kriteria hasil : mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler. Intervensi: 

Auskultasi bunyi jantung dan paru, R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur



Kaji adanya hipertensi. R:Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-reninangiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)



Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 010). R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri



Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas. R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

2) Kelebihan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O) Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan Kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output Intervensi: 

Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital



Batasi masukan cairan, R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi



Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan, R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan



Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran, R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3) Resiko defisit nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat Kriteria hasil: menunjukan BB stabil Intervensi: 

Awasi konsumsi makanan / cairan, R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi



Perhatikan adanya mual dan muntah. R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi



Berikan makanan sedikit tapi sering. R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan



Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan, R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial



Berikan perawatan mulut sering, R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan j.

DAFTAR PUSTAKA Beck, Mary E. 2000. Ilmu Gizi dan Diet Hubungannya dengan Penyakit-penyakit untuk Perawat dan Dokter. Jakarta : Yayasan Essentia Medico Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996) Doenges E, Marilynn, dkk. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman UntukPerancanaandan PendokumentasianPerawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC JEVUSKA,

2012. Gagal

Ginjal

Klasifikasi. Diperoleh

Kronik

atau

5

CKD

:

Pengertian

Mei

dan 2017,

darihttps://www.jevuska.com/2012/10/27/gagal-ginjal-kronik-atau-ckd/ Long, B C. (2001). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Prima Medika Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (2002). Patofisiologi Konsep Kllinis ProsesprosesPenyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical – surgical nursing. Alih bahasa : Setyono, J. Jakarta: Salemba Medika; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1999) Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal BedahBrunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI Tarwoto, Wartonah. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Related Documents

Lp Ckd - Copy.docx
May 2020 16
Lp Ckd Gadar.docx
December 2019 30
Lp Ckd-ggk
August 2019 41
Ckd Lp Adnan
October 2019 32
Lp Ckd Hd Overload.docx
December 2019 31

More Documents from "Endang Lestari"

Lp Amputasi Fix.docx
June 2020 13
Doc3.docx
May 2020 23
Pemeriksaan Funduskopi.docx
October 2019 41
Uro.docx
April 2020 19
Doc3.docx
May 2020 19