Pasar-keuangan-islam.pdf

  • Uploaded by: luthfiah
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pasar-keuangan-islam.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 2,569
  • Pages: 14
PASAR KEUANGAN ISLAM Oleh : Naili Rahmawati, M. Ag*1

Pendahuluan Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997 telah mengakibatkan penurunan tajam kegiatan ekonomi serta melemahnya daya beli masyarakat. Sebagian besar bank di Indonesia harus mengalami negative spread sertas menanggung kredit macet dalam jumlah besar. Akibat penarikan dana dalam jumlah besar, untuk menghindarkan diri dari likuiditas yang makin buruk, tidak sedikit bank konvensional yang tidak punya pilihan lain selain menawarkan bunga simpanan tinggi pada tingkat 50 persen hingga 70 persen. Akibatnya, puluhan bank menjadi sekarat dan banyak usaha gulung tikar karena tidak mampu membayar kewajibannya. Kondisi ini tidak terjadi dengan bank syariah yang menerapkan sistem bagi hasil dan terbebas dari pengaruh fluktuasi bunga yang terjadi. Sejak saat itu, jumlah bank syariah berkembang pesat karena sistem bagi hasil yang ditawarkan dan dalam kenyataannya tak kalah menguntungkan dibandingkan sistem bank konvensional yang menerapkan bunga. Sehingga tidak mengherankan jika sampai saat sekarang ini banyak di antara bank-bank konvensional juga membuka unit-unit atau window syariahnya melihat prospek yang cukup menjanjikan dari sistem perbankan alternatif ini. Perkembangan sektor perbankan syariah ini sudah selayaknya berjalan berdampingan dengan sektor riil dan sektor finansial sebagai lahan investasi

1

Penulis adalah Staf Pengajar pada Fakultas Syari’ah IAIN Mataram

syariah. Karenanya pembentukan infrastruktur yang sesuai mulai dari perangkat hukum yang mengaturnya, kelengkapan instrumen moneter dan pasar keuangan hingga pada pembentukan ketentuan-ketentuan lain yang terkait dengannya mutlak diperlukan. Komponen-kompenen dari

sistem dan instrumen keuangan yang ada

paling tidak dapat memberikan jaminan kepuasan terhadap masyarakat dalam mekanisme operasionalnya, sehingga harapan-harapan yang muncul terkait dengan sistem keuangan yang sesuai dengan nilai syariah dapat diwujudkan dan hal ini dapat menjadi alternatif pilihan bagi investor muslim untuk menggalakkan dananya dalam berinvestasi. Berangkat dari paparan di atas dalam makalah ini penulis akan mencoba memaparkan bagaimana perangkat-perangkat pasar keuangan yang sesuai dengan nilai-nilai syariah yang meliputi pembahasan mengenai pasar modal syariah dan instrument-instrumentnya seperti obligasi dan reksa dana syariah dan pasar uang antar bank syariah (PUAS) beserta pirantinya serta pembahasan mengenai Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Pasar Modal Syari’ah Pasar modal merupakan salah satu institusi penting dalam sistem keuangan dunia saat ini. Banyak industri dan perusahaan yang menggunakan institusi ini sebagai sarana untuk menyerap investasi dan memperkuat posisi keuangannya. Dalam kenyataannya pasar modal telah menjadi pusat keuangan yang memiliki peran yang signifikan dalam perekonomian modern. Bahkan perekonomian

modern tidak akan mungkin eksis tanpa adanya institusi pasar modal yang terorganisir dengan baik. Dalam perkembangannya pasar modal tidak terlepas dari berbagai kelemahan dan kekurangan, diantaranya adalah adanya berbagai tindakan spekulasi yang dilakukan oleh para spekulan yang bermain di dalamnya. Kegiatan para spekulan ini antara lain adalah membuat berbagai analisis dan perhitungan yang terkait dengan proses penjualan saham-saham yang ditawarkan di pasar modal itu sendiri. Aktifitas ini tidak selamanya menguntungkan, di satu sisi dapat menimbulkan dampak yang negatif bagi pelaku pasar modal yang lain. Oleh karenanya, kegiatan para spekulan ini perlu untuk diantisipasi dan dibatasi. Untuk itulah kaitannya dengan kondisi ini dibutuhkan batasan-batasan yang

dapat

menghentikan

tindakan-tindakan

spekulasi

tersebut

melalui

pembentukan pasar modal syariah. a. Prinsip Dasar Pasar Modal Syariah Terdapat beberapa prinsip-prinsip dasar yang dibutuhkan untuk membangun sistem pasar modal yang sesuai dengan ajaran Islam. Prinsipprinsip tersebut antara lain adalah

tidak diperkenankannya penjualan dan

pembelian secara langsung. Saat ini, jika seseorang atau sebuah perusahaan ingin menjual atau membeli saham dia akan menggunakan jasa broker atau pialang. Kemudian broker tersebut akan menghubungi jobber, dan akan menyampaikan maksudnya untuk melakukan transaksi baik dalam pembelian ataupun penjualan saham. Selanjutnya para jobber ini menawarkan dua rate harga, yaitu rate harga yang akan dibeli biasanya lebih rendah dan rate harga yang akan

dijualnya biasanya lebih tinggi. Kemudian para jobber ini berkewajiban membeli saham-saham

tersebut.

Transaksi

model

ini

dalam

prakteknya

dapat

menimbulkan dua implikasi, yang pertama para jobber akan melakukan pembelian saham meskipun mereka belum membutuhkannya. Mereka ini membeli saham dengan harapan akan menjualnya kembali kepada pihak yang membutuhkannya. Hal ini akan membuka pintu spekulasi bagi para spekulan karena mereka mengetahui bahwa para jobber mampu menyediakan saham-saham yang dibutuhkannya. Begitu pula jika saham tersebut ternyata kurang menguntungkan, mereka secara cepat dapat melepasnya. Implikasi lain adalah, perubahan harga hanya ditentukan oleh kekuatan pasar di mana tidak ada perubahan yang berarti dari nilai intrinsic saham. Dalam ajaran Islam aturan pasar modal harus dibuat sedemikian rupa untuk menjadikan tindakan spekulasi sebagai sebuah bisnis yang tidak diperbolehkan. Untuk itu, prosedur pembelian atau penjualan saham secara langsung tidak diperkenankan. Prosedurnya, setiap perusahaan yang meiliki kuota saham tertentu dapat memberikan kewenangan kepada agen di lantai bursa utnuk membuat persetujuan akan sahamnya tersebut. Di mana tugas agen ini adalah hanya mempertemukan perusahaan denga calon investor, bukan untuk membeli atau menjualnya secara langsung. Dan saham-saham tersebut akan dijual ataupun dibeli jika memang tersedia. Dan jika banyak pihak yang menginginkan saham itu, maka mereka terlebih dahulu harus terdaftar sebagai pembeli, dan saham tersebut kemudian dijual atau dibeli bagi mereka yang pertama kali melakukan transaksi.

b. Instrumen Pasar Modal Syariah Diantara instrumen-instrumen pasar modal syariah yang ditawarkan adalah : 1). Reksadana Syariah Reksadana

merupakan

suatu

instrumen

keuangan

untuk

menghimpun dana dari masyarakat secara kolektif. Dana-dana yang terkumpul ini selanjutnya akan dikelola dan diinvestasikan oleh seorang manajer investasi (fund manager) melalui saham, obligasi, valuta asing ataupun deposito. Sedangkan reksadana syariah pengertiannya adalah suatu reksadana yang pengelolaan dan kebijakan investasinya disandarkan pada syariah Islam. Sebagai contoh, dalam aplikasinya reksadana syariah tidak diinvestasikan pada saham-saham atau obligasi dari perusahaan yang pengelolaan atau kegiatan produksinya bertentangan dengan syariat Islam. Seperti saham-saham yang berasal dari pabrik makanan minuman yang mengandung alcohol, daging babi dan sebagianya. Salahsatu indikator utama untuk menilai kinerja reksadana adalah Nilai Asset Bersih (NAB). Indikator ini merupakan hasil dari perhitungan nilai investasi dan kas yang dipegang dikurang dengan biaya-biaya serta hutang dari kegiatan operasional yang dijalankan. Sebagai contoh produk reksadana syariah yang ada di Indonesia adalah produk reksadana PT Danareksa Invesment Management dan produk Danarekasa dari PT PNM Investment Management.

2). Obligasi Syariah Obligasi

syariah

pada

dasarnya

berbeda

dengan

obligasi

konvensional. Sejak adanya pendapat yang mengatakan bahwa bunga adalah riba, maka instrumen-instrumen yang memiliki komponen bunga dinyatakan sebagai daftar investasi non halal. Karena itu kemudian dimunculkan alternatif baru yang dinamakan dengan obligasi syariah. Menurut fatwa dewan syariah nasional obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang

yang berdasarkan prinsip syariah yang

dikeluarkan oleh emitten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan kepada emiten untuk membayar sejumlah pendapatan tertentu kepada pemegang obligasi syariah yang berupa pendapatran bagi hasil atau margin ataupun fee serta membayarkan kembali dana obligasi tersebut ketika jatuh tempo. Pada awalnya penggunaan istilah obligasi syariah sendiri dianggap kontradiktif. Karena istilah obligasi itu sendiri sudah menjadi kata yang tak lepas dari istilah bunga sehingga tidak mungkin untuk disyariahkan akan tetapi sebagaimana pengertian bank syariah adalah bank yang menjalankan prinsip syariah dalam artian melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana tidak dengan prinsip bunga, demikian juga pergeseran pada pengertian obligasi. Sebagai sebuah bentuk pendanaan sekaligus investasi, obligasi syariah memungkinkan untuk mengambil bentuk atau struktur yang ditawarkan dengan tetap menghindari penggunaan unsur-unsur riba di dalamnya. Bentuk-bentuk yang ditawarkan tersebut antara lain :



Bentuk obligasi bagi hasil yang didasarkan pada

akad mudharabah

atau musyarakah, karena akad tersebut kerja sama dengan skema bagi hasil pendapatan atau keuntungan, maka obligasi jenis ini akan memerikan return dengan penggunaan trem indicative expected return karena sifatnya yang floating dan tergantung pada kinerja pendapatn yang dibagihasilkan. •

Obligasi syariah dalam bentuk marjin atau fee yang didasarakan pada akad murabahah atau salam atau istisna atau ijarah. Dengan akad-akad ini sebagai bentuk jual beli melalui skema cost-plus basis, obligasi jenis ini akan memberikan fixed return pengembalian yang pasti. Di Indonesia bentuk atau struktur yang digunakan dalam penerbitan

obligasi syariah adalah struktur mudharabah baik yang telah diterbitkan maupun yang akan diterbitkan, dalam pasar keuangan syariah dikenal istilah obligasi syariah mudharabah. Terdapat beberapa alasan yang mendasari struktur mudharabah ini sebagai bentuk obligasi syariah diantaranya : •

Bentuk pendanaan mudharabah adalah yanag paling sesuai untuk investasi dalam jumlah besar dan jangka waktu yang relatif panjang.



Bentuk pendanaan mudharabah ini dapat digunakan sebagai pendanaan umum seperti pendanaan modal kerja ataupun pendaan capital expenditure.



Mudharabah merupakan penjabaran percampuran kerjasama antara modal dan jasa sehingga membuat strukturnya memungkinkan untuk tidak memerlukan jaminan atas aset yang spesifik. Hal ini berbeda

dengan stuktur yang menggunakan akad jual beli yang pada dasarnya membutuuhkan jaminan pada aset yang didanai. •

Adanya kecenderungan regional dan global dari penggunaan struktur murabahah baik bisaman ajil menjadi mudharabah dan ijarah. Dengan demikian ada beberapa hal pokok yang terkait dengan

pengaturan atau ketentuan-ketentuan dalam obligasi syariah ini : •

Kontrak atau akad mudharabah dituangkan dalam perjanjian yang melatar belakangi adanya



rasio bagi hasil (nisbah) dapat ditetapkan berdasarkan komponen pendapatan yang aktual (revenue), dan hal inilah yang ditegaskan oleh fatwa MUI dalam menetapkan nisbahnya berdasarkan pertimbangan kemaslahatan.



Nisbah ini dapat ditetapkan secara konstan, meningkat ataupun menurun dengan mempertimbangkan proyeksi pendapatan emiiten dan telah ditetapkan di awal kontrak,



Pendapatan bagi hasil dapat diartikan sebagai jumlah pendapatan yang dibagi hasilkan yang menjadi hak, dan oleh sebab itu harus dibayarkan oleh

emiten

berdasarkan

kepada perkalian

pemegang antara

obligasi

nisbah

syariah

obligasi

yang

dihitung

tersebut

dengan

pendapatan keuntungan yang akan dibagi hasilkan yang jumlahnya tercantum dalam laporan keuangan konsolidasi emiten. •

Pembagian hasil pendapatan atau keuntungan ini dapat dilakukan secara berkala seperti tahunan, bulanan ataupun persemester.



karena besarnya pendapatan bagi hasil akan ditentukan oleh kerja actual emiten, maka obligasi syariah memberikan indikatif return tertentu.

Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) Keberadaan pasar uang ini sebenarnya sangat terkait erat dengan permasalahan likuiditas. Pasar uang pada prinsipnya merupakan sarana alternatif khusunya

bagai

lembaga-lembaga

keuangan,

perusahaan-perusahaan

non

keuangan dan peserta peserta lainnya baik dalam memenuhi kebutuhan dana jangka pendek nya maupun dalam rangka melakukan penempatan dana atas kelebihan likuiditasnya.2 Karenanya. keberadaan pasar uang dalam sistem perekonomian sangat mutlak dibutuhkan. diakibatkan banyaknya lemabaga atau perusahaan serta individu yang mengalami arus kas yang tidak sesuai antara inflows dan outflows. Dengan demikian, dalam rangka peningkatan efisiensi pengelolaan dana bank jika permasalahan ini dihubungkan dengan kondisi likuiditas sebuah perbankan syariah, maka tentunya dibutuhkan suatu pasar uang antar bank yang berdasarkan prinsip-prinsip ajaran syariah yang ada. Oleh karenanya piranti PUAS dalam kancah perbankan syariah di Indonesia ini dapat memenuhi kebutuhan akan pasar uang tersebut. a. Landasan Operasional Syariah Ketentuan mengenai pasar uang antar bank yang berlandaskan prisnip syariah ini antara lain didasarkan pada ketentuan-ketentuansebagai berikut :

2

Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuanagan, (Jakarta : FE UII , 1999), hal. 136.



Adanya kaidah ushul fiqh yang menyatakan bahwa adalah mubah hukumnya segala sesuatu selama tidak ada ketentuan hukum yang melarangnya. Dari ketentuan ini dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan pasar uang antar bank yang beralndaskan prinsip syariah ini adalah boleh hukumnya selama tidak bertentangan dengan prinsip hukum Islam.



Adanya hadis Nabi yang menyatakan pembolehan melakukan kegiatan investasi melalui mekanisme mudharabah.



Adanya kaidah ushul yang menyatakan bahwa jika salah seorang dari mereka yang melakukan kerjasama membeli bagian

dalam kemitraan

tersebut, hukumnya adalah boleh karena ia membeli hak milik orang lain. Dengan

demikian

kaidah

ini

dapat

dijadikan

rujukan

untuk

diperkenankannya penerbitan sertifikat IMA sebagai salah satu instrumen dalam pasar uang yang berlandaskan prinsip syariah ini. •

Adanya kaidah ushul yang menyatakan bahwa tindakan seorang pemegang ooritas harus mengikuti perkembangan maslahat yang berlaku., ataupun kaidah yang menyatakan pencegahan dari kerusakan lebih diutamakan dari menolak suatu mafsadah. Karenanya Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas perbankan di Indonesia memiliki kewenangan untuk membatasi jual beli instrumen sertifikat IMA di pasar skunder untuk mencegah kesan terjadinya jual beli yang dapat mengarah pada tindakan spekulatif.

b. Instrumen Yang Ditawarkan Instrumen yang digunakan dalam PUAS ini adalah apa yang disebut dengan SIMA atau Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank yang digunakan sebagai sarana investasi bagi bank yang memiliki kelebihan dana untuk

mendapatkan keuntungan, dan lain di pihak dapat digunakan sebagai sarana untuk emndapatkan danajangka pendek bagi bank syariah yang mengalami defisit dana. Adapun

persyaratan-persyaratan

yang

harus

dipenuhi

dalam

menerbitkan sertifikat in adalah :  Harus mencantumkan : •

Kata-kata “Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank”



Tempat dan tanggal penerbitan SIMA



Nomor seri sertifikat SIMA



Nilai nominal investasi



Nisbah bagai hasil



Jangka waktu investasi



Tingkat indikasi imbalan



Tanggal pembayaran nominal atau imbalan



Tempat pembayaran.



Nama bank penenam dana



Nama bank penerbit dan tanda tangan pejabat yang berwenang.

 Berjangka waktu paling lama 90 hari  Diterbitkan oleh kantor pusat bank syariah atau unit usaha syariah lainnya.  Format yang harus diikuti oleh sertifikat IMA tersebut dapat mengikuti format yang dikeluarkanoleh Bank Indonesia, dan kualitas kertas yang akan digubnakan diserahkan kepada masing-masing bank untuk melakukannya tanpa harus mengikuti ketentuan yang berlaku.

Adapun peserta yang terlibat dalam transaksi PUAS ini adalah bankbank yang secara langsung menerbitkan SIMA ini dan bank-bank yang ikut menanamkan dananya pada sertifikat tersebut. Sementara itu bank-bank yang boleh melakukan penerbiatan atas sertifikat IMA ini adalah : Pertama, adalah

kantor

pusat

bank

syariah, yaitu bank

yang

seluruh kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Kedua, adalah

unit

kantor

usaha syariah (UUS), yaitu kantor pusat dari kantor-

cabang

syariah

dari bank umum yang menjalankan

kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Dan adapun bank-bank yang diperbolehkan untuk menjadi penanam modal pada sertifikat IMA ini adalah kantor pusat bank syariah, yaitu bank uyangseluruh kegiatann usahanya berdasarkan prinsip syariah. Di samping itu adalah kantor pusat unit usaha syariah ataupunkantor pusat bank umum yang menjalankan kegiatan usaha perbankan secara konvensional. Sedangkan mekanisme yang terkait dengan sertifikat IMA yang ditawarkan bank-bank yang diizinkan untuk menerbitkannya itu dapat dibagi menjadi tiga bagian (rangkap), yaitu :  Untuk lembar yang asli diserahkan kepada bank penanam

dana pada

sertifikat IMA tersebut  Untuk lembar yang kedua dapat digunakan oleh bank yang menanamkan modalnya sebagai lampiran pada nota kredit, bilyet giro Bank Indonesia ataupun untuk transfer dana secara elektronik..  Untuk lembaran yang ketiga digunakan sebagai arsip bagi bank penerbit.

Dalam penyelesaian transaksi, bank penanam dana pada sertifikat IMA

dapat

melakukan

pembayaran

kepada

bank

penerbit

dengan

menggunakan nota kredit melalui kliring, atau dengan menggunakan bilyet giro Bank INdonesia ataupuntransfer dana secara eklektronik yang disertai tembusan sertifikat IMA (lembar kedua) sebagai lampirannya. Pemindah tangannan sertifikat ini dapat dilakukan oleh pihak bank penanam dana pertama, sedangkan

bagi bank penanam dana yang kedua

tidak diperbolehkan untuk mengalihkannya kepada

bank lain sampai akhir

jangka waktu yang ditentukan. dan bagi bpemegang sertifikat ini diwajibkan untuk melakukan pemberitahuan kepemilikikan sertifikat tersebut kepada bank penerbit yang bersangkutan. Dan ketika setifikat ini telah berakhir waktunya, maka penyelesaian transaksi dapat dilaukan oleh bank penerbit dengan melakukan pembayaran kepada bank pemegang sertifikat terakhir sebesar nilai nominal investasi yang tercantum pada sertifiikat tersebut dan imbalan di bayar pada bulan berikutbnya yang pembayarannya dapat dilakukan melalui nota kredit dan sebagainya. c. Teknik Perhitungan Imbalan Adapun besarnya imbalan dari sertifkat IMA ini yang dibayarkan pada awal bulan dihitung berdasarkan tingkat realisasi imbalan deposito investasi muidharabah pada bank penerbit sebelum didistribusikan sesuai dengan jangka waktu penanaman. Misalkan untuk jangka waktu sertifikat IMA dari batasan 1 hingga 30 hari, maka tingkat imbalan yang digunakan adalah nilai pengembalian deposito investasi mudharabah 1 bulan. Begitu juga dengan

jangka waktu yang ditentukan dalam waktu antara 31-90 hari, maka tingkat imbalannya adalah deposito investasi mudharabah selam 3 bulan. Penutup Pasar modal syariah sebagai salah satu bentuk sarana investasi pada sektor finansial merupakan elemen penting yang harus dikembangkan oleh pihak yang terkait, baik pemerintah maupun para praktisi perbankan itu sendiri. Hal ini sangat penting dilakukan mengingat kebutuhan masyarakat akan lahan investasi yang sehat dan kondusif semakin terus berkembang, apalagi bagi investor muslim yang berkeinginan besar untuk dapat melakukan kegiatan investasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Keberadaan pasar modal syariah sebagai salah satu lahan investasi yang sesuai syariah, diharapkan dapat menjadi jawaban dari keinginan besar yang ada.

More Documents from "luthfiah"

Pasar-keuangan-islam.pdf
December 2019 14
Buku.xlsx
November 2019 8
Kuesioner Penelitian.docx
December 2019 7
Aksi.docx
June 2020 13