Legendre

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Legendre as PDF for free.

More details

  • Words: 11,426
  • Pages: 62
METODE TRAPESIUM – KUADRATUR GAUSS LEGENDRE UNTUK MENYELESAIKAN INTEGRAL LIPAT DUA DENGAN BAHASA PEMROGRAMAN PASCAL

SKRIPSI Disusun dalam Rangka Menyelesaikan Studi Strata 1 Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Oleh Nama

: Rr Nanny Pratiwi

NIM

: 4150401037

Program studi : Matematika Jurusan

: Matematika

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2005

ii

PENGESAHAN

Telah dipertahankan dihadapkan siding Panitia Ujian Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang pada: Hari

:

Tanggal

: Panitia Ujian

Ketua,

Sekretaris,

Drs. Kasmadi Imam S.,M.S NIP. 130781011

Drs. Supriyono,M.Si NIP. 130815345

Pembimbing I

Anggota Penguji

Drs.Moch Chotim,M.Si NIP 130781008

1. DR. St. Budi Waluyo, M.Si NIP. 132046848

Pembimbing II

2. Drs. Moch Chotim,M.Si NIP. 130781008

Drs. Khaerun, M. Si NIP 131813671

3. Drs. Khaerun,M.Si NIP. 131813671

iii

ABSTRAK

Rr Nanny Pratiwi, Aplikasi Metode Trapesium – Kuadratur Gauss Legende Untuk Menyelesaikan Integral Lipat Dua dengan Bahasa Pemrograman Pascal. Dengan berkembangnya tekhnologi komputer yang dewasa ini telah digunakan dihampir semua bidang kegiatan,tentu harus diikuti dengan tekhnik penyelesaian dan metode yang lebih baik. Artinya perlu dicari metode penyelesaian suatu masalah dengan ketelitian tinggi dan waktu proses yang lebih cepat. Dalam tulisan ini, akan diteliti tingkat koefisien ditinjau dari segi waktu proses maupun segi ketelitian aplikasi metode Trapesium – Kuadratur Gauss Legendre. Kedua metode tersebut digunakan pada penyelesaian masalah integral lipat dua. Algoritma kedua metode diselesaikan dengan bahasa pemrograman pascal versi 7.0. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana menyelesaikan masalah integral lipat dua dengan metode Trapesium – Kuadratur Gauss Legendre dengan menggunakan program pascal versi 7.0. Penelitian ini dilakukan melalui tinjauan pustaka terhadap buku-buku atau literatur. Dari tinjauan pustaka tersebut, kemudian dibahas materi-materinya secara mendalam. Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa untuk menyelesaikan masalah integral lipat dua dengan menggunakan metode trapesium diperoleh d d − c  f ( x , d ) + f ( x , c) n −1  + ∑ f ( x , c + ih )  dan metode Kuadratur ∫c f ( x, y)dy ≈ n  2 i =1  b

1

d − c  (b − a ) t + b + a  b − a d−c g ( x )dx ≈ g dt .  ∫ n −∫1  2 a a  2 Dalam Penyelesaian masalah integral lipat dua dengan metode Trapesium – Kuadratur Gauss Legendre penulis menggunakan bahasa pemrograman pascal dan diaplikasikan pada masalah momen inersia.

Gauss Legendre diperoleh

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya” (Q.S. Al Baqoroh: 286) “Imajinasi lebih berharga daripada sekedar ilmu pasti” (Albert Einstein) “Disaat kita mau berusaha keberhasilan akan selalu menyertai kita”

PERSEMBAHAN Skripsi penulis peruntukan kepada: 1. Bapak dan Ibu tercinta. 2. Kakak-kakakku, adikku dan semua saudara-saudaraku tercinta. 3. Sahabat-sahabatku yang sangat aku sayangi. 4. Cntqu always in myheart. 5. Teman-teman seperjuangan (Matematika ’01).

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., atas limpahan petunjuk dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Aplikasi Metode Trapesium – Kuadratur Gauss Legendre Untuk Menyelesaikan Integral Lipat Dua Dengan Bahasa Pemrograman Pascal”. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. DR. H.A.T. Soegito, S.H., M.M, Rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Drs. Kasmadi Imam S., M.S, Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang. 3. Drs. Supriyono, M.Si, Ketua Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang. 4. Drs. Moch Chotim,M.Si, pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini. 5. Drs. Khaerun,M.Si, Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, dan arahan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini. 6. Segenap sivitas akademika di jurusan Matematika FMIPA UNNES. 7. Papa dan Mama yang senantiasa mendoakan serta memberikan dorongan baik secara moral maupun spiritual dan segala yang ternilai. 8. Sahabat-sahabatku Puput dan Lidia yang telah memberikan dorongan untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

vi

9. Asa yang telah memberiku semangat dan membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. 10. Sayangku Denis, Kakak dan adik - adikku yang telah memberikan dorongan untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 11. Teman-temanku Rina, Mey, Woro, Eli, Dwi, Taufik, Sigit, Pardi, Bowo, Aris, Doni dan semua angkatan 2001 yang selalu memberiku semangat dan dorongan hingga selesainya skripsi ini. 12. Dan orang-orang yang telah memberikan inspirasi, baik disengaja maupun tidak, serta pihak-pihak yang telah memberikan segala dukungan baik langsung maupun tidak langsung, material maupun immaterial, hingga proses penyusunan skripsi ini berjalan dengan lancar sampai terselesainya skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.

Semarang, Agustus 2005 Penulis

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................i HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii ABSTRAK ......................................................................................................... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN......................................................................iv KATA PENGANTAR .........................................................................................v DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii BAB I

PENDAHULUAN ................................................................................1 A. Latar Belakang .................................................................................1 B. Perumusan Masalahan......................................................................4 C. Batasan Permasalahan…………………………………………….. 4 D. Tujuan Penelitian..............................................................................5 E. Manfaat Penelitian............................................................................5 F. Sistematika Penulisan Skripsi ..........................................................6

BAB II LANDASAN TEORI ...........................................................................8 A. Integral Lipat Dua Pada Persegi.......................................................8 B. Integral Lipat Dua pada Daerah Bukan Persegi .............................16 C. Penerapan Integral Lipat Dua ........................................................24 D. Aturan Trapesium...........................................................................26 E. Kuadratur Gauss Legendre………………………………………. 32 F. Turbo Pascal……………………………………………………... 37 BAB III METODE PENELITIAN .................................................................40 A. Menentukan Masalah ....................................................................40 B. Merumuskan Masalah ...................................................................40 C. Studi Pustaka .................................................................................40 D. Analisis dan Pemecahan Masalah ..................................................41 E. Penarikan Kesimpulan....................................................................41

viii

BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................42 A. Menyelesaikan Integral Lipat dua dengan Metode Trapesium ......42 B. Menyelesaikan Integral Lipat dua dengan Metode Trapesium – Kuadratur Gauss Legendre ............................................................43 C. Aplikasi Pada Kasus Momen Inersia …………………………… 46

BAB IV PENUTUP ..........................................................................................58 A. Simpulan ........................................................................................58 B. Saran-Saran ...................................................................................59 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................60

ix

BAB I PENDAHULUAN

A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL Dalam era globalisasi saat ini, ilmu pengetahuan dan tekhnologi berkembang sangat pesat, begitu juga dengan perkembangan matematika. Matematika pada dasarnya merupakan alat, sarana atau pelayanan ilmu lain. Hal ini tidak dapat dipungkiri dengan munculnya berbagai aplikasi matematika, baik dalam kehidupan sehari – hari maupun dalam berbagai disiplin ilmu lain yang membutuhkan banyak perhitungan. Banyak masalah ilmu pengetahuan (sciences) maupun tekhnologi yang perlu diselesaikan dengan menggunakan metode integral tunggal maupun integral lipat. Penerapan integral lipat dua yang paling jelas adalah dalam penghitungan volume benda pejal. Penggunaan integral ganda dua yang demikian telah digambarkan secara luas, sekarang terdapat penerapan lain yaitu massa, pusat massa, momen Inersia dari radius kitaran. Menurut definisi kamus, mengintegrasi berarti “memadukan bersama, sebagian kedalam suatu keseluruhan, menyatukan, menunjukkan jumlah total“, secara matematis integrasi dapat dinyatakan oleh:

x

b

I=

∫ f ( x)dx a

Yang diartikan sebagai integrasi fungsi f(x) terhadap variabel x, yang dievaluasikan antara batas x = a hingga x = b. Sebagaimana dianjurkan oleh definisi kamus, makna persamaan diatas adalah jumlah total atau asumsi f(x) dx yang meliputi bentangan dari x = a hingga x = b. Kenyataannya, simbol ∫sebenarnya merupakan huruf besar S yang divariasikan untuk menandai hubungan yang dekat antara integrasi dan sumasi (Thomas dan Finney,1979). Fungsi yang akan diintegrasikan menurut jenisnya adalah: (1) Fungsi kontinu sederhana, seperti sebuah polinomial, eksponensial atau sebuah fungsi trigonometri. (2) Suatu fungsi kontinu yang rumit, yakni sukar atau tidak mungkin untuk mengintegrasi secara langsung. (3) Suatu fungsi yang ditabulasikan di mana harga x dan f(x) diberikan pada sejumlah titik diskrit, seperti sering dijumpai pada data eksperimen. Dalam kasus pertama, integral sebuah fungsi sederhana bisa dievaluasikan secara eksak dengan dievaluasikan secara eksak dengan menggunakan teknik analitis yang telah dipelajari dalam kalkulus. Tetapi untuk kedua kasus terakhir harus dilakukan metode aproksimasi. Suatu pendekatan sederhana dan intuitif ialah dengan memplot fungsi tersebut pada kedua kisi, dan menghitung banyaknya kotak untuk mengaproksimasikan luas. Jumlah ini dilakukan oleh luas setiap kotak, dan akan memberikan sebuah

xi

taksiran kasar dari luas total di bawah kurva. Taksiran ini dapat diperbaiki dengan melakukan upaya tambahan, yakni menggunakan kisi yang lebih halus. Pendekatan lain yang masuk akal ialah membagi luas tersebut ke dalam segmen – segmen vertikal, atau bilah – bilah (strips) yang tingginya sepada dengan harga fungsi pada titik tengah pada setiap bilah. Luas beberapa empat persegi panjang kemudian dapat dihitung, lalu dijumlahkan untuk menaksir luas total. Pada pendekatan ini dianggap bahwa harga yang terletak ditengah memberikan suatu aproksimasi yang berlaku untuk tinggi fungsi rata – rata untuk

setiap

bilah,

seperti

metode

kisi,

taksiran

yang

diperhalus

memungkinkan dengan menggunakan bilah yang lebih banyak (dan lebih halus) untuk mengaproksimasikan integral tersebut. Walaupun pendekatan sederhana demikian mempunyai manfaat untuk menaksir secara cepat, teknik – teknik alternatif, yakni integrasi numerik atau metode kuadratur, tersedia untuk keperluan yang serupa. Metode – metode ini sebenarnya lebih mudah untuk dilaksanakan dibandingkan dengan pendekatan kisi, bertujuan sama seperti metode bilah (strip method). Artinya, tinggi fungsi dikali dengan lebar bilah lalu dijumlahkan untuk menaksir integralnya. Tetapi, melalui pemilihan faktor – faktor bobot yang baik, hasil taksiran dapat dibuat lebih akurat dibandingkan dengan “metode bilah” sederhana. Dengan berkembangnya tekhnologi komputer yang dewasa ini telah digunakan dihampir semua bidang kegiatan, tentu harus diikuti dengan tekhnik penyelesaian dan metode yang lebih baik. Artinya perlu dicari metode penyelesaian suatu masalah dengan ketelitian tinggi dan

xii

waktu proses yang lebih cepat. Dalam tulisan ini, akan diteliti tingkat keefisienan ditinjau dari segi waktu proses maupun segi ketelitian aplikasi metode Trapesium – kuadratur Gauss Legendre dan metode Trapesium – Trapesium. Kedua

metode

tersebut

digunakan

pada

penyelesaian masalah momen Inersia sebagai contoh kasus. Algoritma kedua metode diselesaikan dengan bahasa pemrograman pascal versi 7.0 dan komputer – komputer PC I 486 DX2.

B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan

uraian

pada

alasan

pemilihan

judul

tersebut, maka

permasalahan penelitian adalah sebagai berikut: (1)

Bagaimanakah metode Trapesium dalam penerapannya pada masalah integral lipat dua dengan program pascal.

(2)

Bagaimanakah metode Trapesium - Kuadratur Gauss Legendre dalam penerapannya pada masalah integral lipat dua dengan program pascal.

(3) Bagaimanakah

penerapan pada kasus momen inersia dengan

metode

Trapesium - Kuadratur Gauss Legendre.

C. BATASAN PERMASALAHAN Integral lipat dua yang akan dikaji disini adalah: (1) Integral lipat dua dengan metode Trapesium dengan program pascal. (2) Integral lipat dua dengan metode Trapesium - Kuadratur Gauss Legendre dengan program pascal. (3) Aplikasi pada kasus momen Inersia.

xiii

D. TUJUAN PENULISAN Tujuan penelitian ini adalah dapat menyelesaikan integral lipat dua

khususnya

menyelesaikan

masalah

momen

Inersia

dengan

menggunakan metode trapesium - kuadratur Gauss Legendre dengan bahasa pemrograman pascal.

E. MANFAAT PENULISAN Berdasarkan uraian diatas diperoleh manfaat sebagai berikut: (1) Setelah menggunakan metode trapesium dan metode kuadratur gauss lagendre diharapkan para pembaca dapat menyelesaikan integral lipat dua

khususnya

menyelesaikan

masalah

momen

Inersia

dengan

menggunakan metode trapesium - kuadratur Gauss Legendre. (2) Dapat menggunakan metode trapesium dan metode kuadratur gauss lagendre untuk menyelesaikan masalah – masalah dalam matematika terapan. (3) dapat mengaplikasikan metode trapesium dan metode kuadratur gauss lagendre untuk menyelesaikan masalah integral lipat dua dengan bahasa pemrograman pascal.

F. SISTEMATIKA SKRIPSI Penulisan sistematika dimaksud untuk memberi arah yang jelas dan lebih memudahkan dalam mempelajari dan memahami isi skripsi.

xiv

Adapun sistematika penulisan skripsi yang penulis susun ini terdiri dari 3 (tiga) bagian besar yang merupakan rangkaian dari bab – bab pada setiap bab terdiri dari subbab – subbab sebagai berikut: 1. Bagian Pendahuluan Untuk memperoleh gambaran global dari skripsi maka penulis mengungkapkan

beberapa

hal

yang

pembahasannya

dalam

bab

pendahuluan ini. Beberapa hal yang dimaksud adalah Halaman judul, abstrak, Halaman Pengesahan, motto dan peruntukan prakata dan daftar isi. 2. Bagian isi (batang tubuh karangan/teks) pada bagian ini memuat : BAB I

: Merupakan bab pendahuluan yang mencakup alas an pemilihan judul, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan

penulisan,

manfaat

penulisan

dan

sistematika

penulisan. BAB II

: Penulis mengungkapkan landasan teori yang sekiranya akan dipakai pada bab berikutnya.

BAB III : Merupakan bagian metode penulisan yang dipakai oleh penulisan. BAB IV : Penulis menyajikan pembahasan analisis masalah dan alternatif pemecahan masalahnya BAB V

: Penulis menyimpulkan pembahasan dan sedikit saran.

3. Bagian akhir yang memuat

xv

a. Lampiran – lampiran b. Daftar Pustaka : informasi tentang sumber buku dan literatur yang digunakan.

xvi

BAB II LANDASAN TEORI

A. Integral Tunggal Banyak cara yang dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu integral,

yakni dengan metode eksak dan numeric dengan bantuan

komputer. Dalam hal ini, masalah integral akan diselesaikan dengan metode numeric. Untuk itu, perlu dipahami bahwa integral tidak lain limit dari penjumlahan suatu partisi kecil pada suatu interval. Untuk lebih jelasnya, perhatikan interval [ a,b ] yang dibagi atas n partisi kecil pdan memiliki panjang sebesar ∆Xk , k = 1,2,…,n Untuk mengambil n yang cukup besar agar didapat partisi p sangat kecil, jumlah dari luas persegi panjang yang berada di bawah kurva y = f(x) ( f(x) > 0 ) dan terbatas dalam interval [ a,b ] dapat dinyatakan. (1)

n

lim

|P |→ 0

∑ f (X

k

)∆ X k

k =1

Dengan X k

suatu titik pada suatu partisi p.

Dan (l) didefinisikan sebagai integral tunggal

b

∫ f ( x)dx a

xvii

a. Integral Lipat Dua Atas Persegi Panjang R berupa persegi panjang dengan sisi – sisi yang sejajar sumbu – sumbu koordinat R = {(x,,y); a ≤ x ≤ b,c ≤ y ≤ d } Bentuk suatu partisi P dari R berupa garis – garis sejajar sumbu x dan y dan membagi R menjadi beberapa persegi panjang kecil yang berjumlah n buah. Norm P merupakan panjang diagonal terpanjang dari setiap persegi panjang bagian dalam partisi.

DEFINISI Andaikan f suatu fungsi dua peubah yang terdefinisi pada suatu persegi panjang tertutup R, jika : n

lim

|P | → 0

∑ f (x

k

y k )∆ A 1

k =1

Ada, dikatakan bahwa f terintegral pada R. Lebih lanjut,

∫∫ f (x, y)dA ,

disebut sebagai integral lipat dua dari f pada R yang

R

dinyatakan dengan : n

∫∫ f (x, y)dA = lim ∑ f ( x k y k )∆A k R

| P| → 0

k =1

Jika f (x,y) ≥ 0,

∫∫ f (x, y)dA

menyatakan volume benda pejal

R

di bawah permukaan z = f(x,y) dan di atas persegi panjang R.

xviii

Pernyataan Keujudan Tidak setiap fungsi dua peubah terintegral pada suatu persegi panjang

tertutup yang diberikan. Untuk lebih jelasnya, hal tersebut

dinyatakan pada teorema berikut :

TEOREMA (Teorema Keintegralan) jika f terbatas pada suatu persegi panjang tertutup R dan jika f kontinu pada daerah tersebut kecuali pada sejumlah hingga kurva mulus, f terintegral pada R. Khususnya, jika f kontinu pada seluruh R, f terintegral pada daerah tutup R. Sebagai akibatnya, hampir semua fungsi (asal terbatas) adalah fungsi yang terintegralkan pada setiap persegi panjang.

Sifat – sifat integral lipat dua Integral lipat dua mewarisi hampir semua sifat – sifat tunggal. 1. Integral lipat dua adalah linier,yaitu a. b. 2. Integral lipat dua adalah aditif pada persegi panjang yang saling melengkapi hanya pada suatu ruas garis.

3. Sifat pembandingan berlaku jika f(x,y)

R,maka

xix

g(x,y) untuk semua (x,y) di

Semua sifat – sifat ini berlaku pada himpunan – himpunan yang lebih umum daripada persegipanjang. Dalam perhitungan integral lipat dua, pertama – tama perhatikan bahwa jika f(x,y) = 1 pada R, maka integral lipat dua merupakan luas R, dan dari ini menyusul bahwa

b. Integral Lipat Dua atas Daerah Bukan Persegipanjang Sekarang perhatikan suatu himpunan S tertutup dan terbatas di bidang.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Integral lipat dua pada persegi Banyak cara yang dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu integral, yakni dengan metode eksak atau numerik dengan bantuan komputer. Dalam hal ini, masalah integral akan diselesaikan dengan metode numerik. Untuk itu, perlu dipahami bahwa integral tidak lain limit dari penjumlahan suatu partisi kecil pada suatu interval. Untuk lebih jelasnya, perhatikan fungsi f : [a,b] → R yang kontinu, dimana a daerah R yang dihubungkan dengan grafik fungsi nonnegatif kontinu y = f(x) dan x berada pada a ≤ x ≤ b (gambar 1). Kita juga melakukannya dengan membagi interval [a,b] menjadi beberapa sub interval dengan panjang ∆xj = xj – xj-1.

y

y = f(x)

xx

Gambar 1 Setelah memilih satu angka tj secara acak pada masing – masing interval maka akan mendekati penjumlahan Riemann n

Sn =

∑ f (t )∆x j

j

j =1

mewakili penjumlahan daerah persegi yang tampak pada (gambar 2) sehingga kita dapat membuktikan limit dari penjumlahan Riemann dimana n → ~ dan sebagai bentuk dari partisi ||Pn|| → 0, adalah daerah hasil. Hal ini menggambarkan tentang definisi integral tunggal. b

n

∫ f ( x)dx = lim ∑ f (t j )∆x j a

|Ρ|→ 0

k =1

y (tj,f(tj))

a = x0x1

xj-1 xj Gambar 2

xxi

xn = b

Untuk fungsi dengan dua variabel, alasan utama membentuk integral lipat dua yang akan lebih sesuai untuk perhitungan volume daripada luas. Ini karena a daerah Q pada daerah asal Z = f(x,y) dan grafik f pada bidang Q menghubungkan garis pada ruang nyata. Kita akan mendekati volume secara nyata dengan menggunakan prisma segiempat (gambar 3).

z f(sj , tk) yk t yk c

d

y

a x–t xf

∆xf ∆yk

x

(sf, tk)

Gambar 3 Kita mulai dengan masalah perhitungan volume V dari garis lurus dengan menggunakan grafik fungsi nonnegatif kontinu z = f(x,y), berikut ini menggunakan persegi R ={(x,y) | a ≤ x ≤ b, c ≤ y ≤ d} pada permukaan datar

xxii

xy, dan pada keempat sisi datar yang tegak x = a, x = b, y = c, dan y = d (lihat gambar 3). Penggunaan terminology yang sama pada bentuk

satu variabel

maka P1 = {a = x0,x1,x2, . . . ,xn = b} menjadi partisi dari interval [a,b] sehingga P2 = {c = y0,,y1,y2, . . .,yn = d} menjadi partisi dari interval [c,d]. Dan juga

∆xj = xj – xj-1, j= 1,2, . . .,n. dan ∆yk = yk – yk-1,

k = 1,2, . . ., m.

Seperti yang tampak pada (gambar 4), partisi ini membedakan garis yang membagi daerah R menjadi persegi – persegi Rjk dari daerah ∆Ajk =

∆xj∆yk, untuk j = 1,2, . . .,n dan k = 1,2, . . .,m. Kita melihat ini sebagai garis partisi P yang berpengaruh pada R oleh partisi P1 dan P2, dan kita melihat bentuk ||P|| dari partisi ini menjadi lebih luas dari bentuk ||P1|| dan ||P2|| dari partisi P1 dan P2 yaitu ||P|| = max{||P1||,||P2||} = max{∆x1,∆x2, . . . ,∆xn,∆y1,∆y2, . . . ,∆ym}. Pemikiran kita sekarang untuk mendekati volume dari daerah diatas persegi Rjk dan dibawah grafik f dengan volume prisma segiempat dengan daerah awal ∆Ajk = ∆xj∆yk. Untuk tinggi prisma digunakan fungsi nilai f(sj,tk) dimana titik (sj,tk) ini secara acak pada persegi Rjk. Yang akan mendekati n

Sn,m =

m

∑∑

f(sj,tk) ∆Ajk,

∆Ajk = ∆Xj ∆Yk.

(1)

j =1 k =1

Yang menunjukkan penjumlahan ganda Riemann untuk fungsi f pada persegi R. Seperti pada bentuk satu variabel, kita sekarang bertanya apakah batas dari penjumlahan Riemann seperti ukuran persegi Rjk menjadi sangat kecil. Berikut

xxiii

adalah definisi dari apa yang kita maksud dengan batas penjumlahan Riemann dalam persamaan (1). Definisi.1 Kita menyebut S sebagai batas dari penjumlahan Riemann pada persamaan (1), dimana ||P|| → 0 (dan seperti n → ~ dan m → ~), tertulis: n

S=

m

lim ∑∑

f(sj,tk) ∆Ajk, .

|| P || → 0 j =1 k =1

jika, ambil sembarang ε > 0, terdapat δ >0 sehingga jika 0 < ||P|| < δ, maka seperti pada titik (sj,tk) yang diambil dari Rjk.. Definisi 1 secara sederhana menyatakan bahwa batas dari penjumlahan Riemann dalam persamaan (1) merupakan S jika penjumlahan ini menggunakan jumlah S sebagai jumlah persegi Rjk dalam partisi P menjadi tak terhingga dan seperti dalam kedua dimensi (∆xj dan ∆yk) dari masing – masing persegi Rjk mendekati nol. Seperti dalam bentuk satu variabel penjumlahan ganda Riemann pada persamaan (1) akan memiliki batas S ketika fungsi f continu pada persegi R. Hasilnya tidak terbukti. Teorema 1 Jika f adalah fungsi dari dua variabel tunggal pada persegi R dan f kontinu pada R dan P dengan partisi dari R, seperti penjelasan di atas, maka batas n

S=

m

lim ∑∑

f(sj,tk) ∆Ajk,

|| P || → 0 j =1 k =1

xxiv

ada.

Definisi 2 Jika f adalah fungsi kontinu dari dua variabel pada persegi R = {(x,y) | a ≤ x ≤ b, c ≤ y ≤ d}.Integral lipat dua dari f pada persegi R merupakan jumlah dari:

∫∫

n

f(x,y) dA =

m

lim ∑∑

f(sj,tk) ∆Ajk, ∆Ajk = ∆Xj ∆Yk

|| P || → 0 j =1 k =1

R

Dimana P merupakan partisi dari persegi R dan (sj,tk) adalah titik acak pada persegi Rjk = {(x,y) | xj-1 ≤ x ≤ xj, yk-1 ≤ y ≤ yk}. Pada symbol

∫∫

f(x,y) dA,

R

Kita menggunakan tanda dua integral untuk menunjukkan bahwa ini menyatakan hasil dari proses limit ganda. Interval x [a,b] dan interval y [c,d] keduanya telah dipartisi menjadi sub interval. Pembagian pada R menunjukkan persegi melalui proses pengintegralan. Sekarang symbol dA (yang dapat juga ditulis dx dy) menunjukkan bahwa penjumlahan Riemann telah diperoleh dengan mempartisi R menjadi persegi dari daerah ∆Ajk =

∆xj∆yk. Sebelum fungsi f menjadi integral. Berdasarkan pada perkembangan yang menunjukkan penjumlahan Riemann, kita simpulkan bahwa volum V dari garis yang pada bagian atas dihubungkan dengan grafik fungsi f kontinu nonnegative dan pada bagian bawah dengan persegi R pada bidang xy adalah V=

∫∫

(2)

f(x,y) dA.

R

xxv

Tetapi bagaimana kita mengevaluasi Integral pada persamaan (2)? Pada dasarnya akan ada hasil yang sama dengan dasar teori kalkulus yang memungkinkan kita untuk menyelesaikannya. Sebenarnya jawaban untuk pertanyaan ini adalah sama. Diambil dari bab dimana volume V ditunjukkan oleh integral tunggal. b

V=



A(x) dx,

a
(3)

a

Dimana A(x) adalah daerah persilangan tegak lurus terhadap garis x- axis. Sekarang

x0 ε [ a,b ] adalah sesuai / tepat maka daerah dari persilangan ini

menjadi d

A(x0) =



c
f(x0,y)dA,

(4)

c

Karena persilangan di atas dihubungkan menggunakan fungsi g(y) = f (x0,y). ( lihat gambar 4 ) z z=f(x0,y)

c

d y

x R

A(xo)

x =xo

Gambar 4

xxvi

Dengan mengkombinasikan persamaan (3) dan (4) kita dapat menyimpulkan bahwa b d   V = ∫ ∫ f ( x, y )dy dx , a c 

a < b, c < d.

(5)

Maksud dari persamaan (5) adalah bahwa volume V telah dihitung pada pengintegrasian pertama, dengan memperhatikan y ( dimana x adalah konstan) dari c ke d, kemudian mengintegralkan fungsi hasil x dari a ke b. Pada gambar 5 tampak bahwa kita telah mulai dengan mengubah yo dan memperoleh daerah persilangan tegak lurus terhadap y – axis dan y = yo sebagai b

A( yo) =



a
f(x,y0) dx,

a

Hasil penghitungan untuk volume adalah b  ∫c ∫a f ( x, y )dxdy, d

V=

(6)

a < b, c < d

z z = f(x,yo)

A(yo)

d a b x

y = yo

Gambar 5

xxvii

R

Integral pada persamaan (5) dan (6) disebut sebagai integral iterated / iterasi, karena melibatkan komposisi dari dua integrasi, dimana masing – masing adalah variabel tunggal. Dan dapat ditulis secara sederhana dengan d  ∫a ∫c f ( x, y)dy dx

(7)

d b   f ( x, y )dxdy = ∫ ∫ f ( x, y )dx dy . c a 

(8)

b d

∫∫

b

f ( x, y )dydx =

a c

dan d b

∫∫ c a

Sangat penting untuk mengetahui bahwa integral iretated diinterpretasikan “ dari dalam ke luar “, seperti yang dijelaskan pada persamaan (7) dan (8). Pada akhirnya dapat kita catat bahwa definisi dari integral lipat dua pada definisi ke 2 tidak berdasar pada fungsi f nonnegatif. Integral lipat dua f (x,y) dA sehingga menjadi jelas untuk semua fungsi kontinu f, dengan mengabaikan fungsinya pada persegi R. Saat f (x,y) ≥ 0 untuk semua ( x,y ) pada R, kita dapat mengkombinasikan pernyataan (2) dengan pernyataan (5) hingga (8) untuk mendapatkan persamaan – persamaan;

∫∫ f ( x, y)dA = R

b d

∫∫ a c

d  ∫a ∫c f ( x, y )dy dx b

f ( x, y )dydx =

(9)

dan

∫∫ f ( x, y)dA = R

d b

∫∫ c a

d b   f ( x, y )dxdy = ∫ ∫ f ( x, y )dx dy . c a 

xxviii

(10)

Persamaan (9) dan (10) benar –benar mengabaikan tanda f ( x,y ), namun integral pada persamaan (9) dan (10) sama dengan volume daerah antara persegi R dan grafik z = f ( x,y ) saat f ( x,y ) ≥ 0 untuk semua ( x,y ) pada R, a < b, dan c < d. untuk selanjutnya kita akan membahas lipat dua.

B. Integral Lipat Dua pada Daerah Bukan Persegi Integral lipat dua dapat ditunjukan dengan jelas melalui daerah pada bidang yang lebih tak beraturan dari segi empat. Misal Q adalah region pada bidang yang dibatasi ( dalam arti terdapat dalam beberapa persegi) dan garis batasnya merupakan kurva atau lengkungan yang tidak berpotongan. Sebuah persegi merupakan contoh sebuah region, demikian juga dengan pentagon, segi tiga, dan lingkaran atau mungkin sebuah region yang tak beraturan. Jika f adalah suatu fungsi kontinu dari dua variabel tunggal pada Q dan Q terdapat dalam sebuah persegi R = {( x, y ) | a ≤ b, c ≤ d }. Kita bentuk Y

grid pada R seperti sebelumnya, yang mempartisi R menjadi persegi – persegi d = ym yang lebih kecil. Kita tandai partisi P ini dengan || P ||.

R Maka beberapa persegi kecil tersebut akan berada i dalam Q dan yang lainnya tidak. Missal R1, R2,…., Rm adalah urutan persegi yang berada si ' ti

( )

dalam Q. untuk masing – masing seperti Ri, jika ( si, ti ) menjadi titik pada Ri. y2 y1 maka akan muncul penjumlahan c = y0 x m

Sm = a = x0

∑x f (s x, t )∆Ax ∆ Ai = area of Ri. i

i =1 1

i 2

i

3

xxix

xn = 0

(1)

Dari keadaan pada Q dan f, pada m → ∞ dan ||P|| → 0 maka penjumlahan Rieamann akan menunjukkan angka yang merupakan integral lipat dua dari f pada region Q: m

∫∫ f ( x, y)dA = lim ∑ f (si , ti )∆Ai . R

(2)

|| P || → 0 i =1

Persamaan (2) sebenarnya merupakan definisi dari integral lipat dua pada keadaan ini, meskipun kita tidak menyatakan secara langsung karena akan merupakan pengulangan yang mendekati persamaan – persamaan sebelumnya. Sebelum kita membuktikan, kita harus memperhatikan dua hal yang mempengaruhi definisi ini. (i)

Meskipun hanya satu penjumlahan yang muncul pada persamaan (2), definisi ini sama dengan definisi 2 dimana Q adalah persegi. Perbedaannya hanyalah kita harus menggunakan langkah penghitungan dimensi dua dalam menyatakan definisi 2. Pada persamaan (2) kita telah menyederhanakan daftarnya termasuk persegi R1, R2,…., Rm yang menggunakan indeks tunggal.

(ii)

Saat f ( x,y ) ≥ 0 untuk semua ( x,y ) ε Q, integral lipat dua (2) menunjukan volume dari bentuk yang dihubungkan dengan grafik dari z = f ( x,y ) dan region Q. dengan alasan yang sama pada kasus yang lebih mudah dari integral lipat dua pada persegi. Ada dua macam region untuk integral lipat dua pada persamaan (2)

yang dapat dievaluasi sebagai integral iterated: region sederhana x dan y. Definisi 3

xxx

Sebuah daerah Q pada bidang xy disebut y sederhana jika terdapat fungsi kontinu g1 dan g2 sehingga Q = {( x, y ) | a ≤ x ≤ b, g1(x) ≤ y ≤ g2 (x) } Region Q disebut x sederhana jika terdapat fungsi kontinu h1 dan h2 sehingga Q = {( x, y ) | c ≤ y ≤ d, h1(y) ≤ x ≤ h2 (y) } Region Q disebut beraturan jika keduanya x dan y sederhana. Gambar 6 memberikan dua gambaran dari region y sederhana. Keadaan dimana g1(x) ≤ y ≤ g2 (x) untuk semua x ε [ a, b ] secara sederhana berarti bahwa garis bagi vertical yang menghubungkan ( x, g1(x)) dan ( x g2 (x)) terbentang pada region Q. Dengan kata lain ini adalah garis paralel y – axis yang memotong Q hamper dua kali. y

y y = g2(x) y = g2(x) Q

x=a

Q

x a

y = g1(x)

b

x=b y = g1(x)

a

(a)

x b

(b)

Gambar. 6 Dua region y sederhana: garis vertikal memotong Q hampir dua kali Gambar. 7 menunjukan dua region x sederhana. Keadaan ini berarti bahwa garis paralel x – axis memotong Q hamper dua kali. Demikian juga gambar.6(a) dan 7(a) adalah beraturan (keduanya x dan y sederhana). Namun gambar 6(b) bukan x sederhana dan 7(b) bukan y sederhana.

xxxi

y

y x = h1(y)

y=d d-

Q Q

x = h2(y)

x = h1(y)

x

x = h2(y)

c-

x y=c (b)

(a) Gambar. 7

Q

Dua region y sederhana: garis horisontal memotong Q hampir

dua kali Teori berikut menunjukan bagaimana integral lipat dua pada region x atau y sederhana dapat dibuktikan sebagai integral iterated.

Teorema 2 Jika f merupakan fungsi kontinu dari dua variabel pada region Q 1. jika Q = {( x, y ) | a ≤ x ≤ b, g1(x) ≤ y ≤ g2 (x) }adalah

y

sederhana, maka

∫∫ f ( x, y)dA = R

b g 2 ( x)

∫ ∫

a g1 ( x )

2. jika

 g 2 ( x )  ∫a  g ∫( x)f ( x, y )dy dx . 1  b

f ( x, y )dydx =

(3)

Q = {( x, y ) | c ≤ y ≤ d, h1(y) ≤ x ≤ h2 (y) } adalah x

sederhana, maka

∫∫ f ( x, y)dA = R

d h2 ( y )

∫ ∫

h2 ( y )  ∫c  h ∫( y )f ( x, y)dx dy . 1  d

f ( x, y )dxdy =

c h1 ( y )

xxxii

(4)

Persamaan (3) menyatakan jika Q adalah

y

sederhana, kita

pertama – tama integrasi f sebagai fungsi dari y sendiri, diantara limit g1(x) dan g2 (x). fungsi hasil dari x sendiri kemudian kita integrasi menggunakan limit konstan a ≤ x ≤ b. Persamaan (4) menyatakan bahwa jika Q adalah x sederhana, kita pertama – tama integrasi f sebagai fungsi dari x sendiri, di antara h1(y) dan h2 (y). Kita tidak harus membuktikan teorema 2. Gambar. 8 menyatakan alasan validitas persamaan (4) ketika f nonnegative pada Q dan Q adalah x h2 ( y )

∫ f ( x, y )dx = A( y )

sederhana: untuk y tetap, integral

akan memberi daerah

h1 ( y )

persilangan dari bentuk tersebut dengan grafik f dan region Q. Rumus yang sama untuk volume V

dari sebuah bangun yang diketahui daerah

persilangannya menjadi V=

d

d h2 ( y )

c

c h1 ( y )

∫ A( y )dy = ∫ ∫ f ( x, y )dxdy .

z

(5)

z = f(x,y)

V A (yo) Y=c c

Q y = yo

y d y =d

x = h2 (y) x = h1 (y)

xxxiii

Gambar. 8

Jika Q adalah x sederhana, daerah persilangan tegak lurus terhadap y – axis pada yo adalah:

h2 ( y )

A(yo) =

∫ f ( x, y )dx. 0

h1 ( y )

Karena sisi kiri persamaan (5) sama dengan integral lipat dua

kita peroleh

persamaan (4). Dalam menggunakan teorema 2 untuk membuktikan integral lipat dua, sangat penting untuk membuat gambar region Q untuk menentukan apakah x atau y sederhana. Langkah ini akan lebih sering membantu dalam pengintegrasian pada integral iterated. (Tentu saja jika Q adalah region beraturan, kita dapat mengerjakan dengan cara lain. Hati – hati bahwa limit dari integrasi sama dengan langkah yang dipilih dalam integrasi.) Penggantian langkah dalam integrasi Akan ada saat dimana kita perlu mengganti langkah – langkah integrasi pada integral iterated, karena sebuah anti derivative(turunan) tidak dapat ditemukan dengan menggunakan variabel “ dalam “. Seperti pada integral iterated berikut: 1 1

∫ ∫ ye

x2

(6)

dxdy

0 y2

Kita tidak dapat menemukan sebuah anti turunan (formal) untuk integrand ye dengan memperhatikan x. Namun integral seperti ini dapat dibuktikan dengan membalikkan langkah – langkah integrasinya. Sebagai contoh; anti turunan ye dimana y

xxxiv

y2e . Tapi kita akan membalikan langkah dimana integrasi

adalah fungsi

ditunjukkan, kita juga harus menentukan limit yang benar dari integrasi yang sama dengan langkah integrasi yang baru. Seperti berikut:

Untuk membalik langkah integrasi pada integral lipat dua d h2 ( y )

∫ ∫ f ( x, y )dxdy c h1 ( y )

(i) Identifikasi region Q dimana integral iterated dapat ditulis sebagai integral lipat dua. d h2 ( y )

∫ ∫ f ( x, y)dxdy = ∫∫ f ( x, y)dA . Q

c h1 ( y )

(ii) Temukan konstanta a dan b, dan fungsi kontinu g1 dan g2, sehingga region Q dapat dinyatakan sebagai berikut: Q = {( x, y ) | a ≤ x ≤ b, g1(x) ≤ y ≤ g2 (x) } (iii) Tulis kembali integral iterated sebagai berikut: d h2 ( y )

∫ ∫

f ( x, y )dxdy =

c h1 ( y )

b g 2 ( x)

∫∫ f ( x, y)dA =

∫ ∫ f ( x, y )dydx.

Q

a g1 ( x )

Secara jelas langkah ini dapat digunakan jika Q adalah region beraturan. Dan meskipun langkah ini dinyatakan untuk membalikan langkah integrasi dari dx dy menjadi dy dx, langkah untuk mengganti dy dx menjadi dx dy adalah sama. Pada akhirnya tidak ada kepastian bahwa integral hasil lebih mudah dibuktikan daripada integral awal. Aturan integral lipat dua

xxxv

Dijelaskan dalam bagian ini bahwa integral lipat dua memenuhi persamaan berikut: (i)

∫∫ [ f ( x, y ) + g ( x, y )]dA = ∫∫ f ( x, y )dA + ∫∫ g ( x, y )dA, Q

(ii)

Q

∫∫ cf ( x, y)dA = c ∫∫ f ( x, y )dA, Q

(iii)

Q

∫∫

c = konstan,

Q

∫∫ f ( x, y)dA + ∫∫ f ( x, y)dA.

f ( x, y ) dA =

Q1Q2

Q1

Q2

pada (iii) Q = Q1 U Q2 adalah union dari dua region nonoverlapping Q1 dan Q2, masing – masing memenuhi nilai Q. persamaan (iii) meluas menjadi union dari banyak region nonoverlapping

Q1, Q2, …. Qn dari bentuk ini.

Kita tidak membuktikan persamaan (i) sampai (iii). Buktinya adalah sama dengan bentuk integral dengan satu variabel.

C. Penerapan Integral lipat dua penerapan integral lipat dua yang paling jelas adalah dalam perhitungan volume benda pejal. Penggunaan integral ganda dua yang demikian telah digambarkan secara luas, sehingga sekarang kita berpaling ke penerapan yang lain (massa, pusat massa, momen inersia dan radius kitaran). Dalam penerapan ini penulis memfokuskan pada momen inersia. Dari Fisika kita pelajari bahwa enegi kinetik (KE) dari suatu partikel bermassa m dan kecepatan v, bergerak pada suatu garis lurus adalah KE = ½ mv2.

xxxvi

Jika sebagai pengganti bergerak sepanjang suatu garis lurus, partikel berputar terhadap suatu sumbu dengan suatu kecepatan sudut ω radian per detik, maka kecepatan liniernya adalah v = rω, dengan r merupakan radius lintasan yang berbentuk lingkaran. Bilamana kita subtitusikan ini kedalam (1), kita peroleh : KE = ½ (r2m)ω. Suku r2m disebut momen inersia partikel tersebut dan ditandai oleh I. Jadi untuk partikel yang berputar itu , KE = ½ Iω. Kita simpulkan dari (1) dan (2) bahwa momen inersia suatu benda dalam gerak putar, memainkan peranan yang serupa terhadap massa benda dalam gerak linier. Untuk suatu sistem n partikel pada suatu bidang yang bermassa m1,m2,…,mn dan yang berjarak r1,r2,…rn dari garis L, maka momen inersia sistem itu terhadap L didefinisikan sebagai I = m1r12 + m2r22 + … + mnrn2 = Σ mkrk2 Dengan kata lain kita tambahkan momen – momen inersia dari partikel – partikel mandiri. Sekarang kita perhatikan lamina dengan kerapatan δ(x,y) yang mencakup suatu daerah S dari bidang xy. Jika kita partisikan S, aproksimasi momen inersia tiap keping Rk, tambahkan dan ambil limit maka rumus momen inersia lamina terhadap sumbu – sumbu x,y dan z diberikan oleh Ix =

∫∫ y δ( x, y)dA 2

Iy =

s

∫∫ x s

xxxvii

2

δ( x , y)dA

Iz =

∫∫ x

2

+ y 2 δ( x , y)dA = I x + I y

s

Perhatikan masalah penggantian suatu sistem massa umum yang massa totalnya m oleh sebuah titik tunggal bermassa m dengan momen inersia I yang sama terhadap suatu garis L , sehingga didapat rumus sebagai berikut :

r=

I m

Sebuah radius kitaran (girasi) sistem. Jadi energi kinetik dari sistem yang berputar mengelilingi L dengan kecepatan sudut ω adalah KE = ½ mr2.

D. ATURAN TRAPESIUM Aturan trapesium adalah formula pertama integrasi tertutup Newton Cotes.. Formula ini bersesuaian dengan kasus dimana polinomial pada persamaan (1) adalah orde pertama : b

I = ∫ f(x) dx ≈ c

b



(1)

f1(x).

a

Pada sebuah garis lurus dapat dinyatakan sebagai persamaan (2) f1(x) = f(a) +

f (b) − f (a ) (x – a). b−a

(2)

Luas di bawah garis lurus ini adalah suatu taksiran integral f(x) atara batas – batas a dan b.: b

I ≈

∫ a

f (b) − f ( a )   ( x − a )  dx.  f (a) + b−a  

Hasil dari integrasi itu pada penurunan aturan trapesium dibawah untuk rinciannya adalah :

xxxviii

I ≈ (b − a )

f (a ) + f (b) . 2

(3)

yang disebut sebagai aturan trapesium. Secara geometrik, aturan trapesium adalah ekuivalen dengan mengaproksimasikan

luas

trapesium

di

bawah

garis

lurus

yang

menghubungkan f(a) dan f(b) pada . Dari geometri diingatkan bahwa formula untuk menghitung luas trapesium adalah tinggi dikali rata – rata alas. Dalam kasus ini, konsep itu adalah sama, tetapi trapesium berada pada sisi – sisinya karena itu taksiran integrasi dapat dinyatakan sebagai : I ≈ lebar x tinggi rata – rata

(4)

I ≈ (b-a) x tinggi rata – rata

(5)

Penurunan Aturan Trapesium Sebelum integrasi persamaan (2) dapat dinyatakan sebagai : f(x) =

f (b) − f ( a ) af (b) − af ( a ) x + f( a) b−a b−a

Pengelompokkan dua suku terakhir memberikan f(x) =

f (b) − f ( a ) bf (a ) − af ( a ) − af (b) + af ( a ) x+ b−a b−a

atau f(x) =

f (b) − f (a ) bf (a ) − af (b) x b−a b−a

Yang dapat diintegrasikan antara x = a dan x = b agar memenuhi I=

f (b) − f (a ) x 2 b−a 2

-

bf (a ) − af (b) b−a

Hasil ini dapat dievaluasi guna memberikan :

xxxix

I=

(

)

f (b) − f (a ) b 2 − a 2 bf (a ) − af (b) + (b–a) b−a 2 b−a

Sekarang dengan menyadari bahwa b2 – a2 = (b-a) (b+a), maka I = [f(b) – f(a)]

b−a + bf(a) – af(b) 2

Dengan pengalian dan pengumpulan suku suku akan memenuhi : I=(b–a)

f (b) + f ( a ) 2

Yang merupakan formula untuk aturan trapesium.dimana untuk aturan trapesium, tinggi rata – rata adalah rata – rata harga fungsi pada titik – titik ujung, atau [f(c)+ f(b)]/2. Semua formula tertutup Newton-Cotes dapat dinyatakan dalam formula umum Persamaan (5). Ternyata mereka hanya dibedakan terhadap formulasi tinggi rata – rata.

1. Kesalahan Aturan Trapesium Dalam melakukan integrasi di bawah sebuah segmen garis lurus untuk mengaproksimasikan integral dibawah suatu kurva, tentunya ada kesalahan yang sangat besar. Suatu taksiran untuk kesalahan pemotongan setempat dari suatu aplikasi tunggal aturan trapesium adalah pada penurunan dan taksiran kesalahan dibawah. E =-

1 f’’(ε) (b-a)3 12

(6)

dimana ε terletak dimana – mana pada interval dari a ke b. Persamaan (6) menunjukkan bahwa jika fungsi yang akan diintegrasikan itu adalah linier, aturan trapesium akan eksak. Dalam hal lainnya, untuk fungsi – fungsi dengan turunan orde kedua dan orde lebih tinggi (yakni dengan kelengkungan), beberapa kesalahan dapat muncul.

xl

Penurunan dan Taksiran Kesalahan dari Aturan Trapesium Berdasarkan pada Integral Polinomial Interpolasi ke Depan Newton-Gregory. Suatu penurunan alternatif dari aturan trapesium adalah mungkin dengan interpolasi ke depan Newton-Gregory. Dengan mengingat versi orde pertama dengan suku kesalahan, maka integrasi akan menjadi : b

f " (ε )   a (a − 1)h 2  dx I = ∫  f (a ) + ∆f (a )a + 2  a

(k1)

Untuk memudahkan analisis dan menyadari bahwa karena

α = (x-

a)/h1 maka : dx = h dα Dalam sejumlah h = b – a (untuk aturan trapesium satu segmen), batas – batas integrasi, a dan b, masing – masing sesuai dengan 0 dan 1. Karenanya, persamaan (k1) dapat dinyatakan sebagai : 1

I=h



∫  f (a) + ∆f (a)a + 0

f " (ε )  a (a − 1)h 2  da. 2 

Jika dianggap bahwa untuk h yang kecil, suku f’’(ε) adalah kira – kira tetap persamaan ini dapat diintegrasikan menjadi :

   a3 a 2  a2 I = h af ( a ) + ∆f (a ) −  −  f " (ε ) h3  2 4 6   Dan dievaluasikan sebagai:

∆f ( a )  1  3 I = h  f (a) +  − 12 f " (ε )h . 2   Karena ∆f(a) = f(b) – f(a), hasil itu dapat dituliskan sebagai I=h

f (a ) + f (b) 1 f " (ε )h3 . − 2 12

Aturan trapesium

kesalahan

Jadi, suku pertama adalah aturan trapesium dan suku kedua adalah suatu aproksimasi kesalahan.

2. Aturan Trapesium Segmen Berganda

xli

Suatu cara untuk memperbaiki akurasi dari aturan trapesium ialah dengan membagi interval integrasi dari a ke b menjadi sejumlah segmen dan menerapkan metode tersebut pada setiap segmen. Kemudian masing – masing segmen dapat ditambahkan untuk memperoleh integrasi untuk kesalahan interval. Persamaan yang dihasilkan disebut formula integrasi segmen berganda atau komposit (gabungan). Format

umum

dan

nomenklatur

yang

digunakan

untuk

mengkarakteriasasikan integral segmen berganda. Terdapat n + 1 titik basis yang berspasi sama (x0,x1,x2,…,xn). Konsekuensinya, terdapat n segmen dengan lebar yang sama. h=

b−a . n

(7)

jika a dan b masing – masing didesain sebagai x0 dan xn, integrasi total dinyatakan sebagai : I=

x1

x2

xn

x0

x1

x n −1

∫ f ( x)dx − ∫ f ( x)dx + ... − ∫ f ( x)dx .

Dengan memasukkan aturan trapesium pada setiap integral, maka: I=h

f ( x1 ) + f ( x0 ) f ( x2 ) + f ( x1 ) f ( xn ) + f ( xn −1 ) +h + ... + h . 2 2 2

(8)

atau dengan mengelompokkan suku – suku : I=

n −1 h  f ( x ) + 2 f ( x1 ) + f ( xn )  . ∑ 0  2 i =1 

(9)

atau dengan persamaan (7) untuk menyatakan persamaan (9) dalam bentuk umum dari persamaan (5) n −1

f ( x0 ) − 2∑ f ( xi ) + f ( xn ) I=(b–a)

i =1

.

2n

(10)

karena penjumlahan koefisien – koefisien f(x) pada pembilang dibagi oleh 2n adalah = 1, tinggi rata – rata menunjukkan suatu rata – rata yang dibobotkandari harga – harga fungsi. Sesuai dengan persamaan (10) titik – titik terdalam diberi bobot dua kali bobot kedua titik – titik ujung f(x0 ) dan f(xn).

xlii

suatu kesalahan untuk aturan trapesium segmen berganda dapat diperoleh dengan menjumlahkan masing – masing kesalahan pada setiap segmen, sehingga memberikan : Et = -

(b − a )3 12n3

n

∑ f "(ε ) .

(11)

i =1

dimana f’’(ε) adalah turunan kedua pada sebuah titik ε1 yang terletak dalam segmen i. Hasil ini dapat disederhanakan dengan menaksir harga mean atau rata – rata dari turunan kedua pada keseluruhan interval . n

∑ f "(ε ) f "≈

i =1

n

.

(12)

karenanya ∑f(ε) ≈ n dan persamaan 11) di atas dapat ditulis kembali sebagai: E0 = -

(b − a )3 12n 2

f ".

(13)

Jadi jika jumlah segmen didobelkan, kesalahan pemotongan akan diperempatkan. Pada persamaan (13) merupakan suatu kesalahan aproksimasi disebabkan sifat aproksimasi dari persamaan (12).

E. KUADRATUR GAUSS LEGENDRE Sekelompok integrasi numerik atau formula kuadratur dikenal sebagai persamaan Newton-Cotes. Satu karakteristik formula ini adalah perkiraan integral, yang didasarkan pada harga – harga fungsi berspasi genap. Konsekuensinya, letak titik – titik basis yang dipakai telah ditentukan atau tetap. Misalnya, seperti dijelaskan, aturan trapesium didasarkan pada pengambilan luas dibawah garis lurus yang menghubungkan harga – harga fungsi pada kedua ujung interval integrasi. Formula yang dipakai untuk mencari luas ini adalah : I≈ ( b – a )

f (b) + f ( a ) . 2

(14)

xliii

di mana a dan b adalah batas – batas integrasi, dan b – a adalah lebar interval integrasi. Karena aturan trapesium harus melewati titik – titik ujung, dimana formula tersebut menghasilkan suatu kesalahan yang besar. Sekarang misalkan kendala dari titik – titik basis yang tetap ini diperbaiki dan kita bebas untuk mengevaluasi luas dibawah suatu garis lurus yang menghubungkan sembarang dua titik p-ada kurva. Dengan menempatkan titik – titik ini secara bijaksana, dapat didefinisikan suatu garis lurus yang akan mengimbangi kesalahan positif dan negatif. Jadi

akan tiba pada suatu

perkiraan integral yang diperbaiki. Kuadratur gauss adalah nama untuk suatu jenis teknik guna melaksanakan strategi. Formula kuadratur gauss

tertentu yang dijelaskan

dalam pasal ini disebut formula Gauss-Legendre, sebelum menjelaskan pendekatan ini, akan diperlihatkan bagaimana formula integrasi numerik, seperti aturan trapesium, dapat diturunkan dengan mempergunakan metode koefisien tidak tertentu. Metode ini kemudian akan dilaksanakan untuk mengembangkan formula Gauss-Legendre.

1. Metode Koefisien Tidak Tertentu Diatas telah dijelaskan bahwa penurunan aturan trapesium menggunakan integrasi suatu polinomial interpolasi linier dan dengan pengertian geometrik. Metode koefisien tidak tertentu menawarkan suatu pendekatan ketiga yang juga mempunyai manfaat dalam menurunkan teknik integrasi lainnya, seperti kuadratue gauss. Untuk menggambarkan pendekatan yang demikian, persamaan (14) dinyatakan sebagai: c1 f(a) +

(15)

c2 f(b).

dimana setiap c adalah konstanta. Sekarang disadari bahwa aturan trapesium akan mengandung hasil – hasil yang eksak, jika fungsi yang tengah diintegrasikan adalah sebuah konstanta atau sebuah garis lurus. Dua persamaan sederhana yang memperlihatkan hal ini adalah y = 1 dan y = x. Jadi, kesepadanan di bawah ini dapat di pegang:

xliv

(b − a ) / 2

c1 f(a) +c2 f(b)=



(b − a ) / 2

1dx.

dan



c1 f(a) + c2 f(b)=

− (b − a ) / 2

xdx.

−(b− a) / 2

atau dengan mengevaluasikan integral : c1 f(a) + c2 f(b) = b – a

dan

c1 f(a) + c2 f (b) = 0.

keduanya adalah persamaan – persamaan dengan dua yang tidak diketahui yang dapat diselesaikan untuk: c1 = c2 =

b−a . 2

dan kemudian dimasukkan kembali ke dalam persamaan (15),memberikan I ≈

b−a b−a f (a) + f (b). 2 2

yang ekuivalen dengan aturan trapesium.

2. Penurunan Formula Dua Titik Gauss-Legendre Seperti halnya penurunan aturan trapesium di atas, tujuan kuadratur gauss adalah untuk menentukan koefisien – koefisien suatu persamaan dalam bentuk: I ≈ c1 f(x1) + c2 f(x2).

(16)

Di mana setiap c adalah koefisien yang ridak diketahui. Akan tetapi bertentangan dengan aturan trapesium yang menggunakan titik – titik tetap pada ujung a dan b, argumen – argumen fungsi x1 dan x2 tidak tetap pada titik – titik ujung, kecuali yang tidak diketahui. Jadi, dipunyai sejumlah empat yang tidak diketahui dan harus dievaluasikan, serta konsekuensinya, memerlukan empat kondisi untuk menentukan secara eksak. Sebagaimana halnya aturan trapesium, dapat diperoleh dua dari kondisi ini dengan menganggap bahwa persamaan (16) cocok untuk integral sebuah konstanta dan sebuah fungsi linier secara tepat. Kemudian, untuk sampai pada kondisi lainnya, kita memperluas penalaran ini secara gamblang dengan menganggap bahwa ia juga cocok untuk integral sebuah fungsi parabola

(y = x2). Dengan melakukan

ini.kita menentukan keempat buah harga yang tidak diketahui dan dalam penawaran menurunkan sebuah formula integrasi dua titik linier yang eksak untuk kubik. Empat persamaan yang akan diselesaikan tersebut adalah:

xlv

1

c1 f(x1) + c2 f(x2) = ∫1dx = 2.

(17)

−1 1

c1 f(x1) + c2 f(x2) =

∫ xdx

= 0.

(18)

−1 1

c1 f(x1) + c2 f(x2) =

∫ x dx 2

−1

=

2 . 3

(19)

1

c1 f(x1) + c2 f(x2) =

∫ x dx 3

= 0.

(20)

−1

Persamaan (17) sampai (20) dapat diselesaikan secara simultan untuk : c1 = c2 = 1: Jelas x1 = -

x2 =

1 = - 0,577350269… 3 1 3

= 0,577350269…

yang dapat dimasukkan kedalam persamaan (16) agar memenuhi formula GaussLegendre dua titik:

 1   1  I ≈ + f .  3  3

(21)

Jadi, kita tiba pada hasil yang menarik bahwa penambahan sederhana harga – harga fungsi pada x = 1/ 3 dan - 1/ 3 mengandung suatu perkiraan integral yang akurat sampai orde ketiga. Perhatikan, batas integrasi dalam persamaan (17) sampai (20) adalah dari 1 sampai 1. Ini dilakukan guna mempermudah aritmetika dan membuat formulasi seumum mungkin. Suatu perubahan variable sederhana dapat dipakai untuk menerjemahkan batas lain integrasi ke dalam bentuk ini. Ini dilakukan dengan menganggap bahwa sebuah variable baru xd dihubungkan dengan variable semua x dalam suatu bentuk linier, seperti pada: (22)

X = a0 + a1xd.

Kalau batas terbawah, x = a, bersesuaian terhadap xd = -1, harga – harga ini dapat dimasukkan ke dalam persamaan (22) agar memenuhi :

xlvi

a = a0 + a1(-1).

(23)

sama halnya, batas teratas, x = b, bersesuaian terhadap xd = -1, untuk memberikan : b = b0 + b1(-1).

(24)

persamaan (23) dan (24) dapat diselesaikan secara simultan untuk : a0 =

b+a . 2

(25)

a1 =

b−a . 2

(26)

dan

yang dapat dimasukkan kedalam persamaan (22) sehingga : x=

(b + a ) + (b − a ) xd . 2

(27)

Persamaan ini dapat dideferensiasikan dan memberikan : dx =

b−a 2

dxd.

harga x dan dx dari persamaan – persamaan (26) dan (27) masing – masing dapat di masukkan ke dalam persamaan tersebut untuk diintegrasikan. Subsitusi ini secara efektif memindahkan interval integrasi tanpa mengubah harga integral.

F. TURBO PASCAL Turbo pascal for windows (TPW) adalah salah satu jenis bahasa dalam windows. Bahasa ini mempunyai bentuk yang terstruktur. Pemrograman dalam bahasa pascal for window adalah pengembangan dari pemrograman bahasa pascal biasa ( Pascal Under Dos ). Turbo pascal for window juga dapat digunakan sebagai penunjang pengetahuan dalam struktur database. TPW memiliki fasilitas untuk menghitung numerik yang cukup baik seperti operasi floating point yang dilengkapi adanya tipe ganda (double precision) sehingga untuk perhitungan yang rumit pascal sudah mendekati ketelitian seperti pemrograman bahasa Fotran. Kelebihan pascal daripada Fotran adalah kesederhanaan bentuk program.

xlvii

Istilah – istilah yang sering digunakan di dalam pemrograman pascal antara lain: (1) Editor Editor adalah termasuk software aplikasi yang digunakan untuk mengetik suatu text program, kemudian dapat disimpan sebagai file. Jadi editor juga dapat digunakan untuk membuat file. Editor TPW sudah inklusif di dalam program (software) TPW itu sendiri. (2) Edit (menyuting) Mengedit artinya proses memasukkan/mengetik program ke dalam komputer, melalui fasilitas TPW yang disebut editor. (3) Save (menyimpan) Save

adalah

proses

penulisan

tulisan

yang

berada

di

dalam

editor

diamankan/disimpan ke dalam media disk. (4) Open/Load Perintah ini berfungsi untuk mengambil file dari disk kemudian diletakkan ke dalam editor. Jadi dapat dikatakan Load/Open adalah kebalikan dari save.

(5) Compile Compile adalah perangkat TPW (bahasa program lain) yang berguna untuk menterjemahkan bahasa tulisan (dalam editor/ Hi Level language) kedalam bahasa mesin (Low Level Language), serta mengontrol kesalahan sintaks atau kesalahan perintah apakah suatu perintah dikenal oleh komputer atau tidak. Compale ini membaca file yang berekstensi .pas kemudian menuliskan ke dalam bahasa mesin dengan ekstensi .obj program yang sudah tidak terdapat kesalahan sintaks, dapat diproses lebih lanjut menjadi program siap pakai yaitu executable file. Program yang sudah diubah menjadi executable file biasanya berekstensi .com atau .exe. (6) Run

xlviii

Run digunakan untuk menjalankan program yang menugaskan komputer untuk melaksanakan perintah – perintah yang sudah tertulis di dalam program. Untuk me-run program ada dua cara yaitu me-run langsung dan me-run tidak langsung, sedangkan cara kedua adalah memanggil program ke dalam editor, mengkompile kemudian me-run program. Cara pertama dilakukan apabila kita sudah yakin bahwa program yang akan dijalankan benar – benar tidak ada kesalahan sintaks maupun kesalahan perintah, karena memang program executable file tidak lagi dapat diperbaiki (di edit), sedangkan menjalankan program dengan cara kedua, masih memungkinkan memperbaiki perintah yang mungkin masih terjadi kesalahan secara perintah.

(7) Debug Debug adalah fasilitas di dalam TPW yang digunakan untuk mencari kesalahan suatu program.

xlix

BAB III METODELOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut:

A. Menentukan Masalah Dalam tahap ini dicari sumber pustaka dan dipilih bagian dari sumber pustaka sebagai suatu masalah.

B. Merumuskan Masalah Masalah yang ditemukan kemudian dirumuskan dalam pertanyaan yang harus diselesaikan yaitu: (1) Bagaimanakah metode Trapesium dalam penerapannya pada masalah integral lipat dua.

l

(2) Bagaimanakah metode Trapesium - Kuadratur Gauss Legendre dalam penerapannya pada masalah integral lipat dua. (3) Bagaimanakah

penerapan pada kasus momen inersia dengan

metode

Trapesium - Kuadratur Gauss Legendre.

C. Studi Pustaka Dalam langkah ini dilakukan kajian sumber-sumber pustaka dengan cara mengumpulkan data atau informasi yang berkaitan dengan masalah, mengumpulkan konsep pendukung seperti definisi dan teorema serta membuktikan teorema-teorema

yang diperlukan dalam menyelesaikan

masalah, sehingga didapatkan suatu ide mengenai bahan dasar pengembangan upaya pemecahan masalah.

D. Analisis dan Pemecahan Masalah. Dari berbagai sumber pustaka yang menjadi bahan kajian, diperoleh suatu pemecahan permasalahan diatas. Selanjutnya dilakukan langkah-langkah pemecahan masalah sebagai berikut: (1) Menjelaskan bagaimanakah penyelesaian metode

Trapesium

dalam

penerapannya pada masalah integral lipat dua. (2) Menjelaskan bagaimanakah penyelesaian metode Trapesium - Kuadratur Gauss Legendre dalam penerapannya pada masalah integral lipat dua. (3) Menjelaskan bagaimanakah penerapan pada kasus momen inersia dengan metode Trapesium - Kuadratur Gauss Legendre.

E. Penarikan Kesimpulan

li

Langkah terakhir dalam metode penelitian adalah penarikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil langkah pemecahan masalah.

BAB IV PEMBAHASAN

A. Menyelesaikan Integral Lipat Dua Dengan Metode Trapesium Perumusan I≈

( b − a )  f ( x n ) + f ( x 0 ) n −1  + ∑ f (x i )   n  2 i =1 

(1)

f(x0) menyatakan nilai fungsi di titik awal f(xn) menyatakan nilai fungsi dititik akhir n

menyatakan jumlah pembagian Terdapat dua macam integral lipat dua yang dapat ditemui, yakni

integral pada suatu daerah persegi panjang dan integral pada suatu daerah yang bukan persegi panjang. Khusus untuk daerah yang bukan persegi panjang, tidak dapat memakai daerah umum (non persegi panjang) karena hanya daerah yang kurvanya membentuk suatu fungsi yang sederhana saja yang dapat diberlakukan. Untuk lebih jelasnya, Perhatikan kedua macam integral lipat dua berikut :

lii

b

I=

d

∫ ∫ a

f(x,y)dydx

c

dan I =

b

d(x)

a

c(x )

∫ ∫

f(x,y)dydx

1. Kasus integral berada dalam daerah persegi panjang, maka perumusan metode trapesium dapat ditulis. d

∫ f ( x, y)dy ≈ c

h=

d −c n

d − c  f ( x , d ) + f ( x , c) n −1  + ∑ f ( x , c + ih )   n  2 i =1 

(2)

dan (3) mengikuti arah y sedangkan x tetap.

f ( x , d ) + f ( x , c) n −1 + ∑ f ( x , c + ih ) 2 i =1 Ambilah sebuah fungsi g(x) =

(3)

Sehingga

 d −c b (d −c)(b−a)  g(b) + g(a) n−1   g ( x ) dx + g ( a + jh ≈ ∑   n ∫a n2 2 j=1  

(4)

Dalam hal ini nilai j dibatasi dan sama dengan nilai i. Sehingga perinciannya adalah sebagai berikut : g(b) =

f ( b, d ) + f ( b, c) n −1 + ∑ f ( b, c + ih ) 2 i =1

(5)

g(a) =

f (a , d ) + f (a , c) n −1 + ∑ f (a , c + ih ) 2 i =1

(6)

f ( a + jh, d ) + f ( a + jh, c) n −1 + ∑ f ( a + jh, c + ih) 2 i =1

(7)

g(a+jh) =

2. Kasus daerah integral bukan pada daerah persegi panjang d ( x)

∫ c( x)

f(x,y) dy dx ≈

d ( x) − c( x)  f ( x, d ( x)) + f ( x, c( x)) n −1  + ∑ f ( x, c( x) + ih( x))   n 2 i =1  

liii

(8) Dengan h(x) =

d ( x ) − c ( x) n

Ambil sebuah fungsi bantu

 f ( x, d ( x)) + f ( x, c( x)) n −1  g(x) = (d(x) - c(x))  + ∑ f ( x, c( x) + ih( x))  2 i =1  

(9)

Dengan demikian b  1 b − a  g (b) + g ( a ) n −1  g ( x ) ≈ + ∑ g (a + jh)  ∫  na n  2 j =1 

(10)

Perinciannya k(x) = d(x) – c(x) ; h(x) =

k ( x) b−a ;h= n n

 f (b, d (b)) + f (b, c(b) n −1  g(b) = k(b)  + ∑ f (b, c(b) + ih(b))  2 i =1  

(11)

 f ( a, d ( a )) + f (a, c(a )) n −1  g(a) = k(a)  + ∑ f ( a, c (a ) + ih( a ))  2 i =1  

(12)

g(a+jh) =k(a+jh)*

f ( a + jh, d ) + f ( a + jh, c) n −1 + ∑ f ( a + jh, c + ih) 2 i =1

B. Menyelesaikan Integral Lipat Dua Dengan Metode Trapesium – Gauss Legendre Quadrature Perumusan metode Kudratur Gauss Lagendre ditulis sebagai berikut. 1

 (b − a ) t + b + a  b − a I ≈ ∫f dt  2  2 −1 

liv

(13)

a dan b adalah harga batas bawah dan batas atas dari integral dan t = akar polinom Legendre. Jika (9) telah dipenuhi, penyelesaian dapat digunakan dengan menggunakan deret 1

n  (b − a ) t i + b + a  f ( x ) dx ≈ cif   ∑ ∫−1 2   i =1

(14)

dimana c1 merupakan koefisien – koefisien polinom Legendre yang didapat dari rumus : ci =

−2 1 Pn ( x i ) Pn +1 ( x i ) (n + 1)

i = 1,2,…,n Pn(x) = Polinom Legendre Dalam tulisan ini tidak dibahas koefisien – koefisien Polinom Legendre. Untuk mendapatkan dari koefisien – koefisien Polinom Legendre tersebut. Sebagai metode pendekatan numerik untuk integral lipat dua digunakan Metode Trapesium untuk mendekati nilai integral pada sisi dalam dari integral lipat dua tersebut. Metode Kuadratur Gauss Legendre digunakan untuk mendekati nilai integral atas nilai hampiran integral sisi dalam yang telah diperoleh dari metode trapesium. Berikut ini diperlihatkan dua kasus mengenai kedua batas integral yang disertai dengan algoritmanya. 1. Kasus daerah integral pada daerah persegi panjang b

d

a

c

∫ ∫

f(x,y) dy dx

lv

Untuk sisi lipat dalam, penyelesaiannya menggunakan metode trapesium dari persamaan (2) dan (3), didapat persamaan. d

∫ f ( x, y)dy ≈ c

h=

d − c  f ( x , d ) + f ( x , c) n −1  + ∑ f ( x , c + ih )   n  2 i =1 

d −c n

g(x) =

f ( x , d ) + f ( x , c) n −1 + ∑ f ( x , c + ih ) 2 i =1

Untuk selanjutnya, penyelesaian integral memakai metode kuadratur gauss legendre sebagai berikut b



1

d − c  (b − a ) t + b + a  b − a d−c g ( x )dx ≈ g dt  ∫ a a n −∫1  2  2

(15)

 (b − a )t + b + a   (b − a )t + b + a  ,d  + f  ,c  f 2 2  (b − a )t + b + a      ⇔ g = 2 2  

n −1

+

 (b − a)t + b + a  , c + ih  2 

∑ f  i =1

(16)

dengan persamaan. (13),persamaan (15) akan diselesaikan dengan deret



d − c 1  (b − a )t + b + a  b − a (d − c)(b − a ) n  (b − a )ti + b + a  g dt = ci g     ∑ ∫ n −1  2 2n 2  2   j =1 n _ glq (d − c)(b − a ) n  (b − a )ti + b + a  (d − c )(b − a ) c g = cj *   ∑ ∑ i 2n 2 2n   j =1 j =1

lvi

(17)

  (b − a )t j + b + a  ; d  +  f  2     2  

(d − c)(b − a ) 2n



n _ glq

∑ j =1

  (b − a )t j + b + a  f  ; c  n −1  2  (b − a )t j + b + a      f ; c + ih  ∑ 2 i =1   

  (b − a )t j + b + a  ; d  +  f  2    cj  2  

n −1 (d − c)(b − a ) n _ glq cj *∑ + ∑ 2n j =1 i =1

 (b − a )t j + b + a   f  ; c   2     

 (b − a )t j + b + a  f  ; c + ih  2  

(18)

Dalam hal ini, koefisien_glq adalah suatu batas yang ditentukan untuk mengambil banyaknya koefisien dan akar polinom legendre yang digunakan. 2. Kasus daerah integral pada daerah nonpersegi panjang Dengan menggunakan persamaan (7) dan (8), integral lipat dua dapat diselesaikan dengan metode Gauss Legendre Quadrature sebagai berikut:  f ( x, d ( x)) + f ( x, c( x)) n −1  G(x) = (d(x)-c(x))  + ∑ f ( x, c( x) + ih( x))  2 i =1  



1b (b − a ) 1  (b − a )t + b + a  g ( x ) d ( x ) ≈ g  dt n ∫a 2n −∫1  2  ≈

(19)

1   (b − a )t + b + a   (b − a )t + b + a   (b − a ) {  d   − c   * ∫ 2n −1   2 2   

 (b − a )t + b + a  (b − a )t + b + a   f  ;d   + 2 2    2

 (b − a )t + b + a  (b − a )t + b + a   f  ; c   2 2   

lvii

n −1  (b − a )t + b + a  (b − a)t + b + a   (b − a )t + b + a   + ∑ f  ; c  + ih   } 2 2 2     i =1 

(20)

C. Aplikasi pada Kasus Momen Inersia Sebagai kasus, diperlihatkan penerapan integral numerik pada momen inersia pada lamina. Dalam hal ini, lamina merupakan lempengan tipis yang halus dan datar sehingga dapat dianggap berdimensi dua. Perhatikan lamina (gambar 1) dengan kerapatan (massa persatuan luas) = ζ (x,y) yang mencakup suatu daerah R dari bidang xy.

y

R

X Gambar 1 Momen inertia merupakan perkalian antara radius lintasan dan berbentuk lingkaran (r) yang dikuadratkan dengan massa (m) dari keping partikel. Partisikan R menjadi kepingan – kepingan kecil Rk, jumlahkan dan

lviii

batasi. Maka momen inersia lamina terhadap sumbu – sumbu x, y dan z diberikan oleh Ix =

∫∫ y δ( x, y)dA 2

(21)

2

(22)

s

Iy =

∫∫ x

δ( x , y)dA

s

Iz =

∫∫ x

2

+ y 2 δ( x , y)dA = I x + I y

(23)

s

Contoh: Tentukan momen inersia terhadap sumbu x, y dan z untuk lamina dengan kerapatan ζ (x,y) = xy yang dibatasi oleh sumbu x, garis x = 8 dan kurva y = x2/3.

Penyelesaian 8 x2/3

Ix =

∫∫ xy dA = ∫ ∫ 3

0

R

xy 3dydx =

0

8 x2/3

Iy =

6144 ≈ 877,71 7

∫∫ xy dA = ∫ ∫ x ydydx = 6144 3

R

3

0

0

Iz = Ix + Iy ≈ 7021,71

lix

BAB V PENUTUP

A. SIMPULAN Dari uraian pada pembahasan di atas dapat disimpulkan 1. Garis

besar

langkah-langkah

dalam

metode

Trapesium

untuk

menyelesaikan masalah integral lipat dua adalah sebagai berikut: d

∫ f ( x, y)dy ≈ c

d −c n

h=

d − c  f ( x , d ) + f ( x , c) n −1  + ∑ f ( x , c + ih )   n  2 i =1 

dan (3) mengikuti arah y sedangkan x tetap.

f ( x , d ) + f ( x , c) n −1 + ∑ f ( x , c + ih ) 2 i =1 Ambilah sebuah fungsi g(x) = Sehingga b  d −c (d −c)(b−a)  g(b) + g(a) n−1   g ( x ) dx ≈ + g ( a + jh ∑   n ∫a n2 2 j=1  

2. Garis besar langkah – langkah dalam metode Trapesium – Kuadratur Gauss Legendre untuk menyelesaikan masalah integral lipat dua adalah sebagai berikut: 1

n  (b − a ) t i + b + a  f ( x ) dx ≈ cif   ∑ ∫−1 2   i =1

b

1

d − c  (b − a ) t + b + a  b − a d−c g ( x )dx ≈ g dt  ∫ n −∫1  2 a a  2

lx

 (b − a )t + b + a   (b − a )t + b + a  f ,d  + f  ,c  2 2  (b − a )t + b + a      ⇔ g = 2 2   n −1

+

 (b − a )t + b + a  , c + ih  2 

∑ f  i =1

3. Dengan aplikasi program pascal untuk menyelesaikan masalah integral lipat dua khususnya pada momen inersia. Pada contoh pertama dengan persamaan f(x,y) = y3 + x2.cos x diperoleh hasil dengan metode trapesium integralnya 35920,8682 dan dengan metode trapesium – kuadratur gauss legendre integralnya 39690,4997 dan contoh kedua dengan persaman f(x,y) =4y3+3x2 diperoleh hasil dengan metode trapesium integralnya 27331,8750 dan dengan metode trapesium – kuadratur gauss legendre integralnya 27028,1250

B. SARAN 1. Perlu diadakan pengkajian yang lebih mendalam mengenai penggunaan metode Trapesium – Kuadratur Gauss Legendre untuk menyelesaikan masalah integral lipat dua, juga penerapannya pada masalah fisika dan teknik. 2. Perlu diadakan pengkajian lebih lanjut apakah metode Trapesium – Kuadratur Gauss Legendre bisa berlaku untuk semua masalah integral lipat dua. 3. Perlu diadakan pengkajian lebih lanjut mengenai metode-metode numerik lain selain metode Trapesium – Kuadratur Gauss Legendre.

lxi

DAFTAR PUSTAKA

Edward B. Saff, R. Kent Nagle. Fundamentals of Diferential Equations and Boundary Value Problems. 1993. USA: Addison-Wesley Publishing Company. Erwin Kreyzig. Matematika Teknik Lanjutan. 1993. Jakarta: PT. Gramedia. J.C. Ault, M.Sc, Frank Ayres, JR, Ph.D. Persamaan Diferensial dalam Satuan SI metric. Jakarta: Erlangga. Kartono. Maple untuk Persamaan Differensial. 2001. Yogyakarta: J&J Learniang. Louis A. Pipes. Applied Mathematics for Engineers and Physicists. 1958. New York. McGraw-Hill Book Company, Inc. N. Finizio, G. Ladas. Persamaan Diferensial Biasa dengan Penerapan Modern. 1988. Jakarta: Erlangga. Raymond P. Canale, Steven C. Chapra. Metode Numerik Untuk Teknik Dengan Penerapan Pada Komputer Pribadi. 1991. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Shepley L. Ross. Differential Equations. 1989. New York: John and Wiley & Sons. Wiliams E. Boyce, R. C. DiPrima. Elementary Differential Equations and Boundary Value Problems. 1992. New York: John and Wiley & Sons, Inc.

lxii

lxiii

Related Documents

Legendre
November 2019 3
Legendre
June 2020 0
Legendre
June 2020 0
Aplikasi Legendre
June 2020 13