Laporan Kasus Obgyn (autosaved).docx

  • Uploaded by: andhiniachmad
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Kasus Obgyn (autosaved).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 10,900
  • Pages: 53
LAPORAN KASUS

G2P1A0 HAMIL 32 MINGGU DENGAN HAP E.C SUSPEC SOLUSIO PLASENTA + PEB + RIWAYAT SC 7 TAHUN LALU E.C PRESENTASI OBLIQUE + HBSAG POSITIF + Anemia

oleh :

dr. Latifah Andhini

Pembimbing :

dr Atjo Adhmart, Sp.OG (K)

Pendamping : dr. Hesti Samila Wardhani

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA KEMENTRIAN KESEHATAN INDONESIA DINAS KESEHATAN KOTA BANJARBARU RSUD IDAMAN BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN 2018

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan kasus tentang “G2P1A0 Hamil 32 Minggu Dengan HAP E.C Suspec Solusio Plasenta + Riwayat Sc 7 Tahun Lalu E.C Presentasi Oblique + PEB + HBSAG Positif ” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Saya sangat berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai penegakkan diagnose Solusio Plasenta. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan laporan yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga laporan ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan laporan ini di waktu yang akan datang.

Banjarbaru, 12 Januari 2019

Penyusun

2

LEMBAR PENGESAHAN

Makalah laporan kasus dengan judul “G2P1A0 Hamil 32 Minggu Dengan HAP E.C Suspec Solusio Plasenta + Riwayat Sc 7 Tahun Lalu E.C Presentasi Oblique + PEB + HBSAG Positif “ telah diterima dan disetujui oleh pebimbing , sebagai syarat untuk menyelesaikan Program Dokter Internship Indonesia Kementrian Kesehatan Indonesia Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru RSUD Idaman Banjarbaru, Kalimantan Selatan 2018

Mengetahui

Pembimbing

dr Atjo Adhmart, Sp.OG (K)

Pendamping I

Pendamping II

Dr. Hesti Samila Wardhani

Dr. Siti Ningsih

3

DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................................ 1 Kata Pengantar ............................................................................................................ 2 Kata Pengantar ............................................................................................................ 3 Daftar Isi ..................................................................................................................... 4 BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 6 BAB III LAPORAN KASUS ..................................................................................... 39 BAB IV PEMBAHASAN KASUS ............................................................................ 51 Daftar Pustaka.......................................................................................... ................... 53

4

BAB I PENDAHULUAN

Solusio Plasenta adalah separasi premature plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (Korpus uteri) dalam masa kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam plasenta terdapat banyak pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zat nutrisi dari ibu ke janin, jika plasenta ini tertepas dari implantasi normalnya dalam masa kehamilan maka akan mengakibatkan perdarahan hebat(1). Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasus-kasus berat didapatkan korelasi dengan penyakit hipertensi menahun, 15,5% disertai pula oleh preeklampsia. Faktor lain diduga turut berperan sebagai penyebab terjadinya solusio plasenta adalah tingginya tingkat paritas dan makin bertambahnya usia ibu (2). Gejala dan tanda solusio plasenta sangat beragam, sehingga sulit menegakkan diagnosisnya dengan cepat. Dari kasus solusio plasenta dengan persalinan premature idiopatik, sampai kemudian terjadi kegawatan janin, perdarahan hebat, kontraksi uterus yang hebat, hipertomi uterus menetap. Gejala-gejala ini dapat ditemukan sebagai gejala tunggal tapi lebih sering berupa gejala kombinasi(3). Solusio plasenta merupakan penyakit kehamilan yang relative umum dan dapat secara serius membahayakan keadaan ibu. Seorang ibu yang pernah mengalami solusio plasenta, mempunyai resiko yang lebih tinggi mengalami kekambuhan pada kehamilan berikutnya. Solusio plasenta juga cenderung menjadikan morbiditas dan bahkan mortabilitas pada janin dan bayi baru lahir (4).

5

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. Solusio Plasenta

1.1 Definisi Solusio Plasenta Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir . Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir

(4)

. Jika separasi ini

terjadi di bawah kehamilan 20 minggu maka mungkin akan didiagnosis sebagai abortus imminens

(5)

. Sedangkan Abdul Bari Saifuddin dalam bukunya mendefinisikan solusio

plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram .

Gambar 1.Solusio Plasenta (Placental abrubtion).

1.2 Klasifikasi A. Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan plasenta (5)

: a. Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya. b. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.

6

c. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas. B. Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan (3): a. Solusio plasenta dengan perdarahan keluar b. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentuk hematoma retroplacenter c. Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion . C. Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu

(2)

:

a. Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg%. b. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%. c. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan 1.3 Epidemiologi Insiden solusio plasenta bervariasi antara 0,2-2,4 % dari seluruh kehamilan. Literatur lain menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk solusio plasenta berat 1 dalam 500-750 persalinan . Slava dalam penelitiannya melaporkan insidensi solusio plasenta di dunia adalah 1% dari seluruh kehamilan. Di sini terlihat bahwa tidak ada angka pasti untuk insiden solusio plasenta, karena adanya perbedaan kriteria menegakkan diagnosisnya (8). Penelitian Cunningham di Parkland Memorial Hospital melaporkan 1 kasus dalam 500 persalinan. Tetapi sejalan dengan penurunan frekuensi ibu dengan paritas tinggi, terjadi

7

pula penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750 persalinan

(2)

. Menurut hasil

penelitian yang dilakukan Deering didapatkan 0,12% dari semua kejadian solusio plasenta di Amerika Serikat menjadi sebab kematian bayi . Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Ducloy di Swedia melaporkan dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5% terjadi solusio plasenta . Cunningham di Amerika Serikat melakukan penelitian pada 763 kasus kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2. 1 Kematian ibu hamil yang disebabkan perdarahan (2) .

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Penyebab Perdarahan Solusio Plasenta Laserasi/ Ruptura uteri Atonia Uteri Koagulopathi Plasenta Previa Plasenta Akreta/ Inkreta/ Perkrata Perdarahan Uterus Retained Placentae

Sampel 141 125 115 108 50 44 44 32

(%) 19 16 15 14 7 6 6 4

Pada tabel 2. 1 diketahui bahwa solusio plasenta menempati tempat pertama sebagai penyebab kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan dalam masa kehamilan (2).

Menurut data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM) Jakarta didapat angka 2% atau 1 dalam 50 persalinan. Antara tahun 1968-1971 solusio plasenta terjadi pada kira-kira 2,1% dari seluruh persalinan, yang terdiri dari 14% solusio plasenta sedang dan 86% solusio plasenta berat. Solusio plasenta ringan jarang didiagnosis, mungkin karena penderita terlambat datang ke rumah sakit atau tanda-tanda dan gejalanya terlalu ringan sehingga tidak menarik perhatian penderita maupun dokternya (5). Sedangkan penelitian yang dilakukan Suryani di RSUD. DR. M. Djamil Padang dalam periode 2002-2004 dilaporkan terjadi 19 kasus solusio plasenta dalam 4867 persalinan (0,39%) atau 1 dalam 256 persalinan .

8

1. 4. Etiologi Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi : 1. Faktor kardio-reno-vaskuler Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia . Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu (2,3). 2. Faktor trauma Trauma yang dapat terjadi antara lain : - Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli. - Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan. - Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain. Dari penelitian yang dilakukan Slava di Amerika Serikat diketahui bahwa trauma yang terjadi pada ibu (kecelakaan, pukulan, jatuh, dan lain-lain) merupakan penyebab 1,5-9,4% dari seluruh kasus solusio plasenta

(9)

. Di RSUPNCM dilaporkan 1,2% kasus solusio

plasenta disertai trauma (5). 3. Faktor paritas ibu Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18 pada primipara. Pengalaman di RSUPNCM menunjukkan peningkatan kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium (2,3,5).

9

4. Faktor usia ibu Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun (1,2,3,5). 5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma (3). 6. Faktor pengunaan kokain Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 13-35% . 7. Faktor kebiasaan merokok Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya . Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan (12) 8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya (3).

10

9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain (16).

1. 5. Patogenesis. Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus (2,3).

Gambar 2. 2 Plasenta normal dan solusio plasenta dengan hematom subkhorionik.

Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit mendesak jaringan plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu, serta gejala dan tandanya pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan plasenta didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terusmenerus/tidak terkontrol karena otot uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk membantu dalam menghentikan perdarahan yang terjadi. Akibatnya hematom subkhorionik akan menjadi bertambah besar, kemudian akan medesak plasenta sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan terlepas dari implantasinya di dinding uterus. Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput ketuban, dapat juga keluar melalui vagina, darah juga dapat menembus masuk ke dalam kantong amnion, atau mengadakan ekstravasasi di antara otot-otot miometrium. Apabila ekstravasasinya 11

berlangsung hebat akan terjadi suatu kondisi uterus yang biasanya disebut dengan istilah Uterus Couvelaire, dimana pada kondisi ini dapat dilihat secara makroskopis seluruh permukaan uterus terdapat bercak-bercak berwarna biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini (Uterus Couvelaire) akan terasa sangat tegang, nyeri dan juga akan mengganggu kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus yang sangat diperlukan pada saat setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi perdarahan post partum yang hebat (3,5). Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat pembekuan intravaskuler dimana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya (5). 1. 6. Gambaran Klinis Gambaran klinis dari kasus-kasus solusio plasenta diterangkan atas pengelompokannya menurut gejala klinis

(2,5)

:

1. Solusio plasenta ringan Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman (2,5). 2. Solusio plasenta sedang Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian, tetapi belum dua per tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta 12

ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat (2,5)

.

3. Solusio plasenta berat Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal (2,5,7).

1. 7. Komplikasi Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung.

Komplikasi yang dapat terjadi pada Ibu: 1. Syok perdarahan Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat (2,3,12). Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin. Angka 13

kesakitan dan kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian dapat terjadi akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel darah merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan .

2. Gagal ginjal Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak (2,5). Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya,

pemberantasan

infeksi,

atasi

hipovolemia,

secepat

mungkin

menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah (2).

3. Kelainan pembekuan darah Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus solusio plasenta yang ditelitinya (5). Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah (2,5).

14

Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase : a. Fase I Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi pembekuan darah, disebut disseminated intravasculer clotting. Akibatnya ialah peredaran darah kapiler (mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen disebabkan karena pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga coagulopathi consumptive. Diduga bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan tromboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok, kerusakan jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia dan kerusakan ginjal yang dapat menyebabkan oliguria/anuria .

b. Fase II Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk membuka kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat lebih menurunkan lagi kadar fibrinogen sehingga terjadi perdarahan patologis . Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium, namun di klinik pengamatan pembekuan darah merupakan cara pemeriksaan yang terbaik karena pemeriksaan laboratorium lainnya memerlukan waktu terlalu lama, sehingga hasilnya tidak mencerminkan keadaan penderita saat itu (2).

4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire) Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan . Komplikasi yang dapat terjadi pada janin : 1. Fetal distress 2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan 3. Hipoksia dan anemia 4. Kematian 15

1. 8. Diagnosis Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Sebagai contoh, perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan plasenta belum begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang tidak diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak memadai atau terlambat (2,3). Menurut penelitian retrospektif yang dilakukan Hurd dan kawan-kawan pada 59 kasus solusio plasenta dilaporkan gejala dan tanda pada solusio plasenta (2,3) :

Tabel 2. 2 Tanda dan Gejala Pada Solusio Plasenta No.

Tanda atau Gejala

Frekuensi (%)

1.

Perdarahan pervaginam

78

2.

Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang

66

3.

Gawat janin

60

4.

Persalinan prematur idiopatik

22

5.

Kontraksi berfrekuensi tinggi

17

6.

Uterus hipertonik

17

7.

Kematian janin

15

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan gejala atau tanda dengan frekuensi tertinggi pada kasus-kasus solusio plasenta. Berdasarkan kepada gejala dan tanda yang terdapat pada solusio plasenta klasik umumnya tidak sulit menegakkan diagnosis, tapi tidak demikian halnya pada bentuk solusio plasenta sedang dan ringan. Solusio plasenta klasik mempunyai ciri-ciri nyeri yang hebat pada perut yang datangnya cepat disertai uterus yang tegang terus menerus seperti papan, penderita menjadi anemia dan syok, denyut jantung janin tidak terdengar dan pada pemeriksaan palpasi perut ditemui kesulitan dalam meraba bagian-bagian janin.

16

Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta antara lain : 1. Anamnesis (5) - Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat menunjukkan tempat yang dirasa paling sakit. - Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong (nonrecurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman . - Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi). - Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu terlihat anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar pervaginam. - Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain. 2. Inspeksi (5) - Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan. - Pucat, sianosis dan berkeringat dingin. - Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu). 3. Palpasi (5) - Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan. - Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun di luar his. - Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas. - Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang. 4. Auskultasi (5) Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari satu per tiga bagian.

17

5. Pemeriksaan dalam - Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup. - Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun di luar his. - Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini sering meragukan dengan plasenta previa. 6. Pemeriksaan umum (5) - Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat, kecil dan filiformis. 7. Pemeriksaan laboratorium - Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit. - Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%). 8. Pemeriksaan plasenta . Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter. 9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG) Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain : - Terlihat daerah terlepasnya plasenta - Janin dan kandung kemih ibu

18

- Darah - Tepian plasenta

Gambar 2. 3 Ultrasonografi kasus solusio plasenta.

1. 9. Terapi Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala klinis, yaitu: a. Solusio plasenta ringan Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan

(2)

.

Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan

(4)

.

b. Solusio plasenta sedang dan berat Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria (5). 19

Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan (5). Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler dimanamana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja telah mengalami gangguan (3,4). Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat tertolong dengan penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus secara rutin dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai hipertensi menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia, menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan mengatasi kelainan pembekuan darah. Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah (19).

20

Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria (5,17). Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka tindakan histerektomi perlu dilakukan (5). 1. 10. Prognosis Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia, tersembunyi tidaknya perdarahan, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta sampai selesainya persalinan. Angka kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat berkisar antara 0,5-5%. Sebagian besar kematian tersebut disebabkan oleh perdarahan, gagal jantung dan gagal ginjal (5). Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian. Tetapi ada literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar antara 50-80%. Pada kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin tergantung pada luasnya plasenta yang lepas dari dinding uterus, lamanya solusio plasenta berlangsung dan usia kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya menyebabkan kematian janin. Pada kasus-kasus tertentu tindakan seksio sesaria dapat mengurangi angka kematian janin (5).

2. PREEKLAMSIA 2.1 Definisi Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan / atau edema akibat dari kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.9, 10,11

21

Sebelumnya, edema termasuk ke dalam salah satu kriteria diagnosis preeklampsia, namun sekarang tidak lagi dimasukkan ke dalam kriteria diagnosis, kecuali edema anasarka yang bisa ditandai dengan kenaikan berat badan >500 gr/minggu.12 Hipertensi umumnya timbul terlebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik ≥140/90 mmHg dapat membantu ditegakkannya diagnosis hipertensi. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 4 jam pada keadaan istirahat.12,13 Proteinuria ditandai dengan ditemukannya protein dalam urin 24 jam yang kadarnya melebihi 0.3 gram/liter atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2+ atau 1 gram/liter atau lebih dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Umumnya proteinuria timbul lebih lambat, sehingga harus dianggap sebagai tanda yang serius.10,11 Walaupun edema tidak lagi menjadi bagian kriteria diagnosis pre-eklampsia, namun adanya penumpukan cairan secara umum dan berlebihan di jaringan tubuh seperti pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah dan tangan harus tetap diwaspadai. Edema dapat menyebabkan kenaikan berat badan tubuh. Normalnya, wanita hamil mengalami kenaikan berat badan sekitar 500 gr per minggu, 2000 gr per bulan, atau 13 kg selama kehamilan. Apabila kenaikan berat badannya lebih dari normal, perlu dicurigai timbulnya pre-eklampsia.10,11,13 Preeklampsia pada perkembangannya dapat berkembang menjadi eklampsia, yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Eklampsia dapat menyebabkan terjadinya DIC (Disseminated intravascular coagulation) yang menyebabkan jejas iskemi pada berbagai organ, sehingga eklampsia dapat berakibat fatal.10,13 Dikatakan sebagai preeklampsia-eklampsia apabila memiliki salah satu atau lebih dari gejala dan tanda-tanda yang ada dibawah ini :14 1.

Preeklampsia ringan, adalah suatu keadaan pada ibu hamil disertai kenaikan tekanan darah sistolik 140/90 mm/Hg atau kenaikan diastolik 15 mm/Hg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mm/Hg atau setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal dan adanya proteinuria kuantitatif >3 gr perliter atau kuantitatif 1+ atau 2+ pada urin kateter atau midstream.

2.

Preeklamsia berat, adalah suatu keadaan pada ibu hamil bila disertai kenaikan tekanan darah 160/110 mm/Hg atau lebih, adanya proteiunuria 5 gr atau lebih per liter dalam 24 jam atau kuantitatif 3+ atau kuantitatif 4+, adanya oliguria (jumlah urin kurang dari 500cc per jam, adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, 22

rasa nyeri di epigastrium, adanya tanda sianosis, edema paru, trombositopeni, gangguan fungsi hati, serta yang terakhir adalah pertumbuhan janin terhambat. 3.

Eklampsia merupakan preeklampsia yang disertai kejang dan disusul dengan koma.

Terdapat empat jenis penyakit hipertensi, antara lain :9,12 1.

Hipertensi kronik, dengan gejala yaitu tekanan darah >140/90 mm/Hg sebelum hamil atau didiagnosa sebelum usia gestasi 20 minggu , atau bila terdapat hipertensi didiagnosa setelah usia gestasi 20 minggu dan persisten 12 minggu setelah melahirkan.

2.

Hipertensi gestasional dengan gejala yaitu tekanan darah >140/90 mm/Hg untuk pertama kalinya ketika hamil, bila tidak terdapat proteinuria, dan tekanan darah kembali normal kurang dari 12 minggu setelah melahirkan.

3.

Preeklampsia-eklampsia dengan gejala yaitu tekanan darah >140/90 mm/Hg setelah usia gestasi 20 minggu pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah yang bormal dan adanya proteinuria (0,3 gr protein dalam specimen urin dalam 24 jam), sedangkan eklampsia didefinisikan sebagai kejang yang tidak dapat dihubungkan dengan kasus lain pada wanita dengan preeklampsia.

4.

Superimposed Preeclampsia (preeklampsia pada pengidap hipertensi kronis) dengan gejala yaitu onset baru proteinuria dengan jumlah proteinuria > 300 mg/24 jam pada ibu hamil dengan hipertensi, tetapi tidak ada proteinuria sebelum usia gestasi 20 minggu.

2.2 Epidemiologi Angka kejadian preeklampsia – eklampsia berkisar antara 2% dan 10% dari kehamilan di seluruh dunia. Kejadian preeklampsia merupakan penanda awal dari kejadian eklampsia, dan diperkirakan kejadian preeklampsia menjadi lebih tinggi di negara berkembang. Angka kejadian preeklampsia di negara berkembang, seperti di negara Amerika Utara dan Eropa adalah sama dan diperkirakan sekitar 5-7 kasus per 10.000 kelahiran. Disisi lain kejadian eklampsia di negara berkembang bervariasi secara luas. Mulai dari satu kasus per 100 kehamilan untuk 1 kasus per 1700 kehamilan. Rentang angka kejadian preeklampsia-eklampsia di negara berkembang seperti negara Afrika seperti Afrika selatan, Mesir, Tanzania, dan Ethiopia bervariasi dari 1,8% sampai 7,1%. Di Nigeria angka kejadiannya berkisar antara 2% sampai 16,7% Dan juga preeklampsia

23

ini juga dipengaruhi oleh ibu nullipara, karena ibu nullipara memiliki resiko 4-5 kali lebih tinggi dari pada ibu multipara .4,7,15 Angka kejadian dari preeklampsia di Indonesia sekitar 7-10%, ini merupakan bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab kematian nomor dua di Indonesia bagi ibu hamil, sedangkan no.1 penyebab kematian ibu di Indonesia adalah akibat perdarahan.5 Penelitian berbagai faktor risiko terhadap hipertensi pada kehamilan / preeklampsia /eklampsia.9,12,13 a. Usia Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten b. Paritas Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua risiko lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat. c. Ras/golongan etnik Mungkin ada perbedaan perlakuan/akses terhadap berbagai etnik di banyak Negara d. Faktor keturunan Jika ada riwayat pre-eklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor risiko meningkat sampai + 25% e. Faktor gen Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang ditentukan genotip ibu dan janin. f. Diet/gizi Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu (WHO). Penelitian lain : kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian yang tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang obese/overweight. g. Iklim / musim Di daerah tropis insidens lebih tinggi h. Tingkah laku/sosioekonomi Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok selama hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat yang jauh lebih tinggi. Aktifitas fisik selama hamil : istirahat baring yang cukup selama hamil mengurangi kemungkinan/insidens hipertensi dalam kehamilan. 24

i. Hiperplasentosis Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar, dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik. j. Hidrops fetalis : berhubungan, mencapai sekitar 50% kasus k. Diabetes mellitus : angka kejadian yang ada kemungkinan patofisiologinya bukan preeklampsia murni, melainkan disertai kelainan ginjal/vaskular primer akibat diabetesnya. l. Mola hidatidosa : diduga degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan preeklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini/pada usia kehamilan muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan pada pre-eklampsia. m. Riwayat pre-eklampsia. n. Kehamilan pertama o. Usia lebih dari 40 tahun dan remaja p. Obesitas q. Kehamilan multiple r. Diabetes gestasional s. Riwayat diabetes, penyakit ginjal, lupus, atau rheumatoid arthritis.

2.3 Etiologi Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”. Beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah : 6,7,9,13,16,17

1. Faktor Trofoblast Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkinan terjadinya Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik setelah plasenta lahir. 2. Faktor Imunologik Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan “Blocking Antibodies” terhadap antigen plasenta tidak 25

sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan berikutnya, pembentukan “Blocking Antibodies” akan lebih banyak akibat respon imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi. 3. Faktor Hormonal Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang menyebabkan retensi air dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan Edema. 4. Faktor Genetik Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal.2 Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain: a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia. b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia. c. Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan bukan pada ipar mereka. 5. Faktor Gizi Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung asam lemak essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan menyebabkan “Loss Angiotensin Refraktoriness” yang memicu terjadinya preeklampsia. 6. Peran Prostasiklin dan Tromboksan Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

2.4 Gejala Klinis Gejala preeklampsia adalah :10 1. Hipertensi 26

2. Edema 3. Proteinuria 4. Gejala subjektif : sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan.

2.5 Patogenesis Belum diketahui dengan pasti, secara umum pada Preeklampsia terjadi perubahan dan gangguan vaskuler dan hemostatis. Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya

Preeklampsia

adalah

iskemik

uteroplasenta,

sehingga

terjadi

ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang. Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi penurunan kadar 1 α-25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL), akibatnya terjadi penurunan absorpsi kalsium dari saluran cerna. Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon (PTH) disertai penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan absorpsi kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatan kadar kalsium intra sel mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat menyatakan prostaglandin berperan sebagai mediator poten reaktivitas vaskuler. Penurunan sintesis prostaglandin dan peningkatan pemecahannya akan meningkatkan kepekaan vaskuler terhadap Angiotensin II. Angiotensin II mempengaruhi langsung sel endotel yang resistensinya terhadap efek vasopresor berkurang, sehingga terjadi vasospasme. Penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan tejadinya hipertensi arterial yang membahayakan pembuluh darah karena gangguan aliran darah vasavasorum, sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan dilepasnya Endothelin – 1 yang merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini menyebabkan kebocoran antar sel endotel, sehingga unsur-unsur pembentukan darah seperti thrombosit dan fibrinogen tertimbun pada lapisan subendotel yang menyebabkan gangguan ke berbagai sistem organ.18 Fungsi organ-organ lain :12,13,19 a. Otak 27

Pada hamil normal, perfusi serebral tidak berubah, namun pada pre-eklampsia terjadi spasme pembuluh darah otak, penurunan perfusi dan suplai oksigen otak sampai 20%. Spasme menyebabkan hipertensi serebral, faktor penting terjadinya perdarahan otak dan kejang / eklampsia. b. Hati Terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim hati pada pre-eklampsia, yang berhubungan dengan beratnya penyakit. c. Ginjal Pada pre-eklampsia, arus darah efektif ginjal berkurang + 20%, filtrasi glomerulus berkurang + 30%. Pada kasus berat terjadi oligouria, uremia, sampai nekrosis tubular akut dan nekrosis korteks renalis. Ureum-kreatinin meningkat jauh di atas normal. Terjadi juga peningkatan pengeluaran protein (”sindroma nefrotik pada kehamilan”). d. Sirkulasi uterus , koriodesidua Perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta adalah patofisiologi yang terpenting pada pre-eklampsia, dan merupakan faktor yang menentukan hasil akhir kehamilan. - Terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang. - hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta, yang mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga meningkatkan kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain (angiotensin, aldosteron) sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang lebih tinggi. - karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari gangguan pertumbuhan janin sampai hipoksia dan kematian janin.

2.6 Diagnosis Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala berikut :10,11,18 1. TD ≥ 160 / 110 mmHg 2. Proteinuria > 5 gr / 24 jamatau kualitatif 3+ / 4+ 3. Oliguria ≤ 500 ml / 24 jam disertai kenaikan kadar kreatinin darah 4. Peningkatan kadar enzim hati dan / atau ikterus 5. Gangguan visus dan cerebral 6. Nyeri epigastrium 28

7. Edema paru atau sianosis 8. Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat (IUFGR) 9. HELLP Syndrom (H = Hemolysis, E = Elevated, L = Liver enzyme, LP = Low Platelet Counts) Impending eklampsia bila dijumpai tanda/ gejala berikut :10,11 1. Nyeri kepala hebat 2. Gangguan visual 3. Muntah-muntah 4. Nyeri epigastrium 5. TD naik secara progresif

2.7 Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik harus diketahui :16 a. Tekanan darah harus diukur dalam setiap ANC b. Tinggi fundus harus diukur dalam setiap ANC untuk mengetahui adanya retardasi pertumbuhan intrauterin atau oligohidramnion c. Edema pada pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah dan tangan yang memberat d. Peningkatan berat badan lebih dari 500 gr per minggu atau peningkatan berat badan secara tiba-tiba dalam 1-2 hari.

2.8 Pemeriksaan Penunjang Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan efektif untuk preeklampsia. Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai indikator preeklampsia, namun ternyata tidak sensitif dan spesifik sebagai alat diagnostik. Namun, peningkatan kadar asam urat serum pada wanita yang menderita hipertensi kronik menandakan peningkatan resiko terjadinya preeklampsia superimpose. Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan pada wanita dengan faktor resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari pemeriksaan kadar enzim hati, hitung trombosit, kadar kreatinin serum, protein total, reduksi bilirubin, sedimen pada urin 24 jam. Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan juga pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu perdarahan dan pembekuan serta untuk mengetahui keadaan janin perlu dilakukan pemeriksaan USG. 29

Semua pemeriksaan ini harus dilakukan sesering mungkin untuk memantau progresifitas penyakit.13,20

2.9 Prognosis Penentuan prognosis ibu dan janin sangat bergantung pada umur gestasi janin, ada tidaknya perbaikan setelah perawatan, kapan dan bagaimana proses bersalin dilaksanakan, dan apakah terjadi eklampsia. Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%.9,13

2.10 Komplikasi Beberapa komplikasi yang dapat terjadi, yaitu :13,18 1.

Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.

2.

Hipofibrinogenemia

3.

Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis periportal hati pada penderita pre-eklampsia.

4.

Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.

5.

Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi. Perdarahan pada retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat yang menunjukkan adanya apopleksia serebri.

6.

Edema paru

7.

Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol umum. Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan enzim.

8.

Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).

9.

Prematuritas

10.

Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Bisa juga terjadi anuria atau gagal ginjal.

11.

DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila telah mencapai tahap eklampsia.

2.11 Diagnosis Banding Diagnosis banding preeklampsia berat , yaitu :6,16 1. Kehamilan dengan sindrom nefrotik 30

2. Kehamilan dengan payah jantung, 3. Hipertensi Kronis 4. Penyakit Ginjal 5. Edema Kehamilan 6. Proteinuria Kehamilan,

2.12 Penatalaksanaan 1.

Penanganan di Puskesmas Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di puskesmas, maka secara prinsip, kasus-

kasus preeklampsia berat dan eklampsia harus dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan-persiapan yang dilakukan dalam merujuk penderita adalah sebagai berikut :7 1. Menyiapkan surat rujukan yang berisikan riwayat penderita. 2. Menyiapkan partus set dan tongue spatel (sudip lidah). 3. Menyiapkan obat-obatan antara lain: valium injeksi, antihipertensi, oksigen, cairan infus dextrose/ringer laktat. 4. Pada penderita terpasang infus dengan blood set. 5. Pada penderita eklampsia, sebelum berangkat diinjeksi valium 20 mg/iv, dalam perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc dextrose dalam maintenance drops. Selain itu diberikan oksigen, terutama saat kejang, dan terpasang tongue spatel. 2.

Penanganan di Rumah Sakit Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre eklampsia berat

selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi:10,11,19 1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medisinal. 2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medisinal.

1. Perawatan Aktif Perawatan aktif yang dilakukan, yaitu :10,11,16 a. Indikasi - Keadaan Ibu:  Kehamilan aterm ( > 37 minggu)

31

 Adanya gejala-gejala impending eklampsia  Perawatan konservatif gagal ( 6 jam setelah pengobatan medisinal terjadi kenaikan TD, 24 jam setelah pengobatan medisinal gejala tidak berubah)  Adanya Sindrom Hellp - Keadaan Janin  Adanya tanda-tanda gawat janin  Adanya pertmbuhan janin terhambat dalam rahim b. Pengobatan Medisinal - Segera MRS. - Tirah baring miring ke satu sisi. - Infus D5 : RL 2:1 (60-125 ml/jam) - Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam. - Antasida. - Obat-obatan :  Anti kejang: i.

Sulfas Magnesikus (MgSO4) Syarat-syarat pemberian MgSO4 a) Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan I.V pelan dalam 3 menit. b) Refleks patella positif kuat c) Frekuensi pernapasan > 16 kali per menit, tanda distress pernafasan (-) d) Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam). Cara Pemberian: a) Jika ada tanda impending eklampsi dosis awal diberikan IV + IM, jika tidak ada, dosis awal cukup IM saja. Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 4 menit (1 gr/menit) atau kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM. b) Dosis ulangan diberikan setelah 6 jam pemberian dosis awal, dosis ulangan 4 gram MgSO4 40% diberikan secara intramuskuler setiap 6 jam, bergiliran pada bokong kanan/kiri dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari. 32

Penghentian MgSO4 : 1. Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 47 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian jantung. 2. Setelah 24 jam pasca persalinan 3. 6 jam pasca persalinan normotensif, selanjutnya dengan luminal 3x30-60 mg Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat a) Hentikan pemberian magnesium sulfat b) Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV dalam waktu 3 menit. c) Berikan oksigen. d) Lakukan pernapasan buatan. ii.

Diazepam Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada perbaikan, rawat di ruang ICU.

iii.

Diuretika Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka, serta kelainan fungsi ginjal. Diberikan furosemid injeksi (Lasix 40mg/im).

iv.

Anti hipertensi Indikasi pemberian antihipertensi bila TD sistolik >160 mmHg diastolik > 110 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis < 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta. Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya. - Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres (clonidine) injeksi 1 ampul = 0,15 mg/ml 1 amp + 10 ml NaCl flash/ aquades masukkan 5 ml IV

33

pelan  5 mnt, 5 mnt kemudian TD diukur, tak turun berikan sisanya (5ml pelan IV 5 mnt). Pemberian dapat diulang tiap 4 jam sampai TD normotensif. - Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara sublingual atau oral. Obat pilihan adalah nifedipin yang diberikan 4 x 10 mg sampai diastolik 90-100 mmHg v.

Kardiotonika Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid.

vi. Lain-lain : - Konsul bagian penyakit dalam / jantung, dan mata - Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5 oC dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc IM. - Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6 jam/IV/hari. - Analgetik bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir. - Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1x80 mg/hari. Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm) c. Pengobatan obstetrik Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu : i. Induksi persalinan : -

amniotomi

-

tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan dengan fetal heart monitoring.

ii. Seksio sesaria bila : - Fetal assesment jelek - Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5) atau adanya kontraindikasi tetesan oksitosin. - 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif. - Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesaria. Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu : Kala I i. Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria. 34

ii. Fase aktif : - Amniotomi saja - Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin). Kala II Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus buatan vakum ekstraksi/forcep ekstraksi. Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurangkurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan medisinal. Pada kehamilan <37 minggu; bila keadaan memungkinkan, terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk maturasi paru janin dengan memberikan kortikosteroid.

2. Perawatan Konservatif a. Indikasi perawatan konservatif -

bila kehamilan preterm kurang dari 37 minggu

-

tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia

-

keadaan janin baik.

b. Pengobatan medisinal : -

Awal diberikan 8 g SM 40% IM bokong kanan- bokong kiri dilanjutkan dengan 4 g IM setiap 6 jam

-

Bila ada perbaikan atau tetap diteruskan 24 jam

-

Apabila setelah 24 jam ada tanda-tanda perbaikan maka pengobatan diteruskan sbb : beri tablet luminal 3 x 30 mg/p.o

-

Anti hipertensi oral bila TD masih > 160/110 mmHg.

c. Pengobatan obstetri : - Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi. - MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam. - Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan konservatif gagal dan harus diterminasi. - Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu MgSO4 20% 2 gram intravenous. 35

d. Penderita dipulangkan bila : - Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia ringan dan telah dirawat selama 3 hari. - Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan : penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).

2.12 Penatalaksanaan Eklampsia Eklampsia merupakan kelanjutan dari preeklampsia berat disertai semakin tingginya angka kematian maternal dan perinatal. Tambahan gejala eklampsia adalah menurunnya kesadaran sampai dengan koma dan terjadi konvulsi. Terapi eklampsia dengan konvulsi bertujuan untuk mencegah terjadi konvulsi terlalu lama, mencegah agar konvulsi berkurang, menyelamatkan jiwa maternal dengan pengobatan Magnesium sulfat.10,11,18 a. Prinsip pengobatan : - Menghentikan dan mencegah kejang-kejang - Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin - Mencegah komplikasi - Terminasi kehamilan/ persalinan dengan trauma seminimal mungkin pada ibu. i.

Obat untuk anti kejang - Mg SO4  Dosis awal : 4 g 20% IV pelan-pelan selama 3 menit atau lebih, disusul 8 g 40% IM terbagi pada bokong kanan dan kiri.  Dosis ulangan : tiap 6 jam diberikan 4 g 40% IM diteruskan sampai 24 jam paska persalinan atau 24 jam bebas kejang.  Apabila ada kejang lagi, diberikan 2 g MgSO4 20% IV pelan-pelan. Pemberian IV ulangan ini hanya SEKALI SAJA, apabila timbul kejang lagi, berikan pentotal 5 mg/KgBB/IV pelan-pelan  Bila ada tanda-tanda keracunan MgSO4 diberikan anti dotum Glukonas Kalsikus 10g%, 10ml IV pelan-pelan selama 3 menit. - Apabila sudah diberikan pengobatan diazepam diluar maka : diberikan MgSO4 secara hati-hati terutama kalu ada kelainan jantung. - Perawatan kalau kejang :  Kamar isolasi yang cukup terang 36

 Pasang sadep lidah ke dalam mulut  Kepala dierandahkan dan orofaring dihisap  Oksigenisasi yang cukup  Fiksasi badan di tempat tidur harus cukup longgar agar jangan fraktur - Perawatan kalau koma : antikejang tidak diberikan  Monitor kesadaran dan dalamnya koma dan tentukan skor tanda vital  Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita  Pada koma yang lama bila nutrisi parenteral tidak mungkin maka berikan dalam bentuk NGT ii. Memperbaiki keadaan umum ibu - Infus D5% - Pasang CVP untuk : 

Pemantauan keseimbangan cairan



Pemberian kalori



Koreksi keseimbangan asam basa



Koreksi keseimbangan elektrolit

iii. Mencegah komplikasi - Obat-obat antihipertensi Diberikan pada penderita TD 160/110 mmHG atau lebih (nifedipine,catapres) - Diuretika : hanya diberikan atas indikasi edema paru dan kelainan fungsi ginjal - Kardiotonika : diberikan atas indikasi ada tanda-tanda payah jantung, edema paru, dan nadi > 120x/m, sianosis diberikan digitalis cepat dengan cedilanid. - Antibiotika diberikan ampicilin 3x1 g/IV - Antipiretika : xylomidon 2 ml/IM dan atau kompres alkohol - Kortikosteroid iv. Penanganan pada edema paru akut : - Oksigen - Morfin - Furosemid - Bila TD 160/100 mmHg diberikan antihipertensi v. Terminasi kehamilan Stabilisasi : 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan di bawah ini - Setelah kejang terakhir 37

- Setelah pemberian anti kejang terakhir - Setelah pemberiaan anti hipertensi terakhir - Penderita mulai sadar - Untuk koma tentukan skor tanda vital STV > 10 boleh terminas, STV <9 tunda 6 jam  kalau ada perubahan terminasi Cara pengakhiran kehamilan dan persalinan sama dengan PEB

2.13 Pencegahan 1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda. 2. Mencari pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan mengobatinya segera apabila ditemukan. 3. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila setelah dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga dapat dihilangkan. 4. Berdasarkan teori iskemik plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel yang dapat menyebabkan hipoksia dan iskemik plasenta, yang pada akhirnya menghasilkan oksidan (radikal bebas) dalam tubuh, sehingga untuk mencegahnya bisa diberikan antioksidan, yang dibagi menjadi 3 golongan : - Antioksidan primer Antioksidan primer berperan untuk mencegah pembentukan radikal bebas baru dengan memutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil.

Contoh

antioksidan

primer,

ialah enzim

superoksida

dimustase (SOD), katalase, dan glutation dimustase. - Antioksidan Sekunder Antioksidan sekunder berfungsi menangkap senyawa radikal serta mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan sekunder diantaranya yaitu vitamin E, Vitamin C, dan β-karoten. - Antioksidan Tersier Antioksidan tersier berfungsi memperbaiki kerusakan sel dan jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas. Contohnya yaitu enzim yang memperbaiki DNA pada inti sel adalah metionin sulfoksida reduktase.13,21

38

BAB III STATUS OBSTETRI

I. IDENTITAS Nama

: Ny. L

Usia

: 30 tahun

Pekerjaan

: IRT

Agama

: Islam

Suku

: Banjar

Alamat

: Jl Sukamaju , Banjarbaru.

MRS

: 30 Desember 2019 / 15.30 WITA

II. ANAMNESIS Keluhan Utama : Keluar darah merah kehitaman dari jalan lahir Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke PONEK RSDI Banjarbaru dengan G2P1A0 Hamil 32 minggu T/H/IU. Pasien mengeluh keluar darah berwarna merah kehitaman dari jalan lahir, nyeri perut dan perut terasa keras seperti papan disertai pusing kepala sejak pukul 15.00 WITA. Riwayat keluar air dari jalan lahir (-). Pasien mengaku gerakan janin berkurang.Riwayat pandangan kabur (-), riwayat nyeri ulu hati (-).

Riwayat Penyakit Dahulu : -

Riwayat melahirkan melalui Sectio Caecaria ec letak janin oblique 7 tahun lalu

-

Riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, ataupun asma disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat keluarga memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, ataupun asma disangkal. Riwayat Alergi : Alergi terhadap obat-obatan dan makanan disangkal.

39

Riwayat Obstetri : Pasien memiliki riwayat kehamilan sebagai berikut : 1. Ini HPHT

: 25/04/2018

Taksiran Persalinan

: 1/2/2019

Riwayat ANC

: 2 kali di Bidan

ANC terakhir

: 2/06/2018

Hasil ANC

: Normal

Riwayat USG

: (-)

Riwayat KB

: Suntik tiap 3 bulan

III. STATUS GENERALIS Keadaan umum : Sedang Kesadaran

: Compos Mentis E4V5M6

Tanda Vital - Tekanan darah

: 170/110 mmHg

- Frekuensi nadi

: 120 x/menit lemah

- Frekuensi napas

: 24 x/menit

- Suhu

: 36,3 oC

Pemeriksaan Fisik Umum - Mata

: anemis +/+, ikterus -/-

- Jantung

: S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

- Paru

: vesikuler +/+, ronki (-), wheezing (-)

- Abdomen

: bekas luka operasi (+), striae gravidarum (+), linea nigra (+), nyeri tekan (+), defans muscular (+).

- Ekstremitas

: edema - -

akral teraba hangat +

-

+

+ +

IV. STATUS OBSTETRI TFU

: 1 jari di bawah Procesus xyphoideus 29 cm

TBJ

: 2065 gram

His

:-

DJJ

: 90 x/menit

L1 : Bokong 40

L2 : Punggung di sebelah kiri L3 : Kepala L4 : 5/5 belum masuk PAP Abdomen teraba Tegang seperti papan.

VT

: Tidak dilakukan

Inspekulo : - Tampak portio masih menguncup - Stosel (+) Banyak - Perdarahan aktif

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM -

HGB

: 9,9

g/dl

-

RBC

: 5,49

106/µL

-

HCT

: 34,3

%

-

WBC

: 15

106/µL

-

PLT

: 451

106/µL

- HbSAg

: (+)

- Proteinuria : + 3 VI. DIAGNOSIS : G2P1A0 Hamil 32 Minggu T/H/IU Dengan HAP E.C Suspec Solusio Plasenta + Riwayat Sc 7 Tahun Lalu E.C Presentasi Oblique + PEB + HBSAG Positif + Gawat Janin + Anemia VII. TINDAKAN -

Infus RL + Bricasma 1 amp  20 tpm

-

Inj. Dexamethason 2 amp/12 jam

-

Cygest 400mg /12 jam/rectal

-

Inj. Ketorolac 1amp/12jam/iv

-

Inj. Cefotaxime 1gr/iv

-

Pasang DC

-

Pasang O2 3 Lpm

-

Observasi KU, TTV, DJJ dan perdarahan per 15 menit 41

21.02 (30/12/2018) Ditemukan : 

Retro plasenta hematom



AS Bayi : 0-0-0

Planing : 

Cek DL ulang setelah persalinan selesai

VIII. BAYI LAHIR Jenis persalinan

: Sectio Caecaria

Indikasi

: Gawat Janin + HAP e.c susp. Solusio Plasenta

Lahir tanggal, jam: 30/12/2018, pukul 21.02 WITA Jenis kelamin

: Perempuan

APGAR Score

: 0-0-0

Lahir

: Mati

Berat

: 1400 gram

Amnion

: Jernih

Kelainan kongenital

: (-)

Anus

: (+)

IX. PLASENTA Lahir

: SC

Lengkap

: Ya

Berat

: + 300 gram

Perdarahan

: + 300 cc

Temuan

: Ditemukan retro plasenta hematom dan kalsifikasi

X. KONDISI IBU 2 JAM POST PARTUM Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Somnolen E3V4M5

Tekanan darah

: 160/110 mmHg

Frekuensi nadi

: 112 x/menit

Frekuensi napas

: 20 x/menit

Suhu

: 36,2º C 42

Kontraksi uterus

: (+) baik

TFU

: 2 jari di bawah umbilikus

Perdarahan aktif

: (-)

Lochea rubra

: (+)

Pemeriksaan Laboratorium :

-

HGB

: 8,8

g/dl

-

RBC

: 4,86

106/µL

-

HCT

: 30,5

%

-

WBC

: 21,09

106/µL

-

PLT

: 384

106/µL

XII. KONDISI IBU 1 HARI POST PARTUM Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis E4V5M6

Tekanan darah

: 160/130 mmHg

Frekuensi nadi

: 108 x/menit

Frekuensi napas

: 20 x/menit

Suhu

: 36 ºC

Kontraksi uterus : (+) baik TFU

: 2 jari di bawah umbilikus

Perdarahan aktif

: (-)

Lochea rubra

: (+)

43

TIME

SUBJECTIVE

30/12/2018 16.30

OBJECTIVE

Pasien datang ke PONEK RSDI Banjarbaru dengan G2P1A0 Hamil 32 minggu T/H/IU presentasi kepala dengan Preeklamsia berat + Bekas SC 7 tahun lalu + HbsAg positif . Pasien mengeluh keluar darah berwarna merah kehitaman dari jalan lahir, nyeri perut dan perut terasa keras seperti papan disertai pusing kepala sejak pukul 15.00 WITA. Riwayat keluar air dari jalan lahir ().

Pasien

mengaku

gerakan

janin

berkurang.Riwayat pandangan kabur (-), riwayat nyeri ulu hati (-). Riwayat DM (-), HT (-), asthma

Status Generalis KU : Sedang Kesadaran : Compos mentis, Gelisah E4V5M6

ASSESSMENT G2P1A0 Hamil 32 Minggu

PLANNING 

 20 tpm

T/H/IU Dengan HAP E.C Suspec Solusio Plasenta +



Riwayat Sc 7 Tahun Lalu

jam 

Cygest 400mg /12 jam/rectal

PEB + HBSAG Positif +



Inj. Ketorolac 1amp/12jam/iv

Gawat Janin + Anemia



Inj. Cefotaxime 1gr/iv

Suhu : 37 oC



Pasang DC

Mata : anemis (+/+), icteric (-/-)



Pasang O2 3 Lpm

Cor : S1S2 tunggal regular, Murmur (-),



Observasi KU, TTV, DJJ dan

TD : 160/100 mmHg HR : 120 x/menit RR : 24 x/menit

Pulmo : vesicular (+/+), wheezing (-/-), HPHT : 29/04/2018

ronkhi (-/-).

HTP

Abdomen : scar (-), stria gravidarum (+),

: 1/02/2019

Inj. Dexamethason 2 amp/12

E.C Presentasi Oblique +

perdarahan per 15 menit

Gallop (-).

(-).

Infus RL + Bricasma 1 amp

Riwayat ANC : 2x di Bidan

linea nigra (+), nyeri tekan (+), defans

ANC terakhir : 02/06/2018

muskular (-).

Hasil ANC terakhir : HbsAg positif

Extremitas : edema (-/-), warm acral (+/+).



Status Obstetri L1 : Bokong L2 : Punggung di sebelah kiri

O : GC : baik -

Tekanan darah

: 170/110 mmHg

-

Frekuensi nadi

: 120 x/menit lemah

-

Frekuensi napas

: 24 x/menit

L3 : Kepala L4 : 5/5 belum masuk PAP Abdomen teraba Tegang seperti papan.

44

-

: 36,3 oC

Suhu TFU

: 1 jari di bawah Procesus

VT : Tidak dilakukan Inspekulo

:

xyphoideus 29 cm

- Tampak portio masih menguncup

TBJ

- Stosel (+) Banyak

: 2065 gram

His : -

- Perdarahan aktif

DJJ : 90 x/menit

Protein urine : + 3 A : G1P0A0H0 37 – 38 minggu T/H/IU presentasi kepala, persalinan kala I fase aktif dengan PEB.

Pemeriksaan Laboratorium : Hb : 9,9 g/dl RBC : 5,49 x 106/µL HCT : 34,4 %

P:

WBC : 15,00 x 106/µL



PLT : 451 x 106/µL HbSAg : (-) Proteinuria : +3

17.00

Pasien mengeluhkan nyeri abdomen hilang timbul, Gerakan janin sulit dirasakan, mengeluh kedinginan.

His : -



Observasi kesra ibu & janin

DJJ : ???



Observasi kemajuan persalinan

KU : Sedang



Lanjutkan infus RL + drip

Kesadaran : CM E4V5M6 TD : 160/100 mmHg

MgSO4 40% 6 gr 20 tpm (kiri) 

N : 96 x/menit

Infus RL+ drip bricasma 1 ampul 20 tpm

RR : 20 x/menit



Siapkan Whole Blood 1 kolf

T : 35,90C ,



Siapkan SC Cito

45

17.30

Pasien mengeluhkan nyeri abdomen hilang timbul, Gerakan janin sulit dirasakan, mengeluh kedinginan.

His : -



Observasi kesra ibu & janin

DJJ : ???



Observasi kemajuan persalinan

KU : Sedang



Lanjutkan infus RL + drip

Kesadaran : CM E4V5M6 TD : 160/100 mmHg

MgSO4 40% 6 gr 20 tpm (kiri) 

N : 96 x/menit

Infus RL+ drip bricasma 1 ampul 20 tpm

RR : 20 x/menit T : 35,90C , 18.00

Pasien mengeluhkan nyeri abdomen hilang timbul, Gerakan janin sulit dirasakan, mengeluh kedinginan.

His : -



Observasi kesra ibu & janin

DJJ : ???



Observasi kemajuan persalinan

KU : Sedang



Lanjutkan infus RL + drip

Kesadaran : CM E4V5M6 TD : 160/100 mmHg

MgSO4 40% 6 gr 20 tpm (kiri) 

N : 96 x/menit

Infus RL+ drip bricasma 1 ampul 20 tpm

RR : 20 x/menit T : 35,90C , 18.30

Pasien mengeluhkan nyeri abdomen hilang timbul, Gerakan janin sulit dirasakan, mengeluh kedinginan.

His : -



Observasi kesra ibu & janin

DJJ : ???



Observasi kemajuan persalinan

KU : Sedang



Lanjutkan infus RL + drip

Kesadaran : CM E4V5M6 TD : 160/100 mmHg N : 96 x/menit

MgSO4 40% 6 gr 20 tpm (kiri) 

Infus RL+ drip bricasma 1 ampul 20 tpm

RR : 20 x/menit T : 35,90C ,

46

19.00

Pasien mengeluhkan nyeri abdomen hilang timbul, Gerakan janin sulit dirasakan, mengeluh kedinginan.

His : -



Observasi kesra ibu & janin

DJJ : ???



Observasi kemajuan persalinan

KU : Sedang



Lanjutkan infus RL + drip

Kesadaran : CM E4V5M6 TD : 160/100 mmHg

MgSO4 40% 6 gr 20 tpm (kiri) 

N : 96 x/menit

Infus RL+ drip bricasma 1 ampul 20 tpm

RR : 20 x/menit T : 35,90C , 19.30

Pasien mengeluhkan nyeri abdomen hilang timbul, Gerakan janin sulit dirasakan, mengeluh kedinginan.

His : -



Observasi kesra ibu & janin

DJJ : ???



Observasi kemajuan persalinan

KU : Sedang



Lanjutkan infus RL + drip

Kesadaran : CM E4V5M6 TD : 160/100 mmHg

MgSO4 40% 6 gr 20 tpm (kiri) 

N : 96 x/menit

Infus RL+ drip bricasma 1 ampul 20 tpm

RR : 20 x/menit T : 35,90C , 20.00

Pasien mengeluhkan nyeri abdomen hilang timbul, Gerakan janin sulit dirasakan, mengeluh kedinginan.

His : -



Observasi kesra ibu & janin

DJJ : ???



Observasi kemajuan persalinan

KU : Sedang



Lanjutkan infus RL + drip

Kesadaran : CM E4V5M6 TD : 160/100 mmHg N : 96 x/menit

MgSO4 40% 6 gr 20 tpm (kiri) 

Infus RL+ drip bricasma 1 ampul 20 tpm

RR : 20 x/menit T : 35,90C ,

47

20.30

Pasien mengeluhkan nyeri abdomen hilang timbul, Gerakan janin sulit dirasakan, mengeluh kedinginan.

His : -



Observasi kesra ibu & janin

DJJ : ???



Observasi kemajuan persalinan

KU : Sedang



Lanjutkan infus RL + drip

Kesadaran : CM E4V5M6 TD : 160/100 mmHg

MgSO4 40% 6 gr 20 tpm (kiri) 

N : 96 x/menit

Infus RL+ drip bricasma 1 ampul 20 tpm

RR : 20 x/menit T : 35,90C , 21.00

Pasien mengeluhkan nyeri abdomen hilang timbul

His : 3x/10’~40”



Observasi kesra ibu & janin

DJJ : 12-13-13 (152 x/menit)



Observasi kemajuan persalinan

KU : Sedang



Lanjutkan infus RL + drip

Kesadaran : CM E4V5M6 TD : 150/90 mmHg

MgSO4 40% 6 gr 28 tpm 

N : 102 x/menit

Maintenance tetesan oxytocin drip di 36 tpm

RR : 24 x/menit T : 36,5 0C 21.02

Bayi lahir, perempuan, 1400 gram, AS 0-0-0. Anus (+), anomaly congenital (). Amnion jernih. Plasenta

lahir

spontan,

lengkap,

terdapat retro plasenta hematom & kalsifikasi. Perdarahan ± 300 cc 

Cek Laboratorium ulang post partum

48

23.00

Pasien mengeluhkan nyeri di daerah operasi

KU : Sedang

2 Jam post partum



Menjelaskan tahapan mobilisasi



Infus RL + drip tramadol 20 tpm



Observasi

Kesadaran : CM E4V5M6

kesra

ibu

dan

TTV,

dan

perdarahan aktif

TD : 160/100 mmHg N : 112 x/menit RR : 20 x/menit T : 36,2 0C Kontraksi uterus : (+) Baik TFU : 2 jari dibawah umbilicus Perdarahan aktif : (-) Lochea rubra

: (+)

Pemeriksaan Laboratorium : Hb : 8,8 g/dl RBC : 4,86 x 106/µL HCT : 30,5 % WBC : 21,09 x 106/µL PLT : 384 x 106/µL 31/12/2018

06.00

Pasien mengeluhkan nyeri di daerah operasi

KU : Sedang

Post SC Hari ke 2 a.i

Kesadaran : CM E4V5M6

Solusio Plasenta + Riwayat

TD : 110/70 mmHg

Sc 7 Tahun Lalu E.C

N : 108 x/menit

Presentasi Oblique + PEB +

RR : 20 x/menit



Observasi

KU,

perdarahan aktif 

Anjurkan ibu untuk makan dan minum

HBSAG Positif + Gawat Janin + Anemia

49

T : 36 0C Kontraksi uterus : (+) Baik TFU : 2 jari dibawah umbilicus Perdarahan aktif : (-) Lochea rubra

1/012019

06.00

Pasien mengeluhkan nyeri di daerah operasi

: (+)

KU : Sedang

Post SC Hari ke 2 a.i

Kesadaran : CM E4V5M6

Solusio Plasenta + Riwayat

TD : 110/70 mmHg

Sc 7 Tahun Lalu E.C

N : 108 x/menit

Presentasi Oblique + PEB +

RR : 20 x/menit T : 36 0C



Observasi

KU,

TTV,

perdarahan aktif 

BLPL

HBSAG Positif + Gawat Janin + Anemia

Kontraksi uterus : (+) Baik TFU : 2 jari dibawah umbilicus Perdarahan aktif : (-)

Lochea rubra : (+)

50

dan

BAB IV PEMBAHASAN KASUS Pasien datang ke PONEK RSDI Banjarbaru dengan G2P1A0 Hamil 32 minggu T/H/IU. Pasien mengeluh keluar darah berwarna merah kehitaman dari jalan lahir, nyeri perut dan perut terasa keras seperti papan disertai pusing kepala sejak pukul 15.00 WITA. Riwayat keluar air dari jalan lahir (-). Pasien mengaku gerakan janin berkurang.Riwayat pandangan kabur (-), riwayat nyeri ulu hati (-). Pasien memiliki riwayat melahirkan melalui Sectio Caecaria ec letak janin oblique 7 tahun lalu. Dari hasil pemeriksaan fisik dan laboraturium didapatkan hasil pasien mengalami anemia dengan Hb 9,9 , Hipertensi dengan tekanan darah 160/100, Protein urin positif 3 dan HbsAg yang positif. Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan / atau edema akibat dari kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.9 Hipertensi umumnya timbul terlebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik ≥140/90 mmHg dapat membantu ditegakkannya diagnosis hipertensi. Proteinuria ditandai dengan ditemukannya protein dalam urin 24 jam yang kadarnya melebihi 0.3 gram/liter atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2+ atau 1 gram/liter atau lebih dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Umumnya proteinuria timbul lebih lambat, sehingga harus dianggap sebagai tanda yang serius.10,11 Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui dengan pasti namun diduga salah satu nya yang dialami oleh pasien adalah sindroma preeklamsia dan eklamsia . Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu. Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian. Tetapi ada literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar antara 50-80%. Pada kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin tergantung pada luasnya plasenta yang lepas dari dinding uterus, lamanya solusio plasenta berlangsung dan usia

51

kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya menyebabkan kematian janin. Pada kasus-kasus tertentu tindakan seksio sesaria dapat mengurangi angka kematian janin (5).

52

DAFTAR PUSTAKA 1. Prawirohardjo S, Hanifa W. Kebidanan Dalam Masa Lampau, Kini dan Kelak. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 3-21. 2. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. Obstetrical Haemorrhage. Wiliam Obstetrics 21 th edition. Prentice Hall International Inc Appleton. Lange USA. 2001; 819-41. 3. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya: Airlangga University Press, 2001; 456-70. 4. WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO, 2003. 51820. 5. Rachimhadhi T. Perdarahan Antepartum. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 362-85. 6. Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum. Bagian Obstetri danGinekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.

53

Related Documents

Laporan Jaga Obgyn
August 2019 31
Obgyn
April 2020 38
Laporan Kasus
June 2020 61
Laporan Kasus
June 2020 56
Laporan Kasus
June 2020 53

More Documents from "Amin Muhammad"