LAPORAN PRAKTIKUM PENGOLAHAN PANGAN PENGGORENGAN, BLANCHING, DAN FERMENTASI Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknologi Pangan
Dosen Pembimbing : Melina Sari, STP. M.Si Laili Rahmawati, STP., MMA Nurul Hindaryani, S.Pd Khristine Saputri, SST.
Disusun oleh : Kelompok 6 Tingkat 2 Reguler B 1. Nurus shobahah
P27835117061
2. Gabriella Benina B
P27835117068
3. Sitta Ellen N.
P27835117073
4. Silvi Afiyati
P27835117085
KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA JURUSAN DIII GIZI TAHUN 2018
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada bahan pangan terdapat beberapa penggolahan, salah satunya yakni pengolahan dengan suhu tinggi (proses termal). Jenis-jenis pengolahan dengan suhu tinggi diantaranya yaitu pemasakan, blanching, pateurisasi dan sterilisasi. Penggolahan
ini
bertujuan
untuk
meningkatkan
mutu
bahan
pangan,
memperjanjang usia bahan pangan, dan menginaktifkanspora bakteri, sel-sel vegetative dari mikroba patogen. Selain itu terdapat penggorengan dan pemanggangan pada penggolahan dengan suhu tinggi (proses termal). Shallow frying adalah metode memasak dalam jumlah sedikit dengan lemak atau minyak yang di panaskan terlebih dahulu dalam pan dangkal ( shallow pan) atau ceper. Jumlah lemak yang di gunakan untuk menggoreng hanya sedikit yaitu dapat merendam sekitar 1/3 bagian makanan yang di goreng. Metode memasak yang menggunakan wajan datar tidak hanya shallow frying tetapi ada metode yang serupa yaitu : saute, griddle dan stir fry. Deep fat frying merupakan metode memasak dalam kondisi(terendam sempurna dalam minyak) sehingga penetrasi panas merata dan produk yang dihasilkan mempunyai tingkat kematangan dan warna yang seragam. Pengukusan merupakan salah satu cara pengolahan bahan pangan melalui pemanasan menggunakan uap air dalam wadah tertutup. Alat pengukus dikenal sebagai kukusan. Cara pengolahan ini dianggap sebagai salah satu cara terbaik untuk mengolah bahan makanan karena menekan pengurangan nilai gizi dari bahan makanan. Pengukusan lebih baik dalam menjaga kandungan gizi daripada perebusan dan penggorengan; juga lebih baik daripada penggunaan gelombang mikro. Perebusan merupakan teknik pengolahan pangan melalui pemanasan menggunakan media air. Perebusan sangat baik untuk menghasilkan tekstur bahan makanan yang segar dan lebih hidup. Proses perebusan juga menghasilkan produk
pangan yang berwarna cerah dan tidak layu. Tetapi pada beberapa jenis bahan makanan tertentu justru perebusan dapat menghasilkan produk yang kurang baik. Pengolahan pangan juga dapat menggunakan microwave. Microwave yang menggunakan gelombang mikro memang dapat membuat hidup nyaman, tetapi harus digunakan dengan hemat, karena radiasi yang dipancarkan dan bisa juga berbahaya.Banyak orang memanaskan sayuran dalam microwave, padahal ini mematikan kandungan gizinya. Sebuah penelitian menemukan bahwa meletakkan brokoli dalam microwave dapat menyebabkan kehilangan hingga 97 persen antioksidannya. Fermentasi dalam pemrosesan bahan pangan adalah pengubahan karbohidrat menjadi alkohol dan karbon dioksida atau asam amino 3egativ menggunakan ragi, bakteri, fungi atau kombinasi dari ketiganya di bawah kondisi 3egative3. Perilaku mikroorganisme terhadap makanan dapat menghasilkan dampak positif maupun negative, dan fermentasi makanan biasanya mengacu pada dampak positifnya. Manfaat fermentasi diantaranya memperkaya variasi makanan dengan mengubah aroma, rasa, dan tekstur makanan, mengawetkan makanan dengan menghasilkan sejumlah asam laktat, alkohol, dan asam asetat dalam
jumlah
yang
signifikan,
memperkaya
nutrisi
makanan
dengan
menambahkan sejumlah protein, asam amino, serta vitamin, mengeliminasi senyawa anti nutrien, mengurangi waktu dan sumber daya yang diperlukan dalam memproses makanan
BAB II METODE PRAKTIKUM
2.1 Waktu
: 28 September 2018, Pukul 08.00 – 11.30
2.2 Tempat
: Laboratorium Kuliner
2.3 Alat dan Bahan
: Alat
Bahan
Pengolahan pangan
Panci
Kulit Pangsit
penggorengan
Wajan
Telur
Spatula
Bawang pray
Saringan minyak
Minyak goreng
Pisau Telenan Timbangan Piring plastik Pengolahan pangan
Panci
blanching
Dandang dan kukusan
Bayam
Microwave Pisau Timbangan Piring plastik Pengolahan pangan
Dandang dan kukusan
Kedelai
fermentasi
Pisau dan telenan
Ragi tempe
Timbangan Baskom dan sendok Kantong plastik
BAB III HASIL PRAKTIKUM
3.1 Pengolahan Pangan Penggorengan Sallow Frying
Deep Frying
Parameter Martabak 1
Martabak 2
Martabak 1
Martabak 2
Berat sebelum
39 gr
42 gr
44 gr
49 gr
Berat sesudah
40 gr
44 gr
44 gr
50 gr
Tekstur
Matang merata
Kulit matang, isi kurang matang
Warna
Coklat muda
Coklat lebih tua
Waktu
3 menit
2 menit
3.2 Pengolahan Pangan Blanching
Parameter
Rebus (50gr)
Kukus (50gr)
Microwave (50gr)
Tekstur
Lembek dan berair
Lembek dan sedikit berair
Kering kesat dan tampak layu
Warna
Hijau segar
Hijau tua
Hijau pudar
Penyusutan
-
-
Menyusut 30gr
Pengembangan
Mengembang 20gr
Mengembang 10gr
-
Waktu
5 menit
5 menit
5 menit
Rasa
Sedikit manis
Sedikit pahit
Sedikit pahit
Penyusutan
Rebus = berat awal – berat akhir = 50 gr –70gr = -20 gr (tidak menyusut, tetapi bertambah)
Kukus = berat awal – berat akhir = 50 gr – 60 gr = -10 gr (tidak menyusut, tetapi bertambah)
Microwave = berat awal – berat akhir = 50 gr – 30 gr = 20 gr
3.3 Pengolahan Pangan Fermentasi
BAB IV PEMBAHASAN 3.1 Pengolahan Pangan Penggorengan
1. DeepFrying Deep-fatfrying merupakan proses pemasakan dan pe- ngeringan yang terjadi melalui kontak dengan minyak panas dan ini meliputi perpindahan panas dan massa secara simultan. Minyak mempunyai fungsi ganda dalam penyiapan makanan, karena minyak berfungsi sebagai media transfer panas antara makanan dan penggorengan, dan minyak juga sebagai pemberi kontribusi pada tekstur dan cita rasa bahan gorengan. Kecepat- an dan efisiensi proses penggorengan tergantung pada suhu dan kualitas minyak goreng. Suhu minyak yang biasa diper- gunakan adalah 150 – 190oC (Moreira, 1999; 2004; Dunford,2006). Penelitian dengan metode penggorengan deep-fatfrying telah banyak dilakukan, antara lain pada kentang yang menunjukkan laju pengeringan 0,46 kg/m2 jam dan rasio penyerapan minyak 0,086 (Firdaus dkk., 2001) dan pada tahu yang menunjukkan laju pengeringan 3,6x10-5; 3,72x10-5 dan 5,93x10-5 kg/s berturut-turut pada suhu penggorengan 147, 160 dan 172oC (Baik dan Mittal, 2002). Teknik deepfry membutuhkan minyak sangat banyak karena bahan makanan harus terendam sepenuhnya. Pastikan juga minyak sudah panas sebelum memasukan bahan makanan. Jika dilakukan dengan baik, meski menggoreng dengan minyak banyak tidak akan membuat makanan terlalu berminyak. Air dalam kandungan makanan justru akan menguap dan mengusir minyak, sehingga minyak hanya berada di permukaan makanan. Teknik deepfry akan menghasilkan makanan yang renyah diluar namun juicy didalam. Teknik ini juga memungkinkan makanan dimasak dengan cepat dan merata. Deepfrysangat bagus untuk membuat aneka cemilan dan lauk seperti keripik kentang, ayam goreng, dan pisang goreng,
Berdasarkan hasil praktikum kali ini, berat martabak sebelum digoreng adalah 44 gr ,setelah dilakukan deep frying martabak telur mengalami pengembangan sebesar 1 gr, tekstur martabak juga mengalami perubahan dari lembek menjadi renyah, serta warna yg berubah dari putih menjadi coklat keemasan. Namun teknik deep frying kurang cocok apabila digunakan martabak telur, karena minyak yang banyak dapat mempercepat pencoklatan pada kulit martabak sedangkan bagian isi martabak belum sepenuhnya matang. 2. Shallow Frying Shallowfry merupakan teknik menggoreng dengan menggunakan minyak dangkal yang tingginya hanya sepertiga hingga setengah makanan. Bahan makanan perlu dibolak-balik hingga semua sisi berwarna emas atau kecoklatan merata. Teknik ini biasa digunakan untuk menggoreng potongan daging, ikan, telur dan beberapa gorengan lain dengan api kecil sehingga makanan matang merata. Berdasarkan hasil praktikum kali ini, berat martabak sebelum digoreng adalah 39 gr ,setelah dilakukan shallow frying martabak telur mengalami pengembangan sebesar 1-2 gr, tekstur martabak juga mengalami perubahan dari lembek menjadi renyah, serta warna yg berubah dari putih menjadi coklat keemasan. Teknik penggorengan metode shallow frying lebih cocok untuk pengolahan martabak telur karena dapat membuat semua bagian martabak matang secara merata.
3.2 Pengolahan Pangan Blanching Berdasarkan praktikum yang kami lakukan proses blanching dengan perlakuan waktu selama 5 menit yang terbaik dari segi warna adalah yang direbus. Bayam yang direbus memiliki warna yang segar dan kehijauan. Hal ini karena pada saat merebus kita menggunakan air, sehingga bayam terlihat lebih segar karena menyerap air. Sehingga tekstur yang dihasilkan lembek dan rasanya manis. Sedangkan ketika bayam dikukus warna yang dihasilkan
tidak sehijau ketika direbus, namun kadar airnya lebih sedikit karena ketika dikukus secara otomatis bayam tidak mengalami kontak langsung denga air melainkan hanya dengan uap air. Berbeda lagi dengan blanching menggunakan microwave, sangant tidak dianjurkan membuat blanching bayam dengan microwave karena akan dihasilkan bayam yang berwarna pucat, kering dan berasa pahit. Perebusan
merupakan
proses
pengolahan
pangan
dengan
menggunakan media air. Perebusan sangat memang memiliki dampak positif untuk bahan pangan tertentu. Tetapi perebusan juga mengakibatkan berkurangnya kandungan gizi yang ada dalam bahan pangan tersebut. Untuk sayur bayam sendiri proses perebusan memiliki dampak positif yaitu bayam yang dihasilkan tampak segar dan berwarna lebih hidup daripada bayamyang diolah dalam pengukusan dan dalam microwave. Semakin banyak air yang digunakan untuk merebus, semakin banyak pula kandungan kandungan gizi yang larut. Selanjutnya yaitu pengolahan pangan dengan metode pengukusan. Pengukusan merupakan proses pengolahan pangan dengan menggunakan uap air. Pengukusan juga memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri. Dalam hal ini, bayam yang dikusus hasilnya terlihat berwarna lebih pucat daripada bayam yang direbus. Kelebihan dari proses pengukusan ini adalah menekan pengurangan kandungan kandungan gizi. Dari segi zat gizi, produk yang dihasilkan dari proses pengukusan memiliki kandungan gizi yang lebih baik daripada produk yang diolah dengan perebusan dan dengan microwave. Dan selanjutnya adalah pengolahan pangan dengan menggunakan microwave. Pada prinsipnya microwave bekerja dengan menggunakan gelombang mikro. Microwave memang sangat praktis, tetapi perlu dipertimbangkan juga efek dari pancaran radiasi itu sangat berbahaya. Produk yang dihasilkan untuk bayam nampak tidak bagus karena akan dihasilkan bayam yang berwarna pucat, kering dan berasa pahit. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa pengolahan pangan dengan menggunakan microwave dapat mematikan antioksidan yang terkandung dalam bahan
pangan tersebut hingga 97 %. Hal ini merupakan efek dari gelombang mikro dan radiasi dari microwave tersebut. Dalam praktikum yang kami lakukan, kami memperlakukan lama blanching pada semua metode sama yaitu selama 5 menit. Tidak semua jenis bahan pangan yang diolah dengan perebusan menghasilkan warna yang baik, tidak semua jenis bahan pangan yang diolah dengan pengukusan memiliki kandungan gizi yang lebih baik, tidak semua bahan pangan yang diolah dengan microwave menghasilkan produk bertekstur renyah dan rasa yang manis. Semua itu tergantung pada jenis bahan pangan yang akan diolah, ukuran dan jumlah bahan, dan suhu. 3.3 Pengolahan Pangan Fermentasi Tempe kedelai merupakan salah satu makanan yang popular di Indonesia. Selain murah harga nya dan enak rasanya, kandungan protein didalam tempe cukup tinggi dan banyak mengandung asam amino lisin. Tempe dapat dibuat dari bahan dasar kedelai ataupun jenis tanaman kacang-kacangan yang lain melalui proses fermentasi menggunakan Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae. Keduanya berkemampuan untuk mengubah kedelai menjadi asam amino dan protein lain yang cepat larut bila dikonsumsi, sehingga kandungan protein yang dapat diserap oleh tubuh akan lebih tinggi dibandingkan bila hanya dikonsumsi dalam bentuk kedelai (Wood,B.J.B.,1985:230) Fermentasi dapat diartikan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri,khamir, dan jamur. (Hidayat, et al, 2006) Fermentasi merupakan tahap terpenting pada proses pembuatan tempe. Selama proses fermentasi terjadi perubahan kimia pada kedelai. Perubahan tersebut terjadi karena substrat kedelai (protein, lemak, karbohidrat dan senyawa-senyawa lainnya) didekomposisi menjadi molckul-molekul yang lebih kecil olch enzim-enzim yang dihasilkan kapang. Pengemasan bahan pangan memegang peran penting dalam pengendalian kontaminasi mikroorganisme dan disimpan dalam kondisi yang aman untuk bahan pangan
dan
tidak
membahayakan
kesehatan
konsumen
(Supardi
dan
Sukamto,1999).
Dalam
praktikum
fermentasi
tempe,
kelompok
kami
menggunakan plastic sebagai pembungkus tempe yang sudah diberi lubang dibeberapa titik. Hal ini dilakukan karena bakteri yang digunakan saat proses fermentasi merupakan bakteri yang bersifat aerob obligat, artinya membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya. Dalam praktikum kali ini, kami mengamati warna,berat,tekstur,aroma,dan rasa sebelum fermentasi dan sesudah fermentasi. Warna tempe sebelum fermentasi yaitu putih kecoklatmudaan (warna kedelai tanpa kulit), hal ini karena masih dalam bentuk kedelai dan belum terjadi proses fermentasi. Setelah di fermentasi warna tempe berubah menjadi putih, hal ini terjadi karena kedelai tertutup oleh miselia yang dihasilkan oleh ragi tempe yang masuk ke dalam jaringan biji kedelai. Aroma tempe sebelum fermentasi
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan
-
Pada penggorengan martabak telur, dari segi warna teknik deep frying lebih cantik (kecoklatan), Namun dari segi tingkat kematangan metode shallow frying lebih cocok karena bagian martabak matang merata.
-
Dari segi warna, bayam yang direbus memiliki warna paling segar dan penambahan berat paling besar. Sedangkan ketika bayam dikukus warna yang dihasilkan tidak sehijau ketika direbus, namun kadar airnya lebih sedikit karena ketika dikukus secara otomatis bayam tidak mengalami kontak langsung denga air melainkan hanya dengan uap air. Berbeda lagi dengan blanching menggunakan microwave, sangant tidak dianjurkan membuat blanching bayam dengan microwave karena akan dihasilkan bayam yang berwarna pucat, kering dan berasa pahit.
-
Lama fermentasi tempe berpengaruh terhadap kadar protein terlarut tempe kedelai. Kadar protein terlarut meningkat dan mencapai maksimum pada fermentasi 48 jam, kemudian menurun lagi yang menyebabkan tempe over fermented atau busuk. Hal ini akan mengakibatkan menurun nya kualitas tempe, baik dari warna, aroma, tekstur, rasa, dan berat. Ph dan suhu juga penting untuk diperhatikan saat proses fermentasi, suhu yang baik yaitu pada suhu ruang, dan ph yang baik yaitu 7-8.
5.2 Saran Pada kegiatan praktikum ini, sebaiknya alat dan bahan yang akan digunakan dipersiapkan terlebih dahulu agar praktikum dapat berjalan dengan baik. Dan untuk para praktikan harap agar mempersiapkan diri materi-materi yang akan dipraktekkan, agar dalam kegiatan praktikum tidak terhambat.
LAMPIRAN
M1 sebelum deep frying
M2 sebelum deep frying
M1 sebelum sallow frying
M2 sebelum sallow frying
M1 sesudah deep frying
M2 sesudah deep frying
M1 sesduah sallow frying
M2 sesudah sallow frying
Hasil akhir blanching
Berat awal
Rebus
Kukus
Tempe akhir
Microwave
Ragi Tempe
Tempe awal
DAFTAR PUSTAKA
Razak, maryam, Muntakinah. 2017. Ilmu Teknologi Pangan. Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Diakses pada 01/10/2018 Hasanah, Hafidatul., Akyunul Jannah, A.Ghanaim Fasya . 1 Oktober 2012 . Jurusan Kimia FST UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol Tape Singkong (Manihot utilissima Pohl). Vol 2 No 1 (68 – 79). Diakses pada 03/10/2018 Fathiarisa, Nur Aini . 2016 STUDI PEMBUATAN TORTILLA CHIPS BERBAHAN DASAR TEMPE SEBAGAI OLAHAN SNACK FOOD. Diakses pada 03/10/2018 Retno, Eddy, Das Salirawati . Oktober 2007. Jurnal Penelitian Saintek. Pengaruh Lama Fermentasi Tempe Kedelai Terhadap Aktivitas Tripsin. Vol 12 No 2 (171192). Diakses pada 02/10/2018