Lp Amputasi Fix.docx

  • Uploaded by: Ifa
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Amputasi Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,760
  • Pages: 27
LAPORAN PENDAHULUAN AMPUTASI

A. DEFINISI Amputasi adalah pengangkatan organ yang berada di luar tubuh (misal paha) dan bagian tubuh yang lain (misal ekor), baik sebagian maupun keseluruhan. Amputasi adalah pengangkatan melalui pembedahan kaki karena trauma, penyakit, tumor atau anomaly kongenital; terkelupasnya kulit secara umum diperbaiki kembali untuk memudahkan penyembuhan dan penggunaan peralatan protetik Amputasi adalah tindakan pembedahan dengan membuang bagian tubuh. Untuk amputasi tertutup, dokter bedah menutup luka dengan klap kulit yang terbuat dengan memotong tulang kira-kira dua inci lebih pendek dari pada kulit dan otot. B. ETIOLOGI Penyebab amputasi adalah kelainan ekstremitas yang disebabkan oleh penyakit DM, Gangren, cedera, dan tumor ganas. Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi : a. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki. b. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki. c. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat. d. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya. e. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif. f. Deformitas organ.

C. PATOFISIOLOGI Dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh dengan dua metode : 1. Metode terbuka (guillotine) Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya benarbenar terbuka dan di pasang drainase agar luka bersih dan luka dapat ditutup setelah tidak terinfeksi. 2. Metode tertutup (flap amputasi) Pada metode ini kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang di amputasi, tidak semua amputasi di operasi dengan terencana, klasifikasi yang ada karena trauma amputasi.

Amputasi terjadi karena kelainan extremitas yang disebabkan penyakit pembuluh darah, cedera dan tumor oleh karena penyebab di atas, Amputasi harus dilakukan karena dapat mengancam jiwa manusia. Adapun pengaruhnya meliputi : a. Kecepatan metabolism Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan metabolisme basal. b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis. c. Sistem respirasi 1. Penurunan kapasitas paru Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa. 2. Perubahan perfusi setempat Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.

3. Mekanisme batuk tidak efektif Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal. d.Sistem Kardiovaskuler 1. Peningkatan denyut nadi Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien dengan immobilisasi. 2. Penurunan cardiac reserve Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup. 3. Orthostatik Hipotensi Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana arteriol dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan. e. Sistem Muskuloskeletal 1. Penurunan kekuatan otot Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot. 2. Atropi otot Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot. 3. Kontraktur sendi Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan gerak. 4. Osteoporosis Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos. f. Sistem Pencernaan 1. Anoreksia Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.

2. Konstipasi Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar. g. Sistem perkemihan Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi dan pelvis renal banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan : 

Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.



Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan dapat menyebabkan ISK.

h. Sistem integumen Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah. D. MANIFESTASI KLINIS a) Kehilangan anggota gerak (ektremitas atas atau bawah) b) Nyeri pada bagian yang diamputasi yang berasal dari neuroma ujung saraf yang dekat dengan permukaan. c) Edema yang apabila tidak ditangani menyebabkan hiperplasia varikosa dengankeronitis. d) Dermatitis pada tempat tekanan ditemukan kista (epidermal atau aterom) e) Busitis (terbentuk bursa tekanan antara penonjolan tulang dan kulit) f) Bila kebersihan kulit diabaikan terjadi folikulitis dan furunkulitis. g) Sedih dan harga diri rendah (self esteem) dan diikuti proses kehilangan

E. JENIS- JENIS AMPUTASI Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi : a. Amputasi selektif/terencana. Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir. b. Amputasi akibat trauma. Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien. c. Amputasi darurat. Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.

Jenis amputasi yang dikenal adalah : a. Amputasi terbuka. Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Amputasi terbuka dilakukan pada luka yang kotor, seperti luka perang atau infeksi berat antara lain gangrene, dibuat sayatan dikulit secara sirkuler sedangkan otot dipotong sedikit proximal dari sayatan kulit dan digergaji sedikit proximal dari otot. b. Amputasi tertutup. Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang. Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese ( mungkin ). Amputasi tertutup dibuat flap kulit yang direncanakan luas dan bentuknya secara teliti untuk memperoleh kulit penutup ujung putung yang baik dengan lokasi bekas pembedahan

F. TINGKATAN AMPUTASI a. Estremitas atas. Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan. Ekstremitas atas, terdiri dari : telapak, pergelangan tangan, lengan bawah, siku dan lengan atas. b. Ekstremitas bawah. Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki yang menimbulkan penurunan seminimal mungkin kemampuannya. Ekstremitas bawah terdiri dari : jari kaki dan kaki, proksimal sendi pergelangan kaki, tungkai bawah, tungkai atas, sendi panggul, lutut, hemipeivektomi. Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak amputasi yaitu : 1) Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan inschemic limb. 2) Amputasi diatas lutut Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit vaskuler perifer. c. Nekrosis. Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.

d. Kontraktur. Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan. e. Neuroma. Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot. f. Phantom sensation. Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obatobatan, stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.

G. KOMPLIKASI Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit. Perdarahan dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat menjadi masif. Infeksi dapat terjadi pada semua pembedahan dengan peredaran darah yang buruk atau adanya kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat penyembuhan luka yang buruk dan iritasi penggunaan protesis.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 

Foto rontgen

: Mengidentifikasi abnormalitas tulang.



Scan CT

:Mengidentifikasi

lesi

neoplastik,

osteomielitis,

pembentukan hematoma 

LED

: Mengindikasikan respons inflamasi



Kultur luka

: Mengidentifikasi adanya luka / infeksi dan organisme

penyebab. 

Biopsy

: Mengkonfirmasikan diagnosa masa benigna / maligna.

I. PENATALAKSANAAN AMPUTASI Tujuan utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka amputasi dan menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang sehat . pada lansia mungkin mengalami kelembatan penyembuhan luka karena nutrisi yang buruk dan masalah kesehatan lainnya. Percepatan penyembuhan dapat dilakukan dengan penanganan yang lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai dengan balutan kompres lunak (rigid) dan menggunakan teknik aseptik dalam perawatan luka untuk menghindari infeksi. a. Balutan rigid tertutup Balutan rigid adalah balutan yang menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar operasi. Pada waktu memasang balutan ini harus direncanakan apakah penderita harus imobilisasi atau tidak dan pemasangan dilengkapi tempat memasang

ekstensi prosthesis sementara (pylon) dan kaki buatan. Balutan ini sering digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri dan mencegah kontraktur. Kaoskaki steril dipasang pada sisi steril dan bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai (punting) kemudian dibalut dengan gips elastic yang ketika mengeras akan memberikan tekanan yang merata. Hati-hati jangan sampai menjerat pembuluh darah. Gips diganti sekitar 10-14 hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh, nyeri berat atau gips mulai longgar harus segara diganti. b. Balutan lunak Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila diperlukan inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat dibalutkan pada balutan. Hematoma puntung dikontrol dengan alat drainase luka untuk meminimalkan infeksi. c. Amputasi bertahap Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-tama dilakukan amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan sepsis. Luka didebridemen dan dibiarkan mengering. Jika dalam beberapa hari infeksi telah terkontrol dank lien telah stabil, dilakukan amputasi definitife dengan penutupan kulit. d. Protesis Kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah sehingga latihan segera dapat dimulai. Keuntungan menggunakan protesis sementara adalah membiasakan klien menggunakan protesis sedini mungkin. Kadang protesis darurat baru diberikan setelah satu minggu luka sembuh. Pada amputasi, untuk penyakit pembuluh darah proteis sementara diberikan setelah 4 minggu. Protesis ini bertujuan untuk mengganti bagian ekstremitas yang hilang. Artinya defek system musculoskeletal harus diatasi, temasuk defek faal. Pada ekstremitas bawah, tujuan protesis ini sebagian besar dapat dicapai. Sebaliknya untuk ekstremitas atas tujuan itu sulit dicapai, bahkan dengan tangan miolektrik canggih yang bekerja atas sinyal miolektrik dari otot biseps dan triseps.

ASUHAN KEPERAWATAN

I.

PENGKAJIAN a. Pengumpulan Data 1.

Identitas Klien

Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, diagnosa medis, no register dan tanggal MRS. 2.

Keluhan Utama

Biasanya px mengeluh sakit (nyeri) pada daerah luka post op apabila digerakkan. 3.

Riwayat Penyakit Dahulu.

Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang apa pernah mengalami tindakan operasi apa tidak. 4.

Riwayat Penyakit Sekarang.

Pada umumnya penderita mengeluh nyeri pada daerah luka operasi. 5.

Riwayat Penyakit Keluarga.

Didalam anggota keluara tidak / ada yang pernah mengalami penyakit fraktur / penyakit menular. b. Pola – Pola Fungsi 1. Aktivitas/Istirahat Gejala

: keterbatasan actual atau antisipasi yang dimungkinkan oleh

kondisi/amputasi 2. Integritas ego Tanda : ansietas, ketakutan, peka, marah, ketakutan, menarik diri, keceriaan berdaya Gejala : masalah tentang antisipasi perubahan pola hidup, situasi financial, reaksi orang lain perasaan putus asa, tidak berdaya. 3. Seksualitas Gejala

: masalah tentang keintiman hubungan

4. Interaksi social Gejala

: masalah hubungan dengan penyakit atau kondisi.

Pengkajian Riwayat Kesehatan. Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan.

A. Pengkajian Fisik Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan amputasi merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat. Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi : SISTEM TUBUH

KEGIATAN

Integumen :

Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat

Kulit secara umum.

hidrasi.

Lokasi amputasi

Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan progesif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus return.

Sistem Cardiovaskuler :

Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan

Cardiac reserve

pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator

Pembuluh darah

fungsi jantung. Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian terhadap elastisitas pembuluh darah.

Sistem Respirasi

Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.

Sistem Urinari

Mengkaji jumlah urine 24 jam. Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.

Cairan dan elektrolit

Mengkaji tingkat hidrasi. Memonitor intake dan output cairan.

Sistem Neurologis

Mengkaji tingkat kesadaran klien. Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik dan sensorik daerah yang akan diamputasi.

Sistem Mukuloskeletal

Mengkaji kemampuan otot kontralateral.

B. Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap nyeri yang mungkin timbul. Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan memperhatikan tingkat persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri klien dengan meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran dan gangguan identitas. Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan koping konstruktif. Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah klien benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi perawat untuk melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre operatif.

C. Diagnosa Keperawatan 

Pre Operasi

a. Nyeri (akut) berhubungan dengan cedera fisik/jaringan dan trauma saraf. b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan fungsi otot dan pergerakan akibat gangren. c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kegiatan perioperatif. d. Berduka yang antisipasi (anticipated griefing) berhubungan dengan kehilangan akibat amputasi. 

Post Operasi

a. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan insisi bedah sekunder terhadap amputasi. b. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah arteri/ vena c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan/anoreksia. d. Resiko kerusakan Integritas kulit b.d adanya dekubitus akibat tirah baring lama. e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot akibat tirah baring lama post amputasi. f. Defisit perawatan diri : makan, mandi, berpakaian, berdandan berhubungan dengan kehilangan bagian tubuh g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan hilangnya salah satu anggota badan akibat amputasi.

D. Intervensi Keperawatan 

Pre Operasi

No. Diagnosa keperawatan 1.

Nyeri

NIC

(akut) Setelah

berhubungan cedera

NOC dilakukan

asuhan 1. Catat lokasi, frekwensi dan

dengan keperawatan selama 3x24 jam intensitas nyeri (skala 0-10).

fisik/jaringan pasien

dan trauma saraf.

dapat

mentoleransi Amati

perubahan

nyeri dan nyeri berkurang. karakteristik nyeri, misalnya Dengan kriteria hasil: -Px. Tampak rileks

kebas dan kesemutan. 2.

Tinggikan

bagian

yang

Nadi: 60-100x/mnt

sakit dengan meninggikan

RR:16-24x/mnt

tempat tidur atau bantal

TD:120/80mmHg

guling sebagai penyangga.

Skala nyeri berkurang 0-2. 3.

Tingkatkankenyamanan klien (rubah posisi sesering mungkin, dan beri pijatan punggung).

Dotong

penggunaan

teknik

manajemen

stres

(napas

dalam, visualisasi). 4.

Berikan

pijatan

lembut

pada sisa tungkai (puntung) sesuai toleransi bila balutan telah dilepas. 5.

Kolaborasi

dalam

pemberian analgetik

2.

Kecemasan berhubungan kurang tentang

Setelah dilakukan tindakan1Memberikan bantuan secara dengan keperawatan selama 3 x 24 fisik

pengetahuan jam

jam

kegiatan mengontrol

pasien

dan

psikologis,

mampu memberikan

dukungan

tingkat moral.

perioperatif.

ansietasnya

serta

mampu2Menerangkan

mengkomunikasikan perasaan operasi

prosedur

dengan

sebaik-

3Mengatur

waktu

khusus

Nadi: 60-100x/mnt

dengan

klien

untuk

RR:16-24x/mnt

berdiskusi

TD:120/80mmHg

kecemasan klien.

negatifnya

dengan

tepat. baiknya.

Dengan KH:

Pasien tampak rileks

4Bina

tentang

hubungan

saling

percaya dengan pasien dan keluarga pasien. 5Kolaborasi: beri obat untuk mengurangi ansietas sesuai kebutuhan 3.

Gangguan citra tubuh Setelah berhubungan kehilangan amputasi.

dilakukan

asuhan1.Anjurkan

klien

dengan keperawatan selama 3x24 jam mengekspresikan akibat klien

untuk perasaan

mampu tentang

dampak

mendemontrasikan kesadaran pembedahan akan

dampak

gaya

informasi

yang

pembedahan hidup.

pada citra diri dengan KH: Pasien

pada

2Berikan

menyadaridan adekuat dan rasional tentang

menerima kondisi tubuhnya alasan pemilihan tindakan saat

ini,

tenang.

pasien

tampak pemilihan amputasi. 3Beri

informasi

bahwa

amputasi

merupakan

tindakan

untuk

memperbaiki kondisi klien dan awal

merupakan untuk

langkah

menghindari

ketidakmampuan

atau

kondisi yang lebih parah. 4Fasilitasi

untuk

bertemu

dengan

orang

dengan

amputasi yang telah berhasil dalam penerimaan terhadap situasi amputasi.



Intra operatif

Intervensi Kaji ulang identitas pasien.

Rasional Perawat ruang operasi memeriksa kembali identitas dan kardeks pasien. Lihat kembali lembar persetujuan tindakan, riwayat kesehatan, hasil pemeriksaan fisik, dan berbagai hasil pemeriksaan diagnostik. Pastikan bahwa alat protase dan barang berharga telah dilepas dan periksa kembali rencana perawatan praoperatif yang berkaitan dengan rencana perawatan intraoperatif. Lakukan persiapan meja Meja bedah amputasi ekstremitas bedah dan sarana pendukung. bawah disesuaikan dengan posisi bedah yang akan dilakukan. Perawat sirkulasi melakukan pengujian setiap fungsi dari kemampuan meja bedah dan mempersiapkan kelengkapan pendukung seperti sabuk dan penahan lengan dari meja bedah

yang dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pengaturan posisi. Siapkan sarana scrub. Sarana scrub, meliputi cairan antiseptik cuci tangan pada tempatnya, gaun (terdiri dari gaun kedap air dan baju bedah steril), duk penutup, dan duk berlubang dalam kondisi lengkap dan siap pakai. Siapkan instrumen bedah Manajemen instrumen dilakukan amputasi. perawat instrumen sebelum pembedahan. Perawat instrumen bertanggung jawab terhadap kelengkapan instrumen bedah spina dan sebagai antisipasi diperlukan instrumen cadangan dalam suatu tromol steril yang akan memudahkan pengambilan apabila diperlukan tambahan alat instrumen. Gambar. Perawat instrumen mempersiapkan instrumen yang diperlukan dalam kondisi sebelum scrub. Siapkan sarana pendukung Sarana pendukung seperti kateter pembedahan. urine lengkap, alat pengisap (suction) lengkap, spons dalam kondisi siap pakai. Siapkan alat hemostatis dan Alat hemostatis merupakan alat cadangan dalam kondisi fondasi dari tindakan operasi untuk siap pakai. mencegah terjadinya perdarahan serius akibat kerusakan pembuluh darah arteri. Perawat memeriksa kemampuan alat tersebut siap pakai untuk menghindari cedera

Siapkan obat-obatan untuk pemberian anestesi umum.

Siapkan alat-alat endotrakeal.

intubasi

Siapkan obat dan peralatan emergensi.

akibat perdarahan intraoperasi. Obat-obatan anestesi yang dipersiapkan meliputi obat pelemas otot dan obat anestesi umum. Intubasi endotrakeal digunakan untuk menjaga kepatenan jalan napas intraoperasi. Penata anestesi memeriksa kondisi lampu pada laringoskop. Kondisi selang endotrakeal harus berfungsi optimal sebelum pemasangan dilakukan. Selain pemantau, peralatan darurat dasar, obat-obatan, dan protokol pengobatan juga harus tersedia. Juga harus ada defibrillator yang berfungsi baik. Peralatan jalan napas juga diperlukan termasuk laringoskop, selang endotrakeal, dan jalan napas oral dan nasal faringeal. Selain itu, masker dan kantong resusitasi self-inflating (ambu type) adalah alat yang penting dan harus mudah diakses. Manset tekanan darah digunakan untuk melihat perkembangan kondisi hemodinamik intraoperasi.

Lakukan pemasangan manset tekanan darah dan monitor dasar, oksimetri pada jari, dan pertahankan kelancaran intravena. Beri dukungan praanestesi. Hubungan emosional yang baik antara penata anestesi dan pasien akan memengaruhi penerimaan anestesi. Lakukan pemberian induksi Pemberian anestesi intravena anestesi secara intravena. biasanya dilakukan oleh penata anestesi dengan sepengetahuan

ahli anestesi. Pemberian induksi dilakukan sebagai suatu obat intravena pertama dengan tujuan utnuk menghambat saraf dan menyebabkan paralisis sementara pada pita suara dan otot pernapasan selama selang endotrakeal terpasang. Gambar. Kiri: Pemberian anestesi secara intravena dan oksimetri terpasang pada ibu jari tangan. Kanan: Pemantauan kondisi respirasi dan hemodinamik setelah pemberian anestesi dilakukan pada seluruh proses intraoperative. Bantu ahli anestesi dalam Penata anestesi akan membantu pemasangan selang melakukan penekanan tulangrawan endotrakeal. krikoid (perasat sellick) dan menahan konektor saat perasat intubasi endotrakeal dilakukan oleh ahli anestesi. Lakukan pemasangan Kateter Foley harus dipasang kateter urine. sebelum pasien dioperasi. Gunakan teknik aseptik untuk pemasangan kateter. Cegah terjadinya tekukan atau tekanan pada kateter selama proses pemindahan tersebut. Periksa kepatenan sistem drainase setelah pemberian posisi. Catat keluaran urine dan pemasangan kateter. Lakukan pemantauan status Untuk menjaga kepatenan jalan pernapasan, hemodinamik, napas selama pengaturan posisi. dan perdarahan. Lakukan manajemen asepsis Manajemen asepsis selalu prabedah. berhubungan dengan pembedahan dan perawatan perioperatif. Asepsis prabedah meliputi teknik aseptic atau pelaksanaan scrubbing cuci

Desinfeksi area distal kaki yang diamputasi

Pasang penutup pada bagian kaki yang diamputasi.

Lakukan pengaturan posisi terlentang, dan pada bagian kaki yang akan diamputasi dipasang peninggi. Beri alas pada bawah kaki yang diamputasi. Lakukan manajemen asepsis area bedah.



Lakukan

peran

perawat

tangan. Intervensi desinfeksi praoperatif terutama pada bagian kaki yang nekrotik yang memungkinkan kontaminasi area bedah. Sarung tangan karet ukuran besar (biasanya No.8) sering digunakan untuk menutup area kaki. Perlu keterampilan khusus dalam teknik memasang penutup pada kaki agar sarung tangan bisa menutup pada keseluruhan kaki dan tidak sobek. Pengangkutan posisi ekstremitas yang akan dilakukan amputasi akan mempemudah pejanan pada area bedah. Pemasangan alas dilakukan sebelum scrub pada area bedah. Manajemen asepsis dilakukan untuk menghindari kontak dengan zona steril meliputi pemakaian baju bedah, pemakaian sarung tangan, persiapan kulit, pemasangan duk, penyerahan alat yang diperlukan perawat instrumen dengan perawat sirkulasi. Manajemen asepsis intraoperasi merupakan tanggung jawab perawat instrumen dengan mempertahankan integritas lapangan steril selama pembedahan dan bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan kepada tim bedah setiap pelanggaran teknik aseptic atau kontaminasi yang terjadi selama pembedahan. Perawat sirkulasi memfokuskan

sirkulasi dalam mendukung aktivitas manajemen kamar operasi pembedahan. agar kelancaran pembedahan spina dapat optimal dilaksanakan, sejak pengaturan posisi bedah sampai dokter bedah melakukan penutupan luka. Lakukan persiapan alat Persiapan alat setelah perawat bedah secara scrub. mengalami scrub merupakan tanda bahwa pembedahan sudah bisa dimulai. Bandingkan status Mendeteksi kapan terjadinya neurovascular sebelum dan penyebab cedera. setelah operasi. Bantu ahli bedah pada saat Insisi bedah memerlukan skapel dimulainya insisi. (alat penjepit) dan pisau bedah yang sesuai dengan area yang akan dilakukan insisi. Perawat instrument bertanggung jawab menyerahkan alat insisi dan mempersiapkan kauter listrik yang diperlukan dalam tindakan hemostatis. Asisten pertama berperan membantu menyerap darah yang keluar saat dan menjepit pembuluh darah akibat kerusakan vaskular pada area insisi dengan menggunakan spons dan klem arteri. Perawat instrumen atau asisten bedah menggunakan alat hemostatis listrik pada klem arteri untuk menjepit atau menghentikan perdarahan. Gambar. Pada saat insisi di mulai oleh ahli bedah, perawat asisten pertama sangat berperan penting dalam menurunkan risiko cedera sekunder prosedur invasif bedah. Asisten bedah membantu ahli bedah dengan menyerap darah yang keluar agar memudahkan

melihat vaskular yang rusak dan melakukan penjepitan dengan klem arteri. Perawat instrumen mendukung prosedur dengan mengarahkan kauter listrik (hemostatis) pada klem yang sudah menjepit arteri yang putus agar tindakan hemostatis dapat terjadi. Bantu ahli bedah pada saat Pada saat pembukaan jaringan membuka jaringan. akan terjadi kerusakan vaskular. Perawat asisten bedah membantu ahli bedah dengan membuka jaringan dengan refraktor dan membantu melakukan penjepitan pada arteri yang putus. Bantu ahli bedah pada saat Peran perawat perioperative baik bedah tercapai untuk asisten bedah, perawat instrument, dilakukan pemotongan dan perawat sirkulasi adalah tulang. mendukung ahli bedah agar tujuan bedah amputasi dapat tercapai. Gambar. Perawat instrumen menyerahkan gergaji pemotong tulang pada ahli bedah untuk segera dilakukan amputasi. Perawat asisten bedah menggunakan refraktor untuk membuka jaringan agar ahli bedah dapat melakukan tulang dengan mudah. Bantu ahli bedah dalam Tindakan perbaikan jaringan perbaikan jaringan praamputasi dilakukan praamputasi. menurunkan kerusakan yang terjadi baik pada pembuluh darah, otot, dan jaringan saraf. Gambar. Peran perawat dalam menurunkan risiko cedera pada bedah amputasi kaki, meliputi membantu mengangkat kaki untuk mempermudah akses pajanan bedah, melakukan hemostatis pada pembuluh darah yang mengalami kerusakan, menarik kaki yang diamputasi agar ahli bedah lebih mudah melakukan manipulasi jaringan untuk mempermudah amputasi, dan meletakkan kaki yang telah diamputasi di meja. Bantu ahli bedah dalam Prosedur penutupan jaringan penutupan jaringan. dilakukan setelah tujuan pembedahan sudah selesai

dilaksanakan. Penutupan dilakukan lapis demi lapis sesuai area atau jaringan yang telah dilakukan pembedahan.  Perawat instrumen menurunkan risiko cedera dengan mempersiapkan dan memilih sarana penjahitan dengan memperhatikan ketajaman jarum jahit, kesesuaian benang jahitan dengan jaringan yang akan dijahit, dan kondisi atau kelayakan instrumen agar kerusakan jaringan dapat minimal.  Penjahitan bisa dilakukan ahli bedah atau asisten bedah. Apabila dilakukan ahli bedah, maka asisten bedah membantu penutupan jaringan agar dapat terlaksana secara efektif dan efisien agar kerusakan jaringan dapat minimal. Gambar. Peran perawat dalam penjahitan pascaamputasi. Perawat instrument membuat sistem drainase menggunakan sarung tangan karet yang dipotong persegi empat panjang sebagai drainase yang dipasang ahli bedah sebelum menutup jaringan. Sistem drainase ini bertujuan untuk mengeluarkan sisa darah pascabedah dan akan dilepas pada hari ke-3 pascabedah. Lakukan penutupan luka Sebelumnya, area bedah bekas bedah. darah dan lainnya dilakukan desinfeksi dan dibersihkan. Kemudian perawat mengangkat duk dan menutup luka dengan kasa, dan dilakukan fiksasi dengan softband dan perban elastis. Gambar. Perawat menutup luka bedah dengan kasa steril. Perawat

sirkulasi membantu mengangkat kaki pasien untuk mempermudah pemasangan kasa. Diperlukan teknik tersendiri pada saat pemasangan kasa pascaamputasi, dan biasanya dilakukan secara manual oleh perawat instrumen atau asisten bedah. Pemasangan kasa menggunakan dua kasa berukuran 6x12 cm ditempatkan untuk menutup luka, kemudian menutup keseluruhan area bedah dengan menggunakan kasa besar. Gambar. Perawat menutup luka bedah dengan menggunakansoftband. Perawat sirkulasi membantu perawat instrumen atau perawar asisten dalam mengangkat kaki pasien dan mempertahankan posisi softband agar pemasangan dapat dilakukan secara optimal. Gambar. Penutupan dengan perban elastis dilakukan dengan tujuan memfiksasi luka pascabedah. Perawat sirkulasi membantu perawat instrumen atau perawat asisten dengan mengangkat kaki pasien dan mempertahankan posisi perban elastis agar pemasangan dapat dilakukan secara optimal. Gambar. Penutupan luka pascabedah amputasi ekstremitas bawah. Lakukan perhitungan jumlah Pengitungan yang tepat akan kasa dan instrumen yang mencegah tertinggalnya kasa pada telah digunakan. area bedah sehingga menurunkan risiko cedera pada pasien. Rapikan dan bersihkan Instrumen dibersihkan di tempat instrumen. pembersihan dengan air yang mengalir. Perawat membersihkan seluruh bagian instrumen dari sisa pembedahan. Instrumen yang telah dikeringkan kemudian dipaket untuk disterilisasi kembali. Lakukan dokumentasi Catatan keperawatan intraoperatif intraoperatif. diisi lengkap sebelum pasien dipindahkan ke ruang pulih sadar agar asuhan keperawatan yang

diberikan berkesinambungan. 

Post Operasi

No. Diagnosa keperawatan 1.

NOC

NIC

Gangguan rasa nyaman: Nyeri Setelah dilakukan asuhan1.Evaluasi nyeri : berasal berhubungan bedah

dengan

sekunder

insisi keperawatan selama 3x24 dari sensasi panthom limb

terhadap jam

amputasi.

pasien

dapat atau dari luka insisi. Bila

mentoleransi nyeri dan nyeri terjadi nyeri panthom limb berkurang. Dengan kriteria2Ajarkan klien memberikan hasil:

tekanan lembut dengan

-Px. Tampak rileks

menempatkan

Nadi: 60-100x/mnt

pada handuk dan menarik

RR:16-24x/mnt

handuk dengan berlahan.

TD:120/80mmHg

puntung

3.Ajarkan teknik distraksi

Skala nyeri berkurang 0-2.

relaksasi

untuk

menanggulangi nyeri. 4 Beri analgesic

(

kolaboratif ) 2.

Resiko

tinggi

perfusi

jaringan

berhubungan

perubahan Setelah dilakukan asuhan 1.

Pantau

perifer keperawatan selama 1x24 palpasi

tanda nadi

vital, perifer,

dengan jam menunjukkan perfusi perhatikan kekuatan dan

penurunan aliran darah arteri/ jaringan yang baik dengan kesamaan. vena

kriteria hasil:

2.

Lakukan

pengkajian

-

Sianosis (-)

neurovascular

-

Suhu ekstermitas hangat

misalnya sensasi, gerakan,

-

Denyut proksimal dan nadi, perifer distal kuat

-

N: 60-100x/mnt

-

Warna kulit normal.

warna

periodic

kulit

dan

suhu. 3.

Inspeksi balutan/drainase, perhatikan

jumlah

karakteristik balutan.

dan

4.

Berikan langsung

tekanan

pada

sisi

perdarahan, bila terjadi perdarahan

segera

hubungi dokter. 5.

Evaluasi tungkai bawah yang tidak dioperasi dari adanya inflamasi

6.

Kolaborasi Berikan cairan IV/darah sesuai order Gunakan

kaoskaki

antiembolitik untuk kaki yang tidak dioperasi. Pantau

pemeriksaan

laboratorium :

3.

-

Hb/Ht

-

Pt/APTT.

Perubahan nutrisi kurang dari Setelah dilakukan asuhan1. Berikan informasi tentang kebutuhan

tubuh

penurunan makan/anoreksia.

b.d keperawatan selama 3x24 kebutuhan nafsu jam pasien

kebutuhan terpenuhi

nutrisi

nutrisi bagaimana

dan cara

dengan memenuhinya

kriteria hasil:

2. Berikan asupan makanan

-rasa pahit di lidah(-)

dalam porsi sedikit tapi

-sisa makanan (-)

sering

-Bising Usus (-)

3.

Beri asupan makanan

-Konjungtiva dan mukosa tinggi kalori tinggi protein berwarna merahmuda -annoreksia(-)

4. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan nutrisi pasien

untuk

memenuhi

kebutuhan nutrisi pasien.

DAFTAR PUSTAKA



Engram, Barbara ( 1999 ), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah, edisi Indonesia, EGC: Jakarta.



Price, silvia A, and lorraine M. Wilson. 1995. patofisiologi : konsep klinis



Wilkinson, Judith.M. 2006. Buku saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 7. EGC: Jakarta

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN DENGAN AMPUTASI DIRUANG OK IRD L.V RSUD DR SOETOMO SURABAYA

OLEH : AFIFA DWI MAS’UDAH NIM : P27820715011

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA JURUSAN KEPERAWATAN PRODI DIV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT 2018-2019

Related Documents

Lp Amputasi Fix.docx
June 2020 13
Amputasi
June 2020 8
Tugas Pkn Individu Fixdocx
October 2019 113
Lp
August 2019 105
Lp
November 2019 101
Lp
May 2020 74

More Documents from ""

Lp Amputasi Fix.docx
June 2020 13
Doc3.docx
May 2020 23
Pemeriksaan Funduskopi.docx
October 2019 41
Uro.docx
April 2020 19
Doc3.docx
May 2020 19