LAPORAN TETAP
SATUAN OPERASI I
DISUSUN O L E H KELOMPOK II, KELAS 3 KB Anggota: 1. Aisyah irsan (061730400313) 2. Cahyo sasmito (061730400314) 3. Ayu serlina (061730400315) 4. Dea ayu oktavia (061730400316) 5. Dimas tirtayasa R.H (061730400317) 6. Fadhillah shandy (061730400318) 7. M.hafidh syihab (061730400319) 8. Latifah ulan dari AR (061730400320) 9. Lisa laila septa (061730400321) 10. Masagus septian halim (061730400322) 11. Maya sari ogpa putri (061730400324 Dosen Pembimbing: Ibnu hajar,S.T,M.T
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK KIMIA PALEMBANG 2015
PENGHANCURAN DAN PENGAYAKAN (SIEVING I)
I. TUJUAN PERCOBAAN Memisahkan partikel-partikel berdasarkan ukuran fraksi-fraksi yang diinginkan dari suatu material hasil proses penghancuran (grinding). II. ALAT DAN BAHAN Alat yang digunakan: Satu set ayakan ukuran 20, 28, 35, 48, 65, 100, 150 dan 200 mesh Bahan yang digunakan: 1 kg batubara III.
DASAR TEORI Pengayakan (sieving) meruapakan salah satu metode pemisahan sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. Pengayakan biasanya dilakukan terhadap material yang telah mengalami proses penghancuran (grinding). Partikel yang lolos melalui ukuran saring tertentu disebut sebagai undersize dan partikel yang tertahan diatas saringan tertentu diatas saringan disebut oversize. Bebarapa ayakan yang sering digunakan atara lain: Grizzly, merupakan jenis ayakan dimana material yang diayak mengikuti aliran pada posisi kemiringan tertentu. Vibrating screen, ayakan dinamis dengan permukaan horizontal dan miring, digerakkan pada frekuensi 1000 – 7000 Hertz. Satuan kapasitas tinggi dengan efisiensi pemisahan yang baik, digunakan untuk interval ukuran partikel yang luas. Oscillating screen, ayakan dinamis pada frekuensi yang lebih rendah dari vibrating screen (100 – 400 Hz) dengan waktu yang lebih lama, lebih linier dan tajam. Recipracating screen, ayakan dinamis yang dioperasikan dengan gerakan mengoyangkan, pantulan yang panjang (20 – 200 Hz). Shifting screen, ayakan dinamis yang dioperaiskan dengan gerakan memutar dalam bidang permukaan ayakan. Gerakan aktual dapat berupa putaran atau getaran memutar. Digunakan untuk pengayakan material basah atau kering.
Revolving screen, ayakan dinamis dengan posisi miring, berotasi pada kecepatan rendah (10 – 20 rpm). Digunakan untuk pengayakan basah dari material – material relatif kasar. Secara umum tujuan dari size reduction atau pemecah atau pengecilan ukuran adalah sebagai berikut : 1. Menghasilkan padatan dengan ukuran maupun spesifik permukaan tertentu 2. Memecahkan bagian dari mineral atau kristal dari persenyawaan kimia yang terpaut dalam padatan tertentu Beberapa cara untuk memeperkecil ukuran zat padat dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai cara berikut: 1. Kompresi (tekanan) 2. Impak (pukulan) 3. Atrisi (gesekan) 4. Pemotongan Kompresi umumnya digunakan utnuk pemecahan kasar zat padat keras, dengan menghasilkan relatif sedikit halusan. Pukulan menghasilkan hasil yang berukuran kasar, sedang dan halus.Berdasarkan ukuran zat padat yang akan dikecilkan (umpan), maka peralatan pemecah atau pengecilan ukuran dibedakan atas: 1. Pemecah kasar, yaitu menghasilkan padatan dengan ukuran umpan antara 2 sampai 96 inchi 2. Pemecah antara, yaitu menghasilkan padatan dengan ukuran 1 sampai 3 inchi 3. Pemecah halus , yaitu menghasilkan padatan dengan ukuran 0,25 sampai 0,5 inchi Pengayakan atau penyaringan adalah proses pemisahan secara mekanik berdasarkan perbedaan ukuran partikel. Pengayakan (screening) dipakai dalam skala industri, sedangkan penyaringan (sieving) dipakai untuk skala laboratorium.
Produk dari proses pengayakan, diantaranya: Ukuran lebih besar daripada ukuran lubang-lubang ayakan (oversize). Ukuran yang lebih kecil daripada ukuran lubang-lubang ayakan (undersize) Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengayakan, yaitu: Jenis ayakan Cara pengayakan Kecepatan pengayakan Ukuran ayakan
1. 2.
3. 4. 5.
Waktu pengayakan Sifat bahan yang akan diayak Tujuan dari proses pengayakan ini adalah: [Taggart,1927] Mempersiapkan produk umpan (feed) yang ukurannya sesuai untuk beberapa proses berikutnya. Mencegah masuknya mineral yang tidak sempurna dalam peremukan (Primary crushing) atau oversize ke dalam proses pengolahan berikutnya, sehingga dapat dilakukan kembali proses peremukan tahap berikutnya (secondary crushing). Untuk meningkatkan spesifikasi suatu material sebagai produk akhir. Mencegah masuknya undersize ke permukaan. Pengayakan biasanya dilakukan dalam keadaan kering untuk material kasar, dapat optimal sampai dengan ukuran 10 in (10 mesh). Sedangkan pengayakan dalam keadaan basah biasanya untuk material yang halus mulai dari ukuran 20 in sampai dengan ukuran 35 in.
Permukaan ayakan yang digunakan pada screen bervariasi, yaitu: [Brown,1950] 1. Plat yang berlubang (punched plate, bahan dapat berupa baja ataupun karet keras. 2. Anyaman kawat (woven wire), bahan dapat berupa baja, nikel, perunggu, tembaga, atau logam lainnya. 3. Susunan batangan logam, biasanya digunakan batang baja (pararel rods). 4. Sistem bukaan dari permukaan ayakan juga bervariasi, seperti bentuk lingkaran, persegi ataupun persegi panjang. Penggunaan bentuk bukaan ini tergantung dari ukuran, karakteristik material, dan kecepan gerakan screen. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan material untuk menerobos ukuran ayakan adalah : 1. Ukuran buhan ayakan Semakin besar diameter lubang bukaan akan semakin banyak material yang lolos. 2. Ukuran relatif partikel Material yang mempunyai diameter yang sama dengan panjangnya akan memiliki kecepatan dan kesempatan masuk yang berbeda bila posisinya berbeda, yaitu yang satu melintang dan lainnya membujur. 3. Pantulan dari material Pada waktu material jatuh ke screen maka material akan membentur kisikisi screen sehingga akan terpental ke atas dan jatuh pada posisi yang tidak teratur.
4. Kandungan air Kandungan air yang banyak akan sangat membantu tapi bila hanya sedikit akan menyumbat screen. Diameter partikel Diameter partikel dapat diukur dengan berbagai cara. Untuk partikel berukuran besar (> 5 mm) dapat diukur secara langsung dengan menggunakan mikrometer standar. Ukuran partikel yang sangat halus diukur dengan menggunakan ukuran ayakan standar. Ukuran ayakan dapat dinyatakan dengan dua cara, yaitu dengan ukuran mesh (jumlah lubang dalam inchi kuadrat) dan dengan ukuran actual dari bukaan ayakan dengan ukuran partikel besar ( dalam mm atau inchi). Ada beberapa standar dalam penggunaan ukuran ayakan tetapi yang penting adalah memperoleh standar tertentu dalam penentuan ukuran partikel yang kita kehendaki. Tabel dibawah ini menunjukkan daftar nomor mesh yang bersesuaian untuk ayakan baku tyler. Table 1. Ayakan tyler Ukuran mesh
Inchi
Millimeter
3
0,263
6,680
4
0,185
4,699
6
0,131
3,327
8
0,093
2,362
10
0,065
1,651
14
0,046
1,168
20
0,0328
0,833
28
0,023
0,0589
35
0,0164
0,417
48
0,0116
0,295
65
0,0082
0,208
100
0,0058
0,147
150
0,0041
0,104
200
0,0029
0,074
270
0,0021
0,053
400
0,0015
0,083
Diameter rata-rata partikel antar ayakan berdasarkan ayakan tyler, missal partikel lolos melalui ayakan 150 mesh tetapi tertahan pada 200 mesh dituliskan 150+200 mesh. Berikut ini tabel diameter partikel rata-rata penentuan ayakan tyler. Tabel 2. Diameter partikel rata-rata berdasarkan ayakan tyler. Ukuran (mesh)
ayakan Diameter (inchi)
-10+14
0,0555
-14+20
0,0394
-20+28
0,0280
-28+35
0,0198
-35+48
0,0140
-48+65
0,0099
-65+100
0,0070
-100+150
0,0050
-150+200
0,0035
partikel
Dp
Diameter partikel rata-rata (Dpw) dirumuskan dengan persamaan : Dpw
= ∑ xi. Dp mean
Dpw
= diameter rata-rata partikel
Xi
= fraksi massa
Dp mean
= diameter rata-rata antar ayakan
IV. 1. 2. 3. 4.
PROSEDUR PERCOBAAN Menyiapkan satu set ayakan dengan ukuran seperti diatas Menghancurkan material yang akan diayak Melakukan pengayakan Menimbang masing-masing fraksi yang lolos ayakan tersebut
V.
DATA PENGAMATAN Percobaan 1 (5 menit)
No 1 2 3 4 5 6
Dpi (mm) 2 1,4 1 0,355 0,2 Nampan
total
Massa 106,70 44,99 44,62 112,79 52,89 62,66
Dp, Fraksi mean 0,2512 1 0,1059 1,7 0,10511 1,2 0,2656 0,6775 0,1245 0,2775 0,1475 0,1
fk 0,7486 0,6427 0,5376 0,2720 0,1427 0,00000
Xi.dp mean 0,2512 0,1800 0,1261 0,1799 0,0345 0,0147
424,05
0,9998
-
0,7864
fk 0,7542 0,6463 0,5423 0,2882 0,1772 0,0000
Xi.dp mean 0,2457 0,1834 0,1248 0,1772 0,0308 0,0177
-
0,7746
fk 0,7564 0,6474 0,5445 0,2932 0,1856
Xi.dp mean 0,2435 0,1853 0,1235 0,1703 0,0298
-
Percobaan 2 (10 menit)
No 1 2 3 4 5 6
Dpi (mm) 2 1,4 1 0,355 0,2 Nampan
total
Massa 104,20 45,76 44,11 107,75 47,08 75,17
Fraksi 0,2457 0,1079 0,1040 0,2541 0,1110 0,1772
Dp, mean 1 1,7 1,2 0,6775 0,2775 0,1
424,07
0,9999
-
Percobaan 3 (15 menit)
No 1 2 3 4 5
Dpi (mm) 2 1,4 1 0,355 0,2
Massa 103,20 46,18 43,60 106,50 45,62
Fraksi 0,2435 0,1090 0,1029 0,2513 0,1076
Dp, mean 1 1,7 1,2 0,6775 0,2775
6
Nampan 75,65
Total
No 1 2 3 4 5 6
0,1
0,0000
0,0185
423,75 0,9999 Percobaan 4 (20 menit)
-
-
0,7709
Dpi (mm) 2 1,4 1 0,355 0,2 Nampan
fk 0,7584 0,6784 0,5457 0,2970 0,1921 0,0000
Xi.dp mean 0,2417 0,1867 0,1232 0,1684 0,0291 0,0192
-
0,7684
Dp, mean 1 1,7 1,2 0,6775 0,2775 0,1
fk 0,241 0,351 0,212 0,348 0,351 0,299
Xi.dp mean 0,241 0,187 0,122 0,166 0,029 0,019
-
-
0,764
Total
0,1856
Massa 102,40 46,53 43,51 105,34 44,41 81,35
Fraksi 0,2417 0,1098 0,1027 0,2487 0,1049 0,1921
Dp, mean 1 1,7 1,2 0,6775 0,2775 0,1
423,54
0,9999
-
Percobaan 5 (25 menit) Dpi (mm) Massa Fraksi 2 102,10 0,2410 1,4 46,68 0,1100 1 43,45 0,1020 0,355 1,030 0,2460 0,2 44,61 0,1050 Nampan 82,42 0,1940
No 1 2 3 4 5 6 Total
423,56
0,9980
Minggu ke 2 ( jangung ) 3 menit pertama No
Dpi (mm)
Massa
Fraksi
Dp, mean
Fk
Xi.dp mean
1
2
167,04
0,7334
1
0,2445
0,7334
2
1,4
38,29
0,1681
1,7
0,0764
0,2857
3
1
9,12
0,0400
1,2
0,0364
0,0480
4
0,355
7,52
0,0330
0,6775
0,0034
0,0223
5
0,2
0,28
0,0012
0,2775
0,0022
0,0003
6
Nampan
0,50
0,0022
0,1
0,0000
0,0002
227,75
0,9779
-
-
1,0899
total
No
Dpi (mm)
Massa
1
2
25,78
2
1,4
97,88
3
1
54,09
4
0,355
37,10
5
0,2
3,56
6
Nampan 3,86
Fraksi 0,1159 0,4404 0,2433 0,1669 0,1060 0,0174
Dp, mean 1 1,7 1,2 0,6775 0,2775 0,1
fk 0,8840
Xi.dp mean 0,1159
0,4436
0,7487
0,2003
0,2919
0,0334
0,1131
0,0174
0,0044
0,0000
0,0017
-
total
No 1 2 3 4 5 6
222,27 Dpi (mm) 2 1,4 1 0,355 0,2 Nampan
total
0,9999
1,2757 -
Massa 25,07 96,47 55,97 38,12 2,28 4,26
Fraksi 0,112 0,434 0,251 0,171 0,010 0,019
Dp, mean 1 1,7 1,2 0,6775 0,2775 0,1
222,17
0,997
-
fk 0.112 0,546 0,363 0,422 0,281 0,029
Xi.dp mean 0,112 0,7487 0,301 0,115 0,0027 0,0019
-
1,2696
PERHITUNGAN
Perhitungan Batu Bara a. Fraksi Ayakan 1
Xi =
𝒎𝒂𝒔𝒔𝒂 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍
𝟏𝟎𝟐,𝟏 𝒈𝒓
= 𝟒𝟐𝟑,𝟓𝟔 𝒈𝒓 = 0,241 Ayakan 2 𝒎𝒂𝒔𝒔𝒂 Xi = 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝟒𝟔,𝟔𝟖 𝒈𝒓
= 𝟒𝟐𝟑,𝟓𝟔 𝒈𝒓 = 0,110 Ayakan 3 𝒎𝒂𝒔𝒔𝒂 Xi =
𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝟒𝟑,𝟒𝟓 𝒈𝒓
= 𝟒𝟐𝟑,𝟓𝟔 𝒈𝒓 = 0,102
𝟏𝟎𝟒,𝟑𝟎 𝒈𝒓
= 𝟒𝟐𝟑,𝟓𝟔 𝒈𝒓 = 0,246 Ayakan 5 𝒎𝒂𝒔𝒔𝒂 Xi = 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝟒𝟒,𝟔𝟏 𝒈𝒓
= 𝟒𝟐𝟑,𝟓𝟔 𝒈𝒓 = 0,105 Pan 𝒎𝒂𝒔𝒔𝒂 Xi = 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝟖𝟐,𝟒𝟐 𝒈𝒓
= 𝟒𝟐𝟑,𝟓𝟔 𝒈𝒓 = 0,194
Ayakan 4 𝒎𝒂𝒔𝒔𝒂 Xi = 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 b. Dpi mean (mm) Ayakan 1 Dpi = =
𝑫𝒑𝒊 .𝟏 𝟐 𝟐,𝟎𝟎𝟎 𝒎𝒎
Ayakan 4 𝑫𝒑𝒊𝟏 +𝑫𝒑𝒊𝟐 Dpi = 𝟐 =
𝟐
𝟎,𝟑𝟓𝟓 𝒎𝒎+𝟏,𝟎𝟎𝟎 𝒎𝒎
= 1,000 mm
𝟐
= 0,6775 mm Ayakan 2 Dpi =
𝑫𝒑𝒊𝟏 +𝑫𝒑𝒊𝟐 𝟐
= 𝟏,𝟒𝟎𝟎 𝒎𝒎+𝟐,𝟎𝟎𝟎 𝒎𝒎 𝟐
Ayakan 5 𝑫𝒑𝒊𝟏 +𝑫𝒑𝒊𝟐 Dpi = 𝟐 = 𝟎,𝟐𝟎𝟎 𝒎𝒎+ 𝟎,𝟑𝟓𝟓 𝒎𝒎
= 1,700 mm
𝟐
= 0,2775 mm Ayakan 3 Dpi =
𝑫𝒑𝒊𝟏 +𝑫𝒑𝒊𝟐 𝟐
= 𝟏,𝟎𝟎𝟎 𝒎𝒎+𝟏,𝟒𝟎𝟎 𝒎𝒎 𝟐
= 1,200 mm
c. Fraksi Kumulatif Ayakan 1
Pan 𝑫𝒑𝒊𝟏 +𝑫𝒑𝒊𝟐 Dpi = 𝟐 =
𝟎+𝟎,𝟐𝟎𝟎 𝒎𝒎 𝟐
= 0,100 mm
Fk =
𝑿𝒊𝟏 +𝑿𝒊𝟐 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍
=
𝟎+𝟎,𝟐𝟒𝟏 𝟎,𝟗𝟗𝟖
Fk =
= 0,241
=
=
𝑿𝒊𝟏 +𝑿𝒊𝟐 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍
𝟎,𝟐𝟒𝟏+𝟎,𝟏𝟏𝟎 𝟎,𝟗𝟗𝟖
Fk = =
=
𝟎,𝟏𝟏𝟎+𝟎,𝟏𝟎𝟐 𝟎,𝟗𝟗𝟖
= 0,212 Ayakan 4
𝑿𝒊𝟏 +𝑿𝒊𝟐 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍
𝟎,𝟐𝟒𝟔+𝟎,𝟏𝟎𝟓 𝟎,𝟗𝟗𝟖
= 0,351
Ayakan 3 𝑿𝒊𝟏 +𝑿𝒊𝟐 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍
𝟎,𝟗𝟗𝟖
Ayakan 5
= 0,351
Fk =
𝟎,𝟏𝟎𝟐+𝟎,𝟐𝟒𝟔
= 0,348
Ayakan 2 Fk =
𝑿𝒊𝟏 +𝑿𝒊𝟐 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍
Pan Fk = =
𝑿𝒊𝟏 +𝑿𝒊𝟐 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍
𝟎,𝟏𝟎𝟓+𝟎,𝟏𝟗𝟒 𝟎,𝟗𝟗𝟖
= 0,299
d. Xi . Dpi mean Ayakan 1 = Xi . Dpi mean = 0,241 . 1,00 = 0,241
Ayakan 4 = Xi . Dpi mean = 0,246 . 0,6775 = 0,166
Ayakan 2 = Xi . Dpi mean = 0,110 . 1,7 = 0,187
Ayakan 5 = Xi . Dpi mean = 0,105 . 0,2775 = 0,029
Ayakan 3 = Xi . Dpi mean = 0,102 . 1,2 = 0,122
Pan = Xi . Dpi mean = 0,194 . 0,1 = 0,0194
Total = 0,764 Perhitungan jagung e. Fraksi Ayakan 1 𝒎𝒂𝒔𝒔𝒂 Xi = 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍
𝟐𝟓,𝟎𝟕 𝒈𝒓
= 𝟐𝟐𝟐,𝟏𝟕 𝒈𝒓 = 0,112
Ayakan 2 𝒎𝒂𝒔𝒔𝒂 Xi = 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝟗𝟔,𝟒𝟕 𝒈𝒓
= 𝟐𝟐𝟐,𝟏𝟕 𝒈𝒓 = 0,434 Ayakan 3 𝒎𝒂𝒔𝒔𝒂 Xi = 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝟓𝟓,𝟗𝟕 𝒈𝒓
= 𝟐𝟐𝟐,𝟏𝟕 𝒈𝒓 = 0,251 Ayakan 4 𝒎𝒂𝒔𝒔𝒂 Xi = 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 f. Dpi mean (mm) Ayakan 1 Dpi = =
𝑫𝒑𝒊 .𝟏 𝟐 𝟐,𝟎𝟎𝟎 𝒎𝒎 𝟐
𝟑𝟖,𝟏𝟐 𝒈𝒓
= 𝟐𝟐𝟐,𝟏𝟕 𝒈𝒓 = 0,171 Ayakan 5 𝒎𝒂𝒔𝒔𝒂 Xi = 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝟐,𝟐𝟖 𝒈𝒓
= 𝟐𝟐𝟐,𝟏𝟕 𝒈𝒓 = 0,010 Pan 𝒎𝒂𝒔𝒔𝒂 Xi = 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝟒,𝟐𝟔 𝒈𝒓
= 𝟐𝟐𝟐,𝟏𝟕 𝒈𝒓 = 0,019
Ayakan 4 𝑫𝒑𝒊𝟏 +𝑫𝒑𝒊𝟐 Dpi = 𝟐 = 𝟎,𝟑𝟓𝟓 𝒎𝒎+𝟏,𝟎𝟎𝟎 𝒎𝒎
= 1,000 mm
𝟐
= 0,6775 mm Ayakan 2 𝑫𝒑𝒊𝟏 +𝑫𝒑𝒊𝟐 Dpi = 𝟐 = 𝟏,𝟒𝟎𝟎 𝒎𝒎+𝟐,𝟎𝟎𝟎 𝒎𝒎 𝟐
Ayakan 5 Dpi =
𝑫𝒑𝒊𝟏 +𝑫𝒑𝒊𝟐 𝟐
= 𝟎,𝟐𝟎𝟎 𝒎𝒎+ 𝟎,𝟑𝟓𝟓 𝒎𝒎
= 1,700 mm
𝟐
= 0,2775 mm Ayakan 3 Dpi =
𝑫𝒑𝒊𝟏 +𝑫𝒑𝒊𝟐 𝟐
= 𝟏,𝟎𝟎𝟎 𝒎𝒎+𝟏,𝟒𝟎𝟎 𝒎𝒎 𝟐
= 1,200 mm
g. Fraksi Kumulatif Ayakan 1 Fk =
𝑿𝒊𝟏 +𝑿𝒊𝟐 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍
Pan 𝑫𝒑𝒊𝟏 +𝑫𝒑𝒊𝟐 Dpi = 𝟐 =
𝟎+𝟎,𝟐𝟎𝟎 𝒎𝒎 𝟐
= 0,100 mm
=
𝟎+𝟎,𝟏𝟏𝟐 𝟎,𝟗𝟗𝟕
= 0,112
Ayakan 2 Fk = =
=
𝑿𝒊𝟏 +𝑿𝒊𝟐 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍
= 0,546
Ayakan 5 Fk =
Ayakan 3 Fk = =
=
𝑿𝒊𝟏 +𝑿𝒊𝟐 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍
𝑿𝒊𝟏 +𝑿𝒊𝟐 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍
𝟎,𝟏𝟕𝟏+𝟎,𝟎𝟏𝟎 𝟎,𝟗𝟗𝟕
= 0,281
𝟎,𝟐𝟓𝟏+𝟎,𝟏𝟏𝟐 𝟎,𝟗𝟗𝟕
= 0,363
Pan Fk =
Ayakan 4 Fk =
𝟎,𝟗𝟗𝟕
= 0,422
𝟎,𝟒𝟑𝟒+𝟎,𝟏𝟏𝟐 𝟎,𝟗𝟗𝟕
𝟎,𝟏𝟕𝟏+𝟎,𝟐𝟓𝟏
𝑿𝒊𝟏 +𝑿𝒊𝟐 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍
=
𝑿𝒊𝟏 +𝑿𝒊𝟐 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍
𝟎,𝟎𝟏𝟎+𝟎,𝟎𝟏𝟗 𝟎,𝟗𝟗𝟕
= 0,029
h. Xi . Dpi mean Ayakan 1 = Xi . Dpi mean = 0,112 . 1,00 = 0,112
Ayakan 4 = Xi . Dpi mean = 0,171. 0,6775 = 0,115
Ayakan 2 = Xi . Dpi mean = 0,434 . 1,7 = 0,737
Ayakan 5 = Xi . Dpi mean = 0,010 . 0,2775 = 0,024
Ayakan 3 = Xi . Dpi mean = 0,251 . 1,2 = 0,301
Pan = Xi . Dpi mean = 0,019 . 0,1 = 0,0019
Total = 0,764
VI.
ANALISA DATA PERCOBAAN Pada praktikum Penghancuran dan Pengayakan yang telah dilakukan, tujuan dari praktikum ini adalah untuk memisahkan partikel-partikel berdasarkan ukuran fraksi-fraksi yang diinginkan dari suatu material hasil proses penghancuran (grinding). Dimana, pengayakan merupakan salah satu metode pemisahan sesuai ukuran yang dikehendaki. Sebelumnya, sebelum dilakukan pengayakan terlebih dahulu dilakukan proses penghancuran atau pemecahan. Pengayakan dilakukan dalam interval waktu sebesar 5 menit, 10 menit, 15 menit, 20 menit dan 25 menit dengan kecepatan yang sama yaitu 40 rpm. Partikel yang lolos pada saat terjadi pengayakan disebut undersize dan partikel yang tertahan diatas disebut oversize. Pada alat pengayakan susunan alat disusun berdasarkan jumlah mesh yang terkecil sampai yang terbesar. Dimana, semakin besar ukuran ayakan maka semakin kecil ukuran lubang, yaitu 2,0 mm, 1,4 mm, 1,00 mm, 0,63 mm, 0,355 mm, 0,200 mm dan 0,05 mm. Jumlah atau berat yang diayak yaitu sebesar 424,07 gram. Pada percobaan, didapatkan bahwa semakin besar ukuran mesh pada ayakan maka semakin kecil diameter partikel yang lolos. Dimana, pengayakan ini dipengaruhi oleh bentuk lubang ayakan, celah, ukuran partikel dan interval waktu. Pada percobaan, didapatkan total massa diantaranya percobaan 1 sebesar 424,07 gram, percobaan 2 sebesar 423,75 gram, percobaan 3 sebesar 423,54gram, percobaan 4 sebesar 423,52 gram, dan percobaan 5 sebesar 422,50 gram,sedangkan untuk jagung adalah pada percobaan 1 adalah 227,75, pada percobaan 2 adala 222,27,dan pada percobaan 3 adalah 0,9997. Semakin lama waktu pengayakan, maka jumlah atau hasil ayakan akan semakin berkurang atau semakin halus. VII. 1.
2.
KESIMPULAN Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: Pengayakan (sieving) merupakan salah satu metode pemisahan sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. Dimana, partikel yang lolos disebut undersize dan partikel yang tertahan disebut oversize. Didapatkan hasil fraksi.Dp mean, yaitu” Batubara Percobaan 1: 0,241 Percobaan 2: 0,187 Percobaan 3: 0,122 Percobaan 4: 0,166
3.
Percobaan 5: 0,029 Pan : 0,019 Jagung Percobaan 1: 0,112 Percobaan 2: 0,737 Percobaan 3: 0,301 Percobaan 4: 0,115 Percobaan 5: 0,0027 Pan : 0,0019 Semakin lama waktu pengayakan, maka jumlah atau hasil akan semakin berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun. 2015. Penuntun Praktikum Satuan Operasi I. Palembang: Politeknik Negeri Sriwijaya http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29440/4/Chapter%20II.pdf http://eprints.undip.ac.id/34232/6/1680_chapter_III.pdf http://ekaandrians.blogspot.co.id/2014/09/penghancuran-dan-pengayakan.html
GAMBAR ALAT
Satu set ayakan
ALIRAN MELALUI UNGGUN DIAM DAN TERFLUIDISASI MENGGUNAKAN UDARA SEBAGAI FLUIDA
A. TUJUAN : Menentukan penurunan tekanan (h) pada unggun diam dan terfluidisasi Menbuktikan persamaan CARMAN- KONZENY Mengamati kelakuan fluidisasi
B. ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN : 1 Set peralatan Fluidisasi 1 Gelas Kimia 500 ml
1
Neraca Analitik
1
Jangka Sorong
1
Piknometer
1
Corong
1
Pasir
261 gram
C. GAMBAR ALAT (TERLAMPIR)
D. DASAR TEORI
Fluidisasi adalah metoda pengontakan butiran-butiran padatan dengan fluida baik cair maupun gas. Metoda ini diharapkan butiran padatan memiliki sifat seperti fluida dengan viskositas tinggi. Sebagai ilustrasi, tinjau suatu kolom berisi sejumlah partikel padat berbentuk bola. Melalui unggun padatan ini kemudian dialirkan gas dari bawah keatas. Pada laju alir yang cukup rendah, butiran padat
akan tetap diam, karena gas hanya mengalir melalui ruang antar partikel tanpa menyebabkan perubahan susunan partikel tersebut. Keadaan yang demikian disebut unggun diam atau fixed bed. Kalau laju alir kemudian dinaikkan, akan sampai pada suatu keadaan di mana unggun padatan akan tersuspensi di dalam aliran gas yang melaluinya. Pada keadaan ini masing-masing butiran akan terpisahkan satu sama lain sehingga dapat bergerak dengan lebih mudah. Pada kondisi butiran yang dapat bergerak ini, sifat unggun akan menyerupai suatu cairan dengan viskositas tinggi, misalnya adanya kecenderungan untuk mengalir, mempunyai sifat hidrostatik dan sebagainya.
Pressure Drop Aspek utama yang akan ditinjau dalam percobaan ini adalah mengetahui besarnya pressure drop di dalam unggun padatan yang terfluidisasi. Hal ini mempunyai arti yang cukup penting karena selain erat sekali hubungannya dengan besarnya energi yang diperlukan juga bisa memberikan indikasi tentang kelakuan unggun selama operasi berlangsung. Penentuan besarnya hilang tekan di dalam unggun terfluidisasikan.
Pressure Drop damal Unggun Diam Korelasi matematik yang menggambarkan hubungan antara hilang tekan dan dengan laju alir fluida dalam suatu sistem unggun diam diperoleh pertama kali pada tahun 1922 yaitu dengan menggunakan bilangan-bilangan tak berdimensi.
Perssure Drop pada Unggun Terfluidisasikan Pada keadaan ini dimana partikel-partikel zat padat seolah-olah terapung di dalam fluida sehingga terjadi kesetimbangan antara berat partikel dengan gaya apung dari fluida disekeliling gaya seret oleh fluida yang naik = berat partikel – gaya apung atau pressure drop pada unggun x luas penampang = volume unggun x fraksi zat padat x densitas zat padat – densitas fluida
Kecepatan Minimum Fluidisasi Yang dimaksud dengan kecepatan minimum fluidisasi (dengan notasi Vnf) adalah kecepatan superficial fluida minimum dimana fluidisasi mulai terjadi. Harganya didapat dengan mengkombinasikan persamaan ergun dengan neraca massa terfluidisasikan.
Porositas Unggun Porositas unggun menyatakan fraksi kosong didalam ruang unggun.
Fenomena-fenomena yang dapat terjadi pada proses fluidisasi antara lain: 1. Fenomena fixed bed yang terjadi ketika laju alir fluida kurang dari laju minimum yang dibutuhkan untuk proses awal fluidisasi. Pada kondisi ini partikel padatan tetap diam. 2. Fenomena minimum or incipient fluidization yang terjadi ketika laju alir fluida mencapai laju alir minimum yang dibutuhkan untuk proses fluidisasi. Pada kondisi ini partikel-partikel padat mulai terekspansi. 3. Fenomena smooth or homogenously fluidization terjadi ketika kecepatan dan distribusi aliran fluida merata, densitas dan distribusi partikel dalam unggun sama atau homogen sehingga ekspansi pada setiap partikel padatan seragam. 4. Fenomena bubbling fluidization yang terjadi ketika gelembung-gelembung pada unggun terbentuk akibat densitas dan distribusi partikel tidak homogen. 5. Fenomena slugging fluidization yang terjadi ketika gelembung-gelembung besar yang mencapai lebar dari diameter kolom terbentuk pada partikelpartikel padat. Pada kondisis ini terjadi penorakan sehingga partikelpartikel padat seperti terangkat. 6. Fenomena chanelling fluidization yang terjadi ketika dalam unggun partikel padatan terbentuk saluran-saluran tabung vertical. 7. Fenomena disperse fluidization yang terjadi saat kecepatan alir fluida melampaui kecepatan maksimum aliran fluida. Pada fenomena ini
sebagian partikel akan terbawa aliran fluida dan ekspansi mencapai nilai maksimum.
Fenomena-fenomena fluidisasi tersebut sangat dipengaruhi oleh factor-faktor: a. Laju alir fluida dan jenis fluida b. Ukuran partikel dan bentuk partikel c. Jenis dan densitas partikel serta factor interlock antar partikel d. Porositas unggun e. Distribusi aliran f. Distribusi bentuk ukuran fluida g. Diameter kolom h. Tinggi unggun
Untuk menentukan penurunan tekanan (h) pada unggun diam (fixed) dapat digunakan persamaan CARMAN-KONZENY sebagai berikut : (1 − 𝜀) ∆𝑃 𝐷𝑝 𝜀3 𝑥 𝑥 = 150 + 1,75 𝐿 𝑝(𝑉𝜀𝑚)2 (1 − 𝜀)2 𝑅𝑒 Dimana :
Dp
= ukuran partikel (mikron)
L
= tinggi balotini dalam kolom (m)
μw
= viskositas air (10−3 𝑁𝑠𝑚−2 )
Vw
= viskositas kinematik air (10−6 𝑁𝑠𝑚−2 )
ρw
= density air(kgm-3)
ρw
= density partikel (kgm-3)
ε
= porositas bed = (𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦
Re
= bilangan Reynold rata-rata yang dihitung berdasarkan kecepatan
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑎𝑟𝑡𝑖𝑘𝑒𝑙
superficial (
𝑑𝑝.𝑉𝑠𝑚.ρw μw
𝑝𝑎𝑟𝑡𝑖𝑘𝑒𝑙)(𝑣𝑜𝑙𝑏𝑒𝑑)
) dan tak berdimensi.
Bila laju alir (Q diukur dalam L/s) dan Vsm (kecepatan superficial rata-rata) dalam ρ/s, maka:
Vsm =
𝑄𝑥10−3 𝐴
Dimana: A = luas penampang unggun
Karena penurunan tekanan diukur dalam mmH2O maka: ∆𝑃 𝜌𝑤.𝑔
= ℎ 𝑥 10−3 dimana g = 9,81 Nm-2
Maka persamaan dasar dari CARMAN-KONZENY akan menjadi : ℎ= [
150 𝐿(1−𝜀)3 (𝑉𝑠𝑚)𝜇𝑤 𝐷𝑝2 .𝜀 3 .𝜌𝑤2 .𝑔
+
1,75𝐿(𝑉𝑠𝑚)2 (1−𝜀) 𝐷𝑝.𝜀 3 .𝜌𝑤.𝑔
]103 mmH2O
penurunan tekanan pada fluidisasi dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan ∆P = L (1-ε)(ρs-ρw) g Sehinga didapat : h=
𝐿 𝜌𝑤
(1 − ε)(ρs − ρw)x103 mmH2 O
nilai μw dan Vm di ukur dari data 1
E. LANGKAH KERJA
a) Mengisi kolom pengatur ukuran udara. b) Menutup kran pengatur ukuran udara. c) Memeriksa apakah pembacaan manometer udara pada posisi nol ()), bila tidak atur hingga posisi tersebut. d) Menjalankan pokpa udara dan mengatur aliran udara pada kenaikkan 1 L/min. e) Mencatat unggun, pembacaan manometer dan jenis unggun. f) Mentabulasikan pada tabel.. g) Menentukan densitas partikel dengan menimbang sejumlah volume pasir.
F. DATA PENGAMATAN Percobaan minggu ke 1
Tinggi
Laju Alir
Unggun (cm)
(m3/jam)
Penurunan
Penurunan
Tekanan
Tekanan
(mmH2O)
(mmH2O)
Jenis Unggun
9,25
1,0
78,85
0,5
Diam
9,65
1,2
80,90
0,55
Terfluidisasi
10,15
1,4
83,30
0,75
Terfluidisasi
10,80
1,6
85,55
1,25
Terfluidisasi
13,40
1,8
85,70
1,55
Terfluidisasi
13,95
2
85,80
1,90
Terfluidisasi
15,05
2,2
86,15
2,50
Terfluidisasi
14,15
2,4
85,90
3,00
Terfluidisasi
Percobaan minggu ke 2 Tinggi
Laju Alir
Unggun (cm)
(m3/jam)
Penurunan
Penurunan
Tekanan
Tekanan
(mmH2O)
(mmH2O)
Jenis Unggun
9
1,0
79,15
0,4
Diam
10,4
1,2
82
0,55
Terfluidisasi
11,25
1,4
84,1
0,95
Terfluidisasi
11,90
1,6
85,65
1,25
Terfluidisasi
12,50
1,8
86,1
1,55
Terfluidisasi
14,75
2
86,45
2
Terfluidisasi
16,35
2,2
86,95
2,5
Terfluidisasi
17,3
2,4
87,2
2,9
Terfluidisasi
18,45
2,6
87,95
3,15
Terfluidisasi
G. PERHITUNGAN Percobaan minggu ke 1
Unggun Diam Laju alir 1,0 m3/jam
ℎ=[
[
150 𝐿 (1 − 𝜀)3 (𝑉𝑠𝑚) 𝜇𝑤 1.75 𝐿 (𝑉𝑠𝑚)2 (1 − 𝜀) + ] 103 𝑚𝑚𝐻2𝑂 𝐷𝑝2 𝜀 3 𝑝𝑤 3 (10𝑚/𝑠) 𝐷𝑝 𝜀 3 𝑝𝑤 𝑔
150 (0.0925 𝑚) (1 − 0,1284)3 (0,0001113) (0,001) (0,17)2 (0,1284)3 (1)3 (10𝑚/𝑠) 1.75 (0,0925) (0,0001113)2 (1 − 0,1284) ] 103 𝑚𝑚𝐻2𝑂 𝑚 3 (0,17) (0,1284) (1)(10 𝑠 )
+ H = 0,7
% Kesalahan =
0,7−0,5 0,7
x 100% = 28,57%
Unggun Terfluidisasi
1. Laju alir 1,2 m3/jam h
= =
𝐿 𝜌𝑠
(1 − ε)(ρs − ρa) x103 mmH2O
0,0965 𝑚 2500 𝑘𝑔/𝑚3
(0,8716)(2499,02) x103 mmH2O
= 84,02 mmH2O
% Kesalahan =
84,02−80,90 84,02
x 100% = 3,71%
2. Laju alir 1,4 m3/jam h
= =
𝐿 𝜌𝑠
(1 − ε)(ρs − ρa) x103 mmH2O
0,1015 𝑚 2500 𝑘𝑔/𝑚3
(0,8716)(2499,02) x103 mmH2O
= 88,37 mmH2O
% Kesalahan =
88,37−83,30 88,37
3. Laju alir 1,6 m3/jam
x 100% = 5,73%
h
= =
𝐿 𝜌𝑠
(1 − ε)(ρs − ρa) x103 mmH2O
0,108 𝑚 2500 𝑘𝑔/𝑚3
(0,8716)(2499,02) x103 mmH2O
= 94,03 mmH2O
% Kesalahan =
94,03−85,55 94,03
x 100% = 9,01%
4. Laju alir 1,8 m3/jam h
= =
𝐿 𝜌𝑠
(1 − ε)(ρs − ρa) x103 mmH2O
0,134 𝑚 2500 𝑘𝑔/𝑚3
(0,8716)(2499,02) x103 mmH2O
= 116,67 mmH2O
% Kesalahan =
116,67−85,70 116,67
x 100% = 26,54%
5. Laju alir 2,0 m3/jam h
= =
𝐿 𝜌𝑠
(1 − ε)(ρs − ρa) x103 mmH2O
0,1395 𝑚 2500 𝑘𝑔/𝑚3
(0,8716)(2499,02) x103 mmH2O
= 121,46 mmH2O
% Kesalahan =
121,46−85,80 121,46
x 100% = 29,35%
6. Laju alir 2,2 m3/jam h
= =
𝐿 𝜌𝑠
(1 − ε)(ρs − ρa) x103 mmH2O
0,1505 𝑚 2500 𝑘𝑔/𝑚3
(0,8716)(2499,02) x103 mmH2O
= 131,04 mmH2O
% Kesalahan =
131,04−86,15 131,04
7. Laju alir 2,4 m3/jam
x 100% = 34,25%
h
= =
𝐿 𝜌𝑠
(1 − ε)(ρs − ρa) x103 mmH2O
0,1415 𝑚 2500 𝑘𝑔/𝑚3
(0,8716)(2499,02) x103 mmH2O
= 123,20 mmH2O
% Kesalahan =
123,20−85,90 123,20
x 100% = 30,27%
Percobaan minggu 2
Unggun Diam ℎ=[
[
150 𝐿 (1 − 𝜀)3 (𝑉𝑠𝑚) 𝜇𝑤 1.75 𝐿 (𝑉𝑠𝑚)2 (1 − 𝜀) + ] 103 𝑚𝑚𝐻2𝑂 𝐷𝑝2 𝜀 3 𝑝𝑤 3 (10𝑚/𝑠) 𝐷𝑝 𝜀 3 𝑝𝑤 𝑔
150 (0.09 𝑚) (1 − 0,1284)3 (0,0001113) (0,001) (0,17)2 (0,1284)3 (1)3 (10𝑚/𝑠) 1.75 (0,09) (0,0001113)2 (1 − 0,1284) ] 103 𝑚𝑚𝐻2𝑂 𝑚 3 (0,17) (0,1284) (1)(10 ) 𝑠
+ H = 0,7
% Kesalahan =
0,7−0,4 0,7
x 100% = 42,84%
Unggun Terfluidisasi
1. Laju alir 1,2 m3/jam h
= =
𝐿 𝜌𝑠
(1 − ε)(ρs − ρa) x103 mmH2O
0,104 𝑚 2500 𝑘𝑔/𝑚3
(0,8716)(2499,02) x103 mmH2O
= 90,6108 mmH2O
% Kesalahan =
90,6108−82 90,6108
x 100% = 9,5030%
2. Laju alir 1,4 m3/jam h
= =
𝐿
(1 − ε)(ρs − ρa) x103 mmH2O
𝜌𝑠
0,1125 𝑚 2500 𝑘𝑔/𝑚3
(0,8716)(2499,02) x103 mmH2O
= 98,1656mmH2O
% Kesalahan =
98,1656−84.1 98,1656
x 100% = 14,1981%
3. Laju alir 1,6 m3/jam h
= =
𝐿
(1 − ε)(ρs − ρa) x103 mmH2O
𝜌𝑠
0,119 𝑚 2500 𝑘𝑔/𝑚3
(0,8716)(2499,02) x103 mmH2O
= 103,6797mmH2O
% Kesalahan =
103,6797−85,65 103,6797
x 100% = 17,3898%
4. Laju alir 1,8 m3/jam h
= =
𝐿
(1 − ε)(ρs − ρa) x103 mmH2O
𝜌𝑠
0,125𝑚 2500 𝑘𝑔/𝑚3
(0,8716)(2499,02) x103 mmH2O
= 108,9072mmH2O
% Kesalahan =
5. h
108,9072−86,1 108,9072
x 100% = 20,9418%
Laju alir 2,0 m3/jam = =
𝐿 𝜌𝑠
(1 − ε)(ρs − ρa) x103 mmH2O
0,1475𝑚 2500 𝑘𝑔/𝑚3
(0,8716)(2499,02) x103 mmH2O
= 128,5106mmH2O
% Kesalahan =
128,5106−86,45 128,5106
x 100% = 32,7292%
6. Laju alir 2,2 m3/jam h
= =
𝐿
(1 − ε)(ρs − ρa) x103 mmH2O
𝜌𝑠
0,1635 𝑚 2500 𝑘𝑔/𝑚3
(0,8716)(2499,02) x103 mmH2O
= 142,4507mmH2O
% Kesalahan =
142,4507−86,95 142,4507
x 100% = 38,9613%
7.Laju alir 2,4 m3/jam h
= =
𝐿
(1 − ε)(ρs − ρa) x103 mmH2O
𝜌𝑠
0,173𝑚 2500 𝑘𝑔/𝑚3
(0,8716)(2499,02) x103 mmH2O
= 150,7276 mmH2O
% Kesalahan =
150,7276−87,2 150,7276
x 100% = 42,1472%
8. Laju alir 2,6 m3/jam h
= =
𝐿 𝜌𝑠
(1 − ε)(ρs − ρa) x103 mmH2O
0,1845𝑚 2500 𝑘𝑔/𝑚3
(0,8716)(2499,02) x103 mmH2O
= 160,7471 mmH2O
% Kesalahan =
160,7471−87,95 160,7471
x 100% = 45,2867%
H. ANALISA PERCOBAAN Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan mengenai “Aliran Melalui Unggun Diam dan Terfluidisasikan Menggunakan Udara sebagai Fluida”, dapat dianalisa bahwa pada praktikum ini kita menggunakan pasir sebanyak 261 gram dan alat yang digunakan adalah satu set peralatan fluidisasi. Untuk mengetahui berat jenis pasir (partikel padat yang digunakan) yaitu menggunakan piknometer. Langkah pertama yang dilakukan pada praktikum ini adalah mengisi kolom dengan pasir. Kemudian menutup kran pengatur. Setelah itu memeriksa
apakah pembacaan manometer udara pada posisi nol (0). Kemudian menjalankan pompa udara dan mengatur laju aliran udara pada kenaikan 5 l/min Pada saat pompa udara dinyalakan dan laju aliran udara telah disetting maka butiran-butiran padatan akan mulai bergerak karena dialiri fluida (udara). Semakin tinggi laju aliran udara yang diberikan terhadap butiran-butiran padatan di dalam bed, maka pergerakan butiran-butiran padatan tersebut semakin cepat. Kita dapat melihat kenaikan tinggi butiran padatan yang terangkat keatas akibat laju aliran udara yang diberikan terhadap butiran-butiran padat semakin meningkat, sehingga penurunan tekanan menjadi lebih besar. Apabila laju aliran gas diperbesar terus maka besarnya penurunan tekanan gas sepanjang unggun juga akan bertambah. Ketika fluida udara mengalir dengan laju yang kecil pada kolom berisi unggun padatan (pasir) maka tekanan gas akan berkurang sepanjang unggun padatan dan sebaliknya. Jenis unggun terbagi menjadi 2, yaitu unggun diam dan unggun terfluidisasi. Unggun diam (fixed bed) dapat kita ketahui dari butiran padahat terlihat tidak terlalu banyak bergerak atau cenderung tetap. Sedangkan jenis unggun terfluidisasi “fluidized bed” dapat terlihat ketika butiran-butiran padatan terangkat keatas karena laju aliran udara yang besar
I. KESIMPULAN Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dari percobaan “Aliran Melalui Unggun Diam dan Terfluidisasikan Menggunakan Udara sebagai Fluida”, dapat disimpulkan bahwa :
- Fluidisasi adalah peristiwa dimana unggun berisi butiran padat berkelakuan seperti fluida karena di aliri udara. - Semakin besar laju alir udara yang diberikan, maka akan semakin besar pula penurunan tekanannya. - Terjadinya fluidisasi diakibatkan adanya laju aliran yang besar - Pada percobaan ini hanya terdapat satu jenis unggun yaitu unggun terfluidisasi. - Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, unggun yang terfluidisasi sempurna, dimana pasirnya telah ikut terfluidisasi melayang-layang dalam udara. - Faktor-faktor yang mempengaruhi fluidisasi: 1. Ukuran Partikel 2. Densitas Partikel 3. Diameter Kolom 4. Struktur
DAFTAR PUSTAKA
Jobsheet.2012.Petunjuk Praktikum Satuan Operasi -1. Politeknik Negeri Sriwijaya. Palembang
PENUKAR KALOR ( HEAT EXCHANGER TYPE SHELL AND TUBE )
1.
TUJUAN PRAKTIKUM Mengetahui prinsip kerja Alat Penukar Kalor dan mempelajari karakteristik
yang dihasilkan dari perpindahan kalor antara fluida panas dan fluida dingin.
2.
ALAT DAN BAHAN
-
Seperangkat alat Heat Exchanger Type Double Pipe
-
Cooler
-
Pompa
3.
DASAR TEORI Heat exchanger merupakan alat penukar kalor yang sangat penting dalam
proses industri. Prinsip kerja heat exchanger adalah perpindahan panas dari fluida panas menuju fluida dingin. Heat exchanger dapat digunakan untuk memanaskan dan mendinginkan fluida. Sebelum fluida masuk ke reaktor, biasanya fluida dimasukan terlebih dahulu ke dalam alat penukar kalor agar suhu fluida sesuai dengan spesifikasi jenis reaktor yang digunakan. Di dunia industri, heat exchanger merupakan unit alat yang berperan dalam berbagai unit operasi, misalnya dalam industri obat-obatan farmasi, industri perminyakan, industri makanan-minuman dan lain-lain. Percobaan dalam skala kecil (skala laboratorium) ini dimaksudkan agar praktikan lebih memahami tentang kecepatan transfer panas, keefektifan, jenis dan berbagai macam hal yang menyangkut heat exchanger agar ilmu pengetahuan ini dapat diterapkan pada skala yang lebih besar, yaitu skala industri. Dalam industri proses kimia masalah perpindahan energi atau panas adalah hal yang sangat banyak dilakukan. Sebagaimana diketahui bahwa panas dapat berlangsung lewat tiga cara, dimana mekanisme perpindahan panas itu sendiri berlainan adanya. Adapun perpindahan itu dapat dilaksanakan dengan: 1.
Secara molekular, yang disebut dengan konduksi
2.
Secara aliran yang disebut dengan perpindahan konveksi.
3.
Secara gelombang elektromagnetik, yang disebut dengan radiasi. Pada heat exchanger menyangkut konduksi dan konveksi (Sitompul, 1993). Heat exchanger yang digunakan oleh teknisi kimia tidak dapat dikarakterisasi
dengan satu rancangan saja, perlu bermacam-macam peralatan yang mendukung. Bagaimanapun satu karakteristik heat exchanger adalah menukar kalor dari fase panas ke fase dingin dengan dua fase yang dipisahkan oleh solid boundary (Foust, 1980). Beberapa jenis heat exchanger : 1. Concentric Tube Heat Exchanger (Double Pipe) Double pipe heat exchanger atau consentric tube heat exchanger yang ditunjukkan pada gambar 1 di mana suatu aliran fluida dalam pipa seperti pada gambar 1 mengalir dari titik A ke titik B, dengan space berbentuk U yang mengalir di dalam pipa. Cairan yang mengalir dapat berupa aliran cocurrent atau countercurrent. Alat pemanas ini dapat dibuat dari pipa yang panjang dan dihubungkan satu sama lain hingga membentuk U. Double pipe heat exchanger merupakan alat yang cocok dikondisikan untuk aliran dengan laju aliran yang kecil (Geankoplis, 1983).
Gambar 1. Aliran double pipe heat exchanger
Gambar 2. Hairpin heat exchanger
Exchanger ini menyediakan true counter current flow dan cocok untuk extreme temperature crossing, tekanan tinggi dan rendah untuk kebutuhan surface area yang moderat (range surface area: 1 – 6000 ft2). Hairpin heat exchanger tersedia dalam : -
Single tube (double pipe) atau berbagai tabung dalam suatu hairpin shell (multitube),
-
Bare tubes, finned tube, U-Tubes,
-
Straight tubes,
-
Fixed tube sheets
Double pipe heat exchanger sangatlah berguna karena ini bisa digunakan dan dipasang pada pipe-fitting dari bagian standar dan menghasilkan luas permukaan panas yang besar. Ukuran standar dari tees dan return head diberikan pada tabel 1. Tabel 1. double Pipe Exchanger fittings Outer Pipe, IPS
Inner Pipe, IPS
3
1¼
2½
1¼
3
2
4
3
(source : Kern, “Process Heat Transfer”, 1983)
Double pipe exchangers biasanya dipasang dalam 12-, 15- atau 20-ft Panjang efektif, panjang efektif dapat membuat jarak dalam each leg over di mana terjadi perpindahan panas dan mengeluarkan inner pipe yang menonjol melewati the exchanger section. (Kern, 1983). Susunan dari concentric tube ditunjukan pada gambar di bawah ini. Aliran dalam type heat exchanger dapat bersifat cocurrent atau counter current dimana aliran fluida panas ada pada inner pipe dan fluida dingin pada annulus pipe.
Gambar 3 Double pipe heat exchanger aliran cocurrent dan counter current Pada susunan cocurrent maka fluida di dalam tube sebelah dalam (inner tubes) maupun yang di luar tube (dalam annulus), artinya satu lintasan tanpa cabang. Sedangkan pada aliran counter current, di dalam tube sebelah dalam dan fluida di dalam annulus masing-masing mempunyai cabang seperti terlihat pada gambar 4 dan gambar 5.
Gambar 4. Double-pipe heat exchangers in series
Gambar 5. Double-pipe heat exchangers in series–parallel
Keuntungan dan kerugian penggunaan double pipe heat exchanger: a 1.
Keuntungan Penggunaan longitudinal tinned tubes akan mengakibatkan suatu heat exchanger untuk shell sides fluids yang mempunyai suatu low heat transfer coefficient.
2.
Counter current flow mengakibatkan penurunan kebutuhan surface area permukaan untuk service yang mempunyai suatu temperature cross.
3.
Potensi kebutuhan untuk ekspansi joint
adalah dihapuskan dalam kaitan
dengan konstruksi pipa-U. 4.
b 1.
Konstruksi sederhana dalam penggantian tabung dan pembersihan.
Kerugian Bagian hairpin adalah desain khusus yang mana secara normal tidak dibangun untuk industri standar dimanapun selain ASME code.
2.
Bagian multiple hairpin tidaklah selisih secara ekonomis bersaing dengan single shell dan tube heat exchanger.
3.
Desain penutup memerlukan gasket khusus.. (Kern, 1983).
2. Shell And Tube Heat Exchanger Shell and tube heat exchanger biasanya digunakan dalam kondisi tekanan relatif tinggi, yang terdiri dari sebuah selongsong yang di dalamnya disusun suatu annulus dengan rangkaian tertentu (untuk mendapatkan luas permukaan yang optimal). Fluida mengalir di selongsong maupun di annulus sehingga terjadi perpindahan panas antara fluida dengan dinding annulus misalnya triangular pitch dan square pitch (Anonim1, 2009).
Gambar 6. Shell and Tube, (a) Square pitch dan (b) Triangular pitch
Keuntungan square pitch adalah bagian dalam tube-nya mudah dibersihkan dan pressure drop-nya rendah ketika mengalir di dalamnya (fluida). (Kern, 1983).
Gambar 7. shell and tube heat exchanger Keuntungan dari shell and tube: 1.
Konfigurasi yang dibuat akan memberikan luas permukaan yang besar dengan bentuk atau volume yang kecil.
2.
Mempunyai lay-out mekanik yang baik, bentuknya cukup baik untuk operasi bertekanan.
3.
Menggunakan teknik fabrikasi yang sudah mapan (well-astablished).
4.
Dapat dibuat dengan berbagai jenis material, dimana dapat dipilih jenis material yang digunakan sesuai dengan temperatur dan tekanan operasi.
5.
Mudah membersih kannya.
6.
Prosedur perencanaannya sudah mapan (well-astablished).
7.
Konstruksinya sederhana, pemakaian ruangan relatif kecil.
8.
Pengoperasiannya tidak berbelit-belit, sangat mudah dimengerti (diketahui oleh para operator yang berlatar belakang pendidikan rendah).
9.
Konstruksinya dapat dipisah-pisah satu sama lain, tidak merupakan satu kesatuan
yang
utuh,
sehingga
pengangkutannya
relatif
gampang.
(Sitompul,1993).
Kerugian penggunaan shell and tube heat exchanger adalah semakin besar jumlah lewatan maka semakin banyak panas yang diserap tetapi semakin sulit perawatannya. (Kern, 1983).
3. Plate Type Heat Exchanger Plate type heat exchanger terdiri dari bahan konduktif tinggi seperti stainless steel atau tembaga. Plate dibuat dengan design khusus dimana tekstur permukaan plate saling berpotongan satu sama lain dan membentuk ruang sempit antara dua plate yang berdekatan. Jika menggabungkan plate-plate menjadi seperti berlapis-lapis, susunan plate-plate tersebut tertekan dan bersama-sama membentuk saluran alir untuk fluida. Area total untuk perpindahan panas tergantung pada jumlah plate yang dipasang bersama-sama seperti gambar dibawah
Gambar 8. Plate type heat exchanger dengan aliran countercurrent. (Allan, 1981). 4. Jacketed Vessel With Coil and Stirrer Unit ini terdiri dari bejana berselubung dengan coil dan pengaduk, tangki air panas, instrumen untuk pengukuran flowrate dan temperatur. Fluida dingin dalam vessel dipanaskan dengan mengaliri selubung atau koil dengan fluida panas. Pengaduk dan baffle disediakan untuk proses pencampuran isi vessel. Volume isi tangki dapat divariasikan dengan pengaturan tinggi pipa overflow. Temperatur diukur pada inlet dan outlet fluida panas, vessel inlet dan isi vessel
Gambar 9. Skema Dari Jacketed Vessel With Coil And Stirrer (Tim Dosen Teknik Kimia, 2009).
Hal-hal yang mempengaruhi rancangan suatu heat exchanger, yaitu: 1.
Panas Konduksi Melalui Dinding Plat.
2.
Transfer Panas Konveksi
3.
Koefisien Transfer Panas Overall, U (Dinding Plat Datar)
4.
Fouling Factor (Faktor Pengotor). Tabel 2. Fouling factors (coefficients), typical values
(source : Coulson, “Chemical Engineering”, vol 6, page : 640) 5.
Transper panas antara dua fluida melalui sebuah bidang.
4.
PROSEDUR PERCOBAAN
1.
Menghidupkan
alat
penukar
kalor,
kemudian
melanjutkan
dengan
menghidupkan pompa dan cooler 2.
Memanaskan fluida air dengan menggunakan heater
3.
Mengatur salah satu laju alir dari fluida panas dan dingin konstan
4.
Mencatat temperatur yang terlihat pada display
5.
Mematikan pamanas tangki difluida panas setelah selesai
6.
Mematikan aliran fluida dingin pada cooler setelah 2 menit dahulu dari fluida panas
7.
Mematikan peralatan penuakr kalor.
5.
DATA PENGAMATAN
MINGGU PERTAMA (KALIBRASI) t
t rata-rata
V
Q
(s)
(s)
(m/s)
(l/h)
3,82
100
100
2,07
100
200
1,54
100
300
1,37
100
400
1,18
100
500
0,92
100
600
3,92 3,69 3,86 2,19 1,79 2,22 1,55 1,59 1,48 1,23 1,53 1,38 1,35 1,09 1,09 0,99 0,72 1,06
MINGGU KEDUA Fluida Panas No.
6.
Fluida Dingin
Temperatur (˚C)
Debit (L/jam)
Masuk
Keluar
1
100
41
2
200
3
Debit (L/jam)
Masuk
Keluar
37
28
34
40
37
28
35
300
39
36
29
35
4
400
39
36
30
36
5
500
39
35
30
35
6
600
37
32
29
35
400
PERHITUNGAN
Percobaan Minggu Pertama
-
Kalibrasi
1.
QT = 100 L/jam 27,78 L/jam QP = 100 ml/3,82 s 26,17 ml/s % kesalahan =
2.
27,78−26,17 27,78
𝑥 100 % = 5,79 %
QT = 200 L/jam 55,56 ml/s QP = 100 ml/2,07 s 48,30 ml/s % kesalahan =
3.
55,56−48,30 55,56
𝑥 100 % = 13,06 %
QT = 300 L/jam 83,33 ml/s QP = 100 ml /1,54 s 64,94 ml/s % kesalahan =
4.
Temperatur (˚C)
83,33−64,94 83,33
𝑥 100 % = 22,06 %
QT = 400 L/jam 111,11 ml/s
QP = 100 ml /1,37 s 72,99 % kesalahan =
111,11−72,99 111,11
ml
/s
𝑥 100 % = 34,3 %
5.
QT = 500 L/jam 138,89 ml/s QP = 100 ml/1,18 s 84,74 ml/s % kesalahan =
6.
138,89−84,74 138,89
QT = 600 L/jam 166,67
𝑥 100 % = 38,9 %
ml
/s
QP = 100 ml /0,92 s 108,70 ml/s % kesalahan =
111,11−72,99 111,11
𝑥 100 % = 34,3 %
Percobaan minggu ke dua 1.
Aliran Counter Current, laju alir fluida panas 100 L/jam dan fluida dingin 400 L/jam.
Diketahui : Fluida Panas,
Fluida Dingin
T1 (masuk)
: 41 ˚C
T3 (masuk)
: 28 ˚C
T2 (keluar)
: 37 ˚C
T4 (keluar)
: 34 ˚C
a.
Menghitung Nilai LMTD
LMTD = = =
(𝑇1−𝑇4)− (𝑇2−𝑇3) (𝑇1−𝑇4)
ln(𝑇2−𝑇3) (41℃−34℃)− (37℃−28℃) (41℃−34℃)
ln(37℃−28℃) 7℃−9℃ 7℃ 9℃
ln
−2
= −0,2513 ℃ = 7,9586 ℃
b.
Menghitung Nilai Kalor pada Fluida Panas
Tair
= =
𝑇1+𝑇2 2 78 ℃ 2
= 39 ˚C Dik : 𝜌 air (39 ˚C) : 0,993 kg/dm3
Debit
: 100 dm3/jam
Dit : m? Jawab : m
= Debit . 𝜌 air = 100 dm3/jam . 0,993 kg/dm3 = 99,3 kg/jam
Maka; Dik : m
: 99,3 kg/jam
Cpair
: 4,2 kJ/kg ˚C
∆T = LMTD : 7,9586 ˚C Dit : Qh? Jawab : Qh
= m . Cpair . ∆T = 99,3 kg/jam . 4,2 kJ/kg ˚C . 7,9586 ˚C = 3319,214 kJ/jam
c.
Menghitung Nilai Kalor pada Fluida Dingin
Tair
= =
𝑇3+𝑇4 2 62 ℃ 2
= 31 ˚C Dik : 𝜌 air (31 ˚C) : 0,995 kg/dm3 Debit
: 400 dm3/jam
Dit : m? Jawab : m
= Debit . 𝜌 air = 400 dm3/jam . 0,995 kg/dm3 = 398 kg/jam
Maka; Dik : m Cpair
: 398 kg/jam : 4,2 kJ/kg ˚C
∆T = LMTD : 7,9586 ˚C
Dit : Qc? Jawab : Qc
= m . Cpair . ∆T = 398 kg/jam . 4,2 kJ/kg ˚C . 7,9586 ˚C = 13303,595 kJ/jam
d.
Menghitung Kalor yang Hilang
Qloss
= Qh - Qc = 3319,214 kJ/jam - 13303,595 kJ/jam = -9984,381 kJ/jam
2.
Aliran Counter Current, laju alir fluida panas 200 L/jam dan fluida dingin 400 L/jam.
Diketahui : Fluida Panas,
Fluida Dingin
T1 (masuk)
: 40˚C
T3 (masuk)
: 28˚C
T2 (keluar)
: 37˚C
T4 (keluar)
: 35˚C
a.
Menghitung Nilai LMTD
LMTD =
(𝑇1−𝑇4)− (𝑇2−𝑇3) (𝑇1−𝑇4)
ln(𝑇2−𝑇3)
= =
(40℃−35℃)− (37℃−28℃) (40℃−35℃)
ln(37℃−28℃) 5℃−9℃ 5℃ 9℃
ln
−4
= −0,5877 ℃ = 6,8062 ℃
b.
Menghitung Nilai Kalor pada Fluida Panas
Tair
= =
𝑇1+𝑇2 2 77℃ 2
= 38,5 ˚C
Dik : 𝜌 air (38,5 ˚C) : 0,993 kg/dm3 Debit
: 200 dm3/jam
Dit : m? Jawab : m
= Debit . 𝜌 air = 200 dm3/jam . 0,993 kg/dm3 = 198,6 kg/jam
Maka; Dik : m
: 198,6 kg/jam
Cpair
: 4,2 kJ/kg ˚C
∆T = LMTD : 6,8062 ˚C Dit : Qh? Jawab : Qh
= m . Cpair . ∆T = 198,6 kg/jam . 4,2 kJ/kg ˚C . 6,8062 ˚C = 5677,187 kJ/jam
c.
Menghitung Nilai Kalor pada Fluida Dingin
Tair
= =
𝑇3+𝑇4 2 63 ℃ 2
= 31,5 ˚C Dik : 𝜌 air ( ˚C) Debit
: 0,994 kg/dm3 : 400 dm3/jam
Dit : m? Jawab : m
= Debit . 𝜌 air = 400 dm3/jam . 0,994 kg/dm3 = 397,6 kg/jam
Maka; Dik : m Cpair
: 397,6 kg/jam : 4,2 kJ/kg ˚C
∆T = LMTD : 6,8062˚C
Dit : Qc? Jawab : Qc
= m . Cpair . ∆T = 397,6 kg/jam . 4,2 kJ/kg ˚C . 6,8062˚C = 11365,809 kJ/jam
d.
Menghitung Kalor yang Hilang
Qloss
= Qh - Qc = 5677,187 kJ/jam - 11365,809 kJ/jam = -5688,622 kJ/jam
3.
Aliran Counter Current, laju alir fluida panas 300 L/jam dan fluida dingin 400 L/jam.
Diketahui : Fluida Panas,
Fluida Dingin
T1 (masuk)
: 39˚C
T3 (masuk)
: 29˚C
T2 (keluar)
: 36˚C
T4 (keluar)
: 35˚C
a.
Menghitung Nilai LMTD
LMTD =
(𝑇1−𝑇4)− (𝑇2−𝑇3) (𝑇1−𝑇4)
ln(𝑇2−𝑇3)
= =
(39℃−35℃)− (36℃−29℃) (39℃−35℃)
ln(36℃−29℃) 4℃−7℃ 4℃ 7℃
ln
−3
= −0,5596 ℃ = 5,3609 ℃
b.
Menghitung Nilai Kalor pada Fluida Panas
Tair
= =
𝑇1+𝑇2 2 75 ℃ 2
= 37,5 ˚C
Dik : 𝜌 air (37,5 ˚C) : 0,993 kg/dm3 Debit
: 300 dm3/jam
Dit : m? Jawab : m
= Debit . 𝜌 air = 300 dm3/jam . 0,993 kg/dm3 = 297,9 kg/jam
Maka; Dik : m
: 297,9 kg/jam
Cpair
: 4,2 kJ/kg ˚C
∆T = LMTD : 5,3609 ˚C Dit : Qh? Jawab : Qh
= m . Cpair . ∆T = 297,9 kg/jam . 4,2 kJ/kg ˚C . 5,3609 ˚C = 6707,451 kJ/jam
c.
Menghitung Nilai Kalor pada Fluida Dingin
Tair
= =
𝑇3+𝑇4 2 64 ℃ 2
= 32 ˚C Dik : 𝜌 air ( ˚C) Debit
: 0,994 kg/dm3 : 400 dm3/jam
Dit : m? Jawab : m
= Debit . 𝜌 air = 400 dm3/jam . 0,994 kg/dm3 = 397,6 kg/jam
Maka; Dik : m Cpair
: 397,6 kg/jam : 4,2 kJ/kg ˚C
∆T = LMTD : 5,3609 ˚C
Dit : Qc? Jawab : Qc
= m . Cpair . ∆T = 397,6 kg/jam . 4,2 kJ/kg ˚C . 5,3609˚C = 8952,274 kJ/jam
d.
Menghitung Kalor yang Hilang
Qloss
= Qh - Qc = 6707,451 kJ/jam - 8952,274 kJ/jam = -2244,823 kJ/jam
4.
Aliran Counter Current, laju alir fluida panas 400 L/jam dan fluida dingin 400 L/jam.
Diketahui : Fluida Panas,
Fluida Dingin
T1 (masuk)
: 39˚C
T3 (masuk)
: 30˚C
T2 (keluar)
: 36˚C
T4 (keluar)
: 36˚C
a.
Menghitung Nilai LMTD
LMTD =
(𝑇1−𝑇4)− (𝑇2−𝑇3) (𝑇1−𝑇4)
ln(𝑇2−𝑇3)
= =
(39℃−36℃)− (36℃−30℃) (39℃−36℃)
ln(36℃−30℃) 3℃−6℃ 3℃ 6℃
ln
−3
= −0,6931 ℃ = 4,3284 ℃
b.
Menghitung Nilai Kalor pada Fluida Panas
Tair
= =
𝑇1+𝑇2 2 75℃ 2
= 37,5 ˚C
Dik : 𝜌 air (37,5 ˚C) : 0,993 kg/dm3 Debit
: 400 dm3/jam
Dit : m? Jawab : m
= Debit . 𝜌 air = 400 dm3/jam . 0,993 kg/dm3 = 397,2 kg/jam
Maka; Dik : m
: 397,2 kg/jam
Cpair
: 4,2 kJ/kg ˚C
∆T = LMTD : 4,3284 ˚C Dit : Qh? Jawab : Qh
= m . Cpair . ∆T = 397,2 kg/jam . 4,2 kJ/kg ˚C . 4,3284˚C = 7220,810 kJ/jam
c.
Menghitung Nilai Kalor pada Fluida Dingin
Tair
= =
𝑇3+𝑇4 2 66 ℃ 2
= 33 ˚C Dik : 𝜌 air ( ˚C) Debit
: 0,994 kg/dm3 : 400 dm3/jam
Dit : m? Jawab : m
= Debit . 𝜌 air = 400 dm3/jam . 0,994 kg/dm3 = 397,6 kg/jam
Maka; Dik : m Cpair
: 397,6 kg/jam : 4,2 kJ/kg ˚C
∆T = LMTD : 4,3284˚C
Dit : Qc? Jawab : Qc
= m . Cpair . ∆T = 397,6 kg/jam . 4,2 kJ/kg ˚C . 4,3284˚C = 7228,082 kJ/jam
d.
Menghitung Kalor yang Hilang
Qloss
= Qh - Qc = 7220,810 kJ/jam - 7228,082 kJ/jam = -7,272 kJ/jam
5.
Aliran Counter Current, laju alir fluida panas 500 L/jam dan fluida dingin 400 L/jam.
Diketahui : Fluida Panas,
Fluida Dingin
T1 (masuk)
: 39˚C
T3 (masuk)
: 30˚C
T2 (keluar)
: 35˚C
T4 (keluar)
: 35˚C
a.
Menghitung Nilai LMTD
LMTD =
(𝑇1−𝑇4)− (𝑇2−𝑇3) (𝑇1−𝑇4)
ln(𝑇2−𝑇3)
= =
(39℃−35℃)− (35℃−30℃) (39℃−35℃)
ln(35℃−30℃) 4℃−5℃ 4℃ 5℃
ln
−1
= −0,2231 ℃ = 4,4823 ℃
b.
Menghitung Nilai Kalor pada Fluida Panas
Tair
= =
𝑇1+𝑇2 2 74 ℃ 2
= 37 ˚C
Dik : 𝜌 air (37 ˚C) : 0,993 kg/dm3 Debit
: 500 dm3/jam
Dit : m? Jawab : m
= Debit . 𝜌 air = 500 dm3/jam . 0,993 kg/dm3 = 496,5 kg/jam
Maka; Dik : m
: 496,5 kg/jam
Cpair
: 4,2 kJ/kg ˚C
∆T = LMTD : 4,4823 ˚C Dit : Qh? Jawab : Qh
= m . Cpair . ∆T = 496,5 kg/jam . 4,2 kJ/kg ˚C . 4,4823 ˚C = 9346,940 kJ/jam
c.
Menghitung Nilai Kalor pada Fluida Dingin
Tair
= =
𝑇3+𝑇4 2 65 ℃ 2
= 32,5 ˚C Dik : 𝜌 air ( ˚C) Debit
: 0,994 kg/dm3 : 400 dm3/jam
Dit : m? Jawab : m
= Debit . 𝜌 air = 400 dm3/jam . 0,994 kg/dm3 = 397,6 kg/jam
Maka; Dik : m Cpair
: 397,6 kg/jam : 4,2 kJ/kg ˚C
∆T = LMTD : 4,4823˚C
Dit : Qc? Jawab : Qc
= m . Cpair . ∆T = 397,6 kg/jam . 4,2 kJ/kg ˚C . 4,4823˚C = 7485,082 kJ/jam
d.
Menghitung Kalor yang Hilang dan Efisiensi
Qloss
= Qh - Qc = 9346,940 kJ/jam - 7485,082 kJ/jam = 1861,858 kJ/jam 𝑄𝑐
= 𝑄ℎ 𝑥 100
Efisiensi
=
7485,082 kJ/jam 9346,940 kJ/jam
𝑥 100
= 80,1 %
6.
Aliran Counter Current, laju alir fluida panas 600 L/jam dan fluida dingin 400 L/jam.
Diketahui : Fluida Panas,
Fluida Dingin
T1 (masuk)
: 37 ˚C
T3 (masuk)
: 29 ˚C
T2 (keluar)
: 32 ˚C
T4 (keluar)
: 35 ˚C
a.
Menghitung Nilai LMTD
LMTD =
(𝑇1−𝑇4)− (𝑇2−𝑇3) (𝑇1−𝑇4)
ln(𝑇2−𝑇3)
= =
(37℃−35℃)− (32℃−29℃) (37℃−35℃)
ln(32℃−29℃) 2℃−3℃ 2℃ 3℃
ln
−1
= − 0,4055 ℃ = 2,4661 ℃
b.
Menghitung Nilai Kalor pada Fluida Panas
Tair
= =
𝑇1+𝑇2 2 69 ℃ 2
= 34,5 ˚C Dik : 𝜌 air (34,5 ˚C) : 0,994 kg/dm3 Debit
: 600 dm3/jam
Dit : m? Jawab : m
= Debit . 𝜌 air = 600 dm3/jam . 0,994 kg/dm3 = 596,4 kg/jam
Maka; Dik : m
: 596,4 kg/jam
Cpair
: 4,2 kJ/kg ˚C
∆T = LMTD : 2,4661 ˚C Dit : Qh? Jawab : Qh
= m . Cpair . ∆T = 596,4 kg/jam . 4,2 kJ/kg ˚C . 2,4661 ˚C = 6177,284 kJ/jam
c.
Menghitung Nilai Kalor pada Fluida Dingin
Tair
= =
𝑇3+𝑇4 2 64 ℃ 2
= 32 ˚C Dik : 𝜌 air (32 ˚C) : 0,995 kg/dm3 Debit
: 400 dm3/jam
Dit : m? Jawab : m
= Debit . 𝜌 air = 400 dm3/jam . 0,995 kg/dm3
= 398 kg/jam Maka; Dik : m
: 398 kg/jam : 4,2 kJ/kg ˚C
Cpair
∆T = LMTD : 2,4661 ˚C Dit : Qc? Jawab : Qc
= m . Cpair . ∆T = 398 kg/jam . 4,2 kJ/kg ˚C . 2,4661 ˚C = 4122,333 kJ/jam
d.
Menghitung Kalor yang Hilang dan Efisiensi
Qloss
= Qh - Qc = 6177,284 kJ/jam - 4122,333 kJ/jam = 1054,951 kJ/jam
Efisiensi
𝑄𝑐
= 𝑄ℎ 𝑥 100 4122,333 kJ/jam
= 6177,284 kJ/jam 𝑥 100 = 66,73 %
7.
ANALISIS DATA Heat exchanger adalah alat penukar kalor yang berfungsi untuk mengubah
temperatur dan fasa suatu jenis fluida proses tersebut terjadi dengan memanfaatkan proses perpindaan kalor dari fluida bersuhu tinggi menuju fluida bersuhu rendah. Adapun pada praktikum ini, medium pemanas dipakai adalah air yang dipanaskan sebagai fluida panas dan air biasa sebagai air pendingin(cooling water). Penukar panas dirancang sebisa mungkin agar perpindaan panas antar fluida dapat berlangsung secara efisien. Pertukaran panas terjadi karena adanya kontak, baik antara fluida terdapat dinding yang memisahkannya maupun keduanya bercampur langsung. Pada percobaan perpindahan panas dengan alat heat exchanger bertujuan untuk mengetahui fenomena perpindahan panas yang terjadi terutama pada konduksi, konveksi serta untuk dapat menghitung koefisien perpindahan panas yang terjadi dalam proses. Perpindaan panas secara konveksi adalah perpindahan panas dengan cara mengalir. Aliran panas ini dapat melalui zat cair dan zat gas. Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas melalui zat padat dengan cara merambat. Perpindahan panas ini tidak ada bagian zat yang pindah. Alat yang digunakan ini tidak baik untuk fluida dengan viskositas tinggi karena dapat menyebabkan turbulensi dan aliran fluida akan tinggi dan otomatis perpindahan panas yang terjadi lebih efisien. Pada percobaan yang dilakukan ada 2 percobaan yaitu pertama , fluida panas dengan laju alir konstan yaitu 400 L/h dan fluida panasnya divariasikan 100 L/h, 200 L/h, 300 L/h, 400 L/h, 500 L/h dan 600 L/h. Dari data yang didapatkan bahwa semakin tinggi laju alir, baik untuk fluida panas atau dingin, panas yang diberikan atau dilepas oleh fluida dingin, semakin tinggi juga. Hal ini disebabkan oleh panas yang hilang sewaktu menuju proses HE, panas yang hilang akibat alat kontak dengan udara luar yang menhalangi perpindahan panas.Alat yang digunakan harus lebih diefisiensikan lagi dengan cara kalibrasi.
8.
KESIMPULAN
Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa : -
Head exchanger adalah alat yang digunakan untuk memindahkan sejumlah kalor dari fluida panas menuju fluida dingin
-
Arah aliran yang digunakan yaitu sistem counter courent
-
Setelah terjadi pertukaran kalor didapatkan nilai LMTD, wheater dan heat balence.
GAMBAR ALAT
Heat Exchanger
ISOTEREM ADSORPSI
1.
Tujuan Percobaan
Mahasiswa mampu memahami pengertian adsorpsi dan klasifikasi
Mahasiswa mampu menentukan fenomena yang terjadi dalam proses adsorpsi melalui pendekatan isoterm adsorpsi langmuir dan isoterm adsorpsi freundlich
Mahasiswa mampu menggunakan persamaan isoterm adsorpsi dalam pengolahan data mentah yang didapatkan dalam percobaan.
2.
Bahan Dan Alat Yang Digunakan
2.1 bahan yang digunakan HCl NaOH Karbon aktif Zeolit Indikator pp 2.2 alat yang digunakan seperangkat alat pengendap yang terdiri dari 5 kolom pengendapan dan dilengkapi dengan pompa pengalir fluida
3.
: 1 set
gelas kimia
: 1 buah
labu ukur
: 1 buah
neraca analitik
: 1 buah
seperangkat alat titrasi
: 1 buah
Dasar Teori
A. Adsorpsi Salah satu metode yang digunakan untuk mengalirkan zat pencemaran dari air limbah adalah adsorpsi ( Rois et al., 1999 ). Proses adsorpsi diharapkan dapat mengambil ion – ion logam berat dari perairan. Teknik ini lebih menguntungkan dari pada teknik yang lain dilihat dari segi biaya yang tidak begitu besar serta tidak adanya efek samping zat beracun ( Blais et al., 2000 ). Adsorpsi merupakan
proses akumulasi adsorbat pada permukaan adsorben yang disebabkan oleh gaya tarik antar molekul atau suatu akibat dari medan gaya pada permukaan padatan (adsorben ) yang menarik molekul – molekul gas, uap atau cairan ( Oscik, 1982 ). Sedangkan Alberty and Daniel ( 1987 ) mendefinnisikan adsorpsi sebagai fenomena yang terjadi pada permukaan. Adsorbsi secara umum didefinisikan sebagai akumulasi sejumlah molekul, ion atau atom yang terjadi pada batas antara dua fasa. Adsorpsi menyangkut akumulasi atau pemusatan substansi adsorbat pada adsorben dan dalam hal ini dapat terjadi pada antar muka dua fasa. Fasa yang menyerap disebut adsorben dan fasa yang terserap disebut adsorbat. Kebanyakan adsorben adalah bahan – bahan yang memiliki pori karena berlangsung terutama pada dinding – dinding pori atau letak – letak tertentu didalam adsorben. Gaya tarik – menarik dari suatu padatan dibedakan menjadi dua jenis yaitu gaya fisika dan gaya kimia yang masing – masing menghasilkan adsorpsi fisika (physisorption ) dan adsorpsi kimia ( chemisorption ). Adsorpsi fisika adalah proses interaksi antara adsorben dengan adsorbat yang melibatkan gaya – gaya antar molekul seperti gaya van der waals. Molekul terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi fisika relatif rendah sekitar 20 kj/mol ( Castellen, 1982 ). Sedangkan pada adsorpsi kimia, interaksi adsorben dan adsorbat melibatkan pembentukan ikatan kimia. Adsorpsi kimia terjadi diawali dengan adsorpsi fisik, yaitu partikel – partikel adsorbat mendekat ke permukaan adsorben melalui gaya van der waals atau melaui ikatan hidrogen. Kemudian diikuti oleh adsorpsi kimia yang terjadi setelah adsorpsi fisika. Dalam adsorpsi kimia partikel melekat pada permukaan dengan membentuk ikatan kimia ( biasanya ikatan kovalen ) dan cendrung mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasi dengan substrat ( Atkins, 1999 ). B. Faktor – foktor yang mempengaruhi proses adsorpsi Secara umum, proses adsorpsi dipengarui oleh beberapa faktor antara lain (Oscik, 1982 ) : 1.
Sifat adsorbat Besarnya adsorpsi zat terlarut tergantung pada kelarutannya dalam pelarut.
Kanaikan kelarutan menunjukkan ikatan yang kuat antara zat terlarut dan pelarut dan aksi sebaliknya terhadap adsorpsi oleh adsorben. Makin besar kelarutannya,
ikatan antara zat terlarut dengan pelarut makin kuat sehingga adsorpsi akan semakin kecil karena sebelum adsorpsi terjadi diperlukan energi yang besar untuk memecah ikatan zat terlarut dengan pelarut. 2.
Sifat adsorben Luas permukaan adsorben sangat berpengaruh terutama untuk tersedianya
tempat adsorpsi. Adsorpsi merupakan suatu kejadian permukaan sehingga besarnya adsorpsi sebanding dengan luas permukaan spesifik. Makin besar luas permukaan makin besar pula adsorpsi yang terjadi. 3.
pH larutan pH
mempengarui
muatan
pada
permukaan
sehingga
mengubah
kemampuannya menyerap senyawa dalam bentuk ion. 4.
Konsentrasi adsorbat Pada umumnya adsorpsi akan mengikat dengan kenaikan konsentrasi
adsorbat tetapi tidak berbanding lurus. Adsorpsi akan konstan jika terjadi kesetimbangan antara konsentrasi adsorbat yang diserap dengan konsentrasi yang tersisa dalam larutan. 5.
Temperatur Reaksi yang terjadi pada adsorpsi biasanya eksotermis, oleh sebab itu
adsorpsi akan besar jika temperatur rendah. 6.
Waktu kontak Waktu kontak yang cukup diperlukan untuk mencapai kesetimbangan
adsorpsi. Jika fase cairan yang berisi adsorben diam, maka difusi adsorbat melalui permukaan adsorben akan lampat. Oleh karena itu diperlukan pengocokan untuk mempercepat proses adsorpsi. C. Isoterm adsorpsi Adsorpsi merupakan fenomena di mana sejumlah kualitas gas atau larutan menetap pada suatu permukaan. Sebagai contoh kontak antara gas atau larutan pada suatu logam. Interaksi yang terjadi akan menyebabkan sifat permukaan logam mengalami perubahan. Gas atau larytan yang tertarik disebut adsorbat sedangkan permukaan logam disebut adsorben ( Cash, 2001 ). Model isotherm adsorpsi yang umum digunakan ada dua macam yaitu isotherm langmuir dan isoterm freundlich.
a.
Adsorpsi isotherm langmuir Langmuir mengembangkan suatu model kuantitatif untuk menjelaskan
fenomena isoterm adsorpsi dengan pendekatan kinetika. Analog dari permukaan persamaan adsorpsi pada gas, langmuir mengasumsikan bahwa pada permukaan adsorben terdapat situs – situs aktif yang proporsional dengan luas permukaan. Model ini berdasar pada beberapa asumsi yaitu ( sembodo, 2006 ) : 1.
Permukaan adsorben bersifat homogen, sehingga energi adsorpsi konstan pada seluruh bagian.
2.
Tiap atom teradsorpsi pada lokasi tertentu di permukaan adsorben.
3.
Tiap bagian permukaan hanya dapat menampung satu molekul atau atom. Penurunan persamaan isoterm adsorpsi langmuir sistem cair – padat didasarkan pada kesetimbangan proses adsorpsi dan desorpsi adsorbat di permukaan padatan.
Model persamaan langmuir dinyatakan sebagai berikut : 𝑄𝑏 𝐶𝑒
qc = 1+𝑏𝐶𝑒 bentuk linier persamaan tersebut dinyatakan dalam : 𝐶𝑒 1 𝐶𝑒 = + 𝑞𝑒 𝑄𝑏 𝑄 Dimana qe
= jumlah adsorbat yang teradsorpsi per unit berat oleh adsorben (mg/ g-1),
Ce
= kosentrasi adsorbat dalam keadaan setimbang ( mg / L-1 )
Q dan b = konstanta lamuir Nilai dari Q dan b dapat diperoleh dari intersep dan slope dari plot persamaan Ce qe-1 versus Ce.
b.
Adsorpsi isotherm freundlich
isotherm freundlich digunakan untuk model kinetika adsorpsi pada permukaan adsorben yang heterogen. Model isotherm freundlich menjelaskan bahwa proses adsorpsi pada bagian permukaan adalah heterogen dimana tidak semua permukaan adsorben mempunyai daya adsorpsi. Model isotherm freundlich menunjukan lapisan adsorbat yang terbentuk pada permukaan adsorben adalah multilayer. Hal tersebut berkaitan dengan ciri – ciri dari adsorpsi secara fisika dimana adsorpsi dapat terjadi pada banyak lapisan ( multilayer ) ( Husin and Rosnelly, 2005 ). Asumsi yang digunakan : 1.
Tidak ada asosiasi dan disosiasi molekul – molekul adsorbat setelah teradsorpsi pada permukaan padatan.
2.
Hanya berlangsung mekanisme adsorpsi secara fisis tanpa adanya adsorpsi kimia.
3.
Permukaan padat bersifat heterogen ( Noll et al., 1992 ).
Bentuk linier dari persamaan freundlich dinyatakan dalam persamaan berikut : qe = KFC1/n dimana : KF dan n = konstanta freundlich Bentuk linier dari persamaan freundlich dinyatakan dalam persamaan : 1
log qe = log KF+𝑛 log Ce konstanta KF dan n = kapasitas adsorpsi dan intensitas adsorpsi. Nilai KF dan n diperoleh dari intersep dan slope dari plot grafik antara log qe versus log Ce.
4.
Prosedur Percobaan
1.
500 gram masing – masing adsorben dimasukkan ke dalam kolom pengendap.
2.
Buat larutan HCl 4 M sebanyak 1000 mL, masing – masing 500 mL dimasukkan ke dalam kolom pengendap.
3.
Buat larutan NaOH 3 M untuk kebutuhan titrasi.
4.
Adsorpsi berlangsung secara semi batch dengan mengeluarkan sample setiap 10 menit sebanyak 20 mL.
5.
5 mL sampel keluaran adsorben dianalisis konsentrasinya dengan menggunakan NaOH yang sebelumnya sudah ditambahkan indikator pp.
6.
Catat data yang diperoleh, kemudian diolah perhitungannya, hasil perhitungan di analisa.
5.
Data Pengamatan
Standardisasi larutan NaOH
No.
V H2C2O4 ( mL )
V NaOH ( mL )
1.
20
7,0
2.
20
7,1
3.
20
6,6
TOTAL
6,9
Konsentrasi HCl sebelum proses adsorbsi
No.
V HCl ( mL )
V titran ( mL )
1.
10
9,6
2.
10
9,0
3.
10
9,3
TOTAL
9,3
Konsentrasi HCl setelah adsorbsi ( arang 19 cm )
No.
V HCl ( mL )
V titran ( mL )
1.
5
2,7
2.
5
2,6
3.
5
3,1
TOTAL
2,8
Konsentrasi HCl setelah adsorbsi ( arang 11 cm ) No.
V HCl ( mL )
V titran ( mL )
1.
5
3,2
2.
5
3,5
3.
5
3,5
TOTAL
6.
3,4
Perhitungan
Pembuatan larutan a.
Larutan asam oksalat = 63 mg/mek
Dik : BE H2C2O4.2H2O N H2C2O4.2H2O
= 0,1 N
Mg H2C2O4.2H2O = N x BE = 0,1 mek/mL . 100 ml . 63 mg/mek = 630 mg = 0,63 gr b.
Larutan NaOH 0,15 N = 0,15 M dalam 100 mL aquadest
Dik : BM NaOH
= 40 gr/mol
ρ NaOH
= 2,13 gr/mL
% NaOH
= 60 %
M1 = =
% . 1000 𝐵𝑀 0,6 𝑥 1000 40 gr/mol
= 15 M
M1 . V1 = M2 . V2 15 M . V1 = 0,15 M . 100 mL V1 = 1 mL c.
Larutan HCl 0,15 N = 0,15 M dalam 2000 mL aquadest
Dik : BM HCl = 36,5 gr/mol ρ HCl
= 1,19 gr/mL
% HCl = 37 % M1 =
𝜌 . % . 100
=
𝐵𝑀 1,19
gr 𝑥 0,37 𝑥 100 mL
36,5 gr/mol
= 12,16 M M1 . V1 = M2 . V2 12,16 M . V1 = 0,15 M . 2000mL V1 = 24,67 mL Menghitung konsentrasi larutan ( praktik ) a. NaOH Dik : M1 = 31,95 M V1 = 0,5 mL V2 = 100 mL Dit : M2 ......? Dij : M1 . V1 = M2 . V2 15 M . 0,5 mL = M2 . 100 mL M2 =
15,975 𝑀 100 𝑚𝐿
= 0,075 M b. HCl Dik : M1 = 12,16 M V1 = 24,67 M V2 = 2000 mL Dit : M2 ....? Dij : M1 . V1 = M2 . V2 12,16 M . 24,67 mL = M2 . 2000 mL
M2 =
299,987 𝑀 2000 𝑀
M2 = 0,1499 M Menghitung konsentrasi larutan HCl a. Sebelum proses adsorbsi Dik : V HCl
= 10 mL
M NaOH
= 0,075 M
V NaOH
= 9,3 mL
Dit : M HCl ....? Dij : V HCl . M HCl = V NaOH . M NaOH 10 mL . M HCl = 9,3 mL . 0,075 M M HCl = 0,069 M % kesalahan : :
𝑀 𝐻𝐶𝑙 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 – 𝑀 𝐻𝐶𝑙 𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑒𝑘 𝑀 𝐻𝐶𝑙 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 0,075 𝑀 – 0,069 𝑀 0,075 𝑀
𝑥 100 %
𝑥 100 %
:8% b. Setelah proses adsorbsi ( tinggi arang 19 cm ) Dik : V HCl
= 5 mL
M NaOH
= 0,075 M
V NaOH
= 2,8 mL
Dit : M HCl .....? Dij : V HCl . M HCl = V NaOH . M NaOH 5 mL . M HCl =2,8 mL . 0,075 M M HCl = 0,042 M % efisiensi : :
𝑀 𝐻𝐶𝑙 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 – 𝑀 𝐻𝐶𝑙 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑀 𝐻𝐶𝑙 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 0,069 𝑀−0,042 𝑀 0,069 𝑀
𝑥 100 %
𝑥 100 %
0,027 𝑀
: 0,069 𝑀 𝑥 100 % : 39,1 % c. Setelah proses adsorbsi ( tinggi arang 11 cm ) Dik : V HCl
= 5 mL
V NaOH
= 3,4 mL
M NaOH
= 0,075 M
Dit : M HCl .....? Dij : V HCl . M HCl = V NaOH . M NaOH 5 mL . M HCl = 0,075 M . 3,4 mL M HCl = 0,051 M % efisiensi : :
𝑀 𝐻𝐶𝑙 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 – 𝑀 𝐻𝐶𝑙 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑀 𝐻𝐶𝑙 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 0,069 𝑀−0,051 𝑀 0,069 𝑀
𝑥 100 %
𝑥 100 %
: 26,1 %
Grafik
Pengaruh Tinggi Arang Terhadap Proses Adsorbsi 0.08 0.07
Konsentrasi HCl ( M )
7.
0.06 0.05 0.04
Series1
0.03
Linear (Series1)
0.02 0.01 0 0
5
10 Tinggi Arang ( cm )
15
20
8.
Analisis Data Pada
praktikum
padapercobaan
inidilakukan
inidigunakan
percobaan
arang
sebagai
isoterm media
adsobsi
.dimana
adsobsinya.sedangkan
adsorbatnya berupa larutan HCl 0,15 M untuk menghitung berapa banyak knsentrasi HCl yang berkurang /diserap oleh adsorben,maka digunakan metodetitrasi menggunakan larutan standar NaOH 0,15 M . Adsorbsi merupakan proses akumulasi adsorbat padapermukaan adsorben yang disebabkan oeh gaya tarik menarik antar molekul atau suatu dari medan gaya tarik menarik antar molekul atau dari suatu gaya pada bidang pdatan yang menarik molekul-molekul gas ,uap,ataupun cairan.pengguanaan arang sebagai adsorben karena arang memiliki pori-pori dipermukaannya. Dari hasil pengamatan pda percobaan dapat dikeahui bahwa dngan ketinggian arang 11 cm,konsentrasi HCl yang diserap hanya berkisar 0,051 Msehingga efektifitasnya sebesar 26,1 %dan untuk arang yang memiliki tinggi 19 c, konsentrasi HCl yang diserap 0,042
Msehingga didapatkan efektifitasnya
39,1% keefektifitasan atau daya serap dari adsorben dapatdipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : 1.
Sifat adsorbat
2.
Sifat adsorben
3.
Ph larutan
4.
Konsentrasi adsorbat
5.
Temperatur,dan
6.
Waktu kontak Dari beberapa faktor diketahui bahwa sifat adsorbat berperan penting dalam
proses adsorbsi.HCl merupakan golongan asam yang larut penuh dalam pelarut air.oleh karena itu, HCl dan air memiliki ikatan yang kuat sehingga adsorbsi semakin kecil karena sebelum proses adsorpsi terjadi diperlukan energi yang besar untuk memecah ikatan antar HCl dan air. Selain itu, waktu kontak antara adsorben dan adsorbat.pada percobaan tidak digunakan variasi ,sehingga proses adsorbsi kurang maksimal dan tidak mencapai
kesetimbangan. Adsorben pun dalam kondisi dian dan tidak dilakukan pengocokan. Adapula pengaruh Ph larutan HCl adalah berkisar pada ph 1 yang berarti sangat asam. Karena pHnya yang sangat asam berarti terdapat banyak ion H+ sehingga kemampuan adsorben dalam menyerap senyawa dalam bentuk ion semakin besar. Untuk mendapatkan PH rendah maka konsentrasi HCl harus pekat yaitu 0,15 M sehingga dapat meningkatkan proses adsorpsi hingga mencapai kesetimbangan. Temperatur yang digunakan pada percobaan adalah temperatur ruang untuk meningkatkan proses adsorbsi karena proses ini terjadi pada reaksi eksotermis.
9.
Kesimpulan Dari percobaan diketahui bahwa :
Proses adsorbsi merupakan akumulasi subtansi adsorbat pada adsorban yang terjadi antara dua fase yang berbeda.
-
-
Konsentrasi HCl :
Sebelum adsorbsi
:0,069 M
Setelah ( 11 cm arang )
:0,051 M
Setelah ( 19 cm arang )
:0,042 M
Efektifitas adsorbsi :
11 cm arang
:26,1 %
19 cm arang
: 39,1 %
Semakin tinggi adsorban dalam wadah penyerapan, semakin banyak adsorbannya, maka semakin luas permukaannya, sehingga semakin besar proses adsorbsi yang terjadi
Gambar Alat
Seperangkat alat pengendap
Daftar Pustaka
Jobsheet.2018.penuntun
praktikum
satuan
operasi
1
“isoterm
adsorbsi“.palembang:politeknik negeri sriwijaya.
Jobsheet.2018.penuntun
praktikum
satuan
proses
exchanger“.palembang:politeknik negeri sriwijaya
www.polsri.ac.id
https://www.coursehero.com
https://dokumen.tips
1
“heat
OIL FILTRASI
I.
TUJUAN PERCOBAAN Setelah melakukan praktikum mahasiswa diharapkan dapat : 1.
Memahami proses filtrasi (pembersihan partikel padat dari suatu fluida) dengan menggunakan media penyaring yang berupa karbon aktif.
2.
Mengoperasikan alat oil filtration yang ada di laboratorium Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya.
II.
ALAT DAN BAHAN 1.
2.
Alat yang digunakan : a. Seperangkat alat Oil Filtrasi
1 buah
b. Cyberscan Waterproof Portable meter
1 buah
c. Gelas kimia 350 ml
1 buah
d. Ember 15 liter
1 buah
Bahan yang digunakan : a. Kertas pH b. Air limbah dari kolam penampungan sekitar lab. Teknik kimia
III. GAMBAR ALAT Terlampir
IV. DASAR TEORI Filtrasi adalah pemisahan partikel padatan dari suatu fluida dengan menggunakannya pada medium penyaringan atau septum yang diatasnya padatan akan terendapkan. Range filtrasi pada industri mulai dari penyaringan sederhana hingga pemisahan yang kompleks. Fluida yang difiltrasi dapat berupa cairan atau gas, aliran yang lolos dari saringan
mungkin saja cairan, padatan atau keduanya. Suatu saat justru limbah padatnyalah yang harus dipisahkan dari limbah cair sebelum dibuang. Di dalam industri, kandungan padatan suatu umpan mempunyai range dari hanya sekedar jejak sampai persentasi yang besar. Seringkali umpan dimodifikasi melalui beberapa pengolahan awal untuk meningkatkan laju filtrasi, misalnya dengan pemanasan, kristalisasi atau memasang peralatan tambahan pada penyaring seperti selulosa atau tanah diatomae. Oleh karena varietas dan material harus disaring beragam dan kondisi proses yang berbeda, banyak jenis penyaring telah dikembangkan, beberapa jenis akan dijelaskan dibawah ini. Fluida mengalir melalui media penyaring karena perbedaan tekanan yang melalui media tersebut. Penyaring dapat beroperasi pada : 1. Tekanan diatas atmosfer pada bagian atas media penyaring 2. Tekanan operasi pada bagian atas media penyaring 3. Vakum pada bagian bawah Tekanan diatas atmosfer dapat dilaksanakan dengan gaya grafitasi pada cairan dalam suatu kolom dengan menggunakan pompa atau blower, atau dengan gaya sentrifugal. Dalam suatu media penyaring biasa tidak lebih baik dari pada saringan (screen) kasar atau dengan unggun partikel kasar seperti pasir. Penyaring gravitasi dibatasi penggunaanya dalam industri untuk suatu aliran cairan kristal pasir, penjernihan air minum dan pengolahan limbah cair. Penyaring dibagi ke dalam tiga golongan utama yaitu penyaring kue (cake), penyaring penjernihan (clarifying) dan penyaringan aliran silang (cross flow). Penyaring kue memisahkan cairan dan padatan sebelum dengan jumlah relative besar sebagai suatu kue kristal atau lumpur. Seringkali penyaring ini dilengkapi peralatan untuk membersihkan kue dan untuk membersihkan cairan dan padatan sebelum dibuang. Penyaring penjernihan membersihkan sejumlah kecil padatan dan suatu gas atau medium penyaring atau percikan cairan jenuh semisal minuman. Partikel padatan ditangkap di dalam medium penyaring atau di atas permukaan
luarnya. Penyaring penjernihan berbeda dengan saringan biasa, yaitu memiliki diameter pori medium penyaring lebih besar dan partikel yang akan disingkirkan. Di dalam penyaringan aliran silang, umpan suspensi mengalir dengan tekanan tertentu diatas medium penyaring. Lapisan tipis dan padatan dapat terbentuk diatas medium permukaan tetapi kecepatan cairan yang tinggi mencegah terbntuknya lapisan. Medium penyaring adalah membrane keramik, logam, atau polimer dengan pori yang cukup kecil untuk menahan sebagian besar partikel tersuspensi. Sebagian cairan mengalir melalui mdium sebagai filtrate yang jernih, meninggalkan suspensi pekatnya. Jenis-jenis Penyaring : 1. Penyaring Vakum Kontinyu Dalam setiap penyaring vakum kontinyu, cairan dihisap melalui septum yang bergerak untuk mengendapkan padatan kue. Kue kemudin dipindahkan dan tempat penyaringan dicuci, dihisap, dikeringkan,dan dikeluarkan dan lumpur dimasukkan kembali. Beberapa bagian dan septum terletak pada zona penyaringan, sebagian didalam zona pencuci sementara sebagian lagi pembebasan dari bebannya. Sehingga buangan padatan dan cairan dan penyaring tidak dapat dihentikan.
2. Penyring Vakum Diskontinyu Penyaring bertekanan biasanya beroperasi secara diskontinyu. Suatu penyaring vakum diskontinyu, kadang-kadang sangat berguna. Suatu nutsch vakuin mempunyai ukuran sedikit lebih kecil dari pada corong buchner, berdiameter 1 s.d 3 m (3 s.d 10 ft) dan membentuk lapisan padatan dengan tebal 100 s.d 300 mm (4 s.d 12 in). Untuk mempermudah suatu nutch dapat langsung dibuat dari material tahan korosi dan menjadi berharga karena dicoba disaring batch varietas material yang korosif. Nutch biasanya tidak umum dilakukan untuk proses berskala besar oleh karena batch yang terlibat di dalam membersihkan tumpukan kue, namun demikian nutch tetap berguna
sebagai penyaring bertekanan yang dikombinasikan dengan pengeringan bersaring untuk keperluan tertentu dalam operasi batch.
3. Penyaring Drum Berputar (Rotary Drum Filter) Jenis yng paling umum dari penyaring vakum kontinyu adalah penyaring drum berputar. Suatu drum berputar dengan arah horizontal pada kecepatan 0,1 s.d 2 r/min mengaduk lumpur yang melaluinya. Medium penyaring seperti kanvas, melingkupi permukaan dan drum sebagian dibenamkan dalam cairan. Dibawah drum utama yang berputar terdpat drum yang lebih kecil dengan permukaan padat. Diantara dua drum tersebut ada ruang tipis berbentuk radial membagi ruang anular ke dalam kompartmenkompartmen. Setiap kompartmen tersambung dengan pipa internal ke suatu lubang dalam plat berputar pada rotary valve. Vakum dan udara secara bergantian dimasukkan pada tiap-tiap kompartmen dalam drum berputar. IV. PROSEDUR PERCOBAAN 4.1. Percobaan Minggu Pertama dan Kedua 1. Menyiapkan ± 5 Liter air bersih yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 100℃. 2. Memasukkan air bersih yang sudah dipanaskan ke dalam tabung reservoir D1. 3. Menghubungkan alat oil filtrasi dengan sumber listrik 1 fasa, kemudian menghidupkan alat dengan cara menekan tombol “start”. 4. Mengoperasikan filter 1/karbon aktif (minggu pertama), a. Membuka masing-masing katup V1, V3, V9 dan V10. b. Menutup masing-masing katup V2, V4, V5, V6, V7 dan V8. 5. Mengoperasikan filter 2/zeolit (minggu kedua), c. Membuka masing-masing katup V1, V3, V9 dan V10. d. Menutup masing-masing katup V2, V4, V5, V6, V7 dan V8. 6. Memutar knop pompa G1 ke posisi 1. 7. Mengatur kecepatan feeding flow dengan menggunakan potensiometer. 8. Jika diperlukan, untuk meningkatkan kemampuan penyaringan, menghidupkan pompa vakum G2, menutup katup V9 dan mengatur penyaringan dengan menggunakan katup V10.
9. Menampung air hasil filtrasi dari tabung reservoir D2 ke dalam gelas kimia. 10. Menganalisa air hasil filtrasi dan membandingkannya dengan air sebelum dilakukan proses filtrasi. 4.2. Percobaan Minggu Ketiga 1. Menyiapkan ± 5 Liter air sampel yakni air kolam penampungan yang terdapat di Politeknik Negeri Sriwijaya. 2. Memasukkan air kolam yang akan difiltrasi ke dalam tabung reservoir D1. 3. Menghubungkan alat oil filtrasi dengan sumber listrik 1 fasa, kemudian menghidupkan alat dengan cara menekan tombol “start”. 4. Mengoperasikan filter 1 (karbon aktif) : 5. Membuka masing-masing katup V1, V3, V9 dan V10. 6. Menutup masing-masing katup V2, V4, V5, V6, V7 dan V8. 7. Memutar knop pompa G1 ke posisi 1. 8. Mengatur kecepatan feeding flow dengan menggunakan potensiometer. 9. Jika diperlukan, untuk meningkatkan kemampuan penyaringan, menghidupkan pompa vakum G2, menutup katup V9 dan mengatur penyaringan dengan menggunakan katup V10. 10. Menampung air hasil filtrasi dari tabung reservoir D2 kedalam gelas kimia. 11. Menganalisa air hasil filtrasi dengan menggunakan alat ukur water proof portable meter, turbidity meter, dan kertas pH lalu melmbandingkan air kolam yang sebelum dilakukan proses filtrsi dengan sesudah dilakukan proses filtrasi.
V. DATA PENGAMATAN 5.1. Percobaan Minggu Pertama Dan Kedua Parameter Warna
filter Karbon aktif (minggu pertama) Zeolite (minggu kedua)
Sebelum filtrasi Bening Bening
Setelah filtrasi Kuning keruh dan terdapat sedikit minyak Kuning keruh dan terdapat sedikit minyak
5.2. Percobaan Minggu Ketiga No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Parameter Warna Turbidity (NTU) pH ORP/Oxidation Reduksi Potential (mV) Conductivity (µs) TDS/Total Dissolve Solid (ppm) Salinity (ppm) Resestivity (kΩ) DO/Dissolved Oxygen (%) DO/Dissolved Oxygen (ppm)
Sebelum Filtrasi Kuning Keruh 72,5 6 294,1
Sesudah Filtrasi Bening 64,2 6 270,5
194,3 190,1 186,7 2,630 1,9 0,15
196,1 188,4 184,2 2,606 2,5 0,2
VI. ANALISA PERCOBAAN Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat dianalisis bahwa filtrasi merupakan metode pemisahan fisik, yang digunakan untuk memisahkan antara partikel padat dan suatu cairan atau fluida dengan melewatkannya pada medium penyaringan atau septum yang diatasnya padatan akan terendapkan. Adapun medium penyaringan yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu berupa karbon aktif. Filter dibersihkan menggunakan air panas sebelum air sampel dimasukkan ke dalam filter. Hal ini bertujuan untuk membersihkan pori – pori pada filtter karbon aktif maupun zeolit, sehingga proses filtrasi dapat berfungsi dengan baik. Dari hasil data pencobaan pada minggu pertama dan kedua, terlihat bahwa air panas yang dimasukkan ke dalam tabung reservoir D1 mengalami perubahan warna yakni dari bening menjadi kuning keruh dan terdapat sedikit minyak pada permukaaan air. Minyak yang terdapat pada permukaaan air hasilll filtrasi ini beraal dari filter karbon aktif maupun zeolit yang sudah lama tidak dibersihkan. Selanjutnya pada percobaan minggu ketiga, terlihat bahwa air sampel setelah dilakukan filtrasi mengalami perubahan warna dari keruh menjadi bening. Selain itu, air hasil filtrasi di minggu ketiga ini kemudian juga dianalisa menggunakan alat water proof portable meter dan turbiditimeter . Dari hasil pengukuran dengan kedua alat ini didapatkan penurunan nilai turbiditas atau kekeruhan dan TDS yang sebelumnya masing – masing 72,5 NTU dan 190,1 ppm menjadi 64,2 NTU dan 188,4 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa bahan organik
dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut seperti mikroorganisme telah diserap oleh karbon aktif. Sedangkan jika dilihat dari parameter conductivity, terlihat bahwa sampel setelah difiltrasi mengalami peningkatan nilai konduktivitas yang menunjukkan bahwa sampel air mengalami peningkatan kemampuan dalam menghantarkan arus listrik. Hal ini disebabkan karena karbon aktif juga memiliki kemampuan menghantarkan listrik. Dari data hasil pengamatan ini juga dapat dianalisa bahwa nilai konduktivitas berbanding terbalik dengan nilai resistivitas. Hal ini disebabkan karena semakin besar hambatan, maka semakin kecil pula kuat arus yang mengalir melalui pengantar tersebut. Kemudian jika dilihat dari nilai DO, terlihat sampel yang setelah difiltrasi memiliki nilai DO yang lebih besar yakni yang semulanya 1,9% menjadi 2,5% dimana ini berarti air yang telah difiltrasi dengan karbon aktif memiliki kandungan oksigen (O2) yang tinggi. Adanya O2 dalam air ini sangat dibutuhkan untuk proses respirasi dan metabolism organisme hidup. Sedangkan jika dilihat dari nilai salinity, terlihat bahwa nilai salinity dari air kolom mengalami penurunan dari yang semulanya 186,7 ppm menjadi 184,2 ppm. Adapun hal ini menunjukkan bahwa banyaknya kandungan NaCl yang terlarut di dalam air kolam semakin berkurang disebabkan karena sudah terserap oleh karbon aktif.