KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
I.
Tujuan percobaan
Setelah melakukan percobaan ini, anda diharapkan dapat : Melakukan analisa sampel (zat warna) secara kromatografi lapis tipis II.
Alat dan bahan yang digunakan
Alat yang digunakan
Pelat TLC
Chamber Kromatografi
Pipa kapiler
Gelas kimia
Gelas ukur
Sinar UV
Pipet Ukur
Bola Karet
Bahan yang digunakan
Toluen
Etanol
Metanol
Sikloheksan
Zat warna makanan (merah, kunung, hijau dan coklat)
III.
Teori Singkat
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan komponen menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorben inert. KLT merupakan salah satu jenis kromatografi analitik. KLT sering digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak keuntungan menggunakan KLT, di antaranya adalah sederhana dan murah. KLT termasuk dalam kategori kromatografi planar, selain kromatografi kertas.
Kromatografi Lapis Tipis Yaitu kromatografi yang menggunakan lempeng gelas atau alumunium yang dilapisi dengan lapisan tipis alumina, silika gel, atau bahan serbuk lainnya. Kromatografi lapis tipis pada umumnya dijadikan metode pilihan pertama pada pemisahan dengan kromatografi. Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan senyawa secara cepat, dengan menggunakan zat penjerap berupa serbuk halus yang dipaliskan serta rata pada lempeng kaca. Lempeng yang dilapis, dapat dianggap sebagai “kolom kromatografi terbuka” dan pemisahan dapat didasarkan pada penyerapan, pembagian atau gabungannya, tergantung dari jenis zat penyerap dan cara pembuatan lapisan zat penyerap dan jenis pelarut. Kromatografi lapis tipis dengan penyerap penukar ion dapat digunakan untuk pemisahan senyawa polar. Harga Rf yang diperoleh pada kromatografi lapis tipis tidak tetap, jika dibandingkan dengan yang diperoleh pada kromatografi kertas. Oleh karena itu pada lempeng yang sama di samping kromatogram zat yang di uji perlu dibuat kromatogram zat pembanding kimia, lebih baik dengan kadar yang berbeda-beda (Dirjen POM, 1979, hal. 782).
Peralatan KLT
Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan adsorben seperti silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun selulosa. Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam. Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa cairan yang berbeda polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih dengan cara trial and error.Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh.
Faktor Retensi
Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah.
Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 – 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya. Jarak antara jalannya pelarut bersifat relatif. Oleh karena itu, diperlukan suatu perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang terbentuk memiliki jarak yang sama walaupun ukuran jarak plat nya berbeda. Nilai perhitungan tersebut adalah nilai Rf, nilai ini digunakan sebagai nilai perbandingan relatif antar sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam sehingga nilai Rf sering juga disebut faktor retensi.]Nilai Rf dapat dihitung dengan rumus berikut :
Rf = Jarak yang ditempuh substansi/Jarak yang ditempuh oleh pelarut
Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis. Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau mirip. Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang berbeda. Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponenkomponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja berdasarkan prinsip ini.Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatanperambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak.Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akanmelarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fasediam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akanbergerak lebih cepat. Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan,atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerakmengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalamcampuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda Proseskromatografi juga digunakan dalam metode pemisahan komponen gula dari komponennon
gula
dan
abu
dalam
tetes
menjadi
fraksi-fraksi
terpisah
yang
diakibatkanolehperbedaan adsorpsi, difusi dan eksklusi komponen gula dan non gula tersebut terhadap adsorbent dan eluent yang digunakan. Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau aluminayang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel silika(atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipisseringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendar flour dalam sinarultra violet.Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Fase diamlainnya yang biasa digunakan adalah alumina-aluminium oksida. Atom aluminium padapermukaan juga memiliki gugus -OH. Apa yang kita sebutkan tentang jel silikakemudian digunakan serupa untuk alumina. Dalam kromatografi, eluent adalah fasa gerak yang berperan penting pada proses elusibagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent). Interaksi antaraadsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Olehsebab itu pemisahan komponen gula dalam tetes secara kromatografi dipengaruhi oleh lajualir
eluent
dan
jumlah
umpan.
Eluent
dapat
digolongkan
menurut
ukuran
kekuatanteradsorpsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal iniyang banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silika.Penggolongan ini dikenal sebagai deret eluotropik pelarut. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang relatif tak polar dari ikatannyadengan alumina (jel silika).
Sampel (Zat Pewarna) Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Zat warna adalah senyawa organik berwarna yang digunakan untuk memberi warna suatu objek. Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor, diantaranya cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizinya. Disamping itu ada faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertmbangkan, secara visual faktor warna tampil dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Selain sebagai fungsi yang menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan, baik tidaknya pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai adanya warna yang seragam dan merata. Penambahan bahan pewarna pada pangan dilakukan untuk beberapa tujuan antara lain memberi kesan menarik, menyeragamkan warna makanan, menstabilkan warna, menutupi
perubahan warna selama proses pengolahan, dan mengatasi perubahan warna selama penyimpanan. Ada 5 sebab yang dapat menyebabkan suatu bahan makanan berwarna, yaitu : 1.
Pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan, misalnya klorofil
berwarna hijau, karoten berwarna jingga, dan mioglobin menyebabkan warna merah pada daging. 2.
Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan membentuk warna coklat pada
kembang gula, karamel atau roti yang dibakar. 3.
Warna gelap yang timbul karena adanya reaksi Maillard, yaitu antara gugus amino
protein dan gugus karbonil gula pereduksi. Misalnya susu bubuk yang disimpan lama akan berwarna gelap. 4.
Reaksi antara senyawa organik dengan udara akan menghasilkan warna hitam atau
coklat gelap. Reaksi oksidasi ini dipercepat oleh adanya logam serta enzim, misalnya warna gelap permukaan apel atau kentang yang dipotong. 5.
Penambahan zat warna, baik zat warna alami ataupun zat warna sintetik, yang termasuk
golongan
bahan
aditif
makanan.
Jenis Zat Pewarna Aneka jenis pewarna ini ada yang berupa bubuk, pasta atau cairan. ada dua jenis zat pewarna yaitu certified color dan unceretified color. Certified color merupakan zat pewarna sintetik yang terdiri dari dye dan lake, sedangkan uncertified color adalah zat pewarna yang berasal dari bahan alami. 1.
Certified Color (pewarna sintesis) Ada 2 macam yang tergolong Certified Color yaitu Dye dan Lake. Keduanya adalah
zat pewarna buatan. Zat pewarna yang termasuk golongan
dye telah melalui
prosedur sertifikasi dan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh Food and Drug Administration (FDA). Sedangkan zat pewarna lake yang hanya terdiri dari 1 warna dasar, tidak merupakan warna campuran, juga harus mendapat sertifikat. Dalam certified color terdapat spesifikasi yang mencantumkan keterangan penting mengenai zat pewarna tertentu, misalnya berbentuk garam, kelarutan dan residu yang terdapat didalamnya.
Identifikasi Jenis Pewarna dengan KLT
Kromatografi secara luas digunakan untuk pemisahan pewarna makanan sintetik. Kromatografi kertas telah digunakan pada tahun 1950. Pada tahun 1970an, penggunaan KLT lebih disukai oleh banyak laboratorium. Teknik ini masih digunakan oleh banyak laboratorium karena peralatan yang digunakan sederhana. Namun telah dikembangkan metode baru yang memberikan keuntungan yang lebih besar, seperti HPLC dan elektroforesis kapiler (Wirasto, 2008). Prinsip kerjanya memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.
IV.
Prosedur Kerja
Menyediakan pelat yang telah selesai dilapisi
Meneteskan cuplikan dengan menggunakan pipa kapiler pada permukaan pelat
Memasukkan pelat ke dalam chamber yang telah diisi sikloheksan+etanol (I) dan toluene+methanol(II)
Tetesan yang berada pada pelat tidak boleh terendam pelarut.
Membiarkan pelarut naik perlahan-lahan sepanjang pelat hingga hampir dicapai ujung yang lain dari pelat. Tandai batas perjalanan pelarut
Membiarkan pelat kering dan bandingkan harga Rr dari noda-noda yang terbentuk.
V. Data Pengamatan 1. Campuran pelarut etanol 70% + sikloheksan 30% sampel
Warna
Jarak
komponen
komponen
Jarak pelarut
Rf
11,5
0,7826
(cm) Merah
kuning
hijau
coklat
Ungu muda
9
Ungu tua
0,3
Kuning muda
6,2
Kuning tua
3,2
Hijau muda
6,3
Hijau tua
2,7
Coklat muda
9
Coklat tua
0,4
0,0261 11,5
0,5391 0,2783
11,5
0,5826 0,2348
11,5
0,7826 0,0348
2. Campuran pelarut methanol 70% + Toluene 30% sampel
Merah
kuning
hijau
coklat
Warna
Jarak komponen Jarak
komponen
(cm)
pelarut
Biru
2,5
9,5
Ungu muda
4,6
0,4842
Ungu tua
0,5
0,0526
putih
5
Kuning
2,6
Merah muda
2,7
Biru Tua
5
Coklat
2,6
Coklat muda
3,6
0,3789
Coklat tua
1,3
0,1368
9,5
Rf
0,2632
0,5263 0,2737
9,5
0,2842 0,5263
9,5
0,2737
VI. Perhitungan 1. Campuran pelarut etanol 70% + sikloheksan 30% a. Sampel pewarna merah (pasta makanan) -
Ungu muda Dik : Jarak komponen : 9 cm Jarak Pelarut
: 11,5 cm
Dit : Rf….? 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛
Rf = -
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
9
= 11,5 = 0,7826
Ungu Tua Dik : Jarak komponen : 0,3 cm Jarak Pelarut
: 11,5 cm
Dit : Rf….? 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛
Rf =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
=
0,3 11,5
= 0,0261
b. Sampel pewarna kuning (Pasta makanan) -
Kuning muda Dik : Jarak komponen : 6,2 cm Jarak Pelarut
: 11,5 cm
Dit : Rf….? 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛
Rf = -
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
6,2
= 11,5 = 0,5391
Kuning Tua Dik : Jarak komponen : 3,2 cm Jarak Pelarut Dit : Rf….?
: 11,5 cm
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛
Rf =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
3,2
= 11,5 = 0,2783
c. Sampel Pewarna Hijau (pasta makanan) -
Hijau muda Dik : Jarak komponen : 6,7 cm Jarak Pelarut
: 11,5 cm
Dit : Rf….? 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛
Rf = -
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
6,7
= 11,5 = 0,5826
Hijau tua Dik : Jarak komponen : 2,7 cm Jarak Pelarut
: 11,5 cm
Dit : Rf….? 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛
Rf =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
=
2,7 11,5
= 0,2348
d. Sampel Pewarna coklat (pasta makanan) -
Coklat muda Dik : Jarak komponen : 9 cm Jarak Pelarut
: 11,5 cm
Dit : Rf….? 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛
Rf =
-
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
9
= 11,5 = 0,7826
Coklat Tua Dik : Jarak komponen : 0,4 cm Jarak Pelarut Dit :
: 11,5 cm
Rf….? 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛
Rf =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
0,4
= 11,5 = 0,0348
2. Campuran pelarut metanol 70% + toluene 30% e. Sampel pewarna merah (pasta makanan) -
Biru Dik : Jarak komponen : 2,5 cm Jarak Pelarut
: 9,5 cm
Dit : Rf….? 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛
Rf = -
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
2,5
= 9,5 = 0,2632
Ungu muda Dik : Jarak komponen : 0,3 cm Jarak Pelarut
: 11,5 cm
Dit : Rf….? 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛
Rf = -
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
0,3
= 11,5 = 0,4842
Ungu tua Dik : Jarak komponen : 0,5 cm Jarak Pelarut
: 9,5 cm
Dit : Rf….? 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛
Rf =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
0,5
= 9,5 = 0,0526
f. Sampel pewarna kuning (Pasta makanan) -
putih Dik :
Jarak komponen : 5 cm Jarak Pelarut
: 9,5 cm
Dit : Rf….? 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛
Rf = -
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
5
= 9,5 = 0,5263
kuning Dik : Jarak komponen : 2,6 cm Jarak Pelarut
: 9,5 cm
Dit : Rf….? 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛
Rf =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
=
,2,6 9,5
= 0,2737
g. Sampel Pewarna Hijau (pasta makanan) -
merah muda
Dik : Jarak komponen : 2,7 cm Jarak Pelarut
: 9,5 cm
Dit : Rf….? 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛
Rf = -
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
2,7
= 9,5 = 0,2842
Biru tua Dik : Jarak komponen : 5 cm Jarak Pelarut
: 9,5 cm
Dit : Rf….? 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛
Rf =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
5
= 9,5 = 0,5263
h. Sampel Pewarna coklat (pasta makanan) -
Coklat Dik : Jarak komponen : 2,6 cm Jarak Pelarut
: 9,5 cm
Dit : Rf….? 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛
Rf =
-
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
2,6
= 9,5 = 0,2737
Coklat muda Dik : Jarak komponen : 3,6 cm Jarak Pelarut
: 9,5 cm
Dit : Rf….? 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛
Rf =
-
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
3,6
= 9,5 = 0,3789
Coklat Tua Dik : Jarak komponen : 1,3 cm Jarak Pelarut
: 9,5 cm
Dit : Rf….? 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛
Rf =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
1,3
= 9,5 = 0,1368
VII. Analisa Percobaan Pada percobaan ini, kami melakukan identifikasi zat pewarna makanan menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT). Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan distribusi dan komponen diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas). Prinsip kerjanya yaitu memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Fase diam yang digunakan pada percobaan ini yaitu berbentuk plat silika dengan fase gerak berupa larutan kombinasi antara gabungan komposisi 70% etanol+30% sikloheksan dan 70% methanol+30% toluene. Campuran larutan ini dinamakan dengan eluen. Semakin dekat kepolaran dengan sampel dan eluen, maka sampel akan terbawa oleh fase gerak tersebut. Sampel yang digunakan dalam pemisahan dengan metode kromatografi lapis tipis ini adalah zat pewarna yang terdiri dari warna merah, kuning, hijau serta coklat. Penggunaan warna-warna yang mencolok ini diperuntukkan agar mempermudah proses identifikasi. Pertama-tama yang kami lakukan adalah memilih pelarut atau eluen yang cocok dengan sampel tersebut, sebelumnya kami menggunakan campuran 70% sikloheksan dan 30% toluene serta 100% sikloheksan sebagai pelarut. Pada plat TLC ditotoli oleh zat pewarna kemudian dimasukkan ke dalam chamber dengan jarak 1 cm dari eluen guna melihat perambatan warna yang terjadi. Hasilnya, dengan campuran tersebut setelah 20 menit sampel tidak menunjukkan perubahan, karena zat tersebut tertahan pada plat. Hal ini menunjukkan tidak cocoknya sampel dengan pelarut yang digunakan. Kemudian kami mengganti campuran pelarut dengan 70% etanol+30% sikloheksan (I) dan 70% methanol+30% toluene (II) lalu diberi perlakuan yang sama dengan sebelumnya. Hasilnya pada masing-masing plat meninggalkan noda. pada chamber A yang mengandung pelarut (I) kami amati selama 40 menit. Kenaikan noda atau warna berlangsung secara bertingkat beriringan dengan naiknya pelarut ke atas plat. Begitu pula pada chamber B yang mengandung pelarut (II) saat diamati juga meninggalkan noda naik keatas seperti plat A. Proses elusi sampel bergerak naik dengan adanya gaya kapiler. Senyawa non polar kurang melekat pada fase diam sehingga memiliki jalur laju alir yang lebih besar keatas plat. Hal ini disebabkan karena plat silika/fase diamnya bersifat polar. Jarak tempuh keatas lempeng plat merupakan cermin polaritas senyawa (like dissolve like). Komponen yang kurang diserap oleh absorben akan lebih cepat naik pada plat, sehingga komponen yang kuat diserap akan lebih lambat naik.
Dari percobaan tersebut hasil plat yang telah menunjukkan rambatan kemudian dikeluarkan dan dikeringkan guna mempermudah pengukuran, pengukuran dilakukan dibawah sinar UV hal ini dimaksudkan agar warna komponen dapat terlihat lebih jelas sehingga tidak terjadi kekeliruan. Warna tiap komponen penyusun sampel diukur menggunakan penggaris, jarak ini adalah jarak yang ditempuh sampel kemudian jarak yang ditempuh eluen juga diukur berdasarkan bercak yang ada pada plat. Perbandingan nilai atau jarak tempuh sampel dengan eluen inilah yang disebut nilai Rf. Nilai Rf menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam. Hal ini dikarenakan jarak antara jalannya suatu pelarut bersifat relatif. Oleh karena itu, diperlukan suatu perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang telah terbentuk memiliki jarak yang sama walaupun ukuran jarak platnya berbeda. Rf merupakan perbandingan dari jarak yang ditempuh komponen dengan jarak yang ditempuh pelarut. Semakin besar nilai Rf maka akan semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa ataupun komponen dalam plat kromatografi tersebut. Dari data hasil pengamatan dan perhitungan diperoleh nilai rf terbesar ada pada sampel berwarna coklat dan merah dalam pelarut (I) yaitu sebesar 0,7826 dan dapat diartikan bahwa sampel dengan warna komponennya adalah yang paling kecil kepolarannya. Sedangkan sampel merah dengan komponen warna ungu tua dalam pelarut (I) dengan nilai rf terkecil yaitu menunjukkan bahwa sampel tersebut paling polar karena komponennya tertahan di fase diam/absorben (silica gel) yang bersifat polar. Selain analisa diatas, dari percobaan juga dapat diketahui bahwa jenis pelarut dapat membuat perbedaan komponen warna dari sampel. Contohnya pada pelarut (I) warna merah hanya terdiri dari warna merah muda dan tua sedangkan pada pelarut (II) terdapat warna biru didalam sampel warna merah. Hal ini didasari oleh sifat pelarut masing-masing yang bertugas sebagai fase gerak dan kemampuannya dalam menguraikan warna atau zat. Kelebihan dari metode kromatografi lapis tipis ini adalah lebih banyak digunakan untuk tujuan analisis, pemisahan komponen dapat diidentifikasi dengan cara fluoresensi, hanya membutuhkan sedikit pelarut, proses preparasi sampel mudah serta biayanya yang terjangkau. Namun, kendala dalam melakukan metode kromatografi lapis tipis adalah dibutuhkannya sistem trial dan error untuk menentukan jenis eluen yang cocok, memerlukan waktu yang lama serta membutuhkan aplikasinya dalam multidisiplin ilmu dan menerapkannya agar mendapatkan bercak noda yang diharapkan.
VIII. Kesimpulan Dari percobaan yang telah kamilakukan kami dapat menyimpulkan bahwa : 1.
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu teknik kromatografi yang sederhana yang biasanya digunakan untuk identifikasi senyawa-senyawa organik. Pemisahan dengan metode kromatografi lapis tipis dilakukan dengan cara menotolkan sampel pada lempengan lapis tipis kemudian memasukkannya ke dalam chamber yang berisi eluen dengan perbandingan pelarut tertentu. Prinsip dari kromatografi lapis tipis yaitu pemisahan senyawa berdasarkan kepolaran fase diam dan senyawa yang diuji.
2.
Eluen yang cocok dengan sampel yang digunakan adalah etanol, methanol, sikloheksan, dan toluene.
3.
Nilai Rf terkecil menunjukkan senyawa paling polar dan begitu sebaliknya.
4.
Perbedaan warna komponen dalam sampel dapat disebabkan oleh kepolaran dan jenis eluen .
IX. Daftar Pustaka David. 2010. Pengantar Kromatografi. Bandung: Institut Teknologi Bandung Press. Gandjar
I. G., dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. Gritter R. J., J. M. Bobbit dan E. S. Arthur. 1991. Pengantar Kromatografi.
Bandung:
Institut Teknologi Bandung Press. Handayani S., S. Sunartodan dan Kristianingrum. 2005. “Kromatografi Lapis Tipis untuk Penentuan Kadar Hesperidin dalam Kulit Buah Jeruk”. Jurnal Penelitian Saintek. Vol 10 (1). Kurniawan Y., dan Santosa. 2004. “Pengaruh JumLah Umpan dan Laju Alir Eluen Pada Pemisahan Sukrosa dari Tetes Tebu Secara Kromatografi”. Jurnal Ilmu Dasar. Vol 5 (1). http://teenagers-moslem.blogspot.com/2011/10/bab-i-pendahuluan.html diakses tanggal 21 oktober 2012 http://ivahaveiro.blogspot.com/2012/10/analisa-zat-pewarna-pada-makanan-metode.html diakses tanggal 12 september 2018 http://vikrihidayat.blogspot.com/2017/05/laporan-kromatografi-lapis-tipis.html?m=1 diakses tanggal 12 september 2018
GAMBAR ALAT
plat TLC dan chamber chromatography
sinar UV