Lapsus Dhini Medik.docx

  • Uploaded by: andhiniachmad
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapsus Dhini Medik.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,927
  • Pages: 42
LAPORAN KASUS LEUKEMIA MYELOBLASTIK AKUT

oleh : dr. Latifah Andhini

Pembimbing: dr. H. Abdul Halim, Sp.PD, SH, FINASIM

Pendamping: dr. Hesti S. Wardani

RSD IDAMAN BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN 2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan kasus tentang “Leukemia Myeloblastik Akut” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Saya sangat berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai penegakkan diagnose Leukemia Myeloblastik Akut. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan laporan yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga laporan ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan laporan ini di waktu yang akan datang.

Banjarbaru, Desember 2018

Penyusun

LEMBAR PENGESAHAN

Makalah laporan kasus dengan judul “Leukemia Myeloblastik Akut “ telah diterima dan disetujui oleh pembimbing , sebagai syarat untuk menyelesaikan Program Dokter Internship Indonesia Kementrian Kesehatan Indonesia Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru RSUD Idaman Banjarbaru, Kalimantan Selatan 2018

Mengetahui Pembimbing

dr. H. Abdul Halim, Sp.PD, SH, FINASIM

Pendamping I

Pendamping II

Dr. Hesti Samila Wardhani

Dr. Siti Ningsih

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................

1

KATA PENGANTAR .................................................................................

2

LEMBAR PENGESAHAN .........................................................................

3

DAFTAR ISI................................................................................................

4

BAB I. PENDAHULUAN .........................................................................

5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................

6

BAB III. LAPORAN KASUS ....................................................................... 22 BAB IV. PEMBAHASAN KASUS……………………………………….. 36 BAB IV. KESIMPULAN .......................................................................... 39 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. .. 40

4

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi. Pada leukemia leukosit dalam darah berproliferasi secara tidak teratur, tidak terkendali dan fungsinya menjadi tidak normal. Oleh karena proses tersebut, fungsi-fungsi lain dari sel darah normal juga terganggu hingga menimbulkan gejala leukemia yang dikenal dalam klinik. Leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan perjalanan alamiah penyakitnya dan berdasarkan tipe sel predominan yang terlibat. Berdasarkan perjalanan alamiah penyakitnya leukemia dibedakan menjadi leukemia akut dan kronis. Leukemia akut terdiri dari 2 tipe yaitu leukemia limfoblastik akut (LLA) yang merupakan 82% dari semua leukemia akut dan leukemia mieloblastik akut (LMA) yang ditemukan mencapai 18%. Di RSU Dr. Sardjito LLA ditemukan sebanyak 79%, LMA 9% dan sisanya leukemia kronik, sementara itu di RSU Dr. Soetomo pada tahun 2002 LLA ditemukan sebanyak 88%, LMA 8% dan 4% leukemia kronik. Penyebab leukemia sampai saat ini sebagian besar belum diketahui dengan pasti. Namun demikian, pada penelitian mengenai proses leukemogenesis pada binatang percobaan ditemukan bahwa penyebab leukemia mempunyai kemampuan melakukan modifikasi nukleus DNA dan kemampuan ini meningkat bila terdapat suatu kondisi genetik tertentu seperti translokasi, amplifikasi, dan mutasi onkogen seluler. Kondisi-kondisi tertentu seperti cacat genetik, radiasi ionik, infeksi virus atau bakteri, kondisi perinatal dan paparan bidang elektomagnetik, benzene, pestisida dan produk minyak bumi dikaitkan dengan peningkatan risiko terjadinya leukemia. Di Negara berkembang, diagnosis leukemia harus dipastikan dengan aspirasi sumsum tulang (BMA) secara morfologis, imunofenotip dan karakter genetik. Pada leukemia akut, penting untuk membedakan LLA dengan LMA karena akan sangat menentukan jenis terapi dan prognosis penderita. Walaupun dewasa ini pengobatan leukemia telah menunjukkan hasil yang sangat baik terutama untuk LLA, tidak jarang ditemukan kasus gawat darurat leukemia dengan komplikasi infeksi, perdarahan atau disfungsi organ yang terjadi akibat leukostasis. Hal ini menunjukkan bahwa diagnosis dini leukemia sangat penting dilakukan.

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I.

DEFINISI LEUKEMIA Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow sebagai “darah putih” pada tahun

1874, adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoetik. Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik pada satu atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal akan tertekan pada waktu sel leukemia bertambah banyak sehingga akan menimbulkan gejala klinis. Keganasan hematologik ini adalah akibat dari proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hematopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia beredar secara sistemik. Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal dengan jumlah yang berlebihan dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang dan sel darah putih sirkulasinya meninggi. II.

GRANULOPOIESIS dan LYMFOSITOSIS Diferensiasi dini sel stem hematopoietik pluripoten menjadi berbagai tipe sel stem

commited diperlihatkan dalam gambar 1. Sel- sel stem ini selain membentuk sel darah merah, juga membentuk dua silsilah utama sel darah putih ,silsilah mielositik (pada bagian bawah) yang dimulai dengan mieloblas sedangkan pada bagian atas terdapat silsilah limfositik yang dimulai dengan limfoblas.

6

Gambar 1. Diferensiasi dini sel stem hematopoietik pluripoten.

Granulosit dan monosit hanya dibentuk di dalam sumsum tulang . Limfosit dan sel plasma terutama diproduksi di berbagai jaringan limfogen khususnya di kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil, dan berbagai kantong jaringan limfoid dimana saja dalam tubuh seperti sumsum tulang dan plak paye di bawah epitel dinding usus.

Sel darah putih yang dibentuk di sumsum tulang disimpan dalam sumsum sampai diperlukan di sistem sirkulasi. Kemudian bila kebutuhan sel darah putih ini muncul , berbagai macam faktor akan menyebabkan leukosit tersebut dilepaskan. Sedangkan limfosit sebagian besar disimpan disimpan di berbagai area jaringan limfoid, kecuali sejumlah kecil limfosit yang diangkut dalam darah untuk sementara waktu.

III.

Leukemia Mieloid Akut (AML) A. DEFINISI Leukemia mieloid adalah kelompok penyakit heterogen ditandai dengan infiltrasi sel

neoplastik sistem hemopoitik pada darah, sumsum tulang, dan jaringan lain oleh. Pada tahun 2006 perkiraan jumlah kasus baru leukemia mieloid di Amerika Serikat sebesar 16.430. Kasus tersebut termasuk ganas, tidak dapat diobati, mulai dari yang progresif cepat hingga progresif lambat. Berdasarkan hal tersebut, leukemia mieloid dibagi menjadi akut dan kronis. B. KLASIFIKASI AML Klasifikasi menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) termasuk perbedaan secara biologi berdasarkan imunofenotip, kondisi klinis, sitogenetik dan molekul aabnormal serta morfologinya. Berbeda dengan klasifikasi French-American-British (FAB), klasifikasi WHO hanya terbatas pada sitokimia. Perbedaan utama antara klasifikasi WHO dan FAB terletak pada diagnosis AML, pada klasifikasi WHO terdapat 20% sindrom mielodisplastik (MDS), sedangkan pada pada FAB 30% MDS. WHO mengklasifikasikan AML dengan 20-30% blast dapat mendapatkan terapi untuk MDS (seperti desitabin atau 5-azacitidin), dimana dahulu pernah Badan Pengelola Obat dan Makanan (FDA). Tabel 1. Sistem Klasifikasi AML Menurut WHO .

Klasifikasi Kriteria I

AML dengan abnormal genetik berulang AML disertai t(8;21)(q22;q22);RUNX1/RUNX1T*b AML disertai eosinofil sumsum tulang abnormal [inv(16)(p13q22) or t(16;16)(p13;q22);CBFB/MYH11* Acute promyelocytic leukemia [AML disertai t(15;17)(q22;q12) (PML/RAR) dan variasinya]* AML dengan abnormalitas 11q23 (MLL)

II

AML dengan dysplasia multilineage

8

Disertai MDS atau gangguan proliferative mielo Tanpa MDS antecedent

III

AML dan MDS, yang berhubungan dengan terapi: Alkylating agent Topoisomerase type II inhibitor Tipe lain

IV

AML tidak terkategorikan AML terdeferensiasi minimal AML tanpa maturasi AML dengan maturasi Leukemia mielomonositik akut Acute monoblastic and monocytic leukemia Leukemia eritroid akut Leukemia megakarioblastik akut Leukemia basofilik akut Panmielosis akut dengan mielofibrosis Sarkoma myeloid *Diagnosis AML tanpa memperhatikan jumlah blast.

Tabel 1. Sistem Klasifikasi AML Menurut FAB. Klasifikasi

Kriteria

Insiden

M0

Leukemia berdiferensiasi minimal

5%

M1

Leukemia mieloblastik tanpa maturasi

20%

M2

Leukemia mieloblastik dengan maturasi

30%

M3

Leukemia promielositik hipergranular

10%

M4

Leukemia mielomonositik

20%

M4Eo

Variasi: peningkatan eosinofil sumsum abnormal 9

M5

Leukemia monositik

10%

M6

Eritroleukemia (DiGuglielmo's disease)

4%

M7

Leukemia megakarioblastik

1%

C. ETIOPATOGENESIS

Pada sebagian besar kasus, etiologi dari AML tidak diketahui. Meskipun demikian ada beberapa factor yang diketahui dapat menyebabkan atau setidaknya menjadi factor predisposisi AML pada populasi tertentu. Benzene, suatu senyawa kimia yang banyak digunakan pada industry penyamakan kulit dinegara berkembang, diketahui merupakan zat leukogenik untuk AML. Selain itu radiasi ionic juga diketahui dapat menyebabkan AML. Ini diketahui dari penelitian tentang tingginya insidensi kasus AML pada orang-orang yang selamat dari seragan bom atom Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Efek leukogenik dari paparan ion radiasi tersebut mulai tampak sejak 1,5 tahun sesudah pengeboman dan mencapai puncaknya 6-7 tahun sesudah pengeboman. Faktor lain yang diketahui merupakan predisposisi untuk AML adalah trisomi kromosom 21 yang dijumpai pada penyakit sindroma down. Pasien sindroma down dengan trisomi kromosom 21 mempunyai resiko 10-18 kali lebih tinggi untuk menderita leukemia khusunya AML tipe M7. Selain itu beberapa sindrom genetic seperti sindrom Bloom dan anemia fanconi juga diketahui memiliki resiko yang jauh lebih tinggi dibandingkan populasi normal untuk penderita AML . Faktor lain yang dapat memicu terjadinya AML adalah pengobatan dengan kemoterapi tumor padat. Leukimia mieloid akut akibat terap adalah komplikasi jangka panjang yang serius dari pengobatan limfoma, myeloma multiple, kanker payudara, kanker ovarium dan kanker testis. Jenis kemoterapi yang paling sering memicu timbulya AML adalah golongan alkylating agent dan topoisomerase inhibitor . Patogenesis utama AML adalah blockade maturitas yang menyebabkan proses diferensiasi sel-sel mieloid terhenti pada sel-sel muda (blast) dengan akibat terjadi akumulasi blast di sumsum tulang. Keadaan ini akan menyebabkan gangguan hematopoiesis normal yang pada gilirannya akan mengakibatnkan sindrom kegagalan sumsum tulang yang ditandai dengan 10

adanya sitopenia. Adanya anemia akan menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus yang berat dapat disertai dengans sesak napas, adanya trombositopenia akan menyebabkan tandatanda perdarahan sedang adanya leucopenia akan menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi, termasuk infeksi oportunitis dari for a normal yang ada di dalama tubuh manusia. Selain itu selsel blast yang terbentuk juga punya kemampuan untuk migrasi keluar sumsum tulang dan berinfiltrasi ke organ-organ lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak, dan system saraf pusat serta merusak organ-organ tersebut dengan segala akibatnya.

D. MANIFESTASI KLINIK 1. Gejala Pasien dengan AML seringkali menunjukkan gejala tidak spesifik yang dimulai dengan anemia, leukositosis, leucopenia atau disfungsi leukosit, atau trombositopeni baik secara berangsur-angsur maupun tiba-tiba. Hampir sebagian besar menunjukkan gejala tersebut selama + 3 bulan sebelum didiagnosis leukemia . Sebagian besar menyebutkan gejala awal adalah fatigue (kelemahan) atau anoreksia dan penurunan berat badan. Demam dengan atau tanpa infeksi merupakan gejala awal pada 10% pasien. Tanda perdarahan abnormal (berdarah, mudah lebam) terjadi pada 5% pasien. Selain itu juga didapatkan nyeri tulang, limfadenopati, sakit kepala non spesifik atau diaphoresis.

A

B

11

C Gambar 2. A. Infeksi orbita pada seorang wanita. B. Gusi bengkak dan berdarah karena infiltrasi oleh sel leukemik. C. Purpura

2. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan dapat ditemukan demam, splenomegali, hepatomegali, limfadenopati, sternum melunak, dan adanya bukti infeksi dan perdarahan. Perdarahan gastrointestinal, intrapulmonary, atau intracranial seringkali didapatkan pada akut premyelosit leukemia (APL). Perdarahan akibat koagulopati dapat terjadi pada monositik AML disertai leukositosis atau trobositopenia yang parah. Perdarahan retinal ditemukan pada 15% pasien. Infiltrasi leukemik blast pada gingival, kulit, jaringan lunak atau meningen saat diagnosis merupakan karakteristik subtype monositik dan kromosom 11q23 yang abnormal . 3. Hematologi Pada umumnya didapatkan anemia yang parah. Derajat keparahan tersebut terlepas dari temuan hematologi, splenomegali atau durasi dari gejala. Anemia yang terjadi biasanya normositik normokrom. Penurunan eritropoiesis seringkali menurunkan jumlah retikulosit dan sel darah merah (SDM) yang beredar pada pembuluh darah menurun akibat destruksi. Perdarahan aktif juga mempengaruhi timbulnya anemia. Rata-rata pada hitung leukosit didapatkan 15.000/SL. Sekitar 25-40% pasien didapatkan hitung leukosit < 5000/ SL dan >100.000/ SL. Kurang dari 5% tidak terdeteksi sel leukemia dalam darahnya. Morfologi sel ganas bervariasi, pada AML seringkali sitoplasmanya terutama mengandung granula (nonspesifik), nukleus tajam, kromatinnya kasar dengan satu atau lebih nukleolus yang menandakan sel immature. Granula rod-shaped abnormal disebu auer rods

12

tidak selalu ada, namun jika ada hamper selalu merupakan mieloid yang diturunkan (Gambar 3.)

\ Gambar 3. Morfologi sel AML. A. Populasi sel myeloblas dengan kromatin imatur, nucleolus pada beberapa sel, dan didominasi granula sitoplasmik. B. Myeloblas leukemik yang mengandung auer rod. C. Sel promyelositik leukemia dengan sitoplasma prominen yang didominasi granula. D. Pewarnaan peroksidase menunjukkan warna biru gelap yang merupakan karakteristik granula pada AML.

Hitung platelet <100.000/SL ditemukan pada 75% pasien AML, dan sekitar 25% didapatkan hitung platelet <25.000/SL. Morfologi dan fungsi abnormal platelet dapat diobservasi, termasuk besar dan bentuk yang aneh dengan granulasi abnormal dan ketidakmampuan platelet untuk agregasi (berumpul) dan adesi (menempel) secara normal antara yang satu dengan yang lain .

13

4. PENATALAKSANAAN

Pada umumnya pengobatan pasien yang baru didiagnosis AML terdiri dari dua fase, yaitu fase induksi dan penatalaksanaan postremisi (Gambar 4.). Tujuan utama pengobatan adalah tercapainya remisi lengkap. Sekali diperoleh remisi lengkap, selanjutnya terapi pasti dapat membuat pasien bertahan lama dan mencapai penyembuhan. Terapi induksi awal dan terapi postremisi seringkali dipilih berdasarkan usia. Pengaruh terapi secara intensif menggunakan agen kemoterapi tradisional seperti sitarabin antrasiklins pada pasien usia muda (<60 tahun) menunjukkan peningkatan penyembuhan AML. Pada pasien yang lebih tua, keuntungan diberikan pengobatan yang teratur masih kontroversial .

Gambar 4. Algoritma terapi baru AML untuk semua bentuk AML kecuali APL, terapi standar termasuk infus sitrabin selama 7 hari (100-200 mg/m2 per hari) dan daunorubisin selama 3 hari (60 mg/m2 per hari) atau idarubisin (12-13 mg/ m2 per hari) dengan atau tanpa etoposid selama 3 hari. Pasien yang menjalani terapi post remisi konsolidasi, termasuk yang mendapatkan sitarabin dosis tinggi, SCT, kombinasi kemoterapi dengan SCT alogenik atau terapi baru berdasarkan prediksi risiko kambuh (risiko terapi). Pasien dengan APL biasanya menerima tretinoin bersama-sama dengan kemoterapi antrasiklin untuk induksi remisi dan kemudian kemoterapi konsolidasi (danorubisisn) diikuti oleh tretinoin maintenance dengan atau tanpa kemoterapi. Peran sitarabin pada induksi APL dan konsolidasi masih kontroversial.

14

1. Kemoterapi Induksi Regimen yang sering digunakan untuk remisi lengkap adalah regimen induksi (untuk pasien dengan APL) terdiri dari kemoterapi kombinasi dengan sitarabin dan antrasiklin. Sitarabin adalah antimetabolit spesifik siklus sel fase S yang mengubah phosphorylated intraseluler menjadi triphosphate bentuk aktif yang mengganggu sintesis DNA. Antrasiklins are DNA intercalaters. Mekanisme kerjanya melalui penghambatan topoisomerase II, yang menyebabkan pemutusan DNA. Sitarabin biasanya diberikan melalui infus selama tujuh hari. Terapi antrasiklin pada umumnya terdiri dari daunorubisin intravena pada hari 1, 2, dan 3 (7 dan 3 regimen). Terapi dengan idarubisin selama 3 hari dikombinasikan dengan sitarabin selama tujuh hari melalui infus setidaknya sama efektivitasnya bahkan lebih baik dibandingkan daunorubisin pada pasien yang lebih muda. Penambahan etoposide dapat meningkatkan durasi remisi lengkap . Setelah kemoterapi induksi, sumsum tulang diperiksa untuk menentukan apakah leukemia telah dieliminasi. Jika terdapat 5% blast dengan 20% selularitas, pasien biasanya diobati kembali dengan sitarabin dan antrasiklin dosis yang sama seperti awal, namun masingmasing hanya selama 5 dan 2 hari. Pasien yang gagal mencapai remisi lengkap setelah dua program induksi harus segera dilanjutkan dengan transplantasi sel induk alogenik (SCT) jika tersedia donor yang sesuai. Pendekatan ini hanya diterapkan untuk pasien usia kurang dari 70 tahun dengan fungsi end-organ yang dapat diterima . Pada 65-75% orang dewasa dengan AML de novo dibawah usia 60 tahun dapat mencapai remisi lengkap dengan 7 dan 3 regimen sitarabin/ daunorubisin seperti diuraikan di atas. Dua per tiga mencapai remisi lengkap setelah terapi tunggal, dan satu per tiga membutuhkan 2 program. Sekitar 50% pasien tidak mencapai remisi lengkap karena tidak tahan denga obat leukemia, dan 50% tidak mencapai remisi lengkap karena komplikasi fatal aplasia sumsum tulang atau gangguan pemulihan sel-sel induk normal. Tingginya mortalitas akibat terapi induksi dan frekuensi ketahanan terhadap penyakit telah diamati seiring dengan bertambahnya usia dan pada pasien dengan gangguan hematologi sebelumnya (MDS atau sindroma mieloproliferatif) atau kemoterapi untuk keganasan lainnya.

15

Berbasis regimen cytarabin dosis tinggi memiliki tingkat remisi lengkap yang sangat tinggi setelah satu siklus terapi. Ketika diberikan dalam dosis tinggi, sitarabin dapat masuk ke dalam sel, saturasi sitarabin menginaktivasi enzim dan meningkatkan kadar 1-β-D arabinofuranylcytosine-triphosphate,suatu metabolit aktif yang bermanfaat untuk DNA. Dengan demikian, sitarabin dosis tinggi dapat meningkatkan hambatan sintesis DNA dan oleh karena itu dapat mengatasi resistensi sitarabin dosis standar. Dalam dua penelitian acak, sitarabin dosis tinggi dengan antrasiklin menghasilkan tingkat remisi lengkap yang sama dengan yang dicapai regimen standar 7 dan 3. Namun durasi remisi lengkap sitarabin dosis tinggi lebih lama dibandingkan dengan sitarabin dosis standar. Toksisitas hematologi sitarabin dosis tinggi pada regimen induksi lebih besar dibandingkan 7 dan 3 regimen. Toksisitas sitarabin dosis tinggi meliputi myelosupresan, toksisitas pulmonal dan kadang-kadang toksisitas serebelar ireversibel. Semua pasien yang diterapi dengan sitarabin dosis tinggi harus diawasi secara ketat terhadap toksisitas serebelar. Pemeriksaan serebelar lengkap harus dilakukan sebelum dosis masing-masing diberikan, jika terbukti terdapat toksisitas serebelar maka dosis sitarabin harus diturunkan. Toksisitas lebih sering terjadi pada pasien yang mengalami kerusakan ginjal dan pasien usia lebih dari 60 tahun oleh karena itu penggunaan cytarabin dosis tinggi dibatasi pada pasien AML dengan usia tua. 2. Perawatan penunjang Perawatan dilakukan untuk selama beberapa minggu mengatasi timbulnya granulositopenia dan trombositopenia yang sangat penting untuk keberhasilan terapi AML. Pasien dengan AML harus dirawat oleh ahli. Faktor pertumbuhan hematopoietik rekombinan telah dimasukkan dalam uji klinis pada AML. Percobaan ini dirancang untuk menurunkan tingkat infeksi setelah kemoterapi. G-CSF dan faktor stimulasi koloni makrofag granulosit (GM_CSF) mengurangi waktu rata-rata pemulihan neutrofil rata-rata 5-7 hari. Cepatnya pemulihan neutrofil bagaimanapun juga masih belum dapat diartikan bahwa infeksi telah teratasi atau dapat mempersingkat rawat inap.Sebagian besar penelitian acak yang dilakukan menunjukkan bahwa G-CSF dan GM-CSF gagal meningkatkan remisi lengkap, disease-free survival, dan kemampuan hidup keseluruhan. Meskipun reseptor G-CSF dan GM-CSF terdapat pada AML, efikasi terapi tidak meningkatkan maupun menghambatnya. Penggunaan factor pertumbuhan sebagai terapi penunjang pasien AML masih controversial. Terapi tersebut direkomendasikan pada pasien usia lanjut dengan terapi yang rumit, mereka yang menerima 16

regimen postremisi secara intensif, pasien dengan infeksi yang tidak terkendali, atau mereka yang berpartisipasi dalam uji klinis. Kateter multilumen atrium kanan harus dipasang pada pasien yang baru terdiagnosis AML segera setelah kondisinya stabil. Kateter tersebut digunakan untuk memasukkan obat intravena dan transfuse serta untuk pengambilan darah. Perlu dipertimbangkan memasang kateter yang dilapisi antibiotik jika risiko infeksi tinggi. Dukungan bank darah yang adekuaat dan memadai sangat penting pada terapi AML. Transfusi trombosit harus diberikan untuk mempertahankan hitung trombosit >10.00020.000/SL. Jumlah trombosit harus tetap tinggi pada pasien demam dan selama episode perdarahan aktif atau DIC. Pasien dengan penambahan jumlah trombosit yang sedikit post transfusi, akan lebih baik jika diberikan trombosit dari antigen leukosit manusia (HLA) dari donor yang sesuai. Transfusi sel darah merah harus diberikan untuk menjaga kadar hemoglobin >80 g/L (8g/dL) jika tidak terdapat perdarahan aktif, DIC atau gagal jantung kongestif. Produk darah leukodepletion harus digunakan untuk menghindari atau menunda terjadinya aloimunisasi serta reaksi demam. Produk darah juga harus diiradiasi unuk mencegah graft-versus-host disease (GVHD). Produk darah yang tidak mengandung cytomegalovirus (CMV) . Produk darah juga harus iradiasi untuk mencegah transfuse terkait penyakit graft-versus-host (GVHD). Pada pasien yang akan dilakukan allogenik SCT yang cytomegalovirus (CMV) seronegatif harus diberikan roduk darah yang tidak mengandung CMV. Produk darah leukodepletion juga efektif diberikan untuk pasien tersebut jika produk darah CMV negatif tidak tersedia. Infeksi tetap merupakan komlikasi utama yang menyebabkan morbiditas dan kematian selama kemoterapi induksi dan post remisi. Pemberian antibiotic profilaksis jika tidak terdapat demam masih controversial. Nistatin oral atau clotrimazole direkomendasikan untuk mencegah kandidiasis. Acyclovir profilaksis efektif diberikan untuk mencegah reaktivasi infeksi herpes oral latent pada pasien yang memiliki titer positif terhadap antibody virus herpes simpleks.

Pada kebanyakan pasien AML biasanya mengalami demam, namun infeksi hanya terjadi pada separuh dari pasien yang demam. Secara empiris, pemberian antibiotik spektrum luas dan antijamur di awal secara nyata dapat mengurangi jumlah pasien yang meninggal akibat komplikasi infeksi. Regimen antibiotik gram negatif yang adekuat perlu diberikan diawal demam pada pasien dengan granulositopeni, termasuk pemeriksaan fisik lengkap, lokasi keluar 17

kateter, dan pemeriksaan perirektal, serta kultur dan radiografi untuk mencari sumber demam. Regimen antibiotik spesifik harus didasarkan sesuai dengan peta kuman tempat pasien dirawat. Regimen

yang

dapat

diberikan

termasuk

imipenemcilastin,

penisilin

semisintetik

antipseudomonal, misalnya piperasilin dikombinasikan dengan aminoglikosida, sefalosporin generasi dengan antipseudomonal, misalnya seftazidim atau sefepim atau kombinasi ganda βlaktam (seftazidim dan piperasilin). Aminoglikosida harus dihindari pada pasien dengan insufisiensi ginjal. Pada pasien yang alergi dengan penisiln, aztreonam dapat digunakan untuk menggantikan β-laktam. Aztreonam lebih baik dikombinasikan dengan aminoglikosida atau antibiotika kuinolon dibandingkan digunakan sendiri. Secara empiris vancomisin tidak diberikan di awal jika tidak dicurigai adanya infeksi gram positif atau mukositis, namun harus diberikan diawal pada pasien neutropenia dengan demam yang menetap selama tiga hari, terapi empiris antijamur sistemik ditambahkan jika demam menetap sampai 7 hari. Efikasi vorikonazol sama dan toksisitasnya lebih kecil dibandingkan dengan amfoterisin-B. Pemberian caspofungin atau amfoterisin liposomal dipertimbangkan jika tidak responsif atau tidak mentolerir terhadap terapi lini pertama. Antibakteri atau antifungal harus dilanjutkan sampai pasien tidak neutropeni, terlepas penyebab demam telah ditemukan. 3. Terapi Post Remisi

Induksi remisi lengkap pertama yang tahan lama sangat penting untuk jangka panjang kesembuhan AML. Namun tanpa terapi lanjutan biasanya pasien akan kambuh. Sekali mengalami kekambuhan, pada umumnya hanya dapat diatasi dengan SCT. Post remisi terapi dirancang untuk mengeradikasi sel-sel leukemia residual untuk mencegah kekambuhan dan memperpanjang survival rate. Post remisi terapi pada AML sering berdasarkan pada usia (lebih muda dari 55-65 dan lebih tua dari 55-65). Pada umumnya pasien yang lebih muda diberikan kemoterapi intensif dan SCT alogenik atau autologous. Dosis tinggi sitarabin lebih efektif dibandingkan sitarabin dosis standar. Kanker dan leukemia kelompok B (CALGB) misalnya, membandingkan durasi remisi lengkap secara random pada pasien post remisi untuk empat siklus tinggi dosis sitarabin (3 g/m2, setiap 12 jam pada hari 1, 3, dan 5), intermediet (400 mg/m2 selama 5 hari melalui infus) atau standar (10 mg/m2 selama 5 hari hari melalui infus). Dosis tinggi sitarabin secara nyata memperlama remisi lengkap dan meningkatkan fraksi

18

penyembuhan pada pasien dengan baik pada sitogenetik normal, namun tidak secara nyata berefek pada pasien dengan kariotipe yang abnormal . Tabel 1. Agen baru terpilih berdasarkan penelitian untuk terapi AML pada dewasa . Jenis Obat

Contoh preparat

MDR1 modulators

Cyclosporine, LY335979

Demethylating agents

Decitabine, 5-azacytidine, zebularine

Histone deacetylase

Suberoylanilide hydroxamic acid (SAHA), MS275,

inhibitors

LBH589, valproic acid

Heavy metals

Arsenic trioxide, antimony

Farnesyl transferase

R115777, SCH66336

inhibitors FLT3 inhibitors

SU11248, PKC412, MLN518, CHIR-258

HSP-90 antagonists

17-allylaminogeldanamycin (17-AAG) or derivatives

BCR-ABL PDGFR/KIT

Imatinib (ST1571, Gleevec), dasatinib, nilotinib

inhibitors Telomerase inhibitor

GRN163L Flavopiridol, CYC202 (R-Roscovitine), SNS-032

Cell cycle inhibitors Clofarabine, troxacitabine Nucleoside analogues Anti-CD33 (SGN33), anti-DR4, anti-DR5, anti-KiR

Humanized antibodies Radiolabeled antibodies

Toxin Conjugated

Yttrium-90-labeled human M195

Gemtuzumab ozogamicin (Mylotarg)

19

4. Kekambuhan

Sekali terjadi kekambuhan, pasien jarang bisa disembuhkan dengan mengunakan dosis standar. Pasien yang memenuhi syarat alogenik SCT harus mendapatkan transplantasi segera pada saat pertama kali timbul tanda kekambuhan.

5. Prognosis

Beberapa faktor yang mempengaruhi kemungkinan remisi lengkap, lamanya dan tingat kesembuhan remisi lengkap AML. Remisi lengkap ditetapkan dari hasil:

1. pemeriksaan darah dan sumsum tulang. Hitung neutrofil harus > 1000/SL dan hitung platelet > 100.000/ SL. Kadar hemoglobin tidak dipertimbangkan dalam penentuan remisi lengkap. Sirkulasi blast harus tidak ditemukan. Jika terdeteksi blast yang aneh pada darah selama regenerasi sumsum tulang, maka harus dilakukan pemeriksaan selama 3 hari berturut-turut. Selularitas sumsum tulang harus >20% dengan maturasi trilineage. Pada pasien yang menunjukkan morfologi remisi lengkap, perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan penyakit residual dengan menggunakan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) untuk mendeteksi AML-associated molecular abnormalities dan sitogenetik metaphase lainnya atau sitogenik interfase dengan fluorescence in situ hybridization (FISH) untuk mendeteksi AML-associated cytogenetic aberrations.

2. Umur merupakan faktor resiko yang penting pada diagnosis. Semakin tua umur pasien AML maka prognosisnya semakin buruk. Kromosom. Pasien dengan t(15;17) 80% prognosisnya sangat baik, t(8;21) and inv(16) 50% prognosisnya baik, pasien tanpa abnormalitas sitogenetik 40% cukup menunjukkan hasil hasil yang. Pasien dengan kariotipe yang kompleks t(6;9), inv(3), atau 7 prognosisnya sangat buruk .

20

4. Interval gejala yang berkepanjangan, pada pasien yang menunjukkan gejala anemia, leukopenia, dan atau thrombositopenia selama lebih dari tiga bulan sebelum didiagnosis AML prognosisnya buruk. 5. Responsifitas terhadap kemoterapi.

21

BAB III LAPORAN KASUS

II. IDENTITAS PASIEN Nama

: Tn. S

Usia

: 68 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Landasan Ulin

Status Pernikahan

: Menikah

Pekerjaan

: Petani

Agama

: Islam

Tanggal Masuk

: 3 Desember 2018

Nomor RM

: 233478

Ruang Perawatan

: Ruang Camar

III. ANAMNESIS (Autoanamnesis) Keluhan Utama Kencing berdarah

Riwayat Penyakit Sekarang Pasien dirawat di ruang Camar RSD Idaman Banjarbaru dengan Otitis Eksterna Difusa selama 3 hari , namun saat di rawat pasien mengeluhkan kencing berdarah dan badan menjadi semakin lemas sejak hari ke 2 perawatan. Pasien mengaku keluhan badan terasa lemas sejak 2 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit dan di rawat, keluhan dirasakan semakin memberat dan berlangsung sepanjang hari. Pasien juga mengaku 2 minggu ini kurang aktif dan mudah lelah ketika beraktivitas disawah sehingga sebagian besar waktu dihabiskan pasien dengan beristirahat di rumah dan hanya sesekali mencari rumput. Pasien juga dikatakan tampak semakin pucat. Pasien juga dikeluhkan demam sejak 2 minggu terakhir, demam dirasakan tidak begitu tinggi, turun naik

tidak menentu,dan terkadang merasakan pusing berputar, dan penurunan berat badan lebih dari empat kilogram dalam 1 bulan terakhir, riwayat pingsan (-), sesak (-).

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Hipertensi (-), DM (-), Jantung (-), Asma (-)

Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit keluarga tidak diketahui

Riwayat Medikasi Pasien belum pernah berobat sebelumnya, hanya minum paracetamol tablet yang dibeli di warung.

Riwayat Kebiasaan Pasien perokok aktif +1 bungkus per hari. Tidak mengkonsumsi alkohol.

IV. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis, GCS : 15

Antropometri

: BB: 60 kg, TB: 168 cm

Tanda Vital Tekanan darah

: 110/80 mmHg

Suhu

: 37,8°C

Respirasi

: 22 kali/menit

Nadi

: 98 kali/menit

Status Generalis Kepala

: Normochepali 23

Mata

: Pupil bulat isokor, konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, RC +/+, Ø 2mm=2mm

Hidung

: Simetris, pernapasan cuping hidung (-).

Mulut

: simetris, sianosis (-), tonsil T1-T1 tenang, arkus faring simetris, hiperemis (-), oral hygiene baik

Telinga

: Liang telinga kiri tampak hiperemis ,sempit tertutup krusta , Nyeri Tekan tragus sinistra (+), Nyeri Tarik Aurikula Sinistra (+), Liang telinga kanan lapang, Nyeri tekan tragus (-), Nyeri Tarik aurikula (-)

Leher

: KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, JVP tidak terjadi peningkatan, deviasi trakea (-)

Toraks Paru - Inspeksi

: Gerakan dada simetris kanan dan kiri, retraksi (-)

- Palpasi

: Gerak napas simetris

- Perkusi

: Sonor pada kedua hemitoraks

- Auskultasi

: Suara napas vesikuler pada kedua lapang paru, ronki -/- wheezing -/-

Jantung - Inspeksi

: Pulsasi ictus cordis tidak terlihat

- Palpasi

: Ictus cordis teraba di ICS V ± 1 cm medial linea midklavikularis sinistra

- Perkusi

: Batas paru dan jantung normal

- Auskultasi

: Bunyi jantung 1 dan 2 normal reguler, splitting (-), S3 (-), S4 (-), murmur (-)

Abdomen Inspeksi

: tampak datar

Palpasi

: Supel pada seluruh kuadran abdomen, nyeri tekan epigastrium (+), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba membesar.

Perkusi

: timpani pada seluruh kuadran abdomen, shifting dullness (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) meningkat 24

Ekstremitas

V.

: Akral hangat (+), edema (-), CRT < 2 detik

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Pemeriksaan tanggal 5 Desember 2018 Hemoglobin

8,3

12-18

Leukosit

2.800

4.000-10.000

Trombosit

34.000

100.000-400.000

Hematokrit

25,6 %

36-55 %

Diff Count

Sel Muda 84%

Basofil

0

0-1

Eosinofil

0

1-3

Batang

1

2-6

Segmen

9

50-70

Limfosit

3

20-40

Monosit

3

2-8

Kesan : Leukemia Akut suspect AML dd ALL Saran : Bone Marrow Punction

25

EKG

Kesan : Normal EKG

VI. RESUME Seorang laki-laki, 68 tahun datang dengan keluhan kencing berdarah dan badan menjadi semakin lemas sejak hari ke 2 perawatan. Pasien mengaku keluhan badan terasa lemas sejak 2 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit dan di rawat, keluhan dirasakan semakin memberat dan berlangsung sepanjang hari. Pasien juga dikatakan tampak semakin pucat. Pasien juga dikeluhkan demam sejak 2 minggu terakhir, demam dirasakan tidak begitu tinggi, turun naik tidak menentu,dan terkadang merasakan pusing berputar. Dari pemeriksaan fisik didapat kelainan berupa konjungtiva anemis, liang telinga kiri tampak hiperemis ,sempit tertutup krusta , terdapat nyeri tekan tragus sinistra, nyeri tarik aurikula sinistra, nyeri tekan epigastrium pada saat palpasi daerah abdomen dan bising usus meningkat pada saat auskultasi abdomen. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan leukopenia.

26

VII. DIAGNOSIS Diagnosis Kerja

:

Anemia ec. Susp. Leukemia Myeloblastik Akut dd/ Leukemia Limfositik Akut Otitis Eksterna Difusa

VIII. PENATALAKSANAAN Nonmedikamentosa -

Tirah baring

-

Edukasi : Hati-hati, pasien dengan risiko jatuh

Medikamentosa Konsul dr. Sukoco, Sp THT-Kl -

IVFD RL 20 tpm

-

Inj. Ranitidin 2 x 50 mg

-

Inj. Ketorolac 3 x 30 mg

-

Inj. Ceftriaxone 2gr dalam NaCL 0,9% 100cc

-

Po. Sulfas Ferrous 1x1

-

Tetes Akilen tetes telinga 3 x 2 tetes untuk telinga kiri

Konsul dr. Abdul Halim, Sp.Pd, advice : -

Injeksi Kalnex 3x1 ampul

-

Transfusi PRC 1 kolf/ hari hingga Hb lebih dari 10 gram/dl

-

Pro Bone Marrow Punction

-

Terapi lainnya di lanjutkan

VIII. FOLLOW UP 3 Desember 2018 Subyektif:

- Obyektif:

Assesment:

- Nyeri telinga

- KU: Lemah

-

kiri(+), terdapat

- Vital Sign

cairan kental

- TD :100/80 mmHg

Planning:

Otitis Eksterna -

IVFD RL 20 tpm

Difusa

Inj. Ranitidin 2 x 50

- Anemia

-

mg 27

yang keluar dari

RR: 20x/menit

tenginya kiri

N: 80x/menit

- Batuk berdahak (+) - Nyeri ulu hati (+) - Nafsu makan menurun - BAK normal

-

Inj. Ketorolac 3 x 30 mg

T: 36oC

-

Inj. Ceftriaxone 2gr

- K/L: An +/+, Liang

dalam NaCL 0,9%

telinga kiri tampak

100cc

hiperemis ,sempit

-

Po. Sulfas Ferrous

tertutup krusta,

1x1

Nyeri Tekan tragus

-

Tetes Akilen tetes

sinistra (+), Nyeri

telinga 3 x 2 tetes

dan BAB (+)

Tarik Aurikula

untuk telinga kiri

normal

Sinistra (+),

-

- Thoraks: dbn - Abdomen: nyeri tekan epigastrium (+) 4 Desember 2018 Subyektif:

- Obyektif:

Assesment:

- Nyeri telinga

- KU: Lemah

-

Otitis Eksterna -

IVFD RL 20 tpm Inj. Ranitidin 2 x 50

kiri(+), terdapat

- Vital Sign

Difusa

cairan kental

- TD :120/80 mmHg

-

Anemia

-

Hematuria

yang keluar dari

RR: 20x/menit

tenginya kiri

N: 80x/menit

- Batuk berdahak (+) - Nyeri ulu hati (+) - Nafsu makan menurun - BAK berwarna merah seperti

T: 36,6oC

Planning:

-

mg -

mg -

- K/L: An +/+, Liang

100cc -

tertutup krusta, Nyeri Tekan tragus

Inj. Ceftriaxone 2gr dalam NaCL 0,9%

telinga kiri tampak hiperemis ,sempit

Inj. Ketorolac 3 x 30

Po. Sulfas Ferrous 1x1

-

Tetes Akilen tetes

sinistra (+), Nyeri

telinga 3 x 2 tetes

Tarik Aurikula

untuk telinga kiri

Sinistra (+), 28

darah dan BAB

- Thoraks: dbn

(+) normal

- Abdomen: tekan

- Pro Konsul Spesialis nyeri

Penyakit Dalam

epigastrium

untuk penanganan

(+)

anemia dan hematuria

5 Desember 2018 Subyektif:

- Obyektif:

Assesment:

- Nyeri telinga

- KU: Lemah

-

Otitis Eksterna

kiri(+), terdapat

- Vital Sign

Difusa

cairan kental

- TD :120/70 mmHg

-

Anemia

-

Hematuria

yang keluar dari

RR: 22x/menit

tenginya kiri

N: 98x/menit

- Batuk berdahak (+) - Nyeri ulu hati (+) - Nafsu makan menurun - BAK berwarna

Planning: -

IVFD RL

20

tpm -

Inj. Ranitidin 2 x 50 mg

-

T: 38,7oC

Inj. Ketorolac 3 x 30 mg

- K/L: An +/+, Liang

-

Inj. Ceftriaxone

telinga kiri tampak

2gr

hiperemis ,sempit

NaCL

tertutup krusta,

100cc

Nyeri Tekan tragus

-

sinistra (+), Nyeri

dalam

Po.

0,9%

Sulfas

Ferrous 1x1

merah seperti

Tarik Aurikula

darah dan BAB

Sinistra (+),

tetes telinga 3 x

- Thoraks: dbn

2 tetes untuk

(+) normal

- Abdomen: tekan (+)

-

nyeri

epigastrium

Tetes

Akilen

telinga kiri Konsul

dr.

Abdul

Halim, Sp.Pd, advice : -

Injeksi Kalnex 3x1 ampul

-

Transfusi PRC 1 kolf/ hari hingga Hb lebih dari 10 gram/dl 29

-

Cek MDT

-

Cek Urine Rutin

-

Cek Kimia Darah

-

Thorak Foto

-

Rawat Bersama

-

Terapi lainnya di lanjutkan

6 Desember 2018 Subyektif:

- Obyektif:

Assesment:

- Nyeri telinga

- KU: Lemah

-

kiri(+), - Batuk berdahak

- Vital Sign

Difusa

- TD :120/80 mmHg

-

(+) - Nyeri ulu hati

Susp LMA

N: 98x/menit

dd/LLA -

- K/L: An +/+, Liang

menurun

Anemia ec

RR: 22x/menit T: 38,7oC

(+) - Nafsu makan

Otitis Eksterna

-

Planning: -

IVFD RL tpm

-

Inj. Ranitidin 2 x 50 mg

-

Hematuria

Inj. Ketorolac 3 x 30 mg

-

Inj. Ceftriaxone

telinga kiri tampak

2gr

hiperemis ,sempit

NaCL

merah seperti

tertutup krusta,

100cc

darah dan BAB

Nyeri Tekan tragus

(+) normal

sinistra (+), Nyeri

- BAK berwarna

Tarik Aurikula

20

-

dalam

Po.

0,9%

Sulfas

Ferrous 1x1 -

Tetes

Akilen

Sinistra (+),

tetes telinga 3 x

- Thoraks: dbn

2 tetes untuk

- Abdomen: tekan

nyeri

epigastrium

(+) Pemeriksaan UL:

telinga kiri Konsul

dr.

Abdul

Halim, Sp.Pd, advice : -

Injeksi Kalnex 3x1 ampul 30

-

Lekosit: 20-30/lpb Eritrosit:

positif

Transfusi PRC 1 kolf/ hari hingga

(+)(+)(+)

Hb lebih dari 10

Epitel: 0-3/lpb

gram/dl - Terapi lainnya di

Sedimen: - Pem. Kimia Klinik:

lanjutkan

Bil. Total: 0,61 mg% Bil. Direk: 0,10 mg% SGOT: 43 U/L SGPT: 33 U/L AP: 114 U/L Total Protein: 4,9 gr% Albumin: 3,2 gr% Globulin: 1,7 gr%

MDT : Tampak Sel muda 84%;l Hasil

Pemeriksaan

Radiologi: - BNO 3 posisi : - Spondilosis lumbalis - USG

Abdomen:

Normal

7 Desember 2018 Subyektif:

- Obyektif:

- Nyeri telinga

- KU: Lemah

kiri(+), - Batuk berdahak (+)

Assesment: -

Otitis

- Vital Sign

Eksterna

- TD :100/80 mmHg

Difusa

RR: 20x/menit

Planning: -

IVFD RL

20

tpm -

Inj. Ranitidin 2 x 50 mg 31

- Nyeri ulu hati

N: 80x/menit T: 38,2oC

(+) - Nafsu makan

-

- BAK berwarna

-

Susp LMA

- K/L: An +/+, Liang

menurun

Anemia ec

dd/LLA

Inj. Ketorolac 3 x 30 mg

-

Inj. Ceftriaxone

telinga kiri tampak

-

Hematuria

2gr

hiperemis ,sempit

-

Spondilosis

NaCL

lumbalis

100cc

merah seperti

tertutup krusta,

darah dan BAB

Nyeri Tekan tragus

(+) normal

sinistra (+), Nyeri

-

-

dalam

Po.

0,9%

Sulfas

Ferrous 1x1

Tarik Aurikula

-

Tetes

Akilen

Sinistra (+),

tetes telinga 3 x

- Thoraks: dbn

2 tetes untuk

- Abdomen: tekan

nyeri

telinga kiri

epigastrium

Konsul

(+)

dr.

Abdul

Halim, Sp.Pd, advice :

-

-

Injeksi Kalnex 3x1 ampul

-

Transfusi PRC 1 kolf/ hari hingga Hb lebih dari 10 gram/dl

-

Pro

Bone

Marrow Punction

dan

rujuk

RSUD

Ulin

untuk

kemoterapi 8 Desember 2018 Subyektif:

- Obyektif:

- Nyeri telinga

- KU: Lemah

Assesment: -

Otitis

kiri(+),

- Vital Sign

Eksterna

berkurang

- TD :100/80 mmHg

Difusa

Planning: -

IVFD RL

20

tpm

32

- Batuk berdahak

RR: 20x/menit

(+) - Nyeri ulu hati (+)

-

Anemia ec

N: 80x/menit

Susp LMA

T: 38oC

dd/LLA

- K/L: An +/+, Liang

-

Hematuria

telinga kiri tampak

-

Spondilosis

- Nafsu makan menurun

hiperemis ,sempit

BAK berwarna

tertutup krusta,

merah seperti

Nyeri Tekan tragus

darah dan BAB

sinistra (+), Nyeri

(+) normal

Tarik Aurikula

-

x 50 mg -

Inj. Ceftriaxone 2gr

-

dalam

NaCL

0,9%

100cc -

Po.

Sulfas

Ferrous 1x1 -

- Thoraks: dbn

tekan

Inj. Ketorolac 3 x 30 mg

lumbalis

Sinistra (+),

- Abdomen:

Inj. Ranitidin 2

Tetes

Akilen

tetes telinga 3 x nyeri

2 tetes untuk

epigastrium

telinga kiri

(+)

Konsul

-

dr.

Abdul

Halim, Sp.Pd, advice :

-

-

Injeksi Kalnex 3x1 ampul

-

Transfusi PRC 1 kolf/ hari hingga Hb lebih dari 10 gram/dl

Pro Bone Marrow Punction dan rujuk RSUD Ulin untuk kemoterapi 9 Desember 2018 Subyektif:

- Obyektif:

- Nyeri telinga

- KU: Lemah

Assesment: -

Otitis

kiri(+),

- Vital Sign

Eksterna

berkurang

- TD :90/60 mmHg

Difusa

Planning: -

IVFD RL

20

tpm

33

- Batuk berdahak

RR: 24x/menit

(+) - Nyeri ulu hati (+)

-

Anemia ec

N: 98x/menit

Susp LMA

T: 38,5oC

dd/LLA

- K/L: An +/+, Liang

-

Hematuria

telinga kiri tampak

-

Spondilosis

- Nafsu makan menurun

hiperemis ,sempit

BAK berwarna

tertutup krusta,

merah seperti

Nyeri Tekan tragus

darah dan BAB

sinistra (+), Nyeri

(+) normal

Tarik Aurikula

-

x 50 mg -

Inj. Ceftriaxone 2gr

-

dalam

NaCL

0,9%

100cc -

Po.

Sulfas

Ferrous 1x1 -

- Thoraks: dbn

tekan

Inj. Ketorolac 3 x 30 mg

lumbalis

Sinistra (+),

- Abdomen:

Inj. Ranitidin 2

Tetes

Akilen

tetes telinga 3 x nyeri

2 tetes untuk

epigastrium

telinga kiri

(+)

Konsul

-

dr.

Abdul

Halim, Sp.Pd, advice :

-

-

Injeksi Kalnex 3x1 ampul

-

Transfusi PRC 1 kolf/ hari hingga Hb lebih dari 10 gram/dl

Pro Bone Marrow Punction dan rujuk RSUD Ulin untuk kemoterapi 10 Desember 2018 Jam 06.00 Subyektif:

- Obyektif:

Assesment:

-

BAK

- KU: Lemah

berwarna

- Vital Sign

Eksterna

merah seperti

- GCS : E1M2V2

Difusa

-

Otitis

Planning: -

IVFD RL

1

Kolf

34

-

darah dan

- Sopor

-

BAB (+)

- TD :/80 mmHg

Anemia ec

-

Susp LMA

normal

RR: 20x/menit

dd/LLA

Kesadaran

N: 80x/menit

-

Hematuria

menurun

T: 39,8C

-

Spondilosis

- K/L: An +/+,

Observasi ketat tanda vital

-

Inj santagesik 1 amp Now

lumbalis

- Thoraks: Slem (+)

-

- VBS ka=ki Rh+/+ - Abdomen

:

Sulit

dinilai Pukul 06.55 (10-12-2018) Pasien Apneu dan dilakukan RJP 10 menit. Pupil midriasis total, nadi tidak teraba, tensi tidak terukur, EKG asistole. Pasien dinyatakan meninggal dunia di depan dokter, paramedic, dan keluarga pasien.

35

BAB IV PEMBAHASAN KASUS

Pasien dirawat di ruang Camar RSD Idaman Banjarbaru dengan Otitis Eksterna Difusa selama 3 hari , namun saat di rawat pasien mengeluhkan kencing berdarah dan badan menjadi semakin lemas sejak hari ke 2 perawatan. Pasien mengaku keluhan badan terasa lemas sejak 2 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit dan di rawat, keluhan dirasakan semakin memberat dan berlangsung sepanjang hari. Pasien juga mengaku 2 minggu ini kurang aktif dan mudah lelah ketika beraktivitas disawah sehingga sebagian besar waktu dihabiskan pasien dengan beristirahat di rumah dan hanya sesekali mencari rumput. Pasien juga dikatakan tampak semakin pucat. Pasien juga dikeluhkan demam sejak 2 minggu terakhir, demam dirasakan tidak begitu tinggi, turun naik tidak menentu,dan terkadang merasakan pusing berputar, dan penurunan berat badan lebih dari empat kilogram dalam 1 bulan terakhir, riwayat pingsan (-), sesak (-).

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan, permasalahan Tekanan darah

: 110/80 mmHg

Suhu

: 37,8°C

Respirasi

: 22 kali/menit

Nadi

: 98 kali/menit

Mata

: Pupil bulat isokor, konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, RC +/+, Ø 2mm=2mm

Telinga

: Liang telinga kiri tampak hiperemis ,sempit tertutup krusta , Nyeri Tekan tragus sinistra (+), Nyeri Tarik Aurikula Sinistra (+

Abdomen Inspeksi

: tampak datar

Palpasi

: Supel pada seluruh kuadran abdomen, nyeri tekan epigastrium (+), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba membesar.

Perkusi

: timpani pada seluruh kuadran abdomen, shifting dullness (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) meningkat 36

Ekstremitas

: Akral hangat (+), edema (-), CRT < 2 detik

Dan dari pemeriksaan penunjang didapatkan Laboratorium Pemeriksaan tanggal 5 Desember 2018 Hemoglobin

8,3

12-18

Leukosit

2.800

4.000-10.000

Trombosit

34.000

100.000-400.000

Hematokrit

25,6 %

36-55 %

Diff Count

Sel Muda 84%

Basofil

0

0-1

Eosinofil

0

1-3

Batang

1

2-6

Segmen

9

50-70

Limfosit

3

20-40

Monosit

3

2-8

Kesan : Leukemia Akut suspect AML dd ALL Saran : Bone Marrow Punction

Pada pemeriksaan ini sesuai dengan ciri klinis AML dimana pada pemeriksaan pasien dengan AML seringkali menunjukkan gejala tidak spesifik yang dimulai dengan anemia, leukositosis, leucopenia atau disfungsi leukosit, atau trombositopeni baik secara berangsurangsur maupun tiba-tiba. Hampir sebagian besar menunjukkan gejala tersebut selama + 3 bulan sebelum didiagnosis leukemia . Sebagian besar menyebutkan gejala awal adalah fatigue (kelemahan) atau anoreksia dan penurunan berat badan. Demam dengan atau tanpa infeksi merupakan gejala awal pada 10% pasien. Tanda perdarahan abnormal (berdarah, mudah lebam) terjadi pada 5% pasien. Pada pemeriksaan dapat ditemukan demam, splenomegali, hepatomegali, limfadenopati, sternum melunak, dan adanya bukti infeksi dan perdarahan. Perdarahan gastrointestinal, intrapulmonary, atau intracranial seringkali didapatkan pada akut premyelosit leukemia (APL). Perdarahan 37

akibat koagulopati dapat terjadi pada monositik AML disertai leukositosis atau trobositopenia yang parah. Dalam kasus ini pasien mengalami demam yang hilang timbul disertai dengan perdarahan abnormal berupa kencing berdarah. Pada penatalaksanaan kasus ini dilakukan penatalaksanaan medikamentosa dan juga tranfusi PRC hingga Hb lebih dari 10 gr/dl , dan juga dijadwalkan untuk Bone Marrow Punction. Namun saat upaya perbaikan keadaan umum pasien selama perawatan di RSUD Banjarbaru mengalami penurunan terus menerus hingga pada tanggal 10 Desember 2018 di hari ke 7 perawatan pasien apneu dan dilakukan RJP 10 menit. Pupil midriasis total, nadi tidak teraba, tensi tidak terukur, EKG asistole. Pasien dinyatakan meninggal dunia di depan dokter, paramedic, dan keluarga pasien. Hal ini menunjukkan bahwa AML memiliki prognosis buruk terutama pada pasien pasien lanjut usia seperti pada kasus ini.

38

BAB IV KESIMPULAN

Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi. Pada leukemia ada gangguan dalam pengaturan sel leukosit. Leukosit dalam darah berproliferasi secara tidak teratur dan tidak terkendali dan fungsinya pun menjadi tidak normal. Oleh karena proses tersebut fungsi-fungsi lain dari sel darah normal juga terganggu hingga menimbulkan gejala leukemia yang dikenal dalam klinik. Leukemia akut dibagi atas leukemia limfoblastik akut (LLA) dan leukemia mieloblastik akut (LMA). Insiden leukemia mieloid akut (AML) adalah + 3,7 per 100.000 orang per tahun, dan kejadian yang disesuaikan menurut umur lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita (4.6 versus 3.0). Insiden AML meningkat sesuai umur, yaitu 1,9 pada individu <65 tahun dan 18,6 pada mereka yang berusia >65. Sebuah peningkatan yang signifikan pada insiden AML telah terjadi selama 10 tahun terakhir. Etiologinya meliputi hereditas, radiasi dan paparan pekerjaan serta obatobatan dan virus.

39

DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci, Anthony S.; Kasper, Dennis L. ; Longo, Dan L.; Braunwald, Eugene; Hauser, Stephen L.; Jameson, J. Larry; Loscalzo, Joseph;. Harrison's Principles of Internal Medicine 17th edition. USA: McGraw-hill, 2008. 2. Price, S A dan Wilson, L M.Patofisiologi , Konsep klinis proses-proses penyakit . Jakarta : EGC, .2006. 3. Guyton, Arthur C.; Hall, John E.;. TEXTBOOK of Medical Physiology 7th edition. Philadelphia, Pennsylvania: Elsevier Inc, 2006. 4. ES Jaffe et al: World Health Organization Classification of Tumours. Lyon, ARC Press, 2001. 5. JM Bennett et al: Ann Intern Med 103:620, 1985.

40

BERITA ACARA LAPORAN KASUS MEDIK

Hari/Tanggal

: 12 Desember 2019

Nama Peserta

:Dr. Latifah Andhini

Judul

: LEUKEMIA MYELOBLASTIK AKUT

Nama Pembimbing

: dr. H. Abdul Halim, Sp.PD, SH, FINASIM

Nama Pendamping

: Dr. Hesti Samila Wardhani

Nama Wahana

: RSD IDAMAN BANJARARU

No

Nama

Tanda Tangan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

41

Mengetahui

Pembimbing

dr. H. Abdul Halim, Sp.PD, SH, FINASIM

Pendamping I

Pendamping II

Dr. Hesti Samila Wardhani

Dr. Siti Ningsih

42

Related Documents

Lapsus Dhini Medik.docx
October 2019 19
Laporan1 Ahmad Dhini
April 2020 7
Lapsus Depresi.docx
December 2019 38
Lapsus Snhl.docx
November 2019 33
Lapsus Paraparese.docx
November 2019 41
Lapsus Tulunagung.doc
December 2019 42

More Documents from "Yulia Manawean"