Laporan Praktikum Gizi (fiks).docx

  • Uploaded by: Aiydah Luthfiah
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Praktikum Gizi (fiks).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,474
  • Pages: 28
1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah (Depkes RI, 2006). Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan semua faktor (Depkes RI 2006 ; Tampubolon, 2017). Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari variabel pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi badan/panjang badan lingkar kepala, lingkar lengan, dan panjang tungkai. Penilaian status gizi merupakan suatu tindakan evaluasi secara komprehensif dalam menilai status gizi, termasuk riwayat medis, riwayat nutrisi/diet, pemeriksaan fisik, antropometri, dan penunjang/laboratorium (Wajdi dan Andina, 2017). Terdapat lima masalah gizi di Indonesia yaitu masalah kekurangan energi protein (KEP), masalah anemi gizi, masalah kekurangan vitamin A, masalah gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) dan masalah kelebihan gizi (Obesitas). Ke-5 masalah tersebut mengakibatkan rendahnya sumber daya manusia (SDM) bangsa kita. Status gizi dapat diketahui melalui pengukuran beberapa parameter, kemudian hasil pengukuran tersebut dibandingkan dengan standar atau rujukan. Peran penilaian status gizi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya status gizi yang salah. Penilaian status gizi menjadi penting karena dapat

2

menyebabkan terjadinya kesakitan dan kematian terkait dengan status gizi. Oleh karena itu dengan diketahuinya status gizi, dapat dilakukan upaya untuk memperbaiki tingkat kesehatan pada masyarakat (Par’i dkk, 2017). Saat ini Indonesia dihadapkan pada masalah stunting (pendek) yang tergolong cukup tinggi jika dibandingkan negara-negara lain, dibandingkan dengan negara-negara ASEAN pun angka stunting Indonesia masih tergolong paling tinggi. Berdasarkan hasil penelitian PSG tahun 2016, menunjukkan bahwa jumlah balita yang tergolong sangat pendek sebesar 8,5%, dan yang tergolong pendek sebesar 19,0%. Konsumsi zat gizi yang optimal merupakan keadaan saat penyediaan zat- zat gizi yang dibutuhkan mencukupi untuk pemeliharaan jaringan, perbaikan dan pertumbuhan tanpa menimbulkan kelebihan konsumsi energi. Kebutuhan energi dan zat-zat gizi lainnya bersifat individual tergantung pada usia, jenis kelamin, berat, dan tinggi badan serta tingkat aktivitas sehari-hari. Energi dan zat gizi lainnya diperoleh dari metabolisme bahan makanan yang dikonsumsi setiap hari (Febriani, 2017). Obesitas sudah menjadi masalah global diseluruh dunia, pada tahun 2012 World Health Organization (WHO) mengatakan obesitas sebagai worldwide epidemic yang angka kejadiannya terus meningkat. Angka worldwide obesitas meningkat dua kali sejak tahun 1980. Pada tahun 2008 lebh dari 1,4 milyar penduduk dewasa yaitu 200 juta laki-laki dan sekitar 300 juta perempuan ialah obesitas. Prevalensi di Indonesia mengenai status gizi diperoleh kurus 11,1%, normal 62,7%, berat badan lebih 11,5% dan yang mengalami obesitas sebanyak 14,8% terjadi peningkatan dari tahun 2010 yaitu hanya 11,7%. Di aceh prevalensi kurus 11,1%, normal 61,1%, berat badan lebih 11,6% dan yang mengalami obesitas

sebanyak

16,3%.

Seiring

dengan

meningkatnya

taraf

kesejahteraan masyarakat, jumlah kasus obesitas cenderung meningkat. Dimana obesitas merupakan suatu faktor risiko terjadinya penyakit degeneratif (WHO, 2012 ; Mulyani & Rita, 2017).

3

Masalah gizi terjadi disetiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Periode dua tahun pertama kehidupan merupakan masa penting, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan gizi yang terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi.Salah satu masalah gizi yang masih tetap terjadi hingga saat ini yaitu malnutrisi. Definisi malnutrisi menurut WHO merupakan kondisi medis yang disebabkan oleh asupan atau pemberian nutrisi yang tidak benar maupun yang tidak mencukupi. Malnutrisi lebih sering dihubungan dengan asupan nutrisi yang kurang atau sering disebut undernutrition (gizi kurang) yang bisa disebabkan oleh penyerapan yang buruk atau kehilangan nutrisi yang berlebihan. Namun istilah malnutrisi juga mencakup overnutrition (gizi lebih). Sesorang akan mengalami malnutrisi jika tidak mengkonsumsi makanan dengan jumlah, jenis, dan kualitas gizi yang memadai untuk diet yang sehat dalam jangka waktu yang lama (Wiyono, 2017). Secara global malnutrisi masih menjadi masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Pada tahun 2014 terdapat 2-3 juta orang mengalami malnutrisi disetiap negara, walaupun malnutrisi tidak secara langsung menyebabkan kematian pada anak, namun malnutrisi dihubungkan dengan penyebab dari 54% kematian pada anak-anak di Negara berkembang pada tahun 2001. Prevalensi gizi kurang di dunia pada anak dengan umur dibawah lima tahun dari tahun 2010-2012 masih terbilang tinggi yaitu 15%, namun sudah mengalami penurunan dari 25%. Prevalensi malnutrisi tidak hanya meningkat di Negara maju tetapi juga di Negara berkembang. Selain gizi kurang, diperkirakan 44 juta (6,7%) anak dibawah umur lima tahun mengalami gizi lebih dan jumlah ini terus meningkat tiap tahunnya. Anak gizi lebih didefinisikan dengan nilai berat badan untuk tinggi badan melebihi dua standar deviasi atau lebih dari nilai median standar pertumbuhan anak menurut WHO. Global National Report 2014, menyebutkan bahwa Indonesia sendiri memiliki angka gizi kurang

4

maupun gizi lebih yang tinggi. Walaupun sudah terjadi penurunan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada anak usia 5-12 tahun dari tahun 2010 (47,8%) menjadi 41,9% pada tahun 2013, namun diikuti dengan peningkatan prevalensi gizi lebih pada tahun 2010 (9,2%) menjadi 18,8% tahun 2013 (Suharidewi & Pinatih, 2017) Menurut World Health Organization (WHO), terdapat peningkatan prevalensi kegemukan pada anak dan remaja. Menurut data Riskesdas pada tahun 2010, terjadi peningkatan prevalensi kegemukan di Indonesia secara nyata terjadi pada balita yaitu dari 12,0% di tahun 2007 menjadi 14,0% di tahun 2010. Prevalensi kegemukan pada anak usia 6 sampai 12 tahun adalah 9,2%, pada usia 13 sampai 15 tahun sebesar 2,5% dan untuk usia 16 sampai 18 tahun sebesar 1,4%, juga ditemukan sebanyak 26.9% dari perempuan dewasa dan 16.3% laki-laki dewasa berstatus gizi lebih/obesitas. Berdasarkan hasil PSG tahun 2016 menemukan data bahwa persentase gemuk pada balita sebesar 4,3%, sedangkan pada dewasa usia lebih dari 19 tahun lebih tinggi lagi yaitu sebesar 29,6%. (WHO & Riskesdes, 2010) Berdasarkan penjelasan dan data-data di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah gizi merupakan masalah yang utama diseluruh dunia. masalah gizi berhubungan dengan gangguan kesehatan dan kesejahteraan seseorang, kelompok orang, ataupun masyarakat. Maka perlu adanya intervensi serius terhadap permasalahan gizi yang ada di dunia, terutama di Indonesia. Terlebih dahulu dilakukan penilaian status gizi perorangan secara antropometri yang mencakup IMT, TB menurut TL, WHR, %BF, LiLA dan LP.

Penilaian status gizi menjadi penting karena dapat

menyebabkan terjadinya kesakitan dan kematian. Oleh karena itu dengan diketahuinya status gizi seseorang, maka dapat dilakukan upaya untuk meningkatkan gizi kesehatan masyarakat secara merata. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana menentukan dan mengetahui status gizi seseorang melalui perhitungan Indeks Masa Tubuh (IMT)?

5

2. Bagaimana menentukan dan mengetahui status gizi seseorang melalui prediksi Tinggi Badan berdasarkan Tinggi Lutut? 3. Bagaimana menentukan dan mengetahui status gizi seseorang melalui perhitungan Waist to Hip Ratio (WHR)? 4. Bagaimana menentukan dan mengetahui status gizi seseorang melalui pengukuran Lingkar Perut 5. Bagaimana menentukan dan mengetahui status gizi seseorang melalui pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA)? 6. Bagaimana menentukan dan mengetahui status gizi seseorang melalui perhitungan Percent Body Fat (%BF)? C. Tujuan Praktikum 1. Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari percobaan ini adalah untuk mengetahui status gizi perseorangan melalui pengukuran antropometri. 2. Tujuan Khusus a. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi seseorang melalui perhitungan Indeks Masa Tubuh (IMT) b. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi seseorang melalui prediksi Tinggi Badan berdasarkan Tinggi Lutut c. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi seseorang melalui perhitungan Waist to Hip Ratio (WHR) d. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi seseorang melalui pengukuran Lingkar Perut e. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi seseorang melalui pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA) f. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi seseorang melalui perhitungan Percent Body Fat (%BF) Beberapa

contoh

ukuran

tubuh

manusia

sebagai

parameter

antropometri untuk menentukan status gizi misalnya berat badan, tinggi badan, tinggi lutut, lingkar pinggang, lingkar panggul, lingkar perut, ukuran lingkar lengan atas, dan percent body fat. Hasil ukuran anropometri

6

tersebut kemudian dirujukkan pada standar atau rujukan pertumbuhan manusia. D. Manfaat Percobaan Adapun manfaat dari percobaan ini adalah agar dapat mengetahui status gizi seseorang melalui pengukuran antropometri dengan perhitungan Indeks Masa Tubuh (IMT), Prediksi Tinggi Badan berdasarkan Tinggi Lutut, waist to Hip Ratio (WHR), Lingkar Perut, lingkar Lengan Atas (LiLA) dan Persent Body Fat (%BF). Selain itu, output dari praktikum ini berupa susunan laporan yang dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi pembaca dalam hal yang terkait dengan penilaian status gizi secara antropometri.

7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjuan umum tentang Indeks Massa Tubuh (IMT) Indeks massa tubuh (IMT) merupakan parameter yang penting pada bidang ilmu kesehatan karena berbagai problem penyakit dan kondisi kejiwaan pada manusia banyak dihubungkan dengan nilai IMT tersebut. Penentuan IMT umumnya dilakukan secara manual dengan cara mengukur berat dan tinggi kemudian melakukan pembagian. Pada sampel yang kecil hal itu tidak masalah, tetapi pada sampel ukuran besar pekerjaannya menjadi rumit. Penilaian status gizi adalah penafsiran informasi dari penelitian antropometri, konsumsi makanan, laboratorium dan klinik. Informasi yang diperoleh untuk menetapkan status kesehatan individu atau kelompok masyarakat yang berkaitan dengan konsumsi dan penggunaan zat-zat oleh tubuh. Status gizi dapat dinilai secara langsung maupun tidak langsung. Penilaian langsung dapat dilakukan secara antropometri, klinis, biokimia dan biofisik, sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dilakukan melalui survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Dalam penelitian status gizi diperlukan beberapa parameter yang kemudian disebut dengan indeks antropometri (Tampubolon, 2017). Peningkatan IMT berlebih atau obesitas mengindikasikan cukup banyak lemak yang tersimpan dalam tubuh serta dapat dipastikan juga akan ada lemak yang ditemukan di dalam darah. Berat badan berlebih dapat menyebabkan kolesterol tinggi, penyakit jantung, diabetes dan penyakit serius lainnya. Obesitas merupakan keabnormalan jumlah lipid dalam darah, salah satunya adalah peningkatan kolesterol. Masalah gizi berhubungan dengan gangguan kesehatan dan kesejahteraan seseorang, kelompok orang, atau masyarakat. Salah satunya yaitu ketidakseimbangan antara asupan (intake) dengan kebutuhan tubuh yang mengakibatkan gizi kurang maupun gizi lebih. Dengan perkembangan teknologi terjadi perubahan dalam aktivitas fisik, pola makan, komposisi tubuh, dan gaya hidup. Hal ini mengakibatkan masalah gizi berlebih berupa kegemukan dan obesitas. penambahan berat badan diiringi pula dengan peningkatan serum kolesterol. Setiap peningkatan 1 kg/m2, indeks massa tubuh (IMT) berhubungan

8

dengan kolesterol total plasma 7,7 mg/dl dan penurunan HDL 0,8 mg/dl. Selain itu juga, obesitas menyebabkan angka sintesis kolesterol endogen sebanyak 20 mg setiap hari untuk setiap kilogram kelebihan berat badan, peningkatan sintesis VLDL dan produksi trigliserida (Musdalifa dkk, 2017). Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain (Utami, 2016) ; 1.

Umur Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, akan menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Menurut Puslitbang Gizi Bogor (1980), batasan umur yang digunakan adalah tahun umur penuh ( Completed Year ) dan untuk anak umur 0-2 tahun digunakan bulan usia penuh ( Completed Month ).

2.

Berat Badan Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan. Pada bayi baru lahir (neonatus ), berat badan digunakan untuk mendiagnosis bayi normal atau BBLR. Dikatakan BBLR apabila berat bayi lahir di bawah 2500 gram (2,5 kg). Pada masa bayi-balita, berat badan dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperi dehidrasi, asites, edema, dan adanya tumor. Di samping itu pula berat badan dapat dipergunakan sebagai dasar perhitungan obat dan makanan.Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Pada remaja, lemak tubuh cenderung meningkat dan protein otot menurun. Pada orang yang edema dan asites terjadi penambahan cairan dalam tubuh. Sedangkan adanya tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang kekurangan gizi.

3. Tinggi Badan Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Di samping itu, tinggi badan merupakan ukuran kedua

9

yang penting karena dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan, faktor umur dapat dikesampingkan. Pengukuran tinggi badan pada umumnya dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut Microtoise yang mempunyai ketelitian 0,1 cm (Utami, 2016). Berat badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air, dan mineral yang terdapat di dalam tubuh. Berat badan merupakan komposit pengukuran ukuran total tubuh. Beberapa alasan mengapa berat badan digunakan sebagai parameter antropometri. Alasan tersebut di antaranya adalah perubahan berat badan mudah terlihat dalam waktu singkat dan menggambarkan status gizi saat ini. Pengukuran berat badan mudah dilakukan dan alat ukur untuk menimbang berat badan mudah diperoleh. Pengukuran berat badan memerlukan alat yang hasil ukurannya akurat. Untuk mendapatkan ukuran berat badan yang akurat, terdapat beberapa persyaratan alat ukur berat di antaranya adalah alat ukur harus mudah digunakan dan dibawa, mudah mendapatkannya, harga alat relatif murah dan terjangkau, ketelitian alat ukur sebaiknya 0,1 kg (terutama alat yang digunakan untuk memonitor pertumbuhan), skala jelas dan mudah dibaca, cukup aman jika digunakan, serta alat selalu dikalibrasi. Beberapa jenis alat timbang yang biasa digunakan untuk mengukur berat badan adalah dacin untuk menimbang berat badan balita, timbangan detecto, bathroom scale (timbangan kamar mandi), timbangan injak digital, dan timbangan berat badan lainnya (Wiyono dkk, 2017). Tinggi badan atau panjang badan menggambarkan ukuran pertumbuhan massa tulang yang terjadi akibat dari asupan gizi. Oleh karena itu tinggi badan digunakan sebagai parameter antropometri untuk menggambarkan pertumbuhan linier. Pertambahan tinggi badan atau panjang terjadi dalam waktu yang lama sehingga sering disebut akibat masalah gizi kronis. Istilah tinggi badan digunakan untuk anak yang diukur dengan cara berdiri, sedangkan panjang badan jika anak diukur dengan berbaring (belum bisa berdiri). Anak berumur 0–2 tahun diukur dengan ukuran panjang badan, sedangkan anak berumur lebih dari 2 tahun dengan menggunakan microtoise. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur tinggi badan atau panjang badan harus mempunyai ketelitian 0,1 cm (Martini, 2014).

10

IMT adalah perbandingan berat badan dan kuadrat dari tinggi badan dalam meter. Dengan klasifikasi sebagai berikut : (Penuntun Praktikum, 2019) Rumus Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah π΅π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘‘ π΅π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘› ( π‘˜π‘”)

IMT = 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 π΅π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘› (π‘š) ×𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 π΅π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘› (𝑀) Klasifikasi IMT ditentukan beradasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian dibeberapa Negara berkembang dengan ketentuan sebagai berikut Tabel 1 Kategori IMT (WHO 2000) Klasifikasi BMI (kg/m2) Underweight < 18,50 οƒ˜ Severe Thinnes <16,00 οƒ˜ Moderate Thinnes 16,00 – 16,99 οƒ˜ Mild Thinnes 17,00 – 18,49 Normal 18,50 – 24,99 Overweight β‰₯ 25,00 οƒ˜ Pre – Obesitas 25,00 – 29,99 Obesitas β‰₯ 30,00 οƒ˜ Obesitas Kelas I 30,00 – 34,99 οƒ˜ Obesitas Kelas II 35,00 – 39,99 οƒ˜ Obesitas Kelas III β‰₯ 40,00 Sumber : WHO 1995, WHO 2000 dan 2004 Perubahan jumlah massa bebas lemak tubuh akan mengakibatkan gangguan kesehatan, misal mengalami dehidrasi karena kekurangan cairan tubuh. Massa bebas lemak terdiri dari air sekitar 72–74%, protein sekitar 20%, dan mineral sekitar 6%. Sedangkan massa lemak berubah-ubah tergantung timbunan lemak yang ada dalam tubuh, gemuk menunjukkan cadangan lemak tinggi, sebaliknya kurus menunjukkan cadangan lemak sedikit. Kandungan lemak berbeda tergantung jenis kelamin, tinggi, dan berat badan. Kandungan lemak pada wanita cenderung

lebih tinggi

daripada laki-laki. Kandungan lemak pada wanita sekitar 26,9%, sedangkan pada laki-laki sekitar 14,7%. Tujuan yang hendak dicapai dalam pemeriksaan antropometris adalah besaran komposisi tubuh yang dapat dijadikan isyarat dini perubahan status gizi. Tujuan ini dapat

11

dikelompokkan menjadi 3, yaitu untuk: (1) penapisan status gizi, (2) survei status gizi, dan (3) pemantauan status gizi. Penapisan diarahkan pada orang per orang untuk keperluan khusus. Survei ditujukan untuk memperoleh gambaran status gizi masyarakat pada saat tertentu, serta faktor-faktor yang berkaitan dengan itu. Pemantauan bermanfaat sebagai pemberi gambaran perubahan status gizi dari waktu ke waktu (Wiyono dkk,2017). B.

Tinjauan Umum Tentang Prediksi Tinggi Badan berdasarkan Tinggi Lutut Masa lansia merupakan periode penutup rentang hidup pada seseorang, yang ditandai dengan penurunan perubahan psikologis dan fisik. WHO menyatakan bahwa usia lansia adalah yang telah mencapai 60 tahun ke atas. Undang-undang Republik Indonesia No.13 Tahun 1998, lansia adalah seseorang telah mencapai usia 60 ke atas. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, pada tahun 2017 diperkirakan jumlah penduduk lansia sebanyak 23,66 juta jiwa atau sebesar 9,03%. Perkiraan prevalensi penduduk lanjut usia di dunia dan termasuk di Indonesia akan mengalami peningkatan dan diprediksi akan terus bertambah. Masalah muskuloskeletal yang sering terjadi pada lansia menyebabkan lansia tidak dapat berdiri dengan tegak, sehingga pengukuran tinggi badan pada lansia sulit dilakukan. Pengukuran tinggi badan sangat dibutuhkan untuk mengetahui status gizi yang dihitung dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). Pengukuran tinggi badan lansia dapat digantikan dengan parameter lain yaitu tinggi lutut, panjang depa, dan tinggi duduk. Data tinggi badan lansia dapat menggunakan formula atau normogram bagi orang yang berusia >59 tahun (Riski dkk, 2018) Adapun rumus prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut sebagai berikut, yaitu ; TB pria = 64,19 – (0,04 x usia dalam tahun) + (2,02 x tinggi lutut dlm cm) TB wanita = 84,88 – (0,24 x usia dalam tahun) + (1,83 x tinggi lutut- 75 –Umur x 1,2 /5

12

C.

Tinjauan Umum Tentang Waist to Hip Ratio (WHR) Rasio Linggar Pinggang dan Panggul Pengukuran lingkar pinggang dan pinggul harus dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan posisi pengukuran harus tepat. Perbedaan posisi penguuran akan memberikan hasil yang berbeda. Seidell, dkk (1987) memberikan petunjuk bahwa rasio lingkar pinggang dan pinggul untuk perempuan adalah 0,77 dan

0,90 untuk laki-laki. Lingkar pinggang

menunjukkan simpanan lemak. Kandungan lemak yang terdapat di sekitar perut menunjukkan adanya perubahan metabolisme dalam tubuh. Perubahan metabolisme tersebut dapat berupa terjadinya penurunan efektivitas insulin karena beban kerja yang terlalu berat. Peningkatan jumlah lemak di sekitar perut juga dapat menunjukkan terjadinya peningkatan produksi asam lemak yang bersifat radikal bebas. Tingginya kandungan lemak di sekitar perut menggambarkan risiko kegemukan. Ukuran lingkar pinggang akan mudah berubah tergantung banyaknya kandungan lemak dalam tubuh. Sebaliknya, ukuran panggul pada orang sehat relatif stabil. Ukuran panggul seseorang yang berusia 40 tahun akan sama dengan ukuran panggul orang tersebut ketika berusia 22 tahun. Oleh sebab itu, rasio lingkar pinggang dan panggul (RLPP) atau waist to hip ratio (WHR) dapat menggambarkan kegemukan (Utami, 2016).

Table 2 Interpretasi Hasil Pengukuran Lingkar Pinggang dan Panggul Jenis Kelompok Kelamin umur (thn) 20 – 29 30 – 39 40 – 49 Perempu 20 – 29 an 30 – 39 40 – 49 Lakilaki

Resiko Low < 0.83 < 0.84 < 0.88 < 0.71 < 0.72 < 0.73

Moderate 0.83 - 0.88 0.84 – 0.91 0.89 – 0.95 0.71 – 0.77 0.73 – 0.78 0.74 – 0.79

High 0.89 – 0.94 0.92 – 0.96 0.96 – 1.00 0.77 – 0.82 0.79 – 0.84 0.80 – 0.87

Very high > 0.94 > 0.96 > 1.00 > 0.82 > 0.84 > 0.87

13

D.

Tinjauan Umum Tentang Pengukuran Lingkar Perut Lingkar perut dapat menggambarkan adanya timbunan lemak di dalam rongga perut. Semakin panjang lingkar perut menunjukkan bahwa semakin banyak timbunan lemak di dalam rongga perut

yang dapat memicu

timbulnya antara lain penyakit jantung dan diebetes mellitus. Cara lain yang biasa dilakukan untuk memantau resiko kegemukan adalah dengan mengukur lingkar perut Untuk pria dewasa Indonesia lingkar perut normal adalah 90.0 cm dan untuk wanita 80.0 cm. pengukuran lingkar perut lebih memberi arti dibandingkan IMT dalam menentukan timbunan lemak di dalam rongga perut (obesitas sentral) karena peningkatan timbunan lemak di perut tercermin dari meningkatnya lingkaran perut

(Wiyono dkk,

2017). E.

Tinjauan Umum Tentang Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA) Lingkar Lengan Atas (LILA) merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alatalat yang sulit diperoleh, dan harga yang lebih murah. Akan tetapi, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, terutama jika digunakan sebagai pilihan tunggal untuk indeks status gizi, antara lain: 1) Baku lingkar lengan atas yang digunakan sekarang belum mendapat pengujian yang memadai untuk digunakan di Indonesia. Hal ini didasarkan pada hasil-hasil penelitian yang umumnya menunjukkan perbedaan angka prevalensi KEP yang cukup berarti antar penggunaan LILA di satu pihak dengan berat

bedan menurut umur atau berat menurut tinggi badan

maupun indeks-indeks lain di pihak lain. 2) Kesalahan pengukuran pada LILA (pada berbagai tingkat keterampilan pengukur)relatif lebih besar dibandingkan dengan tinggi badan, mengingat batas antara baku dengan gizi kurang, lebih sempit pada LILA daripada tinggi badan. Ini berarti kesalahan yang sama besar jauh lebih berarti pada LILA dibandingkan dengan tinggi badan. 3) Lingkar lengan atas sensitif untuk suatu golongan

14

tertentu (prasekolah), tetapi kurang sensitif pada golongan lain terutama orang dewasa. Tidak demikian halnya dengan berat badan (Utami, 2016). Lingkar lengan atas (LILA) merupakan gambaran keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. LILA mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak dan otot yang tidak berpengaruh oleh cairan tubuh. Ukuran LILA digunakan untuk skrining kekurangan energi kronis yang digunakan untuk mendeteksi ibu hamil dengan risiko melahirkan BBLR. Pengukuran LILA ditujukan untuk mengetahui apakah ibu hamil atau wanita usia subur (WUS) menderita kurang energi kronis (KEK). Ambang batas LILA WUS dengan risiko KEK adalah 23.5 cm. Apabila ukuran kurang dari 23.5 cm, artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR). Cara ukur pita LILA untuk mengukur lingkar lengan atas dilakukan pada lengan kiri atau lengan yang tidak aktif. Pengukuran LILA dilakukan pada pertengahan antara pangkal lengan atas dan ujung siku dalam ukuran cm (centi meter). Kelebihannya mudah dilakukan dan waktunya cepat, alat sederhana, murah dan mudah dibawa. Pada pasien yang tidak dapat berdiri, akan sulit mendapatkan data berat badan dan tinggi badan. Beberapa alternatif parameter antropometri yang sering digunakan untuk memperkirakan berat badan dan tinggi badan antara lain lingkar lengan atas, frame size, tinggi lutut, rentang lengan, dan panjang ulna. Pada pasien yang berbaring akan lebih mudah untuk mempertahankan posisi pengukuran dan alat lebih sederhana apabila diukur lingkar lengan atas dan panjang ulna dibandingkan parameter yang lain.2 Lingkar lengan atas telah banyak dihubungkan dengan berat badan. Kekuatan korelasi yang sangat kuat ditunjukkan antara lingkar lengan atas dengan berat badan (r=0,96).

Lingkar lengan atas baik untuk

memprediksikan berat badan pada remaja dan dewasa dibandingkan pada anak-anak.5 Penelitian pada anak balita di Ethiopia, Malawi, dan Bangladesh menunjukkan bahwa penambahan lingkar lengan atas berhubungan dengan penambahan berat badan dengan korelasi yang

15

sangan kuat (r=0,954). Pada anak balita, lingkar lengan atas di bawah 115 mm merupakan indikator terjadinya severe wasting (Mulyasari & Purbowati, 2018). Persamaan untuk memperkirakan berat badan dari lingkar lengan atas bervariatif berdasar berbagai hasil penelitian. Pada subjek > 60 tahun di Kerala India ditemukan persamaan BB=2,037 LILA (cm) + 0,069.13 Pada pasien geriatri di China usia > 60 tahun ditemukan formula perkiraan berat badan untuk laki-laki BB= [0,928 tinggi lutut + 2,508 LILA – 0,144 Umur] – 42,543 Β± 9,9 kg dan untuk perempuan BB = [0,826 tinggi lutut + 2,116 LILA – 0,133 Umur] – 31,486 Β± 10,1 kg.15 Lingkar lengan atas dapat digunakan sebagai alternatif pengukuran ketika berat badan, tinggi badan, atau umur tidak dapat diukur. Penurunan berat badan β‰₯10% merupakan indikator yang paling baik untuk prediksi terjadinya kematian pada pasien. Apabila tidak bisa diukur penurunan berat badannya, lingkar lengan atas merupakan faktor yang signifikan untuk memprediksi terjadinya kematian pada pasien daripada IMT. Penelitian pada individu di bulan Ramadhan dimana terlihat penurunan berat badan pada berbagai status gizi (normal, overweight, dan obesitas), terlihat juga penurunan lingkar lengan atas (Mulyasari & Purbowati, 2018). Tabel 3. Klasifikasi Lingkar Lengan Atas (LiLA) Klasifikasi

Batas ukur Wanita usia subur

KEK Normal

< 23,5 β‰₯ 23,5 Bayi umur 0 – 30 hari

KEP Normal

< 9,5 β‰₯ 9,5 Balita

KEP Normal F.

< 12,5 β‰₯ 12,5

Tinjauan Umum Tentang Perhitungan Percent Body Fat (%BF) Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit (skinfold) dilakukan pada beberapa bagian tubuh misal : lengan atas

16

(tricep dan bicep), lengan bawah (forearm), tulang belikat (subscapular), ditengah garis ketiak (midaxillary), sisi dada (pectoral), perut (abdominal). Suprailiiaka, paha, tempurung lutut (suprapatellar), pertengahan tungkai bawah (medial calv). Lemak dapat diukur secara absolut (dalam kg) dan secara relatif (%) terhadap berat tubuh total. Jumlah lemak tubuh sangat bervariasi ditentukan oleh jenis kelamin dan umur. Ketebalan lipatan kulit adalah suatu pengukuran kandungan lemak tubuh karena sekitar separuh dari cadangan lemak tubuh total terdapat langsung dibawah kulit. Pengukuran tebal lipatan kulit merupakan salah satu metode paling penting untuk menentukan komposisi tubuh tubuh serta persentase lemak tubuh dan untuk menentukan status gizi cara antropometrik (Penuntun Praktikum Dasar Kesehatan Masyarakat, 2019) Tabel 3 Rumus Perhitungan Persen Body Fat Laki-Laki (18-27) Db = 1,0913 – 0,00116 (βˆ‘ π‘‡π‘Ÿπ‘–π‘π‘’π‘ + π‘ π‘π‘Žπ‘π‘’π‘™π‘Ž) % Body Fat = [ ( 4,97/Db) – 4,52 ] x 100 Wanita 18-23 tahun Db = 1,0897 – 0,00133 (βˆ‘ π‘‡π‘Ÿπ‘–π‘π‘’π‘ + π‘ π‘π‘Žπ‘π‘’π‘™π‘Ž) % Body Fat = [ ( 4,97/Db) – 4,28 ] x 100 Tabel 4 Kalsifikasi persen body Fat berdasarkan umur dan jenis kelamin Sex

Under Fat

Healtty Range

Overweight

Obese

Women (Years) 20-40 < 21 % 21 – 31 % 33 – 999 % > 39 % 41-60 < 23 % 23 – 35 % 35 – 40 % > 40 % 61-79 < 24 % 24 – 36 % 36 – 42 % >42 % Men (Years) 20-40 <8% 8–9% 19 – 25 % >25 % 41-60 < 11 % 11 – 22 % 22 – 27 % >27 % 61-79 < 13 % 13 – 25 % 25 30 % >30 % Sumber : Galegher et al. Am J Clin Nut 2000; 72; 694-701

17

BAB III METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Biofisik FKM Universitas Hasanuddin Kota Makassar pada hari rabu 27 Februari 2019. B. Alat Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu ; timbangan digital, Microtoice, Seca, Kneemeter, pita LiLA, pita circumference, skinfold caliper. C. Peserta Praktikum Peserta praktikum yaitu Mahasiswa Prodi Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Makassar Kelas B D. Prosedur Kerja 1. Prosedur Kerja Indeks Masa Tubuh (IMT) a. Prosedur Kerja Pengukuran Berat Badan 1) Diusahakan subjek menggunakan pakaian biasa (dengan pakaian yang

minimal). Subjek tidak menggunakan alas kaki.

2) Dipastikan timbangan berada pada penunjukkan skala dengan angka 0,0. 3) Dipastikan subjek berdiri di atas timbangan dengan berat yang tersebar

merata pada kedua kaki dan posisi kepala dengan

pandangan lurus ke depan. diusahakan subjek tetap tenang. 4) Dibaca berat badan pada tampilan dengan skala 0.1 kg terdekat. b. Prosedur Kerja Pengukuran Tinggi Badan 1) Diusahakan subjek tidak menggunakan alas kaki. Posisikan subjek tetap di bawah Microtoice 2) Diusahakan kaki rapat, lutut lurus. Tumit, pantat, dan bahu ,menyentuh dinding vertical

18

3) Diusahakan subjek dengan pandangan lurus kedepan, kepala tidak perlu menyentuh dinding vertical. Tangan lepas ke samping badan dengan telapak tangan menghadap paha. 4) Diminta subjek untuk menarik nafas panjang dan berdiri tegak tanpa mengangkat tumit untuk membantu menegakkan tulang belakang. Diusahakan bahu tetap santai. 5) Ditarik microtoice hingga menyentuh ujung kepala, pegang secara horizontal. Pengukuran tinggi badan di ambil pada saat menarik nafas maksimum. Dengan mata pengukur sejajar dengan alat penunjuk angka untuk menghindari kesalahan penglihatan. Catat tinggi badan pada skala 0,1 cm terdekat. 2. Prosedur kerja Prediksi Tinggi Badan berdasarkan Tinggi Lutut a. Prosedur Kerja Pengukuran Tinggi Lutut 1) Diusahakan subjek tidak menggunakan alas kaki. 2) Diusahakan pasien dalam kondisi duduk siap (badan tegak, tangan bebas ke bawah dan wajah menghadap kedepan 3) Diusahakan lutut kaki subjek membentuk sudut 90ΒΊ 4) Ditempatkan alat pengukur tinggi lutut pada kaki sebelah kiri 5) Dibaca dan dicatat dengan teliti hasil pengukuran tersebut. 3. Prosedur Kerja Waist to Hip Ratio (WHR) a. Prosedur Kerja Pengukuran Lingkar Pinggang (LPi) 1) Diusahakan subjek menggunakan pakaian yang longgar (tidak menekan) sehingga alat ukur dapat diletakkan dengan sempurna. Sebaiknya pita pengukur tidak berada di atas pakaian yang digunakan. 2) Diusahakan subjek berdiri tegak dengan perut dalam keadaan relaks. 3) Diusahakan pengukur menghadap ke subjek dan diletakkan alat ukur melingkar pinggang secara horizontal dimana merupakan bagian yang paling kecil dari tubuh. Seorang pembantu diperlukan untuk meletakkan alat ukur dengan tepat. Bagi mereka yang

19

gemuk,dimana sukar menetukan bagian paling kecil , daerah yang harus diukur adalah antara tulang rusuk dan tonjolan iliaca. 4) Dilakukan pengukuran di akhir ekspresi yang normal, dan alat ukur tidak menekan kulit. 5) Dibaca dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm terdekat. b. Prosedur Kerja Pengukuran Lingkar Panggul (LPa) 1) Diusahakan subjek mengenakan pakaian yang tidak terlalu menekan. 2) Diusahakan subjek berdiri tegak dengan kedua lengan berada pada kedua sisi tubuh dan kaki rapat. 3) Diusahakan subjek jongkok didekat alat ukur sehingga tingkat maksimal dari panggul terlihat. 4) Diusahakan alat ukur dilingkarkan secara horizontal tanpa menekan kulit. Seorang pembantu diperlukan untuk mengatur posisi alat ukur pada sisi lainnya. 5) Dibaca dengan teliti hasil pengukuran pada pita higga 0,1 cm terdekat. 4. Pengukuran Lingkar Perut a. Prosedur Kerja Pengukuran Lingkar Perut 1) Diminta dengan cara yang santun pada responden untuk membuka pakaian bagian atas atau menyingkapkan pakaian bagian atas dan raba tulang rusuk terakhir responden untuk menetapkan titik pengukuran 2) Ditetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah. 3) Ditetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul. 4) Ditetapkan titik tengah di antara di antara titik tulang rusuk terakhirtitik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul dan tandai titiktengah tersebut dengan alat tulis. 5) Diminta responden untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal (ekspirasi normal).

20

6) Dilakukan pengukuran lingkar perut dimulai/diambil dari titik tengahkemudian secara sejajar horizontal melingkari pinggang dan perutkembali menuju titik tengah diawal pengukuran. 7) Dilakukan pengukuran juga pada bagian atas dari pusar lalu meletekkan dan melingkarkan alat ukur secara horizontal. 8) Dilakukan pengukuran mengambil bagian yang paling buncit lalu berakhir pada titik tengah tersebut apabila responden mempunyai perut yang gendut ke bawah, 9) Diusahakan pita pengukur tidak boleh melipat dan diukur lingkar pinggang mendekati angka 0,1 cm. 5. Prosedur Kerja Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA) a. Penentuan Titik Mid Point Pada Lengan 1) Diminta responden berdiri tegak. 2) Diminta responden untuk membuka lengan pakaian yang menutup lengan kiri atas (bagi yang kidal gunakan lengan kanan) 3) Ditekukkan tangan responden membentuk 900 dengan telapak tangan menghadap ke atas. Diusahakan pengukur berdiri dibelakang dan ditentukan titik tengah antara tulang rusuk atas pada bahu kiri dan siku 4) Ditandai titik tengah tersebut dengan pena b.

Mengukur Lingkar Lengan Atas (LILA) 1) Diusahakan tangan tergantung lepas dan siku lurus di samping badan, telapak tangan menghadap ke bawah. 2) Diukur lingkar lengan atas pada posisi mid point dengan pita LILA menempel pada kulit dan dilingkarkan secara hotizontal pada lengan. Diperhatikan jangan sampai pita menekan kulit atau ada rongga antara kulit dan pita. 3) Dicatat lingkar lengan atas pada skala 0,1 cm terdekat.

6. Prosedur kerja Percent Body Fat (%BF) a. Penentuan Tebal Lipatan Kulit (TLK)

21

1) Digunakan ibu jari dan jari telunjuk dari tangan kiri untuk mengangkat kedua sisi kulit dan lemak subkutan kurang lebih 1 cm 8proximal dari daerah yang diukur. 2) Diangkat lipatan kulit pada jarak kurang lebih 1 cm tegak lurus arah garis kulit. 3) Diangkat lipatan kulit sampai pengukuran selesai. 4) Dipegang caliper oleh tangan kanan. 5) Dilakukan pengukuran dalam 4 detik setelah penekanan kulit oleh caliper dilepas b.

Pengukuran TLK Pada Tricep 1) Responden berdiri tegak dengan kedua lengan tergantung bebas pada kedua sisi tubuh 2) Pengukuran dilakukan pada titik mid point (sama pada LILA) 3) Pengukur berdiri di belakang responden dan meletakkan telapak 4) tangan kirinya pada bagian lengan kearah tanda yang telah dibuat 5) dimana ibu jari dan telunjuk menghadap ke bawah. Tricep skinfold diambil dengan menarik pada 1 cm dari proximal tanda titik tengah tadi. 6) Tricep skinfold diukur dengan mendekati 0,1 mm

c. Pengukuran TLK Pada Subscapular 1) Diminta responden berdiri tegak dengan kedua lengan tergantung bebas pada kedua sisi tubuh 2) Diletakkan tangan kiri ke belakang 3) Diperiksa dengan meraba scapula dan mencarinya ke arah bawah lateral sepanjang batas vertebrata sampai ditentukan sudut bawah scapula sehingga didapatkan tempat pengukuran. 4) Ditarik subscapular skinfold dalam arah diagonal (infero-lateral) kurang lebih 450 ke arah horizontal garis kulit. Titik scapula terletak pada bagain bawah sudut scapula.

22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tabel Hasil Pengukuran Antropometri A. Hasl Pengamatan Penilaian Status Gizi Secara Anropometri 1. Hasil Pengamatan Table 1 Tabel untuk IMT, WHR, %BF, LiLA, dan L.P No . 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Nama Peserta Praktikum Ainun Nabillah Qadri Andi Yahya Ayu Soraya Dewi Astuti Devani Dhea Setyaning Putri Bertiana Danul Benediktus Jehama Citra Aulia Bahar

IMT

WHR

%BF

LiLA

L.P

22,52 16,31 19,77 19,35 18,48 28,30 21,25 22,22 16,23

0,93 0,80 0,89 0,88 0,73 0,94 0,96 1 0,78

27,5 22,84 25,06 23,25 17,10 31,24 29,06 28,89 19,31

25,5 22,5 24,5 25,5 20 24,5 25,5 22,6 22,6

68 73 75 74 61 80 72 77 60,5

B. Pembahasan 1. Penilaian Status Gizi Berdasarkan Pengukuran IMT Berdasarkan hasil pengukuran Pengukuran IMT, pada 9 orang responden maka didapatkan hasil yaitu : a. Hasil pengukuran IMT pada 2 orang laki-laki yaitu 16,31 kg/mΒ² dan 22,22 kg/mΒ²

sedangkan normal yaitu 18,50 – 24,99 kg/mΒ², under

weight < 18,50, overweight β‰₯ 25,00, dan obesitas β‰₯ 30,00 sehingga IMT pada responden pertama dikategorikan underweight karena kurang dari normal (16,31 kg/mΒ²) dan responden kedua dikategorikan normal (22,22 kg/mΒ²). b. Hasil pengukuran IMT pada 7 orang perempuan masing-masing yaitu 22,52 kg/mΒ², 19,77 kg/mΒ², 19,35 kg/mΒ², 18,48 kg/mΒ², 28,30 kg/mΒ², 21,25 kg/mΒ², dan 16,23 kg/mΒ² sedangkan normal yaitu 18,50 – 24,99 kg/mΒ², underweight < 18,50, dan obesitas β‰₯ 30,00 sehingga IMT pada 4 orang responden perempuan dikategorikan normal (22,52 kg/mΒ²,

23

19,77 kg/mΒ², 19,35 kg/mΒ², 21,25 kg/mΒ²), 2 orang responden dikategorikan underweight karena kurang dari normal (18,48 kg/mΒ², 16,23 kg/mΒ²) dan 1 responden perempuan dikategorikan overweight karena lebih dari nilai normal (28,30 kg/mΒ²). 2. Penilaian Status Gizi Berdasarkan Pengukuran WHR Berdasarkan hasil pengukuran Pengukuran WHR, pada 9 orang responden maka didapatkan hasil yaitu : a. Hasil pengukuran WHR pada 2 orang laki-laki yaitu 0.80 dan 100 sedangkan nilai risiko pada laki-laki (umur 20-29) yaitu low risiko < 0.83, moderate risiko 0.83-0.88, high risiko 0.89-0.94, dan very high risiko >0.94 sehingga WHR pada responden pertama dikategorikan low risiko karena berada pada < 0.83 (0.80) dan responden kedua dikategorikan very high risiko karena berada pada > 0.94 (100). b. Hasil pengukuran WHR pada 7 orang perempuan yaitu 0.93, 0.89, 0.88, 0.73, 0.94, 0.96, dan 0.77 sedangkan nilai risiko pada perempuan (umur 20-29) yaitu low risiko < 0.71, moderate risiko 0.71-0.77, high risiko 0.78-0.82, dan very high risiko >0,82 sehingga WHR pada 1 responden dikategorikan moderate risiko karena berada pada 0.71-0.77 (0.73), 1 responden dikategorikan high risiko karena berada pada 0.780.82 (0.78), dan 5 responden dikategorikan very high risiko karena berada pada >0,82 (0.93, 0.89, 0.88, 0.94, 0.96). 3. Penilaian Status Gizi Berdasarkan Pengukuran %BF Berdasarkan hasil pengukuran Pengukuran %BF, pada 9 orang responden maka didapatkan hasil yaitu : a. Hasil pengukuran %BF pada 2 orang laki-laki yaitu 22.84% dan 28.89% sedangkan nilai %BF pada laki-laki (umur 20-40) yaitu under fat < 8%, Healthy Range 8-9%, overweight 19-25%, dan obese >25% sehingga %BF pada responden pertama dikategorikan Overweight karena berada pada 19-25% (22.84%) dan responden kedua dikategorikan obese karena berada pada > 25% (28.89%).

24

b. Hasil pengukuran %BF pada 7 orang perempuan yaitu 27.5%, 25.06%, 23.25%, 17.10%, 31.24%, 29.06%, dan 19.31% sedangkan nilai %BF pada perempuan (umur 20-40) yaitu under fat < 21%, Healthy Range 21-33%, overweight 33-39%, dan obese >39% sehingga %BF pada 2 responden dikategorikan under fat karena berada pada < 21% (17.10% dan 19.31%), dan 5 responden dikategorikan Healthy Range karena berada pada 21-33% (27.5%, 25.06%, 23.25%, 31.24%, 29.06%) 4. Penilaian Status Gizi Berdasarkan Pengukuran LiLA Berdasarkan hasil pengukuran Pengukuran LiLA, pada 7 orang responden perempuan maka didapatkan hasil yaitu : a. Hasil pengukuran LiLA pada 7 orang perempuan yaitu 25.5 cm, 24.5 cm, 25.5 cm , 20 cm, 24.5 cm, 25.5 cm, dan 22.6 cm sedangkan nilai LiLA pada perempuan usia subur KEK < 23.5 cm dan normal β‰₯ 23.5 cm sehingga LiLA pada 2 responden dikategorikan KEK karena berada pada < 23.5 cm (20 cm dan 22,6 cm), dan 5 responden dikategorikan normal karena berada pada β‰₯ 23.5 (25.5 cm, 24.5 cm, 25.5 cm, 24.5 cm, dan 25.5 cm ) 5. Penilaian Status Gizi Berdasarkan Pengukuran L.P Berdasarkan hasil pengukuran Pengukuran L.P, pada 9 orang responden maka didapatkan hasil yaitu : a. Hasil pengukuran L.P pada 2 responden laki-laki yaitu 73 cm, dan 77 cm sedangkan nilai L.P pada laki-laki menurut NAB lingkar perut Indonesia yaitu normal 90 cm sehingga L.P pada 2 responden laki-laki dikategorikan kurang dari Nilai Ambang Batas (NAB) lingkar perut menurut Negara Indonesia. b. Hasil pengukuran L.P pada 7 responden perempuan yaitu 68 cm, 75 cm, 74 cm, 61 cm, 80 cm, 72 cm, dan 60,5 cm sedangkan nilai L.P pada perempuan menurut NAB lingkar perut Indonesia yaitu normal 80 cm sehingga L.P pada 7 responden perempuan dikategorikan kurang dari Nilai Ambang Batas (NAB) lingkar perut menurut Negara Indonesia.

25

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penilaian kelompok kami, dapat disimpulkan bahwa jumlah responden yang memiliki status gizi normal berdasarkan IMT sebanyak 5 orang, yang under weight sebanyak 3 orang, sedangkan yang over weight sebanyak 1 orang. B. Saran 1. Untuk Dosen Sebaiknya dosen untuk praktikan memulai tepat waktu agar proses praktikan dapat berjalan sesuai jadwal. 2. Untuk Asisten Sebaiknya ada asisten yang mendampingi setiap kelompok yang melakukan praktikum agar apabila ada peserta praktikum yang ingin bertanya tentang praktikum yang tidak jelas dan belum dipahami dijelaskan langsung oleh asisten pendamping setiap kelompok. 3. Untuk Laboratorium Sebaiknya alat praktikum yang digunakan saat praktikum dilengkapi untuk melancarkan kegiatan praktikum. 4. Untuk Kegiatan Praktikan Sebaiknya bias memberikan alat praktikum yang lengkap agar praktikum bias berjalan dengan lancar. Karena kurangnya alat sehingga praktikum berjalan kurang lancar dan harus menunggu.

26

DAFTAR PUSTAKA

Tampubolon, D., 2017. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Pada Anak Usia 24- 59 Bulan Di Kelurahan Pargarutan Wilayah Kerja Puskesmas Sorkam Kabupaten Tapanuli Tengah. [Diakses pada tanggal 3 Februari 2019]

Hasimjaya, J, dkk. Kajian Antropometri & Ergonomi Desain Mebel Pendidikan Anak Usia Dini 3-4 Tahun di Siwalankerto [Jurnal Intra Vol. 5, No. 2] [Diakses pada tanggal 3 Februari 2019]

Mulyani, S, N & Rita, N., 2017. Hubunganrasio Lingkar Pinggang Pinggu, (RLPP) Dengan Kadar Gula Darah Pada Pegawai Di Puskesmas Sakti Pidie [Di akses pada tanggal 3 Februari 2019]

Suharidewi, T, A ,G ,I & Indraguna Pinatih, I, GN.,2017. Gambaran Status Gizi Pada Anak Tk Di Wilayah Kerja Upt Kesmas Blahbatuh Ii Kabupaten Gianyar [Di akses pada tanggal 3 Februari 2019]

Riski, F, dkk.,2018. Penggunaan Tinggi Lutut Dan Panjang Depa Sebagai Prediktor Tinggi Badan Dan Indeks Massa Tubuh Pada Lansia Di Kelurahan Sambiroto Kota Semarang [Di akses pada tanggal 3 Februari 2019]

Mulyasari, I & Purbowati.,2018. Lingkar lengan atas dan panjang ulna sebagai parameter antropometri untuk memperkirakan berat badan dan tinggi badan orang dewasa [di https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jgi/] [Di akses pada tanggal 2 Maret 2019]

Situmorang, M., 2015. Penentuan Indeks Massa Tubuh (IMT) melalui Pengukuran Berat dan Tinggi Badan Berbasis MikrokontrolerAT89S51

27

dan PC [JURNAL Teori dan Aplikasi Fisika] [Di akses pada tanggal 2 Maret 2019]

Utami , A,W,N.,2016. Dasar Ilmu Gizi. Modul Antropomenter [Di akses pada tanggal 2 Februari 2019]

Musdalifa, R, N, dkk.,2017. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Kolesterol Total pada Staf dan Guru SMA Negeri1 Kendari [Volume 4 Nomor 2 Bulan April 2017] [Diakses pada tanggal 7 Maret 2019]

Martini, S., 2014. Lingkar Perut Mempunyai Hubungan Paling Kuat dengan Kadar Gula Darah [Vol. 2 - No. 1 / 2014-0] [Diakses pada tanggal 7 Maret 2019]

Buku Penuntun Praktikum Dasar Kesehatan Masyarakat, 2019

28

DOKUMENTASI

Gambar 1 Timbangan Digital

Gambar 4 Seca meter

Gambar 7 Pita Circumference

Gambar 2 Kneemeter

Gambar 5 Skinfold caliper

Gambar 8 Menimbang BB

Gambar 3 Microtoice

Gambar 6 Pita LiLA

Related Documents


More Documents from "Sari Mazuarna"

Aksi.docx
June 2020 13
Paper Advokasi.docx
June 2020 9
Essai Raf.docx
June 2020 21
Pasar-keuangan-islam.pdf
December 2019 14